RENCANA Perencanaan Pembelajaran perMASALAHan

DAN SOLuSINYA

Eko Dyah Kumolorini

SDN Plosolor, Kec. Plosoklaten, Kab. Kediri

ABSTRAK

Makalah ini membahas tentang Rencana Pelaksanaan pembelajaran permasalahan dan solusinya. Permasalahan yang berkembang saat ini adalah adanya keengganan ataupun kemalasan guru dalam merencanakan pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain: (1) Adanya pengetahuan dan kompetensi guru yang rendah mengenai rencana pembelajaran; (2) Adanya persepsi ataupun anggapan bahwa merencanakan pembelajaran merupakan hal rumit; (3) Hasil merencanakan pembelajaran yang berupa rencana pelaksanaan pembelajara (RPP) dan dianggap tidak memberikan sumbangan yang berarti bagi pengajaran yang dilakukan oleh guru ataupun hasil belajar siswa; (4) Terjadinya kebosanan guru dalam mengajar disebabkan implementasi pembuatan rencana pembelajaran yang mengarah pada rutinitas sehingga guru merasa tidak mengalami kepuasan dalam bekerja; dan (5) Hal-hal yang menunjang profesionalisme guru, seperti: berpikir dan bertindak progresif, senang menghadapi tantangan, interaksi dan kompetisi antar individu, percaya diri, pemberian penghargaan belum dikembangkan secara maksimal. Pengembangan potensi ini berdaya guna dalam proses pembelajaran secara umum dan juga diperlukan guru dalam kehidupan bermasyarakat. Solusi untuk permasalahan tersebut meliputi penyelenggaraan lokakarya, supervisi, dan Upaya Meningkatkan Motivasi Merencanakan Pembelajaran.

Kata Kunci: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lokakarya, Supervisi, Motivasi.


PENDAHULUAN

Muhammad Natsir pernah menjabat sebagai Perdana Menteri RI Ketiga (1973: 77) mengungkapkan bahwa:

Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa tidak bergantung kepada ketimuran atau kebaratan, tidak juga bergantung kepada warna kulitnya, tetapi bergantung kepada ada tidaknya sifat-sifat dan bibit-bibit kesanggupan dalam sumber daya manusianya. Ada atau tidaknya sifat dan bibit kesanggupan tersebut bergantung kepada kualitas pendidikan yang mereka terima.

Alasan utama mengapa guru perlu mengetahui lebih banyak tentang rencana pembelajaran yaitu dengan merencanakan suatu program yang lebih efektif, guru dapat diharapkan akan mempunyai waktu lebih banyak untuk membantu siswa dalam perkembangan sosial, psikologikal, dan emosionalnya. Secara singkat, guru akan dapat mencurahkan lebih banyak perhati-annya dalam mendampingi siswa demi perkembangannya sebagai individu yang utuh. Hal ini hanya mungkin terjadi bila guru memperoleh peningkatan pengetahu-an dan ketrampilan tentang cara menren-canakan pembelajaran yang lebih efektif, efisien dan menarik (Toeti Soekamto, 1993: 9).

Keuntungan memiliki rencana pem-belajaran adalah dapat menghindari penga-jaran yang tidak mengarah pada penca-paian tujuan, memudahkan guru untuk me-nyampaikan bahan ajar agar dapat diterima siswa dengan baik, membantu guru dalam mengambil keputusan secara tepat dan cepat pada saat berlangsungnya pengajaran dan juga dapat membantu menumbuhkan motivasi dan guru untuk menerapkan rencana pembelajaran terse-but sebagai wujud aktualisasi intelektual diri (Setya Nurachmandani, 2002: 3).

Kinerja guru yang berperan seba-gai desainer pembelajaran yang baik dipe-ngaruhi oleh dua faktor, yaitu kompetensi dan motivasi merencanakan sistem pembe-lajaran. Kompetensi merencanakan tergan-tung pada lamanya masa kerja sebagai guru, kualitas supervisi, kesesuaian antara ijazah yang dimiliki dengan mata pelajaran yang diampu, tingkat pendidikan, banyak-nya pengalaman guru dalam mendesain sistem pembelajaran.

