PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS
PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS
BAGI ANAK KELOMPOK B SEMESTER 1 TK DESA GUPIT I KECAMATAN NGUTER TAHUN 2014/2015
MELALUI BERMAIN PLASTISIN
Sri Murni Kismiyati
Guru TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus bagi anak Kelompok B di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 melalui bermain plastisin. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan di Kelompok B TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 selama 3 (tiga) bulan. Subjek penelitian adalah anak kelompok B semester 1 di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 20 anak, yaitu 11 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa melalui bermain plastisin dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak Kelompok B di TK Desa Gupit I, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah anak yang sudah mempunyai kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dan Berkembang Sangat Baik (BSB) pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Jumlah anak yang sudah memperoleh skor kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) mengalami peningkatan dari 7 anak (35.00%) pada kondisi awal, meningkat menjadi 15 anak (75.00%) pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 20 anak (100.00%) pada tindakan Siklus II. Aktivitas anak dalam pembelajaran mengalami peningkatan. Hasil penilaian pada aspek kerjasama mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 3.70 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 4.50 pada tindakan Siklus II; aspek mendengarkan penjelasan guru mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 3.80 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 4.70 pada tindakan Siklus II; aspek tanya jawab mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 3.50 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 4.20 pada tindakan Siklus II.
Kata Kunci: Bermain plastisin, kemampuan motorik halus
PENDAHULUAN
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015, ditemukan fakta bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belum berkembangnya motorik halus anak seperti memegang pensil, menggunting dan melipat. Hal ini disebabkan kurangnya alat/ media dalam pengembangan motorik halus anak. Motivasi yang diberikan guru kepada anak dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan motorik halus juga belum maksimal.
Hasil pengamatan terhadap aktivitas anak pada setiap pembelajaran motorik halus, anak cenderung mengalami kejenuhan yang ditunjukkan dengan adanya respon siswa yang rendah dalam pembelajaran. Hal ini juga ditunjukkan dengan kemampuan motorik halus yang masih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ada indikasi munculnya kejenuhan selama pembelajaran ini diantaranya dikarenakan strategi pembelajaran yang digunakan guru monoton, yaitu dengan menggunakan metode cerita, tanya jawab, media bernyanyi dan media gambar dinding seadanya.
Kondisi tersebut berdampak pada kurang optimalnya pengembangan kemampuan motorik halus pada anak. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kemampuan motorik halus pada anak didik, dapat diketahui bahwa anak kelompok B di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 pada semester 1 masih belum optimal. Hal ini diindikasikan dari hasil observasi di mana dari 20 anak didik, baru ada 3 anak (15.00%) yang telah mampu mengembangkan kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB), ada 4 anak (20.00%) yang sudah mampu mengembangkan kemampu-an motorik halus dengan kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH). Sebagian besar lainnya, yaitu sebanyak 17 anak (65.00%) baru mencapai kategori Mulai Berkembang (MB) dan Belum Berkembang (BB). Hal ini kalau dibiarkan berdampak buruk bagi proses dan kemampuan siswa selanjutnya. Untuk itu dibutuhkan strategi baru dalam pembelajaran pengembangan kemampuan motorik halus.
Kemampuan kemampuan motorik halus pada anak di TK perlu dikembangkan mengingat kemampuan tersebut memiliki urgensi yang tinggi pada pendidikan selanjutnya. Salah satu metode alternatif yang dipilih adalah dengan bermain plastisin untuk mengembangkan kemampu-an motorik halus pada anak didik.
Berangkat dari latar belakang permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian. Adapun judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah: “Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Bagi Anak Kelompok B Semester 1 Tk Desa Gupit I Kecamatan Nguter Tahun 2014/2015 Melalui Bermain Plastisin”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Apakah melalui bermain plastisin dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak Kelompok B di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun 2014/2015?”
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak Kelompok B di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 melalui bermain plastisin.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bagi anak didik untuk meningkatkan kemampuan motorik halus melalui penerapan metode bermain plastisin. Manfaat bagi guru menambah cakrawala ilmu pengetahuan dan wawasan keterampilan yang berhubungan dengan penggunaan penerapan metode bermain plastisin untuk meningkatkan kemampuan motorik halus bagi anak usia dini. Manfaat Lembaga PAUD meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak didik dengan penerapan metode bermain plastisin.
LANDASAN TEORI
Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pendidikan yang memberikan pengasuhan, perawatan, dan pelayanan kepada anak Usial Lahir sampai 6 tahun. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki sekolah dasar dan kehidupan tahap berikutnya (Depdiknas, 2010).
