PENINGKATAN HASIL BELAJAR

TENTANG MAGNET DAN ELEKTROMAGNETIK

MELALUI PENDEKATAN Contextual teaching and Learning

KELAS xi tpmi c SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2017/2018

SMK N 2 SUKOHARJO

 

Kiswadi

Guru Fisika SMK N 2 Sukoharjo

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui implementasi pembelajaran fisika berbasis Contextual Teaching and Learning dengan metode eksperimen pada materi magnet dan elektromagnetik di kelas XI TPMI C semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 SMK Negeri 2 Sukoharjo.Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2017/2018. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI TPMI C SMK Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2017/2018 yang terdiri dari 35 siswa. Data hasil belajar kognitif diambil dengan teknik tes sedangkan hasil belajar afektif dan psikomotor diambil dengan teknik observasi. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.Simpulan penelitian ini adalah: (1) Capaian jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar kognitif mengalami peningkatan dari pra siklus (65,51%), siklus I (70,47%), dan siklus II (77,82%), (2) Capaian rata-rata hasil belajar afektif mengalami peningkatan dari pra siklus (61,42%), siklus I (70,71%), dan siklus II (77,82%) dengan Kriteria Ketuntasan Minimal belajar klasikal yang ditetapkan sebesar 75%, (3) Capaian rata-rata hasil belajar psikomotor mengalami peningkatan dari pra siklus (63,28%), siklus I (71,22%), dan siklus II (83,97%).

Kata kunci: Magnet, Elektromagnetik, CTL, Eksperimen.

 

PENDAHULUAN

Kurikulum Tingkat Satuan Pendiddikan (KTSP) merupakan hambatan pengembangan dari kurikulum 2004. KTSP adalah berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum kompetensi 2013 bertujuan dalam: (1) aspek kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Aspek-aspek kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

Fisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang energi dan materi serta gejala alam. Untuk mengkaji fisika diperlukan kemampuan untuk menafsirkan gejala fisis yang ditimbulkan oleh alam dengan menggunakan konsep-konsep sains dan metode ilmiah sehingga mampu menemukan konsep-konsep fisika tersebut secara ilmiah melalui tahapan-tahapan metode ilmiah.

Hasil evaluasi dan pengamatan menunjukkan bahwa hasil belajar fisika siswa kelas XI TPMI C SMK Negeri 2 Sukoharjo pada Kompetensi Dasar listrik statis belum mencapai target yang ditetapkan: (1) capaian rata-rata hasil belajar afektif siswa sebesar 72,04%, (2) capaian hasil belajar kognitif menunjukkan bahwa sebanyak 51,42% dari 35 siswa tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu minimal adalah 70%.

Dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran dan hasil belajar siswa kelas XI TPMI C SMK Negeri 2 Sukoharjo, diterapkan pembelajaran fisika berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode eksperimen diharapkan siswa dapat memahami fisika secara kontekstual sehingga dapat menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar mereka menurut tinjauan fisika.

Hakikat Belajar Mengajar

Strategi adalah cara yang dilakulan seseorang atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.

Joni (1983) berpendapat “strategi adalah prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang konduktif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran”.

strategi adalah cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa.

Belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.

Crow&Crow (1958),”Belajar adalah upaya memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap baru”.

belajar adalah proses perubahan dan penampilan pada diri manusia yang ditunjukkan sebagai peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang melalui serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, dan meniru.

Teori Belajar

a.   Teori Belajar Kognitif Piaget:(1) skema (schema) yaitu struktur-struktur kognitif yang diperoleh individu untuk mengadaptasi dan mengorganisasi pengalaman-pengalaman dari lingkunganya. Skema akan selalu berubah seiring dnegan perubahan intelektual dan pengalaman; (2) asimilasi (assimilation) merupakan proses kognitif yang mengintegrasikan struktur kognitif yang sudah ada dengan pengalaman-pengalaman baru yang diperoleh; (3) akomodasi (accommodation) merupakan proses pengintegrasian pengalaman-pengalaman baru dengan struktur kognitif lama dengan cara memodifikasi skema lama untuk menerima pengalaman baru tersebut. Dalam proses akomodasi dihasilkan perubahan dan perkembangan skema (development of scheme); (4) keseimbangan (equilibrium) adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi yang menentukan interaksi individu dengan lingkungannya.

