POTENSI BATIK BLORA TERHADAP PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT BLORA

Mharta Dhiah Putri Astutik, Emy Wuryani, Sunardi

Pendidikan Sejarah – FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRAK

Batik Blora merupakan jenis kain batik yang menjadi warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia. Batik Blora dihasilkan di wilayah pedesaan sekitar Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah. Ciri khas dari batik ini adalah motif Barongan, motif Tayub, motif Daun Jati dan motif Sate. Hal ini menarik untuk diteliti. Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui teknik pengumpulan data yaitu studi kepustakaan, observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya potensi batik Blora terhadap perkembangan perekonomian masyarakat Blora. Pengaruh tersebut dapat terlihat dengan adanya motif yang berciri khas kesenian. Hal ini menunjukkan bahwa batik Blora mempunyai sumber potensi yang dapat mendukung perkembangan perekonomian di Kota Blora, berdasarkan pada karakteristik, untuk pengembangan ekonomi dan menjadi pendorong pengembangan sektor lain.

Kata Kunci: Potensi Batik Blora, Perkembangan Perekonomian, Blora


PENDAHULUAN

Keadaan krisis di Indonesia seka-rang ini tidak menentu dan telah mem-pengaruhi perubahan di berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi masyarakat baik kota dan di desa. Keadaan ekonomi masyarakat semakin sulit menyangkut mata pencaharian, tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat (Rina, Emi, Ester, 2009:1).

Krisis selama periode 1997-1998 menurut hasil simulasi membawa dampak pada penurunan employment sebesar 13,18%. Seperti diketahui, banyak sektor terpaksa mengurangi aktivitas dan mela-kukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. Dampak krisis ekonomi menyebabkan juga terjadinya penurunan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena pendapatan riil masyarakat mengalami penurunan akibat adanya kenaikan harga yang melambung tinggi (Sri, 2008:38, 39, 45, 46, dan 48).

Batik merupakan salah satu produk budaya bangsa Indonesia. Dalam perkem-bangannya, batik mengalami perkem-bangan corak, teknik, proses dan fungsi akibat perjalanan masa dan sentuhan berbagai budaya lain. Potensi pembatik cukup besar dan menyebar luas. Mereka menanti uluran tangan dari para perancang dan seniman untuk secara bergandengan menyongsong masa depan yang lebih cerah (Hasanudin, 2001:9).

Pengakuan batik sebagai warisan budaya asli bangsa Indonesia ini kemudian membawa gairah baru bagi kondisi dunia perbatikan di Indonesia. Pengakuan batik sebagai warisan budaya tersebut mendo-rong permintaan kain batik pasar lokal maupun luar daerah atau negeri yang terus mengalir. Pemerintah berusaha memajukan kembali batik dan menghidupkan industri-industri batik terutama batik tulis yang sempat lesu. Langkah ini diikuti oleh pemerintah-pemerintah daerah, baik tingkat Propinsi maupun Kabupaten, de-ngan menetapkan peraturan penggunaan batik sebagai salah satu seragam kerja. Batik Blora membuka peluang usaha baru bagi daerah untuk tenaga kerja dan perekonomiannya. Kerajinan batik di Blora berkembang cukup pesat. Dalam jangka waktu hanya setahun saja, kain batik karya pengrajin di Blora telah menembus pasar luar negeri. Selama ini, hampir di sejumlah daerah di Jawa Tengah, memiliki motif batik khas masing-masing, termasuk Kabupaten Blora juga memiliki batik tulis khas. Motif batik khas Blora, seperti motif daun jati dan mustika yang mengandung filosofi hidup dan etos kerja. Motif batik baru tersebut, diperkenalkan pada 2008, sebagai simbol potensi Blora yang 40 persen luasan wilayahnya merupakan hutan jati. Selanjutnya, pada 2009 Pemerintah Daerah setempat mendesain batik mustika yang mengusung kekhasan Blora, seperti kilang minyak, barongan, tayub, sate, Sedulur Sikep atau Samin, dan daun jati. Pada tahun 2000 kondisi perekonomian masyarakat Blora masih belum berkembang. Namun sejak bertumbuhnya pengrajin batik di Blora maka bertumbuh pula perekonomian masyarakat Blora. Hal yang menarik untuk diteliti adalah faktor-faktor apa yang mendorong masyarakat memilih batik untuk mengembangkan ekonominya dan bagaimana pengaruhnya terhadap perkem-bangan perekonomian masyarakat Blora.

KAJIAN PUSTAKA

Potensi adalah daya, kekuatan, ke-mampuan yang kemungkinan untuk dapat dikembangkan. Sesuatu yang dapat menjadi aktual. (Kamus Bahasa Indonesia, 1998: halaman 876).

Batik berasal dari Bahasa Jawa yaitu Amba yang artinya menulis, sedang-kan tik artinya titik atau tetes. Jadi batik adalah gambaran atau lukisan yang dibuat pada kain dengan lilin atau malam dan pewarna, menggunakan alat canting dan kuas serta teknik tutup celup. Batik dapat berupa gambar pola ragam hias atau lukisan yang ekspresif. Menggambar atau melukis dengan bahan lilin atau malam yang dipanaskan dan menggunakan alat canting atau kuas disebut membatik. Batik memiliki fungsi ganda, yaitu fungsi praktis dan estetis (Eni, 2009: 38).

Ada beberapa jenis batik, yakni batik tulis, batik cap, dan batik lukis. Batik lukis adalah proses pembuatan batik de-ngan cara langsung melukis pada kain putih. Batik Blora merupakan seni batik tulis gaya filosofi hidup dan etos kerja yang kaya warna. Batik merupakan salah satu pusaka budaya dan benda peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia berkembang sejak Kerajaan Majapahit.

Motif batik adalah kerangka gam-bar yang mewujudkan batik secara kese-luruhan (Sewan Susanto, 1980 : 212). Ba-tik Blora merupakan seni batik tulis gaya filosofi hidup dan etos kerja yang kaya warna. Batik Blora dikenali dengan adanya warna alam dan lingkungan sekitarnya. Misalnya, motif makanan khas Blora (sate), motif fauna khas Blora (kepompong ulat jati atau ungker dan daun jati), dan motif kesenian khas Blora (barongan dan tayub). Apabila dilihat dari sifatnya jenis-jenis batik diantaranya:

  1. Batik Klasik/Tradisional adalah ba-tik yang bersifat universal dan memiliki nilai sejarah, berlatar belakang budaya keraton (bersifat istana sentris), dan pemakainya adalah warga keraton serta batik klasik ini mempunyai makna atau perlambang masing-masing. Con-toh batik klasik antara lain: Batik motif kawung, Batik motif parang rusak, Batik Parang Jenggot, Batik Sido.
  2. Batik Primitif adalah batik yang mempunyai pola hias yang masih sangat sederhana dan simpel. Contoh dari batik primitif antara lain motif manusia pada tenun ikat Sumba.
  3. Batik Modern adalah batik yang bersifat lebih ke individual dan dalam pembuatannya mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Blora. Penelitian akan dilakukan secara acak dalam beberapa daerah yang ada di Kota Blora tersebut dan diambil beberapa warga yang terlibat dalam kerajinan batik Blora sebagai informan yang diwawancarai tentang topik peneliti-an. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan yang harus diinterprestasikan dari narasumber satu dengan narasumber yang lain.

PEMBAHASAN

Kota Blora dan Demografi

Kata wai berarti air, sedangkan kata lorah berarti jurang. Dengan penger-tian itu, maka nama Blora berarti tanah dataran rendah yang berair atau tanah berlumpur. Kabupaten Blora meliputi: se-belah utara berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro, Propinsi Jawa Timur. Sementara itu sebe-lah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah. Kabupa-ten Blora diapit oleh jajaran Pegunungan Kendeng Utara dan Pegunungan Kendeng Selatan. Kabupaten Blora terbagi menjadi 16 kecamatan, yaitu: Jati, Randublatung, Kradenan, Kedungtuban, Cepu, Sambong, Jiken, Bogorejo, Jepon, Blora, Banjarejo, Tunjungan, Japah, Ngawen, Kunduran dan Todanan (Sri, 2007: 33, 34, 36 dan 37).

Jumlah penduduk Kabupaten Blora yang tercatat berdasarkan hasil registrasi penduduk pada akhir tahun 2003 oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora sebanyak 836.008 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 412.783 orang dan perempuan sebanyak 423.225 orang. Jumlah pendu-dukan Kabupaten Blora pada tahun 2012 sebesar 846.432 jiwa, dengan seks rasio 97,29%, artinya penduduk perempuan lebih banyak disbanding penduduk laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Blora tahun 2012 rata-rata adalah 465 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi tercatat di Kecamatan Cepu sebesar 1.498 jiwa per km2. Mata pencaharian dalam masyarakat Blora adalah Pertanian, Perkebunan, Peter-nakan, Perikanan, Kehutanan, Koperasi, Perdagangan/Perusahaan, Kepegawaian. Pendidikan suatu daerah sangat dipenga-ruhi oleh adanya lembaga pendidikan. Tersedianya sarana dan prasarana penun-jang pendidikan yang lengkap, beragam, dan memadai, akan berdampak pada kualitas hasil pendidikan yang dilakasana-kan. Pendidikan yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan masya-rakat di Kabupaten Blora dapat dikelom-pokkan menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Data tentang sarana dan prasarana pendidikan merupakan data pokok dalam membangun pendidikan di Kabupaten Blora. Dari data yang dapat dihimpun di tahun pelajaran 2011/2012 jumlah SD/MI sebanyak 666 unit SLTP/MTs 134 unit, SLTA/MA/SMK 71 unit dan Akademi atau Perguruan tinggi sebanyak 1 unit. Akademi atau perguruan tinggi tercatat sebanyak 4 unit, 2 unit di Kecamatan Cepu dan 2 unit di Kecamatan Blora, dengan jumlah mahasiswa sebanyak 2.444 orang, dosen tetap sebanyak 150 orang dan tidak tetap sebanyak 72 orang (Fenny, 2013: 73 dan 107).

Kerajinan Batik Blora

Kerajinan batik Blora muncul sete-lah adanya pengakuan dari Malaysia, dan pada tahun 2008 kota Blora membuat suatu kelompok pengrajin batik. Salah satu tumbuhnya batik Blora yaitu berawal dari batik yang sudah di akui oleh Malaysia, ini munculnya batik Blora karena bermunculan dari berbagai daerah yang sebenarnya bukan pengrajin. Maka dari itu timbullah ekonomi grafik dimana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan kantor-kantor lainnya membina para ibu-ibu di pedesaan untuk menjadikan satu kelompok pengrajin batik Blora. Perkembangannya batik Blora sangat pesat sampai sekarang ini, yang semulanya memiliki 10 kelompok sekarang berkem-bang menjadi 40 kelompok pengrajin batik Blora. Batik Khas Blora merupakan batik yang memiliki ciri khas kabupaten Blora yaitu pohon jati, minyak bumi, kesenian barongan, kesenian tayub, sate ayam, dan lain-lain. Batik Blora akan mengembangkan corak dan motifnya yang khas dengan motif mega puspa.

Alat dan bahan yang digunakan untuk membatik adalah Kain Mori, Pensil, Canting, Kuas, Bak, Kompor, Drum, Ember, Kain Mori, Malam atau lilin, Zat Pewarna, Air Keras, Soda Abu. Dalam proses pembuatan Batik Blora kain mori yang sudah siap untuk dicanting, kemudian pro-ses pengetelan. Setelah proses pengetelan selesai lalu ke proses gambar dimana kainnya digambar pola atau motif yang diinginkan. Setelah proses menggambar selesai lalu ke proses canting dengan malam canting, dan setelah canting selesai ke proses warna colet yaitu mencolet warna-warna tertentu yang akan di colet, setelah di colet baru ditembok yang namanya tembokan. Setelah ditembok lalu dimasukan ke warna celup, warna celup itu menggunakan warna yang bagus yaitu Indigosol. Setelah menggunakan warna kemudian batik yang sudah di colet dengan malam dan ditutup dengan malam tembok. Perlunya malam tembok untuk melindungi warna agar tidak tercampur dengan warna yang celup. Setelah itu di jemur dengan di angin-anginkan agar kering, setelah kering dicelupkan ke warna celup satu yang diinginkannya. Setelah selesai ditembok dicelupkan ke warna dua lalu ditiriskan dan dilorot. Setelah dilorot dan dijemur, kemudian dibersihkan dari kotoran-kotoran yang masih tersisa baru kemas menjadi sebuah batik (wawancara dengan Untung, 24 Februari 2014).

Batik blora mempunyai motif batik yaitu:

1. Motif Barongan adalah Seni Barong yang merupakan salah satu kese-nian rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Blora, terutama masyarakat pedesaan. Di dalam seni Barong tercermin sifat-sifat kerakyatan masyarakat Blora, seperti sifat: spontanitas, kekeluar-gaan, kesederhanaan, kasar, keras, kompak, dan keberanian yang dilandasi kebenaran. Maka dari itulah kesenian barongan dijadikan untuk motif dalam batik Blora.

2. Motif Tayub adalah Tayuban meru-pakan salah satu seni kebudayaan yang ada di Blora. Di dalam kelom-pok seni pertunjukan, tayuban dapat digolongkan tari rakyat tradisional, sifat kerakyatan sangat menonjol, spontanitas, kekeluarga-an, kesederhanaan, sedikit kasar, namun penuh rasa humor. Maka dari itulah kesenian tayub dijadikan untuk motif dalam batik Blora.

3. Motif Daun Jati merupakan ciri khas batik Blora yang terdapat pada garis-garis tulang daun yang membentuk guratan garis dinamis nan indah kelenturan dan lipatan daun terwujud pada batik Blora. Nuansa daun jatinya diperkuat oleh perpaduan warna yang lembut namun memberikan kesan sejuk warna oranye, hijau, ungu dan merah sebagai pertanda spirit tumbuh sepanjang zaman.

4. Motif Sate adalah Sate ayam merupakan salah satu makanan khas Blora. Maka dari itulah makanan khas Blora yaitu sate ayam dijadikan untuk motif dalam batik Blora (wawancara dengan yayuk. 13 Maret 2014).

Potensi Batik Blora Terhadap Perkem-bangan Perekonomian Masyarakat Blora

Faktor yang mendorong masyara-kat memilih usaha batik yaitu karena batik sudah diselenggarakan untuk digunakan seragam yang dipakai pada hari Selasa sampai Jumat yang diharuskan untuk memakai batik. Sekarang batik sudah dibumikan lagi tidak hanya di Blora saja tetapi di setiap kota juga sudah memiliki batik. Jadi seragam batik digunakan untuk PNS, pegawai Bank dan pegawai-pegawai kantoran yang lainnya. Setelah adanya batik masyarakat Blora dapat menang-gulangi masalah pengangguran yang terjadi di masyarakat Blora sendiri. Dalam pemasaran batik Blora ini masih ada di wilayah Blora saja, tetapi sekarang sudah ada ditempat khas oleh-oleh Blora dan sudah mulai online juga karena sudah dapat pelatihan dari Telkom dan peminatnya pun juga semakin banyak. Konsumen batik Blora sekarang semakin banyak sudah tersebar di Surabaya, Jakarta dan kota-kota lainnya. Keunikan dari batik Blora dengan ciri khasnya jati, makanan dan kesenian yaitu daun jati, pohon jati, sate, barongan dan tayub. Sebelum ada batik sumber daya manusia-nya masih belum mengalami perubahan, setelah adanya batik masyarakat Blora semakin meningkat dalam sumber daya manusianya (wawancara dengan yayuk, 12 Mei 2014).

Batik Blora sangat potensial untuk dikembangkan, karena ternyata banyak masyarakat luar daerah yang tertarik. Perekonomian masyarakat Blora mayoritas bertani terutama tanaman pangan, sedang-kan sebagian kecil anggota masyarakat mempunyai profesi lain, seperti pegawai negeri, guru, pedagang, dan pengusaha. Peluangnya adanya batik Blora bisa digunakan untuk mencari pekerjaan orang lain yang tidak bekerja menjadi bekerja. Pendapatan batik Blora menjadi berkem-bang bagi masyarakat Blora terutama bagi ibu-ibu dipedesaan. Ketika satu kelompok bisa menyerap tenaga kerja yang banyak berarti untuk tingkatan perekonomiannya juga lumayan banyak. Menurut orang desa menjadi pembantu rumah tangga sekarang lebih suka untuk membatik daripada ikut pembantu rumah tangga dengan harapan-nya bisa mendapatkan lebih dari penda-patannya untuk keluarganya (wawancara dengan Untung, 24 Februari 2014).

Pendapatan dalam usaha batik ini semakin meningkat dan jumlah tenaga kerjanya juga bertambah. Di samping itu untuk menambah keuangan dalam keluar-ganya, tetapi juga membuka peluang kerja agar tidak ada yang menjadi pengang-guran. Setelah meningkat konsumen batiknya sekarang harga bahan-bahan untuk membatik menjadi meningkat salah satunya harga kain yang dari Rp14.500,00 sekarang menjadi Rp16.000,00. Pengem-bangan perekonomian masyarakat Blora dikembangkan oleh batik Blora, tetapi tidak hanya batiknya saja. Perekonomian masya-rakat Blora juga dikembangkan oleh kuliner, pariwisata dan ada pelatihan pembuatan krupuk tahu. Jumlah tenaga kerja dalam membatik semakin bertambah dari 8 orang menjadi 15 orang. Tenaga kerjanya dalam mengerjakan batik itu berbeda-beda ada yang dibagian canting, warna, gambar dan merebus atau mencuci batiknya. Harga bahan-bahan batik sebe-lum meningkat dan sesudah meningkat dari lilin atau malam Rp32.000,00 menjadi Rp35.000,00. Sedangkan harga warna yang biasa perkilonya Rp300.000,00 menjadi Rp305.000,00 dan warna yang bagus perkilonya Rp700.000,00 menjadi Rp705.000,00. Setelah bahan-bahan batik meningkat pengusaha batik tidak meng-alami keuntungan dan kerugian. Harga batik Blora itu berbeda-beda sesuai dengan motifnya, kalau motifnya sederhana atau tidak rumit itu harganya Rp125.000,00 sedangkan motifnya yang rumit itu harga-nya Rp250.000,00. Bahkan pesanan batik yang harganya Rp250.000,00 itu biasanya dipakai untuk seragam dan pesanan batik sutera harganya Rp350.000,00. Batik Blora tidak hanya batik tulis saja tetapi ada yang menjual batik cap dan batik printing, harga batik cap Rp100.000,00 dan harga batik printing Rp60.000,00. Harga batik Blora sama dari semua pengusaha batik karena sudah ada sepakatan, tetapi ada yang menjual batiknya lebih mahal.

Pendapatan dalam tenaga kerjanya itu berbeda-beda sesuai dengan pekerjaan-nya bagian canting Rp20.000,00, warna Rp15.000,00, gambar Rp10.000,00, mere-bus atau mencuci batik Rp5.000,00 perpo-tong. pendapatan tenaga kerjanya ada yang diminta perminggu dan ada yang diminta perbulan. Pendapatannya sebelum menjadi pengusaha batik masih meng-andalkan gaji dari suami, setelah menjadi pengusaha batik pendapatan perekonomi-annya lebih meningkat. Pendapatannya diperoleh dari pesanan batik yang jumlah-nya 123 potong dan mendapatkan peng-hasilan Rp10.000.000,00. Pendapatan da-lam perbulan itu sesuai dengan pesanan batiknya, kalau pesanannya sedikit hanya mendapatkan Rp1.500.000,00, apabila ada pesanan batiknya banyak pendapatannya-pun juga semakin meningkat dalam pemasukan keuangannya.

Pada tahun ke tahun pendapatan pengusaha batik mendapatkan keuntungan banyak. Selama satu tahun pengusaha batik bisa menghasilkan lebih dari Rp60.000.000,00 itupun sesuai dengan pesanan batiknya. Pendapatan pembantu rumah tangga Rp250.000,00 maka dari itu pembantu rumah tangga ikut untuk mem-batik supaya ekonomi dalam rumah tangganya lebih meningkat. Pengrajin batik menjual batiknya dirumah, sedangkan batik yang dijual di toko khas Blora itu biasanya tidak pernah mendapatkan pesanan maka dari itu batiknya disetorkan ke toko dekat terminal. Ada beberapa nama griya batik di Kabupaten Blora dengan diberi nama batik Lestari, batik Canting Mustika Jati, batik Mustika Blora, batik Mustika ART Gallery, batik Samin by EEN Production, batik Jati Wangi, batik Jati Ayu, batik Jati Mas, batik Griya Nusantara, batik Wangi Cendana, batik Almira, batik Damar Sejati dan sebagainya (wawancara dengan Yayuk, 14 Juni 2014).

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis pada bagian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

  1. Kerajinan batik Blora menjadi populer ketika adanya pengakuan dari Malaysia yang mengakibatkan pengrajin batik Blora menjadi kreatif dan tidak mau batik Blora diakui oleh negara lain. Perkem-bangan batik Blora saat ini sudah berkembang menjadi pesat yang dulunya dari 10 kelompok sekarang menjadi 40 kelompok pengrajin batik.
  2. Faktor pendorong memilih usaha batik karena batik Blora sudah menjadi populer di masyarakat Blora dengan terbuktinya dijadikan seragam dan minat masyarakat Blora akan batik juga semakin meningkat.
  3. Pengaruh batik Blora terhadap perkembangan perekonomian ma-syarakat Blora yaitu dengan semakin meningkatnya kebutuhan batik di Blora maka peluang untuk membuka usaha batik semakin banyak. Dimana akan diikuti oleh peluang kesempatan kerja bagi lingkungan disekitarnya, yang akan mengakibatkan Perkembangan perekonomiannya juga akan ber-tambah. Jumlah usaha batik dari 10 kelompok menjadi 40 kelompok itu juga bisa mempengaruhi dalam perkembangan perekonomiannya. Bahkan batik yang dijadikan sera-gam pun juga bisa menghasilkan perekonomiannya untuk pengusa-ha batik dan tenaga kerja. Pen-jualan batiknya ada yang dirumah dan ada yang di toko khas oleh-oleh Blora. Pengembangan pereko-nomian dikembangkan oleh batik, tetapi juga dikembangkan oleh kuliner, pariwisata dan krupuk tahu. Bahkan jumlah tenaga kerja-nya semakin meningkat dari 8 orang menjadi 15 orang. Penda-patan tenaga kerjanya sesuai dengan bagiannya dari canting Rp20.000,00, warna Rp15.000,00, gambar Rp10.000,00, merebus atau mencuci batik Rp 5.000,00 perpotong. Harga bahan-bahan batiknya juga meningkat dari harga kain Rp14,500,00 menjadi Rp 16.000,00, warna biasa Rp 300.000,00 menjadi Rp305.000,00, warna bagus Rp700.000,00 menja-di Rp705.000,00 dan malam atau lilin Rp32.000,00 menjadi Rp 35.000,00. Sedangkan harga batiknya berbeda-beda sesuai de-ngan motifnya dari Rp125.000,00 sampai Rp350.000,00. Pendapatan pengusaha batik perbulan sesuai dengan pesanan batiknya kalau sedikit mendapatkan Rp 1.500.000,00 sedangkan ada pe-sanan batiknya banyak mencapai Rp10.000.000,00. Selama 1 tahun pengusaha batik menghasilkan keuntungan banyak itu pun juga sesuai pesanannya bisa mencapai Rp60.000.000,00. Pendapatan pembantu rumah tangga Rp 250.000,00 maka dari itu pembantu rumah tangga ikut untuk membatik supaya ekonomi dalam rumah tangganya lebih meningkat. Ada beberapa nama griya batik yang ada di Kabupaten Blora yaitu batik Lestari, batik Canting Mustika Jati, batik Mustika Blora, batik Mustika ART Gallery, batik Jati Wangi, batik Griya Nusantara dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Pustaka

Apridar. 2010. Teori Ekonomi Sejarah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Eni P. 2009. Batik. Salatiga: ___________

Gie, Kwik Kian. 1994. Analisis Ekonomi Politik Indonesia. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi.

Gregory, N. Mankiw. 2000. Pengantar Ekonomi Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Hasanudin, Drs. M.Sn. 2001. Batik Pesisiran Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri Pada Ragam Hias Batik. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Hempri, Suyatna, dkk. 2010. Potret Kehidupan Pembatik Di Lasem Rembang. Jakarta: IPI.

Ismunandar. 1985. Teknik dan Mutu Batik Tradisional-Mancanegara. Semarang: Dahara Prize.

Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia.

Moleong, Lexy J. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rina Widiyati, Emi Wuryani, Ester Arianti. 2009. Tembakau dan Perubahan Pola Hidup Petani. Salatiga: Widya Sari Press.

Sosrohadiharjo, Soedjito. 1986. Transformasi Masyarakat Tradisional Ke Industri. Yogyakarta: Kanisius.

Sewan Susanto. 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: BBKP: Dept Perindustrian RI.

Supramono, dkk. 2002. Studi Optimalisasi Potensi Ekonomi dan Penerimaan Daerah. Salatiga: Fakultas Ekonomi UKSW.

Supramono, Jony O. Haryanto. 2005. Desain Proposal Penelitian Studi Pemasaran. Yogyakarta: Andi.

Susanto, Fenny. 2013. Blora Dalam Angka. Blora: Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora.

Suwandi. 1998. Reformasi Strategis terhadap Otonomi Daerah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sri, Y Susilo. 2008. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Kinerja Sektoral. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Tampubolo, SMH. Retribusi Dapat Mengancam Otonomi Daerah. Suara Pembaharuan: 2 April 2001, hal 7.

Widyastutieningrum, Dr. Sri Rochana. 2007. Tayub Di Blora Jawa Tengah Seni Pertunjukan Ritual Kerakyatan. Yogyakarta: ISI Press Surakarta.

____________. 2013. Forum Pengembangan Ekonomi Daerah. Blora: Sekretariat Bappeda Kabupaten Blora.

B. Internet:

http://fitinline.com/article/read/batik-blora

http://www.keswaribatik.com/jenis-jenis-batik/

http://antikpraveda.blogspot.com/2014/05/batik-tulis-peranakan-jarik-motif.html

http://batikcode.com/blog/jenis-dan-motif-batik

C. Informan:

No

Nama

Usia

Pekerjaan

Alamat

1

Ir. Prasetyo Tunggono Putro

48 tahun

Wiraswasta

Jl. Raya Kisoreng No. 43 Karangjati, Kab. Blora

2

Wiwin Rohayati

45 tahun

Ibu Rumah Tangga

Jl. Raya Kisoreng No. 43 Karangjati, Kab. Blora

3

Yayuk Rahyu Dwi Prapti

43 tahun

Wiraswasta

Jl. Nusantara II No. 2 Jetis. Kab. Blora