Pendidikan usia dini merupakan wahana pendidikan yang sangat fundamental dalam memberikan kerangka dasar terbentuk dan berkembangnya dasar-dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan pada anak. Keberhasilan proses pendidikan pada masa dini tersebut menjadi dasar untuk proses pendidikan selanjutnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan pada lembaga pendidikan anak usia dini, seperti: Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, Satuan Padu Sejenis maupun Taman Kanak-kanak sangat tergantung pada sistem dan proses pendidikan yang dijalankan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2005, PAUD termasuk dalam jenis pendidikan Non Formal. Pendidikan Non Formal selain PAUD yaitu Tempat Penitipan Anak (TPA), Play Group dan PAUD Sejenis. PAUD sejenis artinya PAUD yang diselenggarakan bersama dengan program Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu untuk kesehatan ibu dan anak). Sedangkan pada Departemen Pendidikan Nasional (Depdik-nas), PAUD dimasukkan kedalam program Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
Secara umum tujuan Pendidikan Anak Usia Dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan berdasarkan tinjauan aspek didaktis psikologis tujuan pendidikan di Pendidikan Anak Usia Dini yang utama adalah: 1)Menumbuhkembangkan pengeta-huan, sikap dan keterampilan agar mampu menolong diri sendiri (self help), yaitu mandiri dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri seperti mampu merawat dan menjaga kondisi fisiknya, mampu mengendalikan emosinya dan mampu membangun hubungan dengan orang lain. 2)Meletakkan dasar-dasar tentang bagaimana seharusnya belajar (learning how to learn).
Kemampuan Motorik Halus
Menurut Santrock (2012: 225) Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak telah semakin meningkat dan menjadi lebih tepat dan pada usia 5 tahun koordinasi motorik halus akan semakin meningkat. Saputra dan Rudyanto (2005: 118) mengatakan bahwa motorik halus adalah kemampuan anak beraktivitas dengan menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti menulis, meremas, menggambar, menggenggam, menyusun balok dan memasukkan kelereng.
Sujiono (2009: 1.14) berpendapat, motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Sehingga gerakan ini tidak memerlukan tenaga melainkan membutuhkan koordinasi mata dan tangan yang cermat. Dalam melakukan gerakan motorik halus, anak juga memerlukan dukungan keterampilan fisik lain serta kematangan mental.
Menurut Sumantri (2005: 143) keterampilan motorik halus adalah pengor-ganisasian penggunakan sekelompok otot-otot kecil seperti jari jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan, keterampilan yang mencakup pemanfaatan dengan alat-alat untuk bekerja dan obyek yang kecil atau pengontrolan terhadap mesin misalnya mengetik, menjahit dan lain-lain.
Motorik halus berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan bagian tubuh yang lebih spesifik, seperti menulis, melipat, merangkai, mengancing baju, menali sepatu dan menggunting (Suyanto, 2005: 51). Menurut Sumantri (2005: 146) juga menjelaskan bahwa fungsi pengembangan keterampilan motorik halus adalah mendukung aspek lainnya seperti kognitif dan bahasa serta sosial karena pada hakekatnya setiap pengembangan tidak dapat terpisahkan satu sama lain.
Metode-metode yang dapat digunakan untuk meningkatkaan ketam-pilan motorik halus pada anak usia dini, menurut Dave dengan mengadaptasi teori Bloom antara lain meliputi (Santrock, 2012: 314): imitation (peniruan), manipulation (penggunaan konsep), precision (ketelitian), articulation (perangkaian), dan naturalization (kewajaran/ kealamiahan).
Imitation (Peniruan) adalah kete-rampilan untuk menentukan suatu gerakan yang telah dilatih sebelumnya. Manipulati-on (penggunaan konsep) adalah kemam-puan untuk menggunakan konsep dalam melakukan kegiatan. Kemampuan ini juga sering disebut sebagai kemampuan manipulasi. Precision (ketelitian) adalah kemampuan yang berkaitan dengan gerak yang mengindikasikan tingkat kedetailan tertentu. Articulation (perangkaian) adalah kemampuan untuk melakukan serangkaian gerakan secara koordinasi antarorgan tubuh, saraf, dan mata secara cermat. Naturalization (kewajaran/ kealamiahan) adalah kemampuan untuk melakukan gerak secara wajar atau luwes.
