PENTINGNYA PENDIDIKAN KELUARGA

TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

 

Rusmawati

Guru SMP Negeri 1 Satui Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu

 

ABSTRAK

Keluarga merupakan suatu kesatuan dan pergaulan hidup terkecil di dalam masyarakat. Dikatakan sebagai sebagai kesatuan hidup karena keluarga adalah kumpulan orang-orang yang diikat oleh tujuan bersama. Tujuan bersama yang tidak pernah dirumuskan, namun terpatri di hati setiap anggotanya. Interaksi di antara anggota berlangsung secara tidak resmi (informal). Salah satu komponen dari proses pendidikan yang baik adalah baiknya proses pendidikan yang berlansung dalam keluarga. Keikutsertaan orang tua dalam proses pendidikan anak di lingkungan keluarga akan sangat menentukan hasil belajar anak di sekolah dan dimasyarakat kelak. Maka dari itu, peran orang tua, mulai dari kasih sayang, perhatian yang ekslusif terhadap belajar anak adalah bentuk pentingnya peran orang tua dalam kelaurga untuk meningkatkan hasil belajar anak di sekolah.

Kata Kunci: keluarga, peran orang tua, hasil belajar siswa

 

Pendahuluan

Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber Daya Manusia yang memiliki standar mutu profesional tertentu bergantung pada hasil pendidikan dan latihan yang baik. Pada dasarnya, pendidikan di semua institusi dan tingkat pendidikan mempunyai muara tujuan yang sama, yaitu ingin mengantarkan anak manusia menjadi manusia paripurna yang mandiri dan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan lingkungannya.

Dalam sistem pendidikan di Indonesia, tujuan pendidikan tersebut secara eksplisit dapat dilihat pada Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan pemerintah yang berkaitan dengan undang-undang tersebut. Dalam UU Sisdiknas tersebut dinyatakan bahwa,

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan formal dan jalur pendidikan non formal. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga.

Pendidikan merupakan pembudayaan atau enkulturasi, suatu proses untuk menstabilkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu (Dr,Zamroni.MA.2011). Dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah pendidikan pluralistic yaitu suatu pendekatan yang digunakan dalam pendidikan yang siswanya terdiri dari beraneka ragam social budaya. Pendidkan ini bertujuan memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman pada siswa agar mereka menyadari walaupun kita berbeda social dan budaya namun kita tetap satu jua.prinsip pendidikan pluralism adalah menanamkan kesadaran akan pentingnya rasa kesatuan dan persatuan bangsa pendidkan pluralism mempunyai tiga jalur yaitu pendidikan dalam keluarga, masyarakat dan disekolah.

Keberadaan keluarga, tentu tidak dapat dipisahkan dalam keseharian siswa. Keluarga justru menjadi tiang utama dari suksesnya anak dalam pendidikan, karena dorongan yang posistif dari setiap keluarga akan sangat membantu terhadap keberhasilan dan prestasi anak dalam belajar.

Prestasi belajar merupakan bagian akhir dari proses belajar. Banyak siswa yang mengalami masalah dalam belajar, akibatnya prestasi belajar yang dicapai rendah. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar perlu diketahui dan diteliti sehingga dapat dilakukan upaya-upaya guna meningkatkan prestasi belajar. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor yang berasal dari luar siswa atau faktor eksternal. Lingkungan sekitar baik teman sekolah, tetangga, teman sepermainan, dan yang paling penting keluarga siswa khususnya orang tua dapat membantu siswa dalam belajar.

Keluarga merupakan tempat dimana siswa melakukan sosialisasi untuk yang pertama kalinya dan lingkungan pertama dalam pembentukan kepribadian kemampuan anak. Pentingnya pendidikan anak di lingkungan keluarga menjadikan keluarga mempunyai pengaruh yang terhadap keberhasilan anak. Cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar kebudayaan juga akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Dalam meningkatkan hasil belajar diperlukan kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan orang tua siswa. Kenyataan yang ada sekarang ini adalah orang tua cenderung menyerahkan proses pembelajaran siswa sepenuhnya kepada sekolah. Orang tua siswa terlalu sibuk dengan pekerjaannya yang menyebabkan kurangnya perhatian yang mereka berikan dan cenderung acuh terhadap kegiatan belajar anak. Hal ini perlu lebih seksama diperhatikan oleh setiap keluarga yang ada, karena keberhasilan anak di sekolah sangat ditentukan dari titik awal anak melangkah, yukni keluarga.

Pembahasan

Pendidikan Dilingkungan Keluarga

Kata pendidikan menurut etimologi berasal dari kata dasar “didik”. Dengan memberi awalan ”pe” dan akhiran “kan”, maka mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya) (W.J.S. Poerwadarminta: 1985). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. (Ramayulis: 1998).

Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Sedangkan pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Henderson mengemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dari pengertian-pengertian pendidikan di atas ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan:

Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya, sampai tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia: tanggung jawab orang tua, tanggung jawab masyarakat, dan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah tidak memonopoli segalanya. Bersama keluarga dan masyarakat, pemerintah berusaha semaksimal mungkin agar pendidikan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya. (Uyoh Sadulloh: 2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. (M. Ngalim Purwanto: 1991).

Sedangkan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Keluarga”: ibu bapak dengan anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia: 20015). Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya.

Keluarga menurut Muhaimin adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memilki tempat tinggal dan ditandai oleh kerjasama ekonomi, berkembang mendidik, melindungi, merawat dan sebagainya. (Azzet Akhmad M. 2014). Sedangkan pengertian keluarga menurut Hasan Langulung adalah unit pertama dan istitusi pertama dalam masyarakat dimana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagaian besar bersifat hubungan-hubungan langsung. (Zulkarnain Yani: 2008). Zulkarnain Yani, Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam: Pada Era Global dan Modern (Naquib Al-Attas dan Hasan Langgulung) Jurnal Penelitian Agam dan Masyrakat, Pendidikan Agama di Era Reformasi. Jakarta, Penamas 2008.

Dari beberapa istilah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian keluarga adalah sebuah institusi pendidikan yang utama dan bersifat kodrati. Sebagai komunitas masyarakat terkecil, keluarga memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun di atas dasar sistem interaksi yang kondusif sehingga pendidikan dapat berlangsung dengan baik.

Keluarga dan keseimbangan Pendidikan

Keluarga seimbang merupakan bentuk nyata “keluarga yang sempurna”, sebab di dalamnya memuat unsur-unsur yang menyehatkan jiwa anak dan seluruh individu (person) di dalam keluarga (household). Melalui keluarga seimbang ini pula terlihat dengan jelas bahwa rumah benar-benar bisa difungsikan sebagai “rahim psikologis kedua” oleh semua elemen di dalamnya, sehingga mampu menghasilkan keharmonisan keluarga dan membangun pribadi-pribadi yang sehat bukan pribadi-pribadi yang mengalami sakit jiwa (the sick soul). (Azam Syukur Rahmatullah: 2016)

Keluarga seimbang di dalamnya terdapat unsur pendidikan anak yang melekat (attachment) yakni pendidikan yang mengarah pada pengkayaan kedekatan yang erat antara orang tua dan anak, perbaikan secara menyeluruh kondisi kejiwaan anak, dan penumbuh suburan akhlakul karimah kepada anak. Kondisi keluarga seimbang sangat dibutuhkan dalam keluarga sebab menurut Azam Syukur Rahmatullah dalam Jurnalnya yang berjudul “Attachment Parenting dalam Perspektif Psikologi Pendidikan Islam” disebutkan bahwa di dalam attachment parenting terdapat unsur-unsur pembangun yang mampu mengokohkan bangunan di dalam keluarga, dan mampu menjadikan anak-anaknya sebagai anak-anak yang “al-khudu’u wa al-inqiyadu” yakni anak-anakn yang tunduk dan patuh pada Allah, syariat dan pada kebaikan. Unsur-unsur tersebut antara lain adalah: (Azam Syukur Rahmatullah: 2014)

  1. Kental ikatan emosional atau afeksinya yang mengarah pada ketenangan dan kedamaian pada hati keduanya terutama pada anak dan remaja.
  2. Terjadi pada dua orang atau lebih yang memiliki ikatan hati yang sama dan kuat.
  3. Adanya usaha atau upaya yang dilakukan oleh kedua pihak (apabila terjadi pada dua orang) guna tetap membina hubungan yang hangat tersebut.

 

Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa substansi konkrit dari keluarga seimbang adalah adanya upaya yang menyatu-padu dan merekat dari orang tua kepada anak-anaknya agar terjadi “harmonisasi emosi dan perasaan yang pemberlakuannya tanpa syarat kepada anak-anaknya.” Kondisi apik yang demikian tentu saja akan berpengaruh baik bagi iklim hubungan antara orang tua dengan anak, anak dengan orang tua dan anak dengan anak di dalam keluarga. Hal yang demikian pula yang akan membawa kemudahan bagi orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya menuju jalan perilaku yang positif.

Beberapa pola asuh yang harus dikembangkan orang tua sebagai penggembala atas anak-anaknya adalah pola asuh yang antara lain:

  1. Pola asuh anak yang memiliki pondasi spiritualitas illahiyah-nya kuat dan terus menguat. Bukan spiritualitas illahiyah yang kuat dan kemudian melemah. Dalam hal ini, orang tua wajib terus memperbaiki keimanan dan spiritualitas diri setiap waktu. Sebab hanya dengan spiritualitas yang berkembang itulah akan mampu mentransfer nilai-nilai spiritualitas diri ke anak. Berbeda jika orang tua memiliki tingkat perkembangan spiritualitas yang pasif dan cenderung stagnan bahkan mati, maka tatkala mentransfer nilai-nilai spiritualitas ke anak akan mengalami kesulitan yang benar-benar sulit. Hasil penelitian Fachruddin menyatakan bahwa orang tua harus membekali diri dengan pengkayaan spiritualitas diri dan ilmu-ilmu agama yang kuat, agar dapat mentransfer keilmuannya kepada anak-anak mereka dan membawa pada kepositifan perilaku. (Fachrudin: 2011). Hasil penelitian tersebut menjadi salah satu bentuk pengakuan bahwa orang tua memang tidak bisa lepas dan melepaskan dari self learning yakni membelajarkan dirinya sendiri dari berbagai keilmuan terkhusus agama-spiritual, sehingga nantinya akan mampu mengarahkan anak-anaknya pada kebaikan perilaku.
  2. Pola asuh yang terbuka (inklusif). Banyak kalangan dan pemerhati pendidikan mengajarkan keterbukaan secara holistik kepada anak. Keterbukaan tersebut meliputi keterbukaan hati, di mana orang tua dalam mendidik anak-anaknya senantiasa menggunakan hati yang penuh mencerahkan kepada anak. Keterbukaan pikir, di mana orang tua tidak kolot dalam mendidik anak, senantiasa berpikir positif dan membangun pikir dengan peningkatan keilmuan parenting kepada anak. Keterbukaan perilaku, di mana orang tua senantiasa mendidik anak dengan menggunakan bahasa anak, bukan dengan bahasa orang tua, sehingga tercipta keterbukaan mendekat dan melekat antara anak dan orang tua.
  3. Pola asuh yang tidak manipulatif, artinya semua model, gaya atau pendekatan dalam mendidik yang ada di dalam keluarga didasarkan kepada kejujuran, bukan kemunafikan orang tua kepada anak. Sebab, hasil didikan orang tua yang penuh kebohongan dan kemunafikan kepada anak akan menghantarkan pembentukan anak-anak yang manipulatif, dan yang demikian tentunya akan merugikan bagi anak itu sendiri dan utamanya bagi orang tua. Oleh karenanya, pola asuh yang dikedepankan seharusnya adalah pola asuh kepada anak yang tulus murni tanpa ada syarat apapun dari orang tua kepada anak dan anak kepada orang tuanya. Dengan demikian, akan tercipta keluarga dan isinya yang tidak manipulatif dalam berperilaku.

Hasil Belajar Siswa

Hasil atau prestasi belajar adalah hasil kegiatan usaha belajarnya yang dinyatakan dalam bentuk, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu (Djamarah, 2002: 231). Hasil belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya (Hamalik, 2007: 155)

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kumpulan hasil akhir dari suatu pekerjaan yang telah dilakukan oleh siswa yang dapat membawa perubahan pada siswa setelah memperoleh pengalaman belajar. Hasil yang baik diperoleh dari proses belajar yang baik. Belajar merupakan proses dari sesuatu yang belum bisa menjadi bisa, dari perilaku lama ke perilaku yang baru, dari pemahaman lama ke pemahaman baru.

Dalam proses belajar, hal yang harus diutamakan adalah bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan rangsangan yang ada, sehingga terdapat reaksi yang muncul. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan belajar sekaligus menyelesaikannya, sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada anak sebagai hal baru serta menambah pengetahuan.

Pentingnya Pendidikan Keluarga Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri anak (intrinsic) dan dapat pula berasal dari luar diri anak (extrinsic). Salah satu diantara faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak adalah faktor orang tua yang dalam banyak hal menempati peranan yang cukup penting. Hal ini dikarenakan orang tua merupakan tokoh yang penting di dalam kehidupan seorang anak.

Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain: faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor internal), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor eksternal) (Syah, 2011: 132).

Faktor Internal (Faktor dari Dalam Diri Siswa)

Faktor internal adalah keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor internal siswa adalah:

  • Aspek Fisiologis

Kondisi jasmani, tonus (tegangan otot), organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah apabila serta pusing-pusing dapat menurunkan ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.

  • Aspek Psikologis
    1. Intelegensi

Intelegensi merupakan dasar potensial bagi pencapaian hasil belajar, artinya hasil belajar yang akan dicapai bergantung pada tingkat intelegensi (Mulyasa, 2005: 193).

  1. Minat (Interest)

Minat atau interest yaitu kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. (Slameto, 2010: 55). Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena jika siswa tidak memiliki minat pada pelajaran, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya yang akan berpengaruh juga pada hasil belajar siswa.

  1. Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, barang dan sebagainya baik secara positif maupun negatif (Mulyasa: 2005: 194)

 

 

 

 

  1. Faktor Eksternal (Faktor dari Luar Diri Siswa)

Faktor eksternal adalah kondisi lingkungan sekitar siswa.

  • Keluarga

Situasi keluarga sangat berpengaruh pada keberhasilan siswa. Pendidikan orang tua, status ekonomi, rumah, hubungan dengan orang tua dan saudara, bimbingan orang tua, dukungan orang tua, sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.

  • Sekolah

Tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat kelas, relasi teman sekolah, rasio jumlah murid per kelas, juga mempengaruhi siswa dalam proses belajar.

  • Masyarakat

Apabila masyarakat sekitar adalah masyarakat yang berpendidikan dan moral yang baik, terutama anak-anak mereka. Hal ini dapat sebagai pemicu siswa untuk lebih giat belajar.

  • Lingkungan sekitar

Bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas dan iklim juga dapat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar.

Di lingkungan keluarga, peranan orang tua (ibu dan ayah) dan anggota keluarga lain di rumah sangat mempengaruhi pembentukan sikap disiplin pada anak. Menurut Gunarsa (2009), aspek lingkungan keluarga yang mempengaruhi tingkah laku anak diantaranya adalah “contoh dari orang tua, kasih sayang orang tua, dan keutuhan keluarga.”

Fuad Ihsan (2005), faktor lingkungan keluarga yang mepengaruhi perkembangan anak didik yaitu: “perhatian dan kasih sayang dari orang tua, pigur keteladanan orang tua bagi anak, dan keharmonisan keluarga.” Gerungan (2002) peranan lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak meliputi: “status sosio ekonomi, keutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua, dan status anak.”

Dari uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor lingkungan keluarga yang mempengaruhi anak didik terutama yang mempengaruhi anak didik dalam hal pembentukan sikap disiplin meliputi perhatian dan kasih sayang orang tua, keutuhan orang tua, keharmonisan keluarga, dan sifat keteladanan atau contoh dari orang tua. Sehinnga lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan anak didik, termasuk didalamnya prestasi belajar anak didik. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat.

C.G.Salzmann (1744-1811), seorang penganut aliran philantropium, yang telah mengkritik dan mengecam pendidikan yang telah dilakukan oleh para orang tua waktu itu. Dalam karangannya, Kresbuchlein (buku Udang Karang) mengatakan, bahwa segala kesalahan anak-anak itu adalah akibat dari perbuatan pendidik-pendidiknya, terutama orang tua.Orang tua pada masa Salzmann dipandangnya sebagai penindas yang menyiksa anaknya dengan pukulan yang merugikan kesehatannya, dan menyakiti perasaan-perasaan kehormatannya.

Adapun faktor keluarga ini dapat di golongkan menjadi tiga golongan, yaitu:

  1. Cara mendidik anak

Setiap keluarga mempunyai spesifikasi dalam mendidik. Ada keluarga yang cara mendidik anak secara diktator militer, ada yang demokratis di mana pendapat anak diterima oleh orang tua. Tetapi ada juga keluarga yang acuh dengan pendapat setiap anggota keluarga.

  1. Hubungan orang tua dan anak

Ada keluarga yang hubungan anak dan orang tua dekat sekali sehingga anak tidak mau lepas dari orang tuanya. Bahkan ke sekolah pun susah. Ia takut terjadi sesuatu dengan orang tuanya. Pada anak-­anak yang berasal dari hubungan keluarga demikian kadang-kadang mengakibatkan anak menjadi tergantung.Sikap orang tuaHal ini tidak dapat dihindari, karena secara tidak langsung anak adalah gambaran dari orang tuanya.Jadi sikap orang tua menjadi contoh bagi anak.

  1. Ekonomi keluarga

Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan rumah tangga. Keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak kadang-kadang tidak dapat terlepas dari faktor ekonomi. Begitu pula faktor keberhasilan seseorang. Pada keluarga yang ekonominya kurang mungkin dapat menyebabkan anak kekurangan gizi, kebutuhan-kebutuhan anak mungkin tidak dapat terpenuhi.Selain itu ekonomi yang kurang menyebabkan suasana rumah menjadi muram dan gairah untuk belajar tidak ada. Tetapi hal ini tidak mutlak demikian. Kadang-kadang kesulitan ekonomi bisa menjadi pendorong anak untuk lebih berhasil, sebaliknya bukan berarti pula ekonomi yang berlebihan tidak akan menyebabkan kesulitan belajar. Pada ekonomi yang berlebihan anak mungkin akan selalu dipenuhi semua kebutuhannya, sehingga perhatian anak terhadap pelajaran-pelajaran sekolah akan berkurang karena anak terlalu banyak bersenang-senang, misalnya dengan permainan yang beranekaragam atau pergi ke tempat-tempat hiburan dan lain-lain.

  1. Suasana dalam keluarga

Suasana rumah juga berpengaruh dalam membantu belajar anak. Apabila suasana rumah itu selalu gaduh, tegang, sering ribut dan bertengkar, akibatnya anak tidak dapat belajar dengan baik, karena belajar membutuhkan ketenangan dan konsentrasi.

Partisipasi orang tua besar pengaruhnya terhadap proses belajar anak dan prestasi belajar yang akan dicapai. Peran atau partisipasi orang tua memberikan pengaruh baik terhadap penilaian guru kepada siswa. Orang tua mempunyai peran serta untuk ikut menentukan inisiatif, aktivitas terstruktur di rumah untuk melengkapi program-program pendidikan di sekolah sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Selain itu, juga dinyatakan bahwa jaringan komunikasi yang dibangun oleh orang tua sangat penting dalam menentukan keberhasilan siswa di masyarakat.

Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap proses belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan dan kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan atau melengkapi alat belajar, tidak mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami anaknya dalam belajar dan lain-lain dapat menyebabkan anak kurang atau bahkan tidak berhasil dalam belajarnya.

Hasil yang didapatkan, nilai atau prestasi belajarnya tidak akan memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya. Hal ini dapat terjadi pada anak dari keluarga yang kedua orang tuanya memang tidak mencintai anaknya (Slameto, 2010). Disisi lain, mendidik anak dengan cara memanjakan adalah cara memperhatikan anak yang tidak baik. Orang tua yang terlalu kasihan pada anaknya tidak akan sampai hati memaksa anaknya untuk belajar, bahkan mungkin membiarkan saja jika anaknya tidak belajar dengan alasan segan adalah tindakan yang tidak benar. Karena jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut, anak akan menjadi nakal, berbuat seenaknya saja, pastilah belajarnya menjadi kacau.

Sebaliknya, mendidik anak dengan cara memperlakukan secara keras, memaksa dan mengejar-ngejar anaknya untuk belajar adalah cara memperhatikan anak yang juga salah. Dengan demikian, anak tersebut diliputi ketakutan dan akhirnya benci dengan kegiatan belajar. Bahkan jika ketakutan itu semakin serius, anak akan mengalami gangguan kejiwaan akibat dari tekanan-tekanan tersebut. Orang tua yang demikian, biasanya menginginkan anaknya mencapai prestasi belajar yang sangat baik, atau mereka mengetahui bahwa anaknya bodoh tetapi tidak tahu apa yang menyebabkannya, sehingga anak dikejar-kejar untuk mengatasi kekurangannya.

Salah satu dari peranan orang tua terhadap keberhasilan pendidikan anaknya adalah dengan memberikan perhatian, terutama perhatian pada kegiatan belajar mereka di rumah. Perhatian orang tua memiliki pengaruh psikologis yang besar terhadap kegiatan belajar anak. Dengan adanya perhatian dari orang tua, anak akan lebih giat dan lebih bersemangat dalam belajar karena ia tahu bahwa bukan dirinya sendiri saja yang berkeinginan untuk maju, akan tetapi orang tuanya pun demikian.

Kesimpulan

Dari berbagai penjelasan yang telah dijabarkan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa peran keluarga dalam menentukan prestasi belajar siswa di sekolah sangatlah besar. Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap proses belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan dan kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan atau melengkapi alat belajar, tidak mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami anaknya dalam belajar dan lain-lain dapat menyebabkan anak kurang atau bahkan tidak berhasil dalam belajarnya. Hasil yang didapatkan, nilai atau prestasi belajarnya tidak akan memuaskan bahkan mungkin gagal.

Sebaliknya, orang tua yang selalu memberikan perhatian pada anaknya, terutama perhatian pada kegiatan belajar mereka di rumah, membuat anak akan lebih giat dan lebih bersemangat dalam belajar karena ia tahu bahwa bukan dirinya sendiri saja yang berkeinginan untuk maju, akan tetapi orang tuanya juga memiliki keinginan yang sama. Sehingga hasil belajar atau prestasi belajar yang di raih oleh siswa menjadi lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga.Jakarta: Prenada Media Group

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,1991

Jamaris Martini, Perkembangan dan pengembangan anak usia taman kanak-kanak (Pedoman Untuk Orang tua dan Guru) Grasindo, Jakarta: 2006

Sudjana Nana.. Landasan Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Jakarta: 2004. Saud S. Udin dan Makmum S. Abin. Perencanaan Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2005

Nana Supriatna, Konstruksi Pengajaran Sejarah Kritis. Historia Utama Press. Bandung: 2007.

Fathurohman dan Sutikno. Strategi Belajar Mengajar. PT. Refika Aditama. Bandung: 2007.

Shaffer dan Kipp, Developmental psychology, Childhood and adolescence, 8th edition, Wadsworth: Cengage Learning 2010

Santrock, J. W. Perkembangan anak jilid 2, edisi 11, terjemahan, Erlangga, Jakarta 2007

Monks, F.J, A.M.P Knoers dan siti Rahayu haditono. 1982. Psikologi Perkembangan. Jogyakarta: Gajah Mada Universiti Press

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga.Jakarta: Prenada Media Group

Pendidikan di dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang (Pasal 1, UU No. 20 Tahun 2003

Sudjana Nana.. Landasan Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Jakarta: 2004. Saud S. Udin dan Makmum S. Abin,. Perencanaan Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2005

Nana Supriatna, Konstruksi Pengajaran Sejarah Kritis. Historia Utama Press. Bandung: 2007. Fathurohman dan Sutikno. Strategi Belajar Mengajar. PT. Refika Aditama. Bandung: 2007.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998

Uyoh Sadulloh, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta, 2003

Azzet Akhmad Muhaimin. 2014. Pendidikan Yang Membebaskan. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Zulkarnain Yani, Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam: Pada Era Global dan Modern (Naquib Al-Attas dan Hasan Langgulung) Jurnal Penelitian Agam dan Masyrakat, Pendidikan Agama di Era Reformasi. Jakarta, Penamas 2008

Keluarga demikian menunjukkan fenomena nyata yang memperlihatkan bahwa tidak sedikit keluarga-keluarga baru maupun lama yang mengalami split family, yakni kondisi di mana keluarga yang dibangun tidak mampu berdiri dengan kokoh. Baca Azam Syukur Rahmatullah “Penguatan Perilaku Ngeloni Anak Oleh Orang Tua Sebagai Bentuk Pendidikan Keluarga Harmonis Dan Seimbang”, Cendekia: Kependidikan dan Kemasyarakatan, Vol. 14 no. 1 (Juni 2016)

Azam Syukur Rahmatullah, “Attachment Parenting dalam Perspektif Psikologi Pendidikan Islam,” Jurnal An-Nidzam 1, no. 2 (Agustus 2014)

  1. Fathurahma, Agama Dan Ego Orang Tua (Telaah Kritis Atas Spontanitas Anak Dalam Pendidikan Keluarga), Cendekia, Vol. 14 No. 2, (Desember 2016)