PERMASALAHAN

Permasalahan yang berkembang saat ini adalah adanya keengganan atau-pun kemalasan guru dalam merencanakan pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain:

1. Adanya pengetahuan dan kompetensi guru yang rendah mengenai rencana pembelajaran.

2. Adanya persepsi ataupun anggapan bahwa merencanakan pembelajaran merupakan hal rumit.

3. Hasil merencanakan pembelajaran yang berupa rencana pelaksanaan pembelajara (RPP) dan dianggap tidak memberikan sumbangan yang berarti bagi pengajaran yang dilakukan oleh guru ataupun hasil belajar siswa.

4. Terjadinya kebosanan guru dalam mengajar disebabkan implementasi pembuatan rencana pembelajaran yang mengarah pada rutinitas sehingga guru merasa tidak mengalami ke-puasan dalam bekerja.

5. Hal-hal yang menunjang profe-sionalisme guru, seperti: berpikir dan bertindak progresif, senang mengha-dapi tantangan, interaksi dan kompetisi antar individu, percaya diri, pemberian penghargaan belum dikembangkan secara maksimal. Pengembangan potensi ini berdaya guna dalam proses pembelajaran secara umum dan juga diperlukan guru dalam kehidupan bermasyarakat.

kajian Desain Sistem Pembela-jaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran merupakan bentuk perencanaan pendidikan dalam ukuran mikro (kelas) dan merupakan bagian yang paling esensial dalam proses belajar mengajar (Finch dan Crunkilton, 1984: 73). Bahkan dapat lebih ditegaskan rencana pembelajaran merupakan jantung dari proses pengajaran. Terdapat beberapa istilah yang sama ataupun hampir dapat diartikan sama sebagai rencana pembelajaran seperti istilah desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Seels dan Richey, istilah pengajaran sistematik oleh Dick and Cerry; rancangan pengajaran oleh Briggs and Wager serta Munandir; pengembangan sistem pengajaran oleh Gagne dan PPSI; desain sistem pembelajaran oleh Bryl Shcemaker; pengajaran oleh Thomas H. Arcy; dan desain pembelajaran disingkat disnal oleh Gafur.

Landasan pijak rencana pembelajaran adalah teori preskriptif (I Nyoman Sudana Degeng, 1997: 8). Teori preskriptif adalah “goal oriented”, sedangkan teori deskriptif adalah “goal free” (Reigeluth, 1983: 23). Maksudnya bahwa teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya bahwa yang diamati dalam pengembangan teori pembelajaran preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan (I Nyoman Sudana Degeng, 1997: 6).

Difinisi rencana pembelajaran secara sederhana seperti yang dikemukakan oleh Soekartawi, Suhardjono, Hartono dan Ansharullah (1995: 2) bahwa rencana pembelajaran merupakan suatu rancangan pengajaran yang disusun secara logis dan sistematis oleh perancang untuk meningkatkan hasil pengajaran. Sedangkan difinisi secara luas dikemukakan oleh Seels dan Richey (1994: 29) yang menyatakan bahwa rencana pembelajaran atau Instuctional System Design (ISD) adalah prosedur yang terorganisir mencakup langkah-langkah menganalisis, mendesain, mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Menganalisis adalah proses mengidentifikasi apa yang akan dipelajari; mendesain adalah proses menspesifikasi bagaimana dipelajari; mengembangkan adalah proses memandu dan menghasilkan materi pembelajaran; melaksanakan adalah menggunakan materi dan strategi dalam konteks, sedangkan mengevaluasi adalah proses menentukan kesesuaian pembelajaran.

Rencana pembelajaran memuat prosedur iteratif (bersifat perulangan) yang menghendaki kejelian dan konsistensi. Ciri khas dari rencana pembelajaran adalah semua langkah harus lengkap untuk dapat berfungsi sebagai pengontrol dan penyeimbang satu sama lain. Dalam rencana pembelajaran, proses itu sama pentingnya dengan produk sebab kemantapan dalam produk didasarkan pada proses. Untuk rencana pembelajaran harus memahami asumsi-asumsi tentang hakekat rencana pembelajaran, seperti berikut ini: (1) rencana pembelajaran didasarkan pada pengetahuan tentang bagaimana seseorang belajar, (2) rencana pembelajaran diacukan kepada si-belajar secara perseorangan, (3) Hasil pembelajaran mencakup hasil langsung dan pengiring, (4) Sasaran terakhir rencana pembelajaran adalah memudahkan belajar, (5) rencana pembelajaran mencakup semua variabel yang mempengaruhi belajar, (6) Inti rencana pembelajaran adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (I Nyoman Sudana Degeng, 1997: 4 ).

Kedudukan rencana pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran berada pada tahap pertama. Dilanjutkan tahap kedua yaitu penerapan desain sistem pembelajaran dan evaluasi pembelajaran sebagai tahap ketiga. Soekartawi, Suhardjono, Harjono dan Ansharullah (1995: 15) menjelaskan bahwa rencana pembelajaran terdiri dari tiga bagian. Pertama adalah desain perorganisasian bahan ajar, kedua adalah desain penyajian bahan ajar dan ketiga adalah desain evaluasi hasil pengajaran.

Mengenai tujuan rencana pembelajaran, I Nyoman Sudana Degeng (1997: 3) menjelaskan bahwa “Tujuan rencana pembelajaran adalah memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang dinginkan”.

Setya Nurachmandani (2002: 15) menyebutkan ada beberapa pihak yang memperoleh manfaat dari penggunakan rencana pembalajaran, yaitu: Pertama, rencana pembelajaran itu sendiri, karena rencana pembelajaran dapat diamati, dianalisis dan diprediksi secara keseluruhan karena adanya kerangka kerja yang logis dan terencana, walaupun rencana pembelajaran tersebut baru didesain atau saat dilaksanakan maupun setelah selesai dilaksanakan, hal ini memberikan kesempatan untuk didiskusikan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan penggunaan pendekatan sistem dalam rencana pembelajaran.

Pihak kedua adalah guru karena dapat mengetahui mengapa mata pelajaran ini perlu diberikan, apa keuntungan siswa mempelajari materi pelajaran yang dipilih oleh guru, bagaimana mengorganisasikan pengalaman belajar, guru mengetahui prosedur dan sumber-sumber belajar apa yang tepat untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan, dapat mengetahui kriteria keberhasilan belajar yang diharapkan, dapat mengkalkulasi dana yang dibutuhkan dalam pengajaran, guru dapat melihat apakah proses belajar mengajar cukup efektif dan efisien, sehingga dapat dicegah penyimpangan yang mungkin terjadi. Tidak kalah penting adalah proses psikologis yang berupa perasaan berkembang atau ada peningkatan.

Manfaat untuk fihak siswa antara lain, siswa mendapat pengajaran dan pengalaman belajar yang menyenangkan dan memuaskan. Selain itu siswa dapat merasakan perkembangan kemampuan dan sikap sekaligus terbentuk hubungan yang positif antar siswa.

Rencana pembelajaran memiliki banyak model, namun semua model rancangan pembelajaran tidak ada model rencana perencanaan pembelajaran yang standar untuk semua macam kegiatan pembelajaran, sebab setiap model hanya baik untuk kondisi tertentu. Kondisi yang dimaksud adalah besar-kecil atau kompleks tidaknya suatu lembaga pendidikan, ruang lingkup tugas lembaga, serta kemampuan mengelola model. Guru dapat memilih salah satu di antara model yang ada yang dianggap sesuai atau mungkin mengkombinasikan beberapa diantaranya untuk menyusun model baru. Tapi yang paling penting adalah sejauh mana model tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien (Atwi Suparman, 1997: 52).

Upaya Meningkatkan Kompetensi Merencanakan Pembelajaran

Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan melalui in-service education (bila mereka sudah menjabat guru dan kemudian mengikuti kuliah lagi) dan in-service training atau pelatihan misalnya lokakarya dan supervisi.

a) Lokakarya

Pelaksanaan lokakarya untuk meningkatkan kompetensi guru dalam merencanakan pembelajaran dapat dilakukan oleh sekelompok guru yang mempunyai maksud yang sama. Kompetensi merencanakan pembelajaran yang tinggi bisa dijadikan faktor motivasi untuk merencanakan pembelajaran sebagai perwujudan dari aktualisasi diri. Untuk meningkatkan kompetensi guru dalam merencanakan pembelajaran, dibuat suatu program. Program peningkatan ini memiliki ciri yang sama dengan program Applied Approach (AA) yaitu menitikberatkan pada aspek praktis yang berupa ketrampilan merencanakan pembelajaran yang langsung dapat dimanfaatkan guru. Program ini juga memperhatikan aspek teoritis. Program ini diberi nama peningkatan kompetensi merencanakan pembelajaran (PKMP).

