PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKn

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VI

SD NEGERI TEGALWATON 03 SEMESTER GENAP

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

 

Edi Setyo Hartono

Sekolah Dasar Negeri Tegalwaton 03 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

 

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi pentingnya guru dalam mengelola pembelajaran PKn yang bermakna sehingga siswa akan memiliki pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan jika siswa dalam belajar dapat menemukan sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan kualitas pembelajaran PKn melalui model kooperatif tipe make a match, (2) menguji tingkat aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn, (3) meningkatkan hasil belajar PKn. Berdasarkan hasil belajar siswa kelas VI SD N Tegalwaton 03 dapat disimpulkan bahwa nilai hasil belajar siswa rendah di bawah KKM yaitu 50. Hal itu terjadi karena guru banyak menggunakan metode ceramah dan belum ditunjang model pembelajaran Untuk mengatasi masalah tersebut alternatif yang dipilih guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Model pembelajaran kooperatif tipe make a match mempunyai ciri mencari pasangan, maksud mencari pasangan adalah mencocokan kartu yang dipegang dengan kartu yang dipegang teman. Setelah merasa cocok mereka bersama-sama membahasnya, kemudian mereka menuju ke kelompok penilai. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VI SD N Tegalwaton 03 dengan jumlah siswa 33, perempuan 14, dan laki-laki 19. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan 3 siklus, masing- masing siklus terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan guru sebelum perbaikan termasuk dalam kriteria cukup, pada siklus 1 menjadi baik, dan mengalami peningkatan lagi menjadi sangat baik pada siklus 2 dan mengalami peningkatn lagi menjadi sangat baik pada siklus 3. Aktivitas siswa sebelum perbaikatermasuk dalam kriteria cukup, pada siklus 1 menjadi baik, dan mengalami peningkatan lagi menjadi lebih baik pada siklus 2 dan mengalami peningkatn lagi menjadi sangat baik pada siklus 3. Persentase ketuntasan klasikal hasil belajarsebelum perbaikan 24%, siklus I 48%dan siklus II 67% dan pada siklus 3 meningkat lagi menjadi 85%. Saran ditujukan: (1) para guru sekolah dasar, hendaknya lebih memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan tugasnya dengan melaksanakan tugas pokok secara profisional untuk meningkatkan hasil belajar, (2) para kepala sekolah dan pengawas sekolah, hendaknya lebih mengintensifkan peranannya sebagai supervisor pembelajaran yang bermakna, (3) bagi siswa bersemangatlah untuk maju dalam melaksanakan tugas-tugas sekolah.

Kata Kunci: Kualitas Pembelajaran PKn, Kooperatif Make a Match.

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 2 mengatakan bahwa: “ Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang didasarkan pada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Memperhatikan isi UU No. 20 tahun 2003 tersebut, bahwa tugas seorang guru cukup berat, sebab maju dan mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan pendidikan dari bangsa itu sendiri. Guru SD merupakan ujung tombak dituntut dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswanya untuk terampil, cerdas, mandiri, dan berkualitas agar apa yang terkandung di dalam pasal 1 dan 3 UU Pendidikan No. 20 tahun 2003 dapat terlaksana dengan baik.

Guru dalam mengajar melakukan kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat (Oemar Hamalik,2008:50). Peran guru adalah sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, inovator, motivator dan evaluator. Untuk menyikapi hal tersebut guru salah satunya guru sebagai innovator yaitu guru harus mampu menciptakan pembaruan-pembaruhan dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan siswa tidak bosan belajar. Guru sebagai motivator yaitu guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar, sebab pembelajaran yang berkualitas adalah kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada keaktifan siswa dan kemandirian siswa.

Keterbatasan waktu, sarana dan pra sarana yang kurang memadahi di sekolah menyebabkan kurang efektifnya pembelajaran yang dilaksanakan guru. Selain itu sulitnya melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran PKn di kelas VI SD N Tegalwaton 03. Selain itu kemungkinan karena pemanfaatan metode belum variatif (guru dalam menyampaikan materi pelajaran menggunakan metode ceramah). Sehingga dalam pembelajaran di kelas terkesan tidak konduksif karena pembelajaran didominasi oleh guru. Proses pembelajaran yang dilakukan lebih mementingkan pada menghafal konsep bukan pada pemahaman. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak menyenangkan sehingga siswa menjadi pasif.

Berdasarkan hasil belajar PKn siswa kelas VI SD N Tegalwaton 03 dapat disimpulkan bahwa penguasaan materi Pancasila Sebagai Dasar Negara masih sangat kurang. Hasil yang diperoleh sangat rendah yaitu nilai rata-rata kelas 56 untuk ulangan formatif pertama, ulangan kedua dengan rata-rata kelas 63, sedangkan nilai tugas rumah (PR) rata-rata kelas 60. Ketiga rata-rata kelas tersebut masih di bawah Kriteria ketuntasan minimal (KKM). Ketuntasan yang sudah ditetapkan SD N Tegalwaton 03 kelas VI untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah 70 ke atas. Dari hasil refleksi awal ini maka siswa kelas VI SD N Tegalwaton 03 dalam pelaksanaan pembelajaran hanya mampu menyerap 24%. Sedangkan yang diharapkan adalah nilai rata-rata 70 ke atas.

Rendahnya pencapaian nilai rata-rata kelas siswa kelas VI SD N Tegalwaton 03 dengan materi Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia tersebut, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru selama ini belum efektif. Nilai hasil belajar belum mencakup keterampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, sehingga sulit untuk mengukur aktivitas siswa dan kemampuan sosial siswa.

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengkaitkan materi dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah peneliti mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif tipe make a match.

Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahkluk sosial karena di dalam dirinya ada dorongan untuk berhubungan saling berpengahu (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Kerjasama dalam menyelesaikan tugas/pekerjaan (Elly Setiadi, 2007:67). Sedangkan Menurut Agus Suprijono (2009:61) model pembelajaran kooperatif merupakan model yang membantu siswa mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan mengembangkan hubungan sosial dalam menyelesaikan permasalahan.

Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran model kooperatif menekankan adanya interaksi dengan kelompoknya. Setiap kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.

Model pembelajaran tipe make a match adalah model mencari pasangan kartu soal dengan kartu jawaban yang dipegang orang lain. Di sini anak dituntut untuk berinteraksi dengan teman tanpa melihat jenis kelaminnya, kepandaiannya atau teman akrabnya. Untuk mecocokan mencarikan pasangan kartu yang dia pegang.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas dan mengoptimalkan kemampuan siswa dalam menyerap informasi ilmiah yang dicari, selain itu dapat memotivasi siswa agar aktif dalam pembelajaran di kelas, serta melatih siswa bekerja sama (bersosialisasi dengan kelompok) peneliti menerapkan model pembelajaran make a match

Model pembelajaran kooperartif jika diterapkan secara benar memiliki banyak keuntungan, seperti: (1) dapat memperluas wawasan siswa, (2) dapat merangsang kreativis siswa dalam memunculkan ide dalam memecahkan suatu masalah, (3) dapat mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain, dan (4) dapat menumbuhkan partisipasi siswa menjadi lebih aktif (Agus Suprijono 2009:59).

Melalui model kooperatif tipe make a match atau mencari pasangan diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan kualitas pembelajaran PKn sehingga hasil belajar akan lebih baik (meningkat).

Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti akan mengkaji masalah tersebut dengan melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pkn Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Pada Siswa Kelas VI SD Negeri Tegalwaton 03 Semester Genap Tahun Pelajaran 2017/2018.

Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka masalah dapat dirumuskan secara umum sebagai berikut, meningkatkan kualitas pembelajaran PKn di kelas VI. Permasalah itu dapat dirinci menjadi:

  1. Bagaimana keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran PKn pada materi Pancasila sebagai Dasar Negara dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a macth ?

b). Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn dengan materi Pancasila sebagai Dasar Negara menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a macth ?

  1. c) Apakah hasil belajar siswa meningkat dalam pembelajaran PKn dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a macth ?

Tujuan Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran PKn materi Pancasila sebagai Dasar Negara pada siswa kelas VI melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match?

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

  1. Mengetahui peningkatan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran PKn dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a macth pada siswa kelas VI SD N Tegalwaton 03.
  2. Mengetahui peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a macth siswa kelas VI SD N Tegalwaton 03.
  3. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a macth di kelas VI SD N Tegalwaton 03.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis dan praktis. Secara teoritis pembelajaran kooperatif tipe make a macth mampu meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga dapat menjadi acuan teori untuk kegiatan penelitian – penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembelajaran PKn. Selebihnya menambah khasanah bagi dunia pendidikan.

Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat:

  1. Bagi guru SD kelas VI, Meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a
  2. Bagi siswa SD kelas VI, sebagai saranan meningkatkan aktivitas dalam belajar secara
  3. Bagi pemerhati pendidikan dasar, dapat menambah wawasan pembelajaran di SD untuk mendesain pembelajaran bermakna khususnya dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a

 

 

 

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

LANDASAN TEORI

Kualitas Pembelajaran

Kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau keefektifan. Menurut Etzioni (dalam Hamdani, 2011:194), secara definitif efektifitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya. Efektifitas merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar diri seseorang. Efektifitas tidak hanya dilihat dari sisi produktivitas, tetapi juga dapat dilihat dari sisipersepsi atu sikap orangnya. Mendengar istilah kualitas, pemikiran tertuju pada benda atau keadaan yang baik.

Hamdani (2011:194) kualitas pembelajaran adalah tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Sedangkan Depdiknas (2004:7) berpendapat, kualitas pembelajaran dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik dan sinergis dosen (guru), mahasiswa (siswa), kurikulum dan bahan belajar, media, fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai tuntutan kurikuler.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas pembelajaran adalah penyatuan seluruh komponen pembelajaran yang terdiri atas dosen (guru), mahasiswa (siswa), kurikulum dan bahan belajar, media, fasilitas, dan sistem pembelajaran untuk saling melengkapi dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal.

Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur rewardnya atau kemampuannya (Agus Suprijono, 2009: 61)

Pembelajaran kooperatif bisa didifinisikan sebagai sistem kerja sama/belajar gotong royong untuk menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur bersama kelompoknya. Dalam kerja sama tersebut yang cepat harus membantu yang lemah. Kegagalan individu (salah satu anggota) merupakan kegagalan kelompok.

Pembelajaran kooperatif secara umum adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk yang dipimpin guru atau diarahkan guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah (Agus Suprijono, 2009:54).

Roger dan David Johnson (Agus Suprijono, 2009:58) mengemukaan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal harus menerapkan lima unsur dalam pembelajaran kooperatif. Lima unsur itu adalah: (a) Saling ketergantungan positif (b) Tanggung jawab perorangan, (c) Interatif promotif, (d) Komunikasi antar anggota, dan (e) Pemprosesan kelompok.

Jadi dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah Pembelajaran dengan cara berkelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru secara tersetruktur dengan teknik kerja sama antar siswa dalam kelompok dengan penuh tanggung jawab.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

Model Make a Match Merupakan model pembelajaran yang identik dengan belajar kelompok dengan kartu. Model pembelajaran Make a Match ini dilaksanakan dengan cara mencari teman (pasangan) yang membawa kartu yang cocok dengan kartunya.

Dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match langkah pertama yang harus dilakukan guru menyiapkan kartu- kartu yang terdiri dari kartu berisi pertanyaan- pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan tersebut.

KERANGKA BERPIKIR

Berdasarkan dari uraian latar belakang permasalahan di atas dapat diidentifikasi bahwa ruang lingkup pembelajaran PKn meliputi berbagai aspek, seperti nilai moral, norma, kesadaran dan wawasan akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta meningkatkan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan tersebut mencakup wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotism, bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum. Beragamnya aspek yang harus ditelaah dalam pembelajaran PKn dengan waktu yang sedikit mengakibatkan rendahnya nilai PKn kelas VI SD N Tegalwaton 03. Selain itu dapat juga disebabkan karena guru dalam melaksanakan pembelajaran PKn belum menggunakan metode variasi namun yang sering digunakan hanya metode ceramah belaka.

Pembelajaran yang berpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas. Interaksi antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab konsep-konsep yang diajarkan. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Mereka juga menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari, tetapi belum memahami konsep tersebut.

Setelah dilakukan hasil evaluasi terhadap hasil belajar siswa ternyata dengan pendekatan pembelajaran seperti itu hasil belajar siswa dirasakan belum maksimal. Hal ini tampak pada pencapaian hasil rata-rata kelas di bawah KKM. Untuk memperbaikinya peneliti mengubah strategi yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

Model pembelajara kooperatif sering dilakukan oleh para peneliti diantaranya: Daroni, Sri Hartati, dan Koestantoniah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar, meningkatkan keterampilan proses, dan meningkatan sosialisasi terhadap teman. Karena dalam kegiatan pembelajaran model Kooperatif siswa dituntut aktif dan bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kelompoknya. Dalam pelaksanaan pembelajaran model kooperatif ini guru menggunakan tiga siklus, tiap siklus diobservasi dan dianalisa tingkat keberhasilannya.

METODOLOGI PENULISAN

Setting Penelitian

Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan pada hari Senin tanggal 2 Maret 2015 untuk siklus 1, siklus 2 pada hari Senin tanggal 9 Maret 2015, dan siklus 3 pada hari Senin tanggal 16 Maret 2015.

Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di kelas VI Sekolah Dasar Negeri Tegalwaton 03 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang, yang merupakan objek Penelitian.

Alasan Penelitian Dilakukan di SD Negeri Tegalwaton 03

Sesuai dengan dengan karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) antara lain bahwa penelitian dilakukan atau dalam upaya menyelesaikan masalah pembelajaran yang dirasakan oleh guru dan siswa atau permasalahan yang aktual yang dirasakan oleh guru dan siswa. Berdasarkan dari uraian yang dipaparkan pada latar belakang alasan mengapa penelitian dilakukan di kelas VI, karena siswa kelas VI itulah yang mempunyai masalah dalam penguasaan materi.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri Tegalwaton 03 Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang sebanyak 33 orang yang terdiri dari 19 orang laki-laki dan perempuan sebanyak 14 orang.

Sumber Data

Sumber data yang diperoleh peneliti adalah berdasarkan penelitian guru dalam proses Pembelajaran PKn dari hasil ulangan yang diperoleh hanya mencapai rata-rata 63 ketika ditanyakan pada siswa ternyata hampir 76% siswa menjawab kesulitan.

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENULISAN

Deskripsi Kondisi Awal

Gambaran Sekolah

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Tegalwaton 03 Kecamatan SusukanKabupaten Semarang, dengan subyek penelitian siswa Kelas VI sebanyak 33 siswa. Letak Sekolah Dasar Negeri Tegalwaton 03 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang.

Sekolah Dasar Negeri Tegalwaton 03 terletak di desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Suasana Sekolah Dasar Negeri Tegalwaton 03 masih asri dengan suasana pedesaan, Sekolah Dasar Negeri Tegalwaton 03 dikelilingi oleh perumahan warga dan masjid.

 

Keadaan Siswa

Berdasarkan data yang diperoleh dari sekolah, keadaan siswa Kelas VI SD Negeri Tegalwaton 03 Desa Tegalwaton pada semester II diperoleh data yaitu dari 33 siswa yaitu 19 laki-laki dan 14 perempuan.

Aktivitas siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, siswa kurang antusias dalam menghadapi pelajaran, hal ini salah satu penyebabnya adalah guru tidak menggunakan model pembelajaran yang tepat.

Ketrampilan Siswa

Ketuntasan belajar siswa sebelum tindakan dapat diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70) sebanyak 25 siswa atau 76%, sedangkan yang sudah mencapai ketuntasan minimal sebanyak 8 siswa dengan persentase 25%.

Deskripsi dan Pembahasan Siklus 1

Ketuntasan belajar siswa siklus I dapat diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=75) sebanyak 17 siswa atau 52%, sedangkan yang sudah mencapai ketuntasan minimal sebanyak 16 siswa dengan persentase 48%.

Deskripsi dan Pembahasan Siklus 2

Ketuntasan belajar siswa siklus II dapat diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70) sebanyak 11 siswa atau 33%, sedangkan yang sudah mencapai ketuntasan minimal sebanyak 22 siswa dengan persentase 67%.

Deskripsi Dan Pembahasan Siklus 3

Ketuntasan belajar siswa sebelum tindakan dapat diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70) sebanyak 5 siswa atau 15%, sedangkan yang sudah mencapai ketuntasan minimal sebanyak 28 siswa dengan persentase 85%.

Berdasarkan deskripsi data perlaksanaan tindakan siklus 3 pada pembelajaran PKn melalui model Mind Mapping pada kelas VI SD Negeri Tegalwaton 03 diperoleh kesimpulan bahwa keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa telah mengalami peningkatan dan memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Sehingga peneliti menetapkan bahwa penelitian tindakan kelas ini dicukupkan pada siklus 3.

Berikut ini akan disajikan peningkatan hasil keterampilan guru, aktivitas siswa, prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui model Mind Mapping dengan pada siklus 1, Siklus 2, dan siklus 3 yang dapat dilihat pada tabel berikut:

 

 

Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil Observasi Pembelajaran dengan menggunakan  Model Mind Mapping Berbantuan Media pembelajaran pada Siswa Kelas IV dalam Pembelajaran PKn

No Aspek yang diamati Sebelum Perbaikan Siklus 1 Siklus 2

 

Siklus 3
1 Ketrampilan Guru Cukup Baik Sangat Baik Sangat Baik
2 Aktivitas Siswa Cukup Baik Baik Sangat Baik
4 Hasil Belajar 45% Tuntas 48% Tuntas 67% Tuntas 85% Tuntas

 

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa keterampilan guru sebelum perbaikan termasuk dalam kriteria cukup, pada siklus 1 menjadi baik, dan mengalami peningkatan lagi menjadi sangat baik pada siklus 2 dan mengalami peningkatn lagi menjadi sangat baik pada siklus 3. Aktivitas siswa sebelum perbaikatermasuk dalam kriteria cukup, pada siklus 1 menjadi baik, dan mengalami peningkatan lagi menjadi lebih baik pada siklus 2 dan mengalami peningkatn lagi menjadi sangat baik pada siklus 3. Persentase ketuntasan klasikal hasil belajarsebelum perbaikan 24%, siklus I 48%dan siklus II 67% dan pada siklus 3 meningkat lagi menjadi 85%. Pelaksanaan tindakan dari siklus 1 sampai dengan siklus 3 menunjukkan adanya peningkatan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa.

PENUTUP

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pembelajaran PKn melalui model pembelajaran Mind Mapping berbantuan media pembelajaran terhadap keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa diperoleh data sebagai berikut:

  1. Keterampilan guru dalam pembelajaran PKn melalui model pembelajaran Mind Mapping Pada siklus I perolehan jumlah skor yaitu 27 dengan kategori baik. Pada siklus II lebih meningkat dengan jumlah skor 34 yang termasuk dalam kategori baik. Dan pada siklus III lebih meningkat dengan jumlah skor 38 dengan kategori sangat baik, dan telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan.
  2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn melalui model pembelajaran Mind Mapping Aktivitas siswa sebelum perbaika termasuk dalam kriteria cukup, pada siklus 1 menjadi baik, dan mengalami peningkatan lagi menjadi lebih baik pada siklus 2 dan mengalami peningkatn lagi menjadi sangat baik pada siklus 3dan telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan.
  3. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn melalui model pembelajaran Mind Mapping Hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan klasikal hasil belajarsebelum perbaikan 24%, siklus I 45%dan siklus II 67% dan pada siklus 3 meningkat lagi menjadi 85%. dan telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan.

SARAN

Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

  1. Bagi guru Sekolah Dasar, diharapkan menambah wawasan tentang teori belajar dan model-model pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran PKn yang selama ini hanya menggunakan model ceramah mulailah diganti dengan teknik pembelajaran yang inovatif, seperti model pembelajaran kooperatif tipe make a match.
  2. Para kepala sekolah dan pengawas sekolah, hendaknya lebih mengintensifkan perannya sebagai supervisor agar guru sekolah dasar memiliki motivasi dalam menerapkan model-model pembelajaran yang bermakna, dan mefasilitasi kegiatan
  3. Pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat melatih keterampilan proses dan keterampilan kooperatif siswa, maka kembangkanlah pembelajaran kooperatif ini dengan benar agar kalian mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat memberikan pengalaman secara

DAFTAR PUSTAKA

Aqib. Zaenal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.

BNSP. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar Model Silabus Kelas VI.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Daroni, 2003. Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Sosial pada SLTP. Semarang: FIP UNNES.

Depdiknas. 2002. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kelas di SD,SDLB, SLB Tingkat Dasar, dan MI. Jakarta: Depdiknas.

                              .2003. Kurikulum Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.

                              .2004. Kurikulum Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.

Djamarah dan Aswan Zain. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik. Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.Jakarta: Bumi Aksara.

  1. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Hamzah B. 2008. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Koestantoniah. 2003. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu IPA dan Matematika dalam Kelompok Kooperatif Tipe STAD. Semarang: Sari Hasil Penelitian UNNES.

Mudjiono,Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta dan Depdikbud.

Muslich, Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontektual. Jakarta: Bumi Aksara.

Ruminiati. 2007. Bahan Ajar Cetak. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Setiadi Elly, dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory Research and Practice Second Edition. Massachhusetts: Allyn dan Bacon.

Solihatin Etin. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS.Jakarta: Bumi Aksara.

Sri Hartati. 2002. Penerapan Model Kooperatif sebagai Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Respon Siswa pada Pembelajaran IPA SLTP. Semarang: FIP UNNES.

Sudjana Nana. 1997. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.

Suharsini Arikunto. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata Nana Syaodih.1997. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sumantri Numan. 2001. Menggagas Pembaruan Pendidikan IPS. Bandung Remaja Rordakarya.

Suprijono Agus. 2009. Cooperatifve Learning Teori dan Aplikasi Pakem.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutomo. 2007. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Tri Anni. C dkk. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES.

Trianto. 2007.Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Ptestasi Pustaka.