Metode Bermain Plastisin
Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami konflik. Hurlok (dalam Kamtini, 2005: 47) Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang di timbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Sedangkan bermain menurut Foster dan Pearden yang didefinisikan sebagai sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang anak secara sungguh-sungguh sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa paksaan dari orang tua maupun lingkungan di mana dimaksudkan semata hanya untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan (Riyadi & Sukarmin, 2009: 21).
Aktivitas bermain merupakan kegiatan yang spontan pada anak yang menghubungkannya dengan kegiatan orang dewasa dan lingkungan termasuk di dalamnya imajinasi, penampilan,anak dengan menggunakan seluruh perasaan, tangan atau seluruh badan, hal ini di kemukakan oleh Carol & Barbara (dalam Rumanda dkk.,: 2011:15).
Bermain merupakan aktivitas yang khas dari anak dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai hasil akhir. Menurut Irawati (Sujiono: 2009: 135) bermain adalah kebutuhan semua anak terlebih bagi anak-anak yang berada direntang usia 3-6 tahun. Bermain adalah kegiatan yang dilakukan anak dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian dan mengembangkan imajinasi anak spontan dan tanpa beban.
Berdasarkan pengertian bermain menurut para ahli yang telah di kemukakan di atas maka bermain adalah kegiatan yang dilakukan oleh anak dan yang dapat disamakan dengan bekerja pada orang dewasa karena kegiatan bermain juga dilakukan untuk mencapai tujuan akhir.
Sujiono (2009: 149) mengatakan bahwa bermain dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan anak, sebagai berikut: 1)Bermain Eksploratoris; 2)Berma-in Energetik; 3)Bermain Ketrampilan; 4)Bermain Sosial; 5)Bermain Imajinatif; 6)Bermain Teka-teki.
Adapun plastisin adalah termasuk clay (dalam bahasa Indonesia adalah tanah liat) yang terbuat dari campuran tepung dan lem. Untuk membuat adonan plastisin bahan-bahan yang dibutuhkan di antaranya adalah: 1) Tepung terigu 70 gram; 2) Tepung tapioka 70 gram; 3) Tepung beras 70 gram; dan 4) Lem kayu 180 gram.
Cara membuat adonan plastisin adalah sebagai berikut: 1) Campurkan semua tepung ; 2) Campurkan tepung tersebut dengan lem; dan 3) Uleni hingga merata hingga adonan kalis dan mudah dibentuk (Mistriyanti Ajah ,15 Mei 2012).
Kegiatan bermain menggunakan media plastisin yaitu kegiatan bermain yang menggunakan adonan berupa campuran dari tepung dan lem, kegiatan ini dilakukan dengan membentuk berbagai bentuk dari plastisin atau adonan tepung dan lem sehingga menjadi berbagai bentuk yang di kehendaki, misalnya bentuk buah-buahan, bentuk fenomena alam, bentuk tata surya dan bentuk bermain plastisin adalah suatu kegiatan yang lainnya.
KERANGKA BERPIKIR
Kondisi awal guru belum menggu-nakan metode bermain plastisin, atas dasar hal tersebut kemampuan motorik halus pada anak belum berkembang secara optimal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah anak yang sudah mampu mengembangkan kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) adalah sebanyak 3 anak (15.00%), jumlah anak yang sudah mampu mengembangkan kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) adalah sebanyak 4 anak (20.00%); jumlah anak yang baru mampu mengembangkan kemampuan motorik halus dengan kategori Mulai Berkembang (MB) adalah sebanyak 7 anak (35.00%); dan jumlah anak yang belum mampu mengembangkan kemampuan motorik halus atau dengan kategori Belum Berkembang (BB) adalah sebanyak 6 anak (30.00%).
Untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan motorik halus maka perlu adanya tindakan yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan penerapan metode bermain plastisin. Tindakan pembelajaran Siklus I menggunakan metode metode bermain plastisin tanpa bimbingan guru dan siklus II menggunakan metode metode bermain plastisin dengan bimbingan guru. Dengan tindakan yang berbeda dari siklus I ke siklus II diharapkan kemampuan motorik halus pada anak akan meningkat.
HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, selanjutnya dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut:
“Melalui penerapan metode bermain plastisin dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak Kelompok B di TK Desa Gupit I, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015”
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, yaitu pada kelompok B. Pemilihan lokasi dilandasi adanya pertimbangan bahwa: 1) peneliti adalah guru di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam pelaksanaan penelitian; dan 2) kemampuan motorik halus pada anak Kelompok B di TK tersebut memerlukan peningkatan.
Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, yaitu dimulai pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2014.
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok B semester 1 di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 20 orang anak, yaitu 11 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Pemilihan subjek dilandasi adanya alasan bahwa anak kelompok B tersebut masih rendah dalam hal kemampuan motorik halus sehingga memerlukan perbaikan dalam pembelajar-an. Adapun objek penelitian adalah pembelajaran peningkatan kemampuan motorik halus dengan menggunakan metode bermain plastisin.
Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa peningkatan kemam-puan motorik halus dengan menggunakan metode bermain plastisin pada anak usia dini. Berdasarkan jenis data tersebut, maka data dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber meliputi:
1. Informan atau nara sumber, yaitu anak dan guru kelompok B semester 1 di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, tahun pelajaran 2014/2015.
2. Tempat atau lokasi berlangsungnya proses pembelajaran motorik halus dengan menggunakan metode bermain plastisin; dan
3. Dokumen atau arsip yang antara lain berupa kurikulum, RKH, dan buku penilaian.
Teknik Pengumpulan Data
Suharsimi Arikunto (2010: 101) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan jenis tes perbuatan, observasi dan dokumen.
Teknik Analisis Data
Prosedur analisisnya menggunakan model alur dari Kemmis dan Taggart yang intinya mengidentifikasi perkembangan dan perkembangan dan perubahan subjek setelah subjek sampel diberi perlakuan khusus atau dikondisikan pada situasi tertentu dengan pembelajaran tindakan dalam kurun waktu tertentu dan berulang-ulang sampai program dinyatakan berhasil (Wiriaatmadja, 2006: 62).
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif – kuantitatif. Analisis data secara kualitatif digunakan untuk menganalisis data kualitatif, seperti hasil observasi dan studi dokumentasi. Tahapan analisis data deskriptif kualitatif terdiri dari: pemaparan data, reduksi (data yang sudah ada di cek dan dicatat kembali), kategorisasi (data dipilah-pilah), penafsiran dan penyimpulan.
Analisis data deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisa data kuantitatif, seperti hasil tes ataupun data kualitatif yang sudah dikuantifikasi, misalnya data hasil pengamatan. Data kuantitatif berupa skor hasil pengamatan kemampuan motorik halus pada anak (Arikunto, 2010: 189).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAS-AN
Deskripsi Kondisi Awal
Kondisi awal kemampuan motorik haluskan kemampuan motorik halus pada subjek penelitian sebelum dilakukan tindakan. Subjek penelitian adalah anak kelompok B TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Jumlah anak di kelompok B tersebut terdiri dari 20 anak, yaitu 11 anak laki-laki dan 9 anak perempuan.
Berdasarkan hasil identifikasi awal, dapat diketahui bahwa kemampuan motorik halus anak kelompok B di TK Desa Gupit I Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 masih belum optimal.
Dapat diketahui bahwa jumlah anak dengan kemampuan motorik halus kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) sebanyak 3 anak (15.00%); kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) sebanyak 4 anak (20.00%); kategori Mulai Berkembang (MB) sebanyak 7 anak (35.00%); dan kategori Belum Berkembang (BB) sebanyak 6 anak (30.00%).
Berdasarkan kondisi tersebut maka guru perlu melakukan perbaikan pembelajaran. Upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan metode bermain plastisin dalam pembelajaran kemampuan motorik halus.
Deskripsi Tindakan Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan selama 5 kali pertemuan. Kegiatan pembelajaran pada tindakan Siklus I dilakukan dari minggu ke-4 bulan September 2014 sampai dengan minggu ke-2 bulan Oktober 2014. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tindakan Siklus I adalah dengan bermain plastisin dalam pembelajaran kemampuan motorik halus menggunakan kelompok besar, yaitu kelas dibagi ke dalam 3 kelompok sehingga masing-masing kelompok beranggotakan 7 orang dan ada 1 kelompok yang beranggotakan 6 orang anak. Kegiatan dilakukan tanpa disertai bimbingan.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa kemampuan motorik halus anak kelompok B mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah anak yang sudah memperoleh kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dibandingkan kondisi sebelumnya.
Dapat diketahui bahwa kemampu-an anak dalam kemampuan motorik halus mengalami peningkatan pada setiap pertemuan. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah anak yang sudah memperoleh nilai kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dibandingkan kondisi sebelum-nya.
