PERANAN UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2012 TERHADAP PERKOPERASIAN DI INDONESIA
PERANAN UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2012 TERHADAP PERKOPERASIAN DI INDONESIA
Sri Wahyuni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP),
Jurusan Ilmu pengetahuan Sosial,
Program Studi PPKn,
Universitas Veteran Bangun Nusantara
ABSTRAK
UU No.17 Tahun 2012 yang menggantikan UU terdahulu No.25 Tahun 1992 nampaknya menjadi sebuah polemik baru dalam kancah koperasi Indonesia. Berbagai perubahan signifikan terkait dengan aturan Organisasi, Kelembagaan, Keanggotaan, Permo-dalan dan SHU sukses menuai berbagai komentar negatif dari para pelaku perkoperasian Indonesia. Dukungan yang dialamat-kan ke pemerintah pusat sebagai aktor dibalik lahirnya UU tersebut terkesan kurang bersahabat, bahkan sebagian besar melemparkan tuduhan UU tersebut sebagai usaha mereduksi makna koperasi yang luhur sehingga tercemar dan terpuruk dalam alur ekonomi kapitalistis sepihak.
Kata Kunci: Perkoperasian – revitalisasi peran.
PENDAHULUAN
Pengertian Koperasi
Koperasi atau Cooperative Organization bermakna organization owned by and operated for the benefit of those using its services atau dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa organisasi koperasi adalah organisasi yang dimiliki sekaligus dioperasikan untuk kepentingan penggunaannya dalam hal ini adalah anggotanya. Koperasi yang berawal dari kata “co” yang berarti bersama dan “operation” yang berarti bekerja, sehingga koperasi diartikan dengan “bekerja sama”. Sedangkan, pengertian umum koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan sama, diikat dalam suatu organisasi yang berasaskan kekeluargaan dengan maksud mensejahterakan anggota.
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Koperasi ini diatur berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan perseorangan atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Sejarah Timbulnya Koperasi
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858) yang diterapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama “The Cooperator” yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi di Indonesia diperkenalkan oleh R. Aria Wiriat-madja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Utomo. Tokoh nasional yang dengan gigih mendukung koperasi adalah Mohammad Hatta, Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama, sehingga beliau disebut dengan Bapak Koperasi Indonesia. Secara resmi gerakan koperasi Indonesia baru lahir pada tanggal 12 Juli 1947 pada Kongres I di Tasikmalaya yang diperingati sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Seperti kita ketahui Koperasi adalah asosiasi orang-orang yang bergabung dan melakukan usaha bersama atas dasar prinsip-prinsip Koperasi, sehingga mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan biaya yang rendah melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis oleh anggotanya. Dengan kata lain Koperasi bertujuan untuk menjadikan kondisi sosial dan ekonomi anggotanya lebih baik dibandingkan sebelum bergabung dengan Koperasi. Sementara menurut ICA Cooperative Identity Statement, Manchester, 23 September 1995, Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.
Dari pengertian di atas dapat diuraikan sebagai berikut: (a). Asosiasi orang-orang. Artinya, Koperasi adalah organisasi yang terdiri dari orang-orang yang terdiri dari orang-orang yang merasa senasib dan sepenanggungan, serta memiliki kepentingan ekonomi dan tujuan yang sama; (b). Usaha bersama. Artinya, Koperasi adalah badan usaha yang tunduk pada kaidah-kaidah ekonomi yang berlaku, seperti adanya modal sendiri, menanggung resiko, penyedia agunan, dan lain-lain; (c). Manfaat yang lebih besar. Artinya, Koperasi didirikan untuk menekan biaya, sehingga keuntungan yang diperoleh anggota menjadi lebih besar; (d). Biaya yang lebih rendah. Dalam menetapkan harga, Koperasi menerapkan aturan, harga sesuai dengan biaya yang sesungguhnya, ditambah komponen lain bila dianggap perlu, seperti untuk kepentingan investasi.
Dengan menilik penilaian di atas seharusnya Koperasi mempunyai peran signifikan dan strategis sebagai alat baru perekonomian yang berpihak kepada rakyat kecil, lingkup lingkar ekonomi yang mampu menjadi pelindung ekonomi menengah bawah. Dalam jenjang teknis bahwa tidak ada lagi prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka, beberapa institusi koperasi membatasi keanggotaan dengan lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Kaidah manfaat yang lebih besar dengan partisipasi aktif anggota dalam kegiatan ekonomi sudah merupakan hal yang langka. Sekarang koperasi tidak lebih dari aktivitas ekonomi kapital yang memerankan fungsi sebagai kepemilikan kelompok dengan asumsi perputaran uang sebagai alat ukur ideologi perekatnya. Belum lagi berbagai uraian yang menggambarkan betapa koperasi mempunyai permasalahan dengan SDM, system yang amburadul dan kemungkinan terbukanya celah kecurangan financial, berbagai fasilitas pemerintah yang memanjakan beberapa individu dengan berbagai kucuran dana segar bagi koperasi.
Gambaran koperasi masih merupakan bayang samar yang belum bisa diterima masyarakat, pemberitaan media mengenai hilangnya dana koperasi, keberadaan koperasi yang tidak jelas dan berbagai kasus yang menimpa koperasi memberikan citra negatif yang dosanya harus ditanggung segenap civitas perkoperasian Indonesia. Realita ini tidak hanya membenamkan institusi koperasi namun juga menghilangkan kepercayaan publik terhadap koperasi.
Terlepas dari kepedulian yang akhirnya mendorong PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) selaku organisasi dunia mengeluarkan resolusi yang menetapkan tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Dunia (International Cooperative Year/IYC), kita harus mengakui ekonomi koperasi harus mendapatkan pertolongan darurat supaya terlepas dari jeratan permasalahan yang pelik. Dengan bahasa lain jika selama ini koperasi diberi ruang kebebasan berkembang secara alamiah dengan metodologi edukasi dan ideologi komunal ternyata tidak mampu maka jangan salahkan jika pemerintah bertindak dengan metodenya supaya koperasi tidak hancur baik secara ideologi maupun struktur (versi pemerintah).
Prinsip Koperasi
Prinsip koperasi adalah suatu sistem ide-ide abstrak yang merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama. Prinsip koperasi terbaru yang dikembang-kan International Cooperative Alliance (Federasi koperasi non-pemerintah internasional) adalah Keanggotaan yang bersifat terbuka dan sukarela; Pengelolaan yang demokratis; Partisipasi anggota dalam ekonomi; Kebebasan dan otonomi; Perkembangan pendidikan, pelatihan, dan informasi.
Di Indonesia sendiri telah dibuat UU no. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 tak jauh berbeda dengan prinsip yang dikembangkan oleh International Cooperative Alliance yaitu: Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; Pengelolaan dilakukan secara demokrasi; Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota; Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; Kemandirian; Pendidikan perkoperasian; Kerjasama antar koperasi
Isi dan Kontroversi dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012
Pasal 1 angka 1 dalam Undang-Undang Koperasi ini menjelaskan bahwa koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Dari definisi tersebut mengandung makna koperasi sebagai badan hukum yang tidak ada bedanya dengan badan usaha uang lain. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih berlandaskan pada azas perseorangan yang hampir sama dengan perusahaan kapitalistik seperti Perseroan.
Selain itu, dalam Pasal 75 Undang-Undang ini yang mengatur soal penyertaan modal tidak mengenal adanya pembatasan. Akibatnya, koperasi bisa kehilangan kemandiriannya dan anggotanya hanya sekadar dijadikan objek pinjaman bagi pemilik modal besar. Bahkan, Pasal 55 semakin mengancam kemandirian koperasi yang membolehkan kepengurusan koperasi dari luar anggota. Keberadaan Dewan Pengawas sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 sampai Pasal 54 juga memudahkan keputusan koperasi di luar kepentingan anggotanya.
Sebelumnya, kritik terhadap Undang-Undang Perkope-rasian juga dilontarkan oleh Revrisond Baswir bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2001 tidak memiliki perbedaan substansial dengan Undang-Undang Perkoperasian era orde baru Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1967. Secara substansial, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih mewarisi karakteristik/corak koperasi yang diperkenalkan di era pemerintahan Soeharto melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967.
Perbedaan mendasar antara Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1958 di era pemerintahan Soekarno terletak pada ketentuan keanggotaan koperasi. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1958, seba-gaimana diatur pada Pasal 18, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha koperasi. Ketentuan ini sejalan dengan penjelasan Mantan Wakil Presiden Moh. Hatta yang menyebutkan bahwa “bukan corak pekerjaan yang dikerjakan menjadikan ukuran untuk menjadi anggota, melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung dalam dada dan kepala masing-masing”.
Pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 ketentuan keanggotaan koperasi berubah secara mendasar. Hal ini tergambar dalam Pasal 11 bahwa keanggotaan koperasi didasarkan atas kesamaan kepentingan dalam lapangan usaha koperasi. Kemudian, pada Pasal 17 yang dimaksud dengan anggota yang memiliki kesamaan kepentingan adalah suatu golongan dalam masyarakat yang homogen. Perubahan ketentuan keanggotaan yang dilakukan melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 ini adalah dasar bagi tumbuhnya koperasi-koperasi golongan fungsional seperti koperasi pegawai negeri, koperasi dosen, dan koperasi angkatan bersenjata di Indonesia.
Undang-Undang Perkoperasi yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 juga mempertahankan keberadaan koperasi golongan fungsional. Pada Pasal 27 ayat (1), syarat keanggotaan koperasi primer adalah mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi. Lebih lanjut dalam penjelasan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesamaan kepentingan ekonomi adalah kesamaan dalam hal kegiatan usaha, produksi, distribusi, dan pekerjaan atau profesi.
Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 membuka peluang untuk mendirikan koperasi produksi, namun di Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 peluang ini justru ditutup sama sekali. Hal ini terlihat pada Pasal 83, di mana hanya terdapat empat koperasi yang diakui keberadaannya di Indonesia, yaitu koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa, dan koperasi simpan pinjam. Sesuai dengan Pasal 84 ayat (2) yang dimaksud dengan koperasi produsen dalah koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi. Artinya, yang dimaksud dengan koperasi produsen sesungguhnya adalah koperasi konsumsi para produsen dalam memperoleh barang dan modal
Karakteristik Undang-Undang No, 17 Tahun 2012 yang mempertahankan koperasi golongan fungsional dan meniadakan koperasi produksi itu jelas paradoks dengan perkembangan koperasi yang berlangsung secara internasional. Dengan tujuan dapat digunakan sebagai dasar untuk menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, justru Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 diwaspadai menjadi ancaman serius terhadap keberadaan koperasi di Indonesia.
Selain itu, pada Pasal 78 Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 mengatur koperasi dilarang membagikan profit apabila diperoleh dari hasil transaksi usaha dengan non-anggota, yang justru seharusnya surplus/profit sebuah koperasi sudah sewajarnya dibagikan kepada anggota. Hal ini cukup membuktikan ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Hal mana yang sudah kita ketahui bersama bahwa koperasi sangat sulit melakukan transaksi dengan nilai laba tinggi kepada anggotanya, karena justru menekan laba/profit demi memberikan kesejahteraan kepada anggotanya. Bersikap tolak belakang dari ketentuan Pasal di atas, Pasal 80 menentukan bahwa dalam hal terdapat defisit hasil usaha pada koperasi simpan pinjam, anggota wajib menyetor tambahan Modal Koperasi.
Berkaitan dengan lembaga Credit Union, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi kontroversi, sebab Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tidak sama sekali menyinggung soal Credit Union, padahal credit union berkem-bang sangat pesat di provinsi tersebut. Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat lebih menyukai menggunakan fasilitas Credit Union daripada koperasi.
Pinjaman yang diberikan kepada anggota Credit Union adalah murni dari modal yang tergabung di dalamnya dan bukan dari pinjaman yang berasal dari pihak ketiga. Jika Credit Union telah tidak masuk dalam Undang-Undang Perkoperasian, maka kedepan mungkin akan dibuatkan aturan yang lebih spesifik/khusus baik dari segi hukum materiil ataupun formalnya, agar lebih memberikan kepastian hukum.
Esensi Undang-Undang No 17 Tahun 2012
Undang-Undang Perkoperasian meliputi 17 bab, 26 pasal dan mandate pengaturan pelaksanaan dalam 10 (sepuluh) Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 (lima) Peraturan Menteri. Ada enam substansi penting dalam Undang-Undang ini yaitu: Pertama, nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, menjadi dasar penyelarasan bagi rumusan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sesuai dengan hasil kongres International Cooperative Alliance (ICA).
Kedua, untuk mempertegas legalitas koperasi sebagai badan hukum, maka pendirian koperasi harus melalui akta otentik. Pemberian status dan pengesahan perubahan anggaran dasar merupakan wewenang dan tanggung jawab menteri.
Ketiga, dalam hal permodalan dan selisih hasil usaha, telah disepakati rumusan modal awal koperasi serta penyisihan dan pembagian cadangan modal. Modal Koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal.
Selisih hasil usaha, yang meliputi surplus hasil usaha dan defisit hasil usaha , pengaturannya dipertegas dengan kewajiban penyisihan cadangan modal, serta pembagian kepada yang berhak.
Keempat, ketentuan mengenai Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mencakup pengelolaan maupun penjaminannya. KSP ke depan hanya dapat menghimpun simpanan dan menyalurkan pinjaman kepada anggota.
Koperasi simpan pinjam harus berorientasi pada pelayan-an pada anggota, sehingga tidak lagi dapat disalahgunakan pemodal yang berbisnis dengan badan hukum koperasi. Unit simpan pinjam koperasi dalam jangka waktu tiga tahun wajib berubah menjadi KSP yang merupakan badan hukum koperasi tersendiri.
Selain itu, untuk menjamin simpanan anggota KSP diwa-jibkan menjaminkan simpanan anggota. Dalam kaitan ini pemerintah diamanatkan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam (LPS- KSP) melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk keberpihakan pe-merintah yang sangat fundamental dalam pemberdayaan koperasi, sehingga koperasi dapat meningkatkan kepercayaan anggota untuk menyimpan dananya di koperasi. Pemerintah juga memberi peluang berkembangnya koperasi dengan pola syariah yang akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Kelima, pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi akan lebih diintensifkan. Dala kaitan ini, pemerintah juga diamanatkan untuk membentuk Lembaga Pengawas Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP) yang bertanggung jawab kepada Menteri melalui Peraturan Pemerintah.
Hal tersebut dilakukan pemerintah, merupakan upaya nyata agar KSP benar-benar menjadi Koperasi yang sehat, kuat, madiri, dan tangguh dan sebagai entitas bisnis yang dapat dipercaya dan sejajar dengan entitas bisnis lainnya yang telah maju dan berkembang dengan pesat dan profesional.
Keenam, dalam rangka pemberdayaan koperasi, gerakan koperasi didorong membentuk suatu lembaga yang mandiri dengan menghimpun iuran dari anggota serta membentuk dana pembangunan, sehingga pada suatu saat nanti Dewan Koperasi (DEKOPIN) akan dapat sejajar dengan organisasi koperasi di negara-negara lain, yang mandiri dan dapat membantu koperasi dan para anggotanya.
Implementasi Undang-Undang No. 17 tahun 2012
Kehadiran Undang-Undang Nomor 17 tentang Perkopera-sian sebagai landasan hukum bagi semua upaya pemberdayaan koperasi merupakan suatu keniscayaan. Tidak bisa tidak, semua pemangku kepentingan perlu menyegerakan langkah-langkah implementasi dan antisipasi. Bagi koperasi, implementasi tersebut antara lain adalah dalam hal perubahan anggaran dasar (terkait dengan penyesuaian: nama, fungsi pengawas dan pengurus, usaha dan jenis koperasi, modal koperasi dan seterusnya), rencana pemisahan (spin-off) unit usaha simpan pinjam pada koperasi serbausaha (multipurpose) menjadi koperasi simpan pinjam (KSP) dan konersi (pengubahan) modal koperasi. Pemerintah dan pemerintah daerah dituntut mengambil langkah strategis, yaitu melakukan sosialisasi secara intensif untuk menyamakan persepsi dan antisipasi dari kemungkinan adanya bias tafsir dari gerakan koperasi dan masyarakat dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 17 ini. Menyiapkan dan segera menyelesaikan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen) yang dirnandatkan oleh Undang Undang nomor 17 ini. Disamping itu, perlu juga diterbitkan berbagai edaran terkait dengan pelayanan terhadap koperasi dan masyarakat dalam masa peralihan dan belum tersedianya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang baru.
Gerakan Koperasi, khususnya Dekopin dan Dekopinda (provinsi dan kabupaten/kota) sesegera mungkin melakukan langkah- langkah konsolidasi terkait dengan perubahan anggaran dasar (AD), memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal sosialisasi undang-undang dan penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan dari Undang Undang Nomor 17 ini. Di samping itu, diperlukan pula langkah strategis untuk percepatan pelaksanaan tugas Dekopin dan Dekopinda serta rancang bangun pembentukan “dana pembangunan Dewan Koperasi Indonesia” yang digunakan untuk mendorong pengembangan Dewan Koperasi Indonesia.
Di titik inilah kelahiran UU No.17 Tahun 2012 harus dilihat dari sisi yang positif. Diakui atau tidak hal ini dapat dilihat sebagai upaya pemerintah dalam mengurai benang kusut koperasi, walaupun terkesan prematur dan sepihak. Pemerintah mungkin menyadari beratnya mengentaskan koperasi kembali ke habitat ekonomi elite dengan akutnya permasalahan yang menderanya sehingga dengan UU yang baru diharapkan koperasi melakukan revolusi (tentu saja dengan membawa kepentingan pemerintah, karena pemerintah menganggap pelaku koperasi tidak sanggup membawa koperasi ke jalan yang benar). Dengan caranya UU No.17 Tahun 2012 , koperasi yang secara struktur dan persyaratan lainnya tidak layak dan tidak memungkinkan untuk diajak maju dengan membawa bendera koperasi secara otomatis akan berguguran. Tentu saja tidak semua, beberapa koperasi yang cukup kuat secara financial maupun ideologis akan bertahan dan menjelma menjadi koperasi baru dengan rintisan neo ideologi yang mampu bertahan inilah yang akan ‘dibina’ dan dikembangkan secara serius oleh pemerintah dengan bekal UU baru.
Walaupun terkesan kejam, metode genocide saat ini merupakan metode praktis yang membawa perubahan genetika koperasi secara drastis dan praktis dibandingkan dengan metode alamiah yang ternyata tidak juga mampu menyusupkan roh koperasi kedalam anggotanya. Sebenarnya langkah pemerintah ini juga merupakan management konflik yang ampuh untuk membangkitkan kepedulian ‘pemilik’ koperasi yang selama ini tertidur dalam buaian zona nyaman dengan kedok ideologis koperasi. Sekarang merupakan momentum tepat untuk mengikrarkan tekad bagi tokoh koperasi yang tidak menyetujui berlakunya UU No.17 Tahun 2012 dengan pembuktian konkret bahwa mereka sanggup membangun koperasi seperti apa yang dicita-citakan Bung Hatta. Pertanyaannya adalah jika kemudian pemerintah akhirnya menunda bahkan membatalkan UU No.17 Tahun 2012 dengan tetap mengakomodir UU terdahulu No.25 Tahun 1992 mampukah insan koperasi mampu mewujudkan impian akan sosok koperasi yang benar, mengakar dan benar dengan landasan ideologis yang mengakar ??? Akankah……??
KESIMPULAN
Koperasi memiliki peran strategis dalam tata ekonomi nasional berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena itu perlu adanya regulasi, kelembagaan dan infrastruktur yang kuat. UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian ini diharapkan dapat menjadi infrasruktur hukum dan memberikan ruang yang luas untuk pengembangan koperasi di indonesia. Undang-Undang baru ini diharapkan dapat merevitalisasi peran koperasi dalam perekonomian nasional sekaligus menjawab berbagai tantangan pada era mendatang, sekaligus juga melindungi masyarakat dari praktik-praktik penipuan yang mengatasnamakan koperasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hendar & Kusnadi, Ekonomi Koperasi, Lembaga Penerbit FEUI, 2005
Bambang Supriyanto, Kritik Terhadap Koperasi (Serta Solusinya) Sebagai Media Pendorong Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 4 Nomor 2, Nopember 2007
Berdikari, Undang-Undang Perkoperasian Masih Dianggap Warisan Kolonial, 2013, http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20130427/uu-perkoperasian-dianggap-masih-warisan-kolonial.html
Irwan Walik (Kompasiana), Pemerintah yang Tidak Pro-Rakyat, 2013, http: //hukum.kompasiana.com/2013/01/04/pemerintahan-yang-tidak-pro-rakyat-516368. html
Undang Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
Yohannes, Credit Union, 2012, http://www.kalimantan-news.com/berita.php?idb=17211