PKMP adalah suatu program peningkatkan ketrampilan pembelajaran bagi guru dengan pendekatan aplikatif yang dilaksanakan secara metodis-praktis dengan tujuan meningkatkan kualitas perencanaan pembelajaran. Untuk tujuan efisiensi maka program PKMP diselenggarakan dalam dua bentuk kegiatan. Pertama, lokakarya yang diselenggarakan secara klasikal dalam bentuk tatap muka. Para nara sumber/pakar diminta memberikan penjelasan, informasi dan dasar-dasar pengetahuan yang berkaitan dengan rencana pembelajaran. Bahan-bahan yang dipelajari peserta disusun secara tertulis, baik dalam bentuk makalah biasa maupun dalam bentuk program, paket belajar, atau modul sehingga peserta dapat belajar secara efektif. Setelah peserta memperoleh pengetahuan dasar, selanjutnya dilakukan diskusi yang diawali dengan umpan balik kepada peserta yang bertujuan mengembangkan wawasan. Untuk mengembangkan dan memperluas wawasan dapat pula ditambah dengan cara belajar diperpustakaan. Kedua adalah rekrontruksi lokakarya/pelatihan yang dilakukan secara perorangan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi menyusun rencana pembelajaran. Setiap peserta bertemu dengan fasilitator/nara sumber untuk membahas dan mengkonfirmasikan hasil yang telah dicapai peserta dalam menyusun rencana pembelajaran.

Pada akhir dari program ini setiap peserta diharapkan berhasil menyusun rencana pembelajaran dan bacaan pendudukung sebagai produk nyata, namun dibalik itu diharapkan terjadinya perubahan sikap dan ketrampilan pada diri peserta sehingga dapat menikmati profesi sebagai guru. Oleh sebab itu proses internalisasi yang terjadi selama kegiatan PKMP adalah kunci dari keberhasilan dari program PKMP.

b) Supervisi

Supervisi dilakukan sebagai kelanjutan dari lokakarya perencanaan pembelajaran. Pelaksanaan supervisi dapat dilakukan oleh kepala sekolah atau guru mata pelajaran yang sama, yang sama-sama ingin meningkatkan kemampuannya dalam merencanakan pembelajaran. Sebelum pelaksanaan pengamatan, terlebih dahulu dibicarakan apa yang menjadi fokus pengamatan, dan secara bersama disusun panduannnya. Berdasarkan panduan itu, dilakukan pengamatan untuk melihat dimana letak kelemahannya. Setelah masing-masing mengetahui kelemahan diri sendiri, hal ini dijadikan dasar upaya untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kompetensi merencanakan pembelajaran.

Upaya Meningkatkan Motivasi Merencanakan Pembelajaran

Seseorang guru yang melakukan aktivitas selalu di dorong oleh motif tertentu, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Kebutuhan-kebutuhan yang mendorong guru merancang pembelajaran atau apa saja yang diinginkan guru melalui perencanaan pembelajaran. Berdasarkan teori dua faktor (two factor theory)/ motivation-hygiene theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg seorang ahli psikologi. Teori ini menjelaskan adanya dua kelompok faktor yang bersifat saling eksklusif, tidak terbentang dalan satu garis kontinum.

Kelompok faktor pertama, faktor-faktor yang di sebut dengan faktor penyehat (hygiene factors). Ketidakberadaan faktor-faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasan (dissatisfaction) dalam kerja, sedangkan keberadaannya akan menimbulkan tidak adanya ketidakpuasan (no dissatisfaction), Tetapi belum tentu menimbulkan kepuasan (satisfaction). Faktor-faktor penyehat ