PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA
MATERI MEMAHAMI PERTUMBUHAN MAKHLUK HIDUP
BAGI SISWA KELAS III SEMESTER 1
SD NEGERI SUKOHARJO 01 SUKOHARJO
TAHUN PELAJARAN 2014/2015 MELALUI MODEL
COOPERATIVE LEARNING DENGAN MEDIA TALKING STICK
Ichsan Rahardjo
SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III semester 1 SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran IPA materi pertumbuhan makhluk hidup melalui model pembelajaran cooperatif dengan menggunakan media talking stick. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan di kelas III semester 1 SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo UPTD Pendidikan Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 selama 3 (tiga) bulan. Subjek penelitian adalah siswa kelas III Semester 1 di SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo UPTD Pendidikan Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 25 orang siswa. Prosedur penelitian dalam penelitian tindakan ini pada intinya mengacu pada desain penelitian yang digunakan, yaitu: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan;3) observasi; dan 4) refleksi hasil tindakan. Penelitian ini menyimpulkan bahwamodel pembelajaran kooperatif dengan menggunakan medimeningkatkan prestasi belajar siswa kelas III semester 1 SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo Tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran IPA materi memahami pertumbuhan makhluk hidup. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata hasil belajar IPA yang diperolah siswa pada kondisi awal adalah sebesar 67.80. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 73.00 pada akhir tindakan Siklus I, dan meningkat menjadi 78.72 pada akhir tindakan Siklus II.Ditinjau dari tingkat penguasaan penuh secara klasikal, tingkat ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 52.00%. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan menjadi sebesar 68.00% pada akhir tindakan Siklus I, dan meniningkat menjadi 88.00% pada akhir tindakan Siklus II.
Kata Kunci: Prestasi belajar,pembelajaran kooperatif, media Talking stick.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran IPA harus diajarkan baik sebagai produk maupun sebagai proses.Produk IPA terdiri atas fakta, konsep, prinsip, prosedur, teori, hukum dan postulat. Semua itu merupakan produk yang diperoleh melalui serangkaian proses penemuan ilmiah melalui metoda ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah (Trianto, 2010: 8).
Pembelajaran yang bersifat teacher centered, di mana guru hanya meyam-paikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual akan berdampak pada kurang berkembangnya sikap ilmiah siswa. Hal ini dikarenakan peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengem-bangkan potensi berpikirnya, cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor.
Hal yang sama juga terjadi di SD Negeri Sukoharjo 01KecamatanSukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, khususnya di kelas III. Pembelajaran IPA yang dilakukan guru masih cenderung bersifat teacher-centered.Siswa hanya didorong untuk belajar IPA dengan menghafal teori dan konsep-konsep sehingga sikap ilmiah tidak berkembang secara optimal yang pada gilirannya berakibat pada kurang optimalnya daya serap siswa terhadap materi ajar.
Daya serap siswa terhadap materi ajar “Pertumbuhan Makhluk Hidup” yang diajarkan bagi siswa kelas III pada semester I masih belum optimal.Hal ini ditandai dengan rendahnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada materi tersebut.
Nilai rata-rata yang diperoleh siswa baru mencapai 67.80.Nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM >68.00.Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM >68.00 baru mencapai 52.00% dari jumlah siswa yang ada. Hal ini diartikan bahwa dari sebanyak 25orang siswa kelas III yang ada, baru ada 13 orang siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sisanya sebanyak 12 orang siswa belum mencapai ketuntasan belajar.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan harapan di atas adalah model pembelajaran cooperative learningdengan media talking stick. Menurut Suprijono A (2009:56) mengatakan Vygotsky, model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif dengan kelompoknya. Hal ini berarti pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang berbasis sosial.Anita Lie berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif didasarkan pada homo homini socius.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “Peningkatan Prestasi Belajar IPA Materi Memahami Pertumbuhan Makhluk Hidup Bagi Siswa Kelas III Semester I SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015 Melalui Model Cooperative Learning dengan Media Talking Stick”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media talking stick dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III semester I SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo Tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran IPA materi memahami Pertumbuhan Makhluk Hidup.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III semester I SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo Tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran IPA materi memahami pertumbuhan makhluk hidup melalui model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media talking stick.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoretis. Manfaat untuk siswa :Hasil penelitian ini dapat bermanfaatbagi siswa dapat digunakan sebagai motivasi belajar guna meningkatkan prestasi belajar IPA dan dapat memberikan manfaat berupa pengalaman belajar yang baru sehingga memperoleh pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Manfaat untuk guru antara lain : Hasil penelitian ini bermanfaat bagi guru untuk menemukan solusi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep yang diajarkan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran IPA dan memberikan manfaat berupa penambahan wawasan dan pengalaman menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi. Manfaat untuk Sekolah antara lain : dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang inovasi pembelajaran kepada guru khususnya dalam pembelajaranIPA; dapat memberi arah para guru dalam proses pembelajaran IPA yang menarik dan menyenangkan dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya pembe-lajaran IPA.
KAJIAN TEORI
Hakikat Prestasi Belajar
Pengertian belajar menurut Slameto (1995) dikatakan bahwa “belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan” (hal. 2) Pengertian lain tentang belajar dikemukakan oleh Dimyati Mahmud (1990) yang menyatakan bahwa belajar adalah “perubahan dari dalam diri seseorang yang terjadi karena pengala–man” (h. 14). Dengan demikian belajar yang paling efektif adalah belajar melalui pengalaman.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan agar diperoleh perubahan tingkah laku.Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan belajar adalah suatu usaha dengan melakukan latihan dalam proses belajar agar memperoleh pengalaman atau perubahan tingkah laku di dalam kepribadian yang bersifat menetap dalam jangka waktu yang lama.
Prestasi belajar terdiri dari kata “prestasi” dan “belajar”.Prestasi menurut pendapat Poerwadarminta (1986) adalah “hasil maksimal dari suatu pekerjaan atau kecakapan” (h. 768). Menurut Gagne (dalam Dahar, 1996), belajar adalah “sesuatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman” (h. 11). Belajar adalah suatu perubahan tingkat laku sebagai hasil dari pengalaman, belajar bukanlah menghafalkan fakta-fakta yang terlepas-lepas, melainkan mengaitkan konsep-konsep yang baru pada konsep yang telah ada dalam struktur kognitif.Menurut Djamarah (1997) belajar adalah “proses perubahan tingkah laku berat pengalaman dan latihan” (h. 11). Sejalan dengan pendapat di atas, Slameto (1995) mengartikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang“untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (h. 2). Menurut Sumadi Suryabrata (1981) belajar adalah “aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar aktual maupun potensial” (h. 2).Perubahan itu pada hakikatnya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena usaha.
Pada intinya prestasi belajar adalah hasil maksimal dari suatu pekerjaan atau kegiatan (kegiatan belajar) untuk menambah atau mengumpulkan sejumlah pengetahuan atau kecakapan.Prestasi belajar berarti pula hasil yang dicapai individu melalui usaha yang dialami secara langsung dan merupakan aktivitas yang bertujuan memperoleh ilmu pengetahuan, ketrampilan maupun kecakapan dalam situasi tertentu.Prestasi belajar juga berarti hasil yang dicapai oleh seseorang setalah melaksanakan serangkaian kegiatan belajar.
Prestasi belajar menurut Winarno Surachmad (1982) adalah “menilai prestasi belajar para siswa dalam bentuk ulangan untuk memperoleh angka-angka sebagai acuan untuk menentukan berhasil tidaknya seorang siswa dalam belajar” (32).
Prestasi belajar siswa secara nyata dapat dilihat dalam bentuk kuantitatif yaitu angka.Prestasi belajar itu dalam periode tertentu diperoleh dengan mendapatkan rapor. Prestasi belajar siswa dalam kenyataannya antara siswa yang satu dengan yang lain tidaklah sama. Siswa yang belajar baik, tepat dalam mengguna-kan waktu belajar cenderung mendapatkan prestasi belajar yang tinggi. Sebaliknya, siswa yang kurang tepat cara belajarnya cenderung mendapatkan prestasi belajar yang rendah.
Keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar menurut Masrun (1992) dapat diklasifikasikan sebagai “faktor eksternal dan faktor internal.” (h. 37)Faktor-faktor eksternal adalah yang berasal dari luar diri si pelajar dan ini masih dapat digolongkan menjadi dua golongan dengan catatan bahwa overlapping tetap ada, yaitu: (a) faktor-faktor sosial; dan b) faktor-faktor non sosial.Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: (a) faktor fisiologis; dan (b) faktor psikologis.
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Pengetahuan alam sudah jelas artinya adalah pengetahuan tentang alam semesta dengan segala isinya. Menurut Nash (Djojosoediro, 2008: 7) mengatakan bahwa “Science is away of looking at the world”. Nash menyatakan bahwa IPA itu suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara IPA mengamati dunia itu bersifat analitis , lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena lain sehingga keseluruhannya membentuk satu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya itu. Menurut Rom Harre (Djojosoediro, 2008: 9) IPA adalah kumpulan teori yang telah diuji kebenarannya, yang menjelaskan tentang pola-pola yang penting yaitu pertama, bahwa IPA suatu kumpulan pengetahuan yang berupa teori-teori, kedua bahwa teori-teori itu berfungsi untuk menjelaskan gejala alam.
Menurut Susilowati (2013: 3) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas memang benar bahwa IPA merupakan ilmu teoritis yang muncul dan didasarkan atas pengamatan percobaan-percobaan terhadap gejala alam dan lingkungan.Suatu teori tidak dapat dipertahankan jika tidak sesuai dengan hasil pengamatan/observasi.Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan YME.Mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan wawasan dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperati-ve learning)
Model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut Anita Lie (Isjoni, 2011: 25) model pembelajaran ini didasarkan pada falsafat homo homini socius bukan homo homini lupus. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, dan kehidupan bersama lainnya.
Effendi Zakaria (Isjoni, 2011: 21), pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang menempatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen terdiri dari 4-6 orang, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri dan belajar bertukar pikiran mengenai tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama.
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif saat proses pembelajaran berlangsung. Nur Asma (2006: 14) mengemukakan bahwa, dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif setidaknya terdapat lima prinsip, yaitu sebagai berikut: 1). Belajar siswa aktif (student active learning); 2). Belajar bekerjasama (cooperative learning); 3).Pembelajaran partisipatorik; 4).Mengajar reaktif (reactive teaching); 5).Pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning),
Tinjauan tentang Media Pembelajaran
Seperti yang dikutip oleh Arief S. Sadiman (1988) “ada beberapa batasan tentang media sebagai berikut: 1) Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. 2) AECT (Association For Education and Communication Technology) membatasi media sebagi segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi. 3) Menurut Gagne, media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. 4) Menurut Briggs, media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. 5) Menurut NEA (National Education Association) media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik cetak maupun audio visual serta peralatannya”.h. 6).
Dari batasan-batasan tersebut di atas, terdapat adanya persamaan-persamaan yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses belajar terjadi. Pesan pembelajaran yang disampaikan dengan media pembelajaran, dapat merangsang dan membangkitkan minat belajar, sehingga presepsi akan lebih tajam dan pengertiannya menjadi lebih tepat.
Secara umum kegunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar menurut Hamalik (1992) adalah untuk “memperjelas penyajian pesan dan mengatasi verbalisme, keterbatasan ruang waktu dan daya indera.” Dalam penjelasannya, Hamalik mencontohkan: 1) objek yang terlalu besar dapat diganti dengan model, gambar, realitas. 2) objek yang kecil dibantu dengan Proyektor Mikro, Film atau gambar. 3) gerak yang terlalu cepat atau lambat dapat dibantu dengan Time Lapse atau High Speed Photograft. 4) kejadian masa lalu dapat ditampilkan lewat film, rekaman, video. 5) objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model, diagram atau gambar. 6) konsep yang terlalu luas dapat divisualisasikan dalam bentuk gambar, film.
Dengan memperhatikan kekhusus–an sifat, lingkungan atau pengalaman siswa yang berbeda-beda sedangkan kuri–kulum dan materi pelajaran ditentukan sama untuk semua siswa. Dengan demikian menurut Suadiman, dkk., (1990) dikatakan bahwa “guru akan mengalami kesukaran jika semua itu diatasi sendiri”. (h. 7). Masalah tersebut dapat diatasi dengan media pembelajaran yaitu dengan fungsinya dapat: 1) Memberi perangsang yang sama 2) Mempersamakan pengalaman 3) Menimbulkan persepsi yang sama.
Berdasarkan uraian di atas, berfungsinya media sebagai komponen integral dalam system instruksional mem–berikan kegunaan besar terhadap pendidik–an siswa. Dengan demikian diharapkan proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Talking stik adalah media yang pada mulanya digunakan oleh penduduk Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Menurut Carol Locust talking stik telah digunkan selama berabad-abad oleh suku-suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak.Stik ini sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara.
Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang stik. Stik akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini stik akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, stik itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/ pimpinan rapat.Talking stik termasuk salah satu metode pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupa-kan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan.Peserta didik bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Kelebihan dari penggunaan media stik, antara lain: media ini mudah dibuat, menarik perhatian siswa, sebagai tanda seseorang memiliki hak berbicara secara bergiliran, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Langkah-langkah pembuatan me-dia ini adalah: (1) guru menyediakan kertas yang dipotong segitiga, (2) setiap kertas, diisi dengan sebuah pertanyaan, (3) potongan kertas lalu di tempel pada stik yang terbuat dari bambu/ sedotan sehingga menyerupai bendera, (4) gulung kertas tersebut, sampai pertanyaan yang ada di dalam kertas tidak kelihatan, (5) stik siap digunakan.
Dengan menggunakan media stik diharapkan minat peserta didik dalam belajar IPA akan meningkat sehingga siswa menyukai pelajaran IPA. Selain itu, media stik dapat membuat siswa mudah memahami dan mengingat materi pelajaran IPA.Media stik merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional dalam pembelajaran IPA.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil identifikasi awal sebelum dilakukan tindakan, dapat diketa-hui bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi memahami pertumbuhan makhluk hidup kurang optimal.Hal ini diindikasikan dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 67.80 atau di bawah KKM yang ditetapkan dengan KKM > 68.00.
Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00, baru mencapai 52.00%.Hal ini dapat diartikan bahwa dari 25 orang siswa yang ada di kelas III, jumlah siswa yang sudah memperoleh nilai > 68.00 baru mencapai 13 orang siswa.Sisanya sebanyak 12 orang siswa atau 48.00% memperoleh nilai < 68.00.
Kurang optimalnya hasil belajar siswa diduga dikarenakan siswa kurang antusias dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung bosan terhadap materi IPA yang dianggap kurang menarik.
Berangkat dari kondisi tersebut, guru perlu melakukan perbaikan dalam pembelajaran. Upaya perbaikan yang dilakukan guru adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan media talking stick.Model pembelajaran kooperatif dengan media talking stick tersebut mengandung unsur permainan sehingga siswa seperti sedang bermain sambil belajar.
Dengan menggunakan media stik diharapkan minat peserta didik dalam belajar IPA akan meningkat sehingga siswa menyukai pelajaran IPA. Hal ini pada gilirannya akan dapat menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan dan bermakna sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori, kerangka pemikiran maka dapat dirumus-kan hipotesis tindakan kelas sebagai berikut:“model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media talking stickdapatmeningkatkan prestasi belajar siswa kelas III semester 1 SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo Tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran IPA materi memahami pertumbuhan makhluk hidup.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sukoharjo 01 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015 pada kelas III semester I. Penelitian dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) bulan yaitu dari persiapan penelitian bulan September 2014 sampai dengan penyusunan laporan penelitian bulan Nopember 2014.Subjek dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa kelas III semester 1SD Negeri Sukoharjo 01 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 25 orang siswa.
Prosedur penelitian tindakan kelas terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Setiap siklus empat tahapan kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi-evaluasi.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Observasi Langsung, teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung (Sutopo, 2002 : 59) baik secara formal maupun informal untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan model cooperative learning dengan media talking stickbagi siswakelas III semester 1SD Negeri Sukoharjo 01 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015, mengamati secara langsung terhadap peristiwa/ kegiatan pembelajaran IPA materi memahami perubahan makhluk hidup yang meliputi: a) kemampuan guru dalam menjelaskan kompetensi dasar dan indikator dalam pembelajaran, b) kemampuan mengembangkan pendekatan, metode dan media dalam pembelajaran IPA materi memahami perubahan makhluk hidup; c) Penguasaan Kelas; dan d) kemampuan menggunakan alat penilaian dan teknik tes, tes yang digunakan dalam pengumpulan data berupa tes hasil belajar IPA. Tes dilakukan pada setiap akhir siklus tindakan untuk mengumpulkan data mengenai tingkat kompetensi siswa dalam IPA materi memahami perubahan makhluk hidup.Tes terdiri dari 10 soal isian. Untuk menjamin validitas (keaslian) data penelitian digunakan beberapa cara yaitu : Triangulasi, dan review informan.
Mengacu pada model penelitian tindakan yang digunakan, alur pikir dalam penelitian diawali dari diagnosis masalah dan faktor penyebab masalah dalam pembelajaran IPA materi memahami perubahan makhluk hidup, dilanjutkan dengan memilih tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan, penetapan desain penelitian dan prosedur pengumpulan data, analisis data, dan refleksi.
Indikator untuk mengukur keberha-silan tindakan pembelajaran guna pening-katan prestasi belajar IPAadalah sebagai berikut: 1). Siswa dianggap menguasai konsep apabila sudah memperoleh nilai > KKM untuk mata pelajaran IPA, atau nilai > 68.00; 2). Pembelajaran dianggap berhasil apabila nilai rata-rata kelas > KKM atau rata-rata kelas > 68.00; 3). Pembelajaran dianggap berhasil apabila jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM> 68.00 sudah mencapai > 80% dari seluruh jumlah siswa yang ada.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAS-AN
Hasil Penelitian
Deskripsi Kondisi Awal
Kondisi awal tindakan merupakan hasil refleksi terhadap pencarian fakta mengenai pembelajaran IPA di kelas III SD Negeri Sukoharjo 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Data refleksi diperoleh dari hasil tes ulangan harian pada siswa kelas IIISDNegeri Sukoharjo 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Sukoharjo, Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.
Hasil tes ulangan harian yang diperoleh dari 25 orang siswa kelas IIISDNegeri Sukoharjo 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Sukoharjo Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 58.00 dan nilai tertinggi 80.00. Nilai rata-rata kelas diperoleh sebesar 67.44. Mengingat nilai rata-rata kelas < KKM yang ditetapkan dengan KKM >68.00, maka secara klasikal siswa kelas III tersebut belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA materi memahami pertumbuhan makhluk hidup.
Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai KKM dengan nilai > 68.00 adalah sebanyak 13 orang siswa atau 52.00%. Sisanya sebanyak 12 orang siswa atau 48.00% belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00. Berangkat dari kondisi tersebut maka diperlukan adanya suatu perbaikan pembelajaran sehingga nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa mencapai KKM dan ketuntasan kelas mencapai > 80.00% atau dengan kata lain jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00 mencapai > 80.00% dari jumlah siswa yang ada.
Rendahnya hasil belajar siswa pada kondisi awal disebabkan karena pembelajaran yang disampaikan guru lebih terpusat pada guru sehingga siswa kurang terlibat dalam pembelajaran.Hal ini dapat diketahui dari wawancara dengan beberapa orang siswa yang menyatakan bahwa pembelajaran yang disampaikan guru dilakukan secara monoton sehingga siswa merasa bosan dan mengantuk dalam mengikuti pembelajaran.Komunikasi dalam pembelajaran hanya berlangsung searah sehingga siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Deskripsi Tindakan Siklus I
Hasil tes diperoleh dari nilai tes yang dilaksanakan setelah akhir pembelajaran tindakan Siklus I. Hasil tes menunjukkan bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 60.00 dan nilai tertinggi sebesar90.00. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 73.00 Mengingat nilai rata-rata kelas yang diperoleh sudah melampaui ketuntasan yang ditetapkan dengan KKM > 68.00, maka secara klasikal nilai rata-rata hasil belajar siswa pada tindakan Siklus I sudah mencapai ketuntasan belajar yang ditetapkan.
Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00 adalah sebanyak20orang siswa atau 80.00%.Sisanya sebanyak 8orang siswa atau32.00% belum mencapai ketuntasan belajar. Atas dasar hal tersebut, maka indikator penguasaan penuh secara klasikal berupa > 80.00% siswa mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00 belum tercapai.
Hasil-hasil yang diperoleh pada tindakan Siklus I tersebut menunjukkan bahwa penguasaan materi oleh siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Meskipun demikian, peningkatan yang diperoleh pada tindakan Siklus I masih belum optimal.
Hal-hal yang masih menjadi kelemahan pada tindakan Siklus I adalah bahwa sebagian besar siswa belum terlihat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa masih terlihat canggung dan kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan saat permainan Talking Stick berlangsung. Untuk itu guru perlu memupuk rasa kepercayaan diri siswa pada tindakan siklus berikutnya.
Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pembelajaran pada Siklus I dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut: 1). embelajaran dengan model cooperative learning dengan media talking stickberhasil meningkatkan dampak produk pembelajar-an berupa peningkatan penguasaan materi IPA pada siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa dari 67.80 pada kondisi awal, meningkat menjadi 73.00 pada akhir tindakan Siklus I. Tingkat ketuntasan belajar siswa sebagai dampak produk juga mengalami peningkatan, yaitu dari 52.00% pada kondisi awal meningkat menjadi 68.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I; 2). Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I adalah: (a) belum berubahnya pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran berpusat pada siswa; b) rasa percaya diri siswa dalam menjawab pertanyaan lisan belum berkembang sehingga terlihat canggung dan ragu dalam menjawab; dan (c) dampak produk berupa penguasaan kompetensi penuh secara klasikal belum tercapai, yaitu mencapai tingkat ketuntasan kelas sebesar > 80.00% dari jumlah siswa.
Deskripsi Tindakan Siklus II
Hasil tes diperoleh dari nilai tes yang dilaksanakan setelah akhir pembelajaran tindakan Siklus II. Hasil tes menunjukkan bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 65.00 dan nilai tertinggi sebesar 95.00. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 78.72. Mengingat nilai rata-rata kelas yang diperoleh sudah melampaui ketuntasan yang ditetapkan dengan KKM > 68.00, maka secara klasikal nilai rata-rata hasil belajar siswa pada tindakan Siklus II sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM yang telah ditetapkan.
Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00 adalah sebanyak 22 orang siswa atau 88.00%.Sisanya sebanyak 3orang siswa atau 12.00% belum mencapai ketuntasan belajar. Atas dasar hal tersebut, maka indikator penguasaan penuh secara klasikal berupa > 80.00% siswa mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00 sudah terlampaui.
Hasil-hasil yang diperoleh pada tindakan Siklus II tersebut menunjukkan bahwa penguasaan materi oleh siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Peningkatan yang diperoleh pada tindakan Siklus II sudah cukup optimal.
Hal-hal yang masih menjadi kelemahan pada tindakan Siklus I berupa sebagian besar siswa belum terlihat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sudah berhasil teratasi pada tindakan Siklus II. Siswa sudah mulai tumbuh rasa percaya dirinya dalam menjawab pertanyaan saat permainan Talking Stick berlangsung. Hal tersebut dikarenakan siswa sudah diberi penguatan untuk menguasai materi sebelum diberikan pertanyaan selama berlangsungnya permainan.
Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pembelajaran pada Siklus II dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut: 1). Pembelajaran dengan model cooperative learning dengan media talking stickberhasil meningkatkan dampak produk pembelajaran berupa peningkatan penguasaan materiIPA pada siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa dari 73.00pada akhir tindakan Siklus I, meningkat menjadi 78.72 pada akhir tindakan Siklus II. Tingkat ketuntasan belajar siswa sebagai dampak produk juga mengalami peningkatan, yaitu dari 68.00% pada akhir tindakan Siklus I meningkat menjadi 88.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II; 2). Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I sudah tercapai pada tindakan Siklus II. Hal tersebut meliputi: (a) sudah berubahnya pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran berpusat pada siswa; (b) dampak produk berupa penguasaan kompetensi penuh secara klasikal sudah tercapai, yaitu indikator tingkat ketuntasan kelas > 80.00% atau dengan tingkat ketuntasan kelas sebesar 88.00%; 3). Adanya 3 orang siswa (12.00%) yang belum mencapai ketuntasan belajar akan diberikan pembelajaran secara khusus berupa pembelajaran remedial sehingga siswa tersebut dapat mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00.
Pembahasan Hasil Tindakan
Hipotesis yang menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media talking stick dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III semester 1SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo Tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran IPA materi memahami pertumbuhan makhluk hidup terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Ditinjau dari nilai hasil belajar yang diperoleh siswa, nilai rata-rata hasil belajarIPA mengalami peningkatan pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata hasil belajar hasil belajar IPA yang diperolah siswa pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan adalah sebesar67.80. Nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I, yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 73.00. Pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II, nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan tindakan Siklus I, yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 78.72.
Ditinjau dari tingkat penguasaan penuh secara klasikal, tingkat ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.Tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 52.00%.Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 68.00% pada akhir tindakan Siklus I, dan meningkat menjadi 88.00% pada akhir tindakan Siklus II.
Besarnya nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa pada akhir tindakan Siklus II sebesar 78.72 sudah melampaui KKM yang ditetapkan dengan KKM > 68.00.Adapun indikator penguasaan penuh secara klasikal dengan ketuntasan kelas > 80.00% sudah terlampaui pada akhir tindakan Siklus II dengan ketuntasan kelas sebesar 88.00%. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media talking stick dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III semester 1SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo Tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran IPA materi memahami pertumbuhan makhluk hidup.
Data peningkatanhasil belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan Siklus II selanjutnya dapat disajikan pada tabel berikut.
Tabel Hasil Belajar Siswa dari Kondisi Awal Hingga Tindakan Pembelajaran Siklus II
No. |
Ketuntasan |
Kondisi Awal |
Siklus I |
Siklus II |
|||
Jumlah |
% |
Jumlah |
% |
Jumlah |
% |
||
1. |
Tuntas |
13 |
52.00 |
17 |
68.00 |
22 |
88.00 |
2. |
Belum Tuntas |
12 |
48.00 |
8 |
32.00 |
3 |
12.00 |
Jumlah |
25 |
100 |
25 |
100 |
25 |
100 |
|
Nilai Rata-rata |
67.80 |
73.00 |
78.72 |
||||
Nilai Tertinggi |
80 |
90 |
95 |
||||
Nilai Terendah |
55 |
60 |
65 |
Nilai hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa sebagai dampak produk pembelajaran mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran pada gilirannya akan mampu menjadikan peserta didik untuk mampu mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan sosial yang berguna bagi kemajuan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat (Saidiharjo, 2004: 5). Melalui pembelajaran IPA yang bermakna, peserta didik diharapkan akan dapat berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.Perubahan tingkat ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II pada tabel di atas selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut.
Program-program yang berhasil dilakukan untuk memelihara tatanan dalam seluruh sistem mencakup empat prinsip yang bersifat proaktif, yaitu: 1) mengembangkan suatu rangkaian koheren perilaku yang diharapkan dilakukan siswa, 2) membekali siswa dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku yang sesuai, 3) secara terus-menerus mengukur keberhasilan pelaksanaan program tersebut, dan 4) menciptakan dan memelihara suatu lingkungan yang positif di mana semua yang disebutkan tersebut di atas dapat berlangsung.
PENUTUP
Simpulan
Setelah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) seperti yang tertuang pada bab IV, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
Model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media talking stick dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III semester 1SD Negeri Sukoharjo 01 Sukoharjo Tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran IPA materi memahami pertumbuhan makhluk hidup. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Ditinjau dari nilai hasil belajar yang diperoleh siswa, nilai rata-rata yang diperoleh siswa dalam pembelajaran IPA mengalami peningkatan pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata hasil belajar IPA yang diperolah siswa pada kondisi awal adalah sebesar 67.80. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi73.00 pada akhir tindakan Siklus I, dan meningkat menjadi 78.72 pada akhir tindakan Siklus II.
Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajardengan KKM > 68.00 mengalami peningkatan pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.Tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 52.00%. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan menjadi sebesar 68.00%pada akhir tindakan Siklus I, dan meniningkat menjadi 88.00% pada akhir tindakan Siklus II.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:Siswa disarankan untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kelompok yang ditugaskan guru dalam pembelajaran sehingga daya serap terhadap materi semakin meningkat. Guru disarankan untuk mau mencoba metode-metode yang bervariatif dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang baru dan terlibat lebih aktif dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Sekolah disarankan untuk mendorong para guru menggunakan metode pembelajaran yang mampu mendorong keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran sehingga siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna.
|
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Departemen Pendidikan. Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. Departemen Agama RI.
Dahar,R.W. 1996. Teori Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dimyati Mahmud.1990. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah. S. B., & Zain, A. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Djojosoediro, Wasih. 2008. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA di SD. Bandung: UPI.
Elliot, et.al, Educational Psychology: Effective Teaching, Effective learning,The. Mc. Graw Hill Companies, America, 2001.
Hamalik, Oemar.1992.Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Isjoni. 2011. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Masrun. 1992.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Pada Remaja. Salatiga: Widyasari Press.
Locust, Carol. 2001. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka. Cipta.
Purba. 1997. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial. Jakarta: EGC
Purwadarminta W.J.S, KamusUmumBahasa Indonesia, Jakarta, PN. BalaiPustaka, 1983.
Sadiman, Arif,S. 1988.Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sumantri. M., & Permana, Johat. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung. CV. Maulana.
Supriyono.2009. Psikologi Belajar. Solo: Rineka Cipta
Surachmad, Winarno. 2005.Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung: CV Jemmers
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Susilowati. 2013. “Integrated Science Worksheet Pembelajaran IPA SMP Dalam Kurikulum 2013”. Yogyakarta:Makalah.
Trianto.2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.