Model CTL melalui metode eksperimen akan mendorong terjadinya asimilasi dan akomodasi kognitif pada struktur kognitif siswa.

b.   Teori Belajar Bruner: belajar penemuan (discovery learning), belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif akan memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk memecahkan suatu masalah akan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Model CTL melalui metode eksperimen dilakukan dengan cara siswa diajak untuk mengamati gejala-gejala fisika yang dipelajari kemudian didorong untuk melakukan pemecahan masalah melalui diskusi dan merancang percobaansehingga akan mendorong siswa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan melakukan eksperimen-eksperimen untuk menghasilkan dan atau membuktikan prinsip-prinsip fisika.

c.   Teori Belajar Bermakna Ausubel: belajar bermakna adalah suatu proses mengkaitkan pengalaman-pengalaman baru dengan konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan kepada siswa melalui penemuan atau penerimaan. Dimensi kedua berkaitan dengan cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pada struktur kognitif yang telah dimiliki.

Model CTL pembelajaran dilakukan dengan eksperimen dan siswa didorong untuk melakukan pemecahan masalah melalui percobaan atau diskusi kelompok , melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat menumbuhkan kebermaknaan belajar pada siswa.

d.   Teori Belajar Konstruktivisme: siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak lagi sesuai. guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan-pengetahuan di dalam dirinya. Guru dapat menjadi fasilitator dalam proses ini dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Model CTL melalui metode eksperimen memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk membangun ide-ide mereka sendiri dan pengetahuan mereka sendiri dengan melakukan kegiatan observasi gejala fisika, merancang percobaan sendiri, berdiskusi dalam memecahkan masalah sampai merumuskan kesimpulan.

Model CTL (Contextual Teaching and Learning)

Konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan demikian proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Karakteristik CTL: (1) konstruktivisme (constructivism), siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks yang terbatas, siswa mengkonstruk sendiri pemahamannya dan pemahaman yang mendalam tersebut diperoleh melalui pengalaman belajar yang bermakna; (2) bertanya (questioning), mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, melatih siswa untuk berpikir kritis dan digunakan untuk menilai kemampuan siswa berpikir kritis; (3) menemukan (inquiry), siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis dan merumuskan teori, baik perorangan maupun kelompok. Tahap pertama pengamatan, kemudian berkembang untuk memahami konsep serta mengembangkan dan menggunakan keterampilan berpikir kritis; (4) masyarakat belajar (learning community). Berbagi pengalaman dan bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik; (5) pemodelan (modelling), membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemontrasikan guru menginginkan para siswanya untuk belajar dan melakukan sesuatu yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan; (6) refleksi (reflection), cara-cara berpikir tentang sesuatu yang telah kita pelajari. Menelaah dan merespon terhadap kejadian, aktifitas dan pengalaman. Mencatat yang telah kita pelajari, merasakan ide-ide baru dan merefleksi berupa jurnal, diskusi dan karya seni; (7) penilaian autentik (authentic assessment), menilai dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber. Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa, mempersyaratkan penerapan pengetahuan atau pengalaman. Tugas-tugas yang kontekstual dan relevan serta proses dan produk kedua-duanya dapat diukur.

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yaitu dalam bentuk skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut harus tercermin penerapan dari ke tujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar-mengajar di kelas.

Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.

Metode eksperimen supaya efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan hal-hal diantaranya:

a.   Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa.

b.   Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang menyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih.

c.   Dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu.

d.   Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memperoleh pengetahuan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkanoleh guru dalam memilih obyek eksperimen itu.

e.   Tidak semua masalah bisa dieksperimenkan, seperti masalah kejiwaan, beberapa segi kehidupan sosial dan keyakinan manusia. Kemungkinan lain karena sangat terbatasnya suatu alat, sehingga masalah itu tidak bisa diadakan percobaan karena alatnya belum ada.

Pembelajaran dengan metode eksperimen melatih dan mengajari siswa untuk belajar konsep fisika sama halnya dengan seorang ilmuan fisika. Siswa belajar secara aktif dengan mengikuti tahap-tahap pembelajarannya. Dengan demikian, siswa akan menemukan konsep sesuai dengan hasil yang diperoleh selama pembelajaran.

Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Bloom dkk, (dalam Winkel, 2004) dapat dikelompokkan dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar mempunyai tiga komponen yaitu cognitive (berhubungan dengan pengetahuan), affective (berhubungan dengan perasaan) dan psichomotoric (berhubungan dengan kecenderungan untuk bertindak).

Domain kognitif berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

Bidang afektif mencakup penilaian yang berkenaan dengan perasaan, minat, keinginan dan penghargaan ketika siswa dihadapkan pada objek tertentu.

Domain psikomotor menurut Sudjana (2011) tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Aspek psikomotorik terdiri dari: (1) meniru (perception), (2) menyusun (manipulating), (3) melakukan dengan prosedur (precetion), (4) melakukan dengan baik dan tepat (articulation) dan (5) melakukan tindakan secara alami (naturalization).

Jenis Penelitan

Jenis penelitian tindakan atau action research. Penelitian diawali dengan identifikasi masalah dengan mendeteksi, melacak, dan menjelaskan berbagai aspek permasalahan yang berkaitan dengan topik penelitian dan masalah yang akan diteliti.

Dari masalah-masalah yang sudah teridentifikasi disusun perencanaan pembelajaran siklus I untuk memecahkan masalah tersebut. Tahap berikutnya adalah tahap tindakan yang merupakan implementasi dari perencanaan yang sudah disusun. Pada tahap tindakan dilakukan kegiatan observasi terhadap aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian. Tahap akhir dari siklus I adalah tahap refleksi dimana peneliti mengevaluasi kegiatan-kegiatan secara keseluruhan.

Dari kegiatan refleksi diperoleh rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan siklus II. Siklus akan berhenti jika kegiatan pembelajaran sudah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1.   Teknik Tes: Tes digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar. Jenis tes yang digunakan adalah tes pilihan ganda dengan pedoman jawaban benar nilainya = 1 dan salah nilainya= 0.

Sebelum instrumen tes dibuat, terlebih dahulu disusun kisi-kisi tes berdasarkan indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Teknik pengolahan skor nilai tes menggunakan persentase atau percentages correction yang dihitung berdasarkan persamaan:              

Bahwa nilai persen (NP) yang diperoleh siswa merupakan persentase skor mentah (R) dari skor skor maksimum ideal (SM).

2.   Teknik Non Tes: Lembar observasi digunakan untuk mengukur aspek afektif dan aspek psikomotorik siswa. Hasil pengamatan dinyatakan secara kualitatif kemudian dikonversi menjadi data kuantitatif berdasarkan pedoman penskoran yang telah dibuat. Pedoman penskoran untuk lembar observasi afektif dan psikomotor adalah semua kategori terpenuhi diberi skor 4, tiga kategori terpenuhi diberi skor 3, dua kategori terpenuhi diberi skor 2, dan kurang dari dua kategori terpenuhi diberi skor 1.

Hasil Penelitian

1.   Pra Siklus

a.   Hasil Belajar Kognitif Prasiklus

Berdasarkan hasil ulangan harian pada materi listrik statis dan listrik dinamis didapat hasil dengan nilai rata-rata 65,51, nilai tertinggi 85, nilai terendah 45 sedang siswa yang tuntas hanya 17 siswa atau 48,57%.

b.   Hasil Belajar Afektif Prasiklus

Hasil belajar ranah afektif pada kegiatan pembelajaran pra siklus disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Capaian Indikator Hasil Belajar Afektif Prasiklus

No

Indikator

Capaian (%)

1

Keingintahuan

72,14

2

Kerja sama

72

3

Kemandirian

72

Berdasarkan Tabel 2 dapat dikatakan bahwa capaian indikator hasil belajar afektif pra siklus masih rendah. Indikator yang sama adalah kerja sama dan kemandiran sebesar 72%, sedangkan indikator yang paling tinggi adalah keingintahuan sebesar 72,14%. Rata-rata capaian indikator hasil belajar afektif prasiklus adalah 72,04%.

c.   Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Prasiklus

Capaian rata-rata hasil belajar ranah kognitif, afektif, dan psikomotor pada kegiatan pembelajaran pra siklus disajikan pada Tabel 2.2.

        Tabel 2.2 Capaian Rata-Rata Hasil Belajar Prasiklus

No

Ranah

Capaian Rata-Rata (%)

1

Kognitif

65.51

2

Afektif

72.04

3

Psikomotor

63.28

 

 

 

 

2.   Siklus I

a.   Hasil Belajar Kognitif Siklus I

Capaian hasil belajar ranah kognitif siklus I diperoleh dari tes pada sub bab medan magnet. Hasil belajar kognitif siklus I disajikan pada lampiran 21. Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siklus I sebesar 70,47 dengan nilai tertinggi 85,75 dan terendah 52,38. Persentase jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan belajar adalah 60% sehingga hasil belajar kognitif siklus I belum mencapai indikator kinerja klasikal yang ditetapkan.

b.   Hasil Belajar Afektif Siklus I

Capaian indikator hasil belajar ranah afektif siklus I berdasarkan hasil observasi disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Capaian Indikator Hasil Belajar Afektif Siklus I

No

Indikator

Capaian (%)

1

Keingintahuan

72.14

2

Kerja sama

70

3

Kemandirian

70

 

Berdasarkan Tabel 3.1 capaian indikator terendah adalah kerja sama (70,00%), capaian indikator tertinggi adalah keingintahuan (72,14%). Rata-rata capaian indikator Hasil belajar afektif siklus I adalah 70,71% sehingga hasil belajar afektif siklus I belum mencapai indikator kinerja yang ditetapkan.

c.   Psikomotorik Siklus I

Capaian indikator psikomotorik siklus I disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Capaian Indikator Psikomotorik Siklus I

No

Indikator

Capaian (%)

1

Merumuskan pertanyaan

63,57

2

Merumuskan hipotesis

65

3

Merancang percobaan

75

4.

Menentukan variabel

71,42

5.

Melakukan pengukuran

72,85

6.

Menginterpretasikan data

74,28

7.

Merumuskan kesimpulan

76,42

 

Berdasarkan data pada Tabel 3.2 diketahui bahwa capaian indikator terendah adalah merumuskan pertanyaan (62,57%), capaian indikator tertinggi adalah merumuskan kesimpulan (76,42%). Rata-rata capaian indikator psikomotorik siklus I adalah 71,22% sehingga belum mencapai indikator kinerja yang ditetapkan.

d.   Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Siklus

Nilai rata-rata hasil belajar siklus I disajikan pada Tabel 4.7

Tabel 3.3 Capaian Rata-Rata Hasil Belajar Siklus I

No

Ranah

Capaian Rata-Rata (%)

1

Kognitif

70,47

2

Afektif

70,71

3

Psikomotor

62,40

 

3.   Siklus II

a.   Hasil Belajar Kognitif Siklus II

Capaian hasil belajar ranah kognitif siswa siklus II diperoleh dari tes tertulis pada subbab gaya magnetik. Data hasil belajar ranah kognitif siklus II disajikan pada Lampiran 31. Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siklus II sebesar 77,82 dengan nilai tertinggi 90,48 dan nilai terendah 57,14. Persentase jumlah siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan belajar adalah 77,14% sedangkan persentase jumlah siswa belum tuntas sebesar 22,85%. Dari data tersebut disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif siklus II sudah mencapai indikator kinerja klasikal yang ditetapkan.

b.   Hasil Belajar Afektif Siklus II

Capaian indikator ranah afektif siklus I disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Capaian Indikator Ranah Afektif Siklus II

No

Indikator

Capaian (%)

1

Keingintahuan

80,71

2

Kerja sama

85,71

3

Kemandirian

84,28

 

Berdasarkan Tabel 4.1 capaian indikator terendah adalah keingintahuan (80,71%) sedangkan capaian indikator tertinggi adalah kerja sama (85,71%). Rata-rata capaian indikator afektif siklus II adalah 83,56% sehingga sudah mencapai indikator kinerja yang tetapkan.

c.   Psikomotorik Siklus II

Capaian indikator psikomotorik siklus II disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Capaian Indikator Psikomotorik Siklus II

No

Indikator

Capaian (%)

1

Merumuskan pertanyaan

82,14

2

Merumuskan hipotesis

85

3

Merancang percobaan

82,14

4.

Menentukan variable

85,71

5.

Melakukan pengukuran

85

6.

Menginterpretasikan data

83,57

7.

Merumuskan kesimpulan

84,28

 

Berdasarkan data pada Tabel 4.2 diketahui bahwa capaian indikator yang paling rendah adalah merumuskan pertanyaan dan merancang percobaan sebesar 82,14% sedangkan capaian indikator yang paling tinggi adalah menentukan variabel sebesar 85,71%. Rata-rata capaian indikator psikomotorik siklus II adalah 83,97% sehingga sudah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan.

 

 

 

 

d.   Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Siklus II

Nilai rata-rata hasil belajar siklus II disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Capaian Rata-Rata Hasil Belajar siklus II

No

Ranah

Capaian Rata-Rata (%)

1

Kognitif

77,82

2

Afektif

83,57

3

Psikomotor

83,98

                

Berdasarkan data pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata hasil belajar siklus II pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor sudah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan.

4.   Perbandingan Hasil Belajar Antar Siklus

a.   Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif pada prasiklus, siklus I, dan siklus II menunjukkan skor yang berbeda. Tes kognitif prasiklus berisi tentang materi listrik statis dan listrik dinamis, tes siklus I tentang medan magnet, dan tes siklus II tentang gaya magnetik. Perbandingan nilai rata-rata tes kognitif prasiklus, siklus I, dan siklus II disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Kognitif Antar Siklus

 

Gambar 1.2 Grafik Persentase Jumlah Siswa Mencapai Batas Ketuntasan Belajar Kognitif

 

 

b.   Hasil Belajar Afektif

Hasil belajar afektif terdiri dari tiga indikator yaitu keingintahuan, kerja sama, dan kemandirian. Perbandingan hasil belajar afektif dapat dilihat pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Grafik Perbandingan Hasil Belajar Afektif.

 

Pencapaian rata-rata Hasil belajar afektif dari prasiklus sampai siklus II disajikan pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4 Grafik Pencapaian Rata-Rata Hasil Belajar Afektif

 

c.   Psikomotorik

Peningkatan capaian indikator psikomotorik disajikan pada Gambar 1.5.

 

Gambar 1.5 Grafik Perbandingan Psikomotorik

Pencapaian rata-rata psikomotorik dari prasiklus sampai siklus II disajikan pada Gambar 1.6.

Gambar 1.6 Grafik Capaian Rata-Rata Psikomotorik

d.    Nilai Rata-Rata Hasil Belajar

Perbandingan nilai rata-rata hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor disajikan pada Gambar 1.7

Gambar 1.7 Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Kognitif, Afektif, dan Psikomotor

PENUTUP

Simpulan

Pembelajaran fisika dengan model CTL melalui metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar pada materi magnet dan elektromagnetik siswa kelas XI TPMI.C SMK Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2017/2018 dengan peningkatan: (1) Capaian jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar kognitif mengalami peningkatan dari pra siklus (65,51%), siklus I (70,47%), dan siklus II (77,82%), (2) Capaian rata-rata hasil belajar afektif mengalami peningkatan dari pra siklus (61,42%), siklus I (70,71%), dan siklus II (77,82%) dengan Kriteria Ketuntasan Minimal belajar klasikal yang ditetapkan sebesar 75%, (3) Capaian rata-rata hasil belajar psikomotor mengalami peningkatan dari pra siklus (63,28%), siklus I (71,22%), dan siklus II (83,97%).

 

Saran

Saran-saran yang dikemukan berdasarkan hasil penelitian dan implikasi diantaranya: (1) Untuk Guru: Sebelum menerapkan pembelajaran dengan model CTL melalui metode Eksperimen, guru sebaiknya memberikan pemahaman kepada siswa tentang kegiatan yang akan dilakukan terutama jika model CTL melalui metode eksperimen baru pertama kali diterapkan. Dengan demikian dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, siswa tidak lagi beradaptasi dengan model tersebut, (2) Untuk Peneliti Lain: Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya yang sejenis dan diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi dunia pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Richard, Arends I. ( 2008). Learning to Teach. Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Costa.L, Arthur. (1985). Developing minds.Virginia: ASCD

 Departemen Pendidikan Nasional.(2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Johnson, E. B.(2002). CTL (Contextual Teaching And Learning) Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Penerbit Kaifa.

Munandar, U.(2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta

Rusman.(2010). Seri Manajemen Sekolah Bermutu Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Santrock, John W.(2010). Psikologi Pendidikan (terjemahan Tri Wibowo B.). Jakarta: Kencana