Dapat diketahui bahwa jumlah anak dengan kemampuan motorik halus kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) sebanyak 9 anak (45.00%); kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) sebanyak 6 anak (30.00%); kategori Mulai Berkembang (MB) sebanyak 4 anak (20.00%); dan kategori Belum Berkembang (BB) sebanyak 1 anak (5.00%).
Hasil pengamatan terhadap aktivitas anak dalam pembelajaran menunjukkan bahwa aktivitas anak dalam pembelajaran sudah termasuk kategori baik. Hal ini diindikasikan dengan hasil penilaian pada 3 aspek pengamatan, yaitu aspek kerja sama, mendengarkan penjelasan guru, dan aspek tanya jawab diperoleh skor rata-rata dengan kategori baik. Hasil pengamatan pada aspek kerjasama adalah sebesar 3.70 (baik); aspek mendengarkan penjelasan guru diperoleh rata-rata sebesar 3.80 (baik); aspek tanya jawab diperoleh rata-rata sebesar 3.50 (baik).
Deskripsi Tindakan Siklus II
Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan selama 5 kali pertemuan. Kegiatan pembelajaran pada tindakan Siklus II dilakukan dari minggu ke-4 bulan Oktober 2014 sampai dengan minggu ke-2 bulan Nopember 2014. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tindakan Siklus II adalah dengan bermain plastisin dalam pembelajaran kemampuan motorik halus menggunakan kelompok kecil, yaitu kelas dibagi ke dalam 5 kelompok sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang anak. Kegiatan dilakukan dengan disertai bimbingan.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa kemampuan motorik halus anak kelompok B mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah anak yang sudah memperoleh kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dibandingkan kondisi sebelumnya.
Dapat diketahui bahwa kemampuan anak dalam kemampuan motorik halus mengalami peningkatan pada setiap pertemuan. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah anak yang sudah memperoleh nilai kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dibandingkan kondisi sebelumnya.
Dapat diketahui bahwa jumlah anak dengan kemampuan motorik halus kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) sebanyak 18 anak (90.00%); kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) sebanyak 2 anak (10.00%); kategori Mulai Berkembang (MB) dan Belum Berkembang (BB) sudah tidak ada.
Hasil pengamatan terhadap aktivitas anak dalam pembelajaran menunjukkan bahwa aktivitas anak dalam pembelajaran pada tindakan Siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penilaian di mana aktivitas anak dalam pembelajaran sudah termasuk kategori amat baik. Hasil pengamatan pada aspek kerjasama adalah sebesar 4.45 (amat baik); aspek mendengarkan penjelasan guru diperoleh rata-rata sebesar 4.60 (amat baik); aspek tanya jawab diperoleh rata-rata sebesar 4.10 (amat baik).
Pembahasan Hasil Tindakan
Hipotesis tindakan yang menyebutkan bahwa “Melalui penerapan metode bermain plastisin dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak Kelompok B di TK Desa Gupit I, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015” terbukti kebenarannya. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah anak yang sudah mempunyai kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dan Berkembang Sangat Baik (BSB) pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Hasil identifikasi kondisi awal menunjukkan bahwa kemampuan motorik halus pada anak kelompok B di Desa Gupit I, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 masih belum optimal. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya anak yang sudah memperoleh nilai dalam kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) baru mencapai 7 anak (35.00%).
Berangkat dari kondisi tersebut maka guru berupaya melakukan perbaikan dalam pembelajaran. Upaya yang dilakukan guru adalah dengan menggunakan metode bermain plastisin dalam pembelajaran kemampuan motorik halus. Dengan langkah tersebut diharapkan siswa termotivasi dalam belajar sehingga pada gilirannya kemampuan motorik halus akan semakin meningkat.
Perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah anak yang sudah memiliki kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH), yaitu dari 7 anak (35.00%) pada kondisi awal menjadi sebanyak 15 anak (75.00%) pada tindakan Siklus I.
Peningkatan yang diperoleh pada tindakan Siklus I dipandang belum optimal. Hal ini diindikasikan dengan belum tercapainya indikator kinerja berupa tercapainya jumlah anak yang memiliki kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) sebanyak > 80.00% dari jumlah anak yang ada. Untuk itu dilakukan perbaikan pembelajaran pada tindakan Siklus II.
Perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada tindakan Siklus II adalah dengan mengubah pembagian kelompok, yaitu dari kelompok besar (1 kelompok 7 dan 6 anak) pada tindakan Siklus I menjadi kelompok kecil (1 kelompok 4 anak) pada tindakan Siklus II. Perbaikan lain yang dilakukan guru adalah dengan menyertakan bimbingan pada tindakan Siklus II.
Perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus II berhasil meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah anak yang memiliki kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH), yaitu dari 15 anak (75.00%) pada tindakan Siklus I menjadi 20 anak (100.00%) pada tindakan Siklus II.
Data peningkatan kemampuan motorik halus anak berdasarkan kategori dari kondisi awal hingga tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut ini.
Tabel Peningkatan Kemampuan Motorik Halus pada Anak
Kategori |
Awal |
Siklus I |
Siklus II |
|||
Jm |
% |
Jml |
% |
Jml |
% |
|
BSB |
3 |
15.00% |
9 |
45.00% |
18 |
90.00% |
BSH |
4 |
20.00% |
6 |
30.00% |
2 |
10.00% |
MB |
7 |
35.00% |
4 |
20.00% |
0 |
0.00% |
BB |
6 |
30.00% |
1 |
5.00% |
0 |
0.00% |
Jumlah |
20 |
100.00% |
20 |
100.00% |
20 |
100.00% |
Meningkatnya kemampuan ke-mampuan motorik halus anak yang diperoleh pada tindakan Siklus II tersebut tidak terlepas dari meningkatnya aktivitas anak dalam pembelajaran. Hasil penilaian pada aspek kerjasama mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 3.70 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 4.50 pada tindakan Siklus II (meningkat sebesar 0.80; meningkat dari kategori baik menjadi amat baik). Hasil penilaian pada aspek mendengarkan penjelasan guru mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 3.80 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 4.70 pada tindakan Siklus II (meningkat sebesar 0.90; meningkat dari kategori baik menjadi amat baik). Hasil penilaian pada aspek tanya jawab mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 3.50 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 4.20 pada tindakan Siklus II (meningkat sebesar 0.70; meningkat dari kategori baik menjadi amat baik).
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penelitian tindakan tentang peningkatan kemampuan motorik halus pada anak TK kelompok B di TK Desa Gupit I, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 meghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Melalui penerapan metode bermain plastisin dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak Kelompok B di TK Desa Gupit I, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah anak yang sudah mempunyai kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) Berkembang Sesuai Harapan (BSH) pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Jumlah anak yang sudah mampu mengembangkan kemampuan motorik halus dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) Berkembang Sesuai Harapan (BSH) mengalami peningkatan dari 7 anak (35.00%) pada kondisi awal, meningkat menjadi 15 anak (75.00%) pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 20 anak (100.00%) pada tindakan Siklus II.
Aktivitas anak dalam pembelajaran mengalami peningkatan. Hasil penilaian pada aspek kerjasama mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 3.70 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 4.50 pada tindakan Siklus II (meningkat sebesar 0.80; meningkat dari kategori baik menjadi amat baik). Hasil penilaian pada aspek mendengarkan penjelasan guru mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 3.80 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 4.70 pada tindakan Siklus II (meningkat sebesar 0.90; meningkat dari kategori baik menjadi amat baik). Hasil penilaian pada aspek tanya jawab mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 3.50 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 4.20 pada tindakan Siklus II (meningkat sebesar 0.70; meningkat dari kategori baik menjadi amat baik).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, selanjutnya dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut: Bagi guru TK agar mau menggunakan berbagai metode yang inovatif guna meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak didik mereka. Saran lembaga PAUD kepada lembaga penyelenggara Pendidikan Anak Usia Dini untuk mendorong para guru dalam menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif dan inovatif dalam rangka meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pengembangan Model Pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.
Depdiknas. 2010. Petunjuk Teknis Bantuan Pembangunan Taman Kanak-Kanak (TK) Pedesaan Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.
Hurlock, E.B. 2011. Perkembangan Anak Jilid II. (Alih Bahasa: Meitasari Tjandrasa). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kamtini. 2005. Bermain Melalui Gerak dan Lagu. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Rumanda, Yohana., dkk. 2011. Pembelajaran Anak Usia Dini yang Menyenangkan Melalui Bermain. Jakarta: Direktorat P2TK PAUDNI Kemdikbud.
Santrock, W. John. 2012. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Saputra dan Rudyanto (2005: 118)
Saputra, Yudha M. dan Rudyanto. 2005. Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Anak. Jakarta: Depdiknas.
Sujiono, Yulianti Nuraini, dkk. 2009. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka.
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 1,. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sumantri, MS. 2005. Model Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas,Dirjen Dikti.
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada. Media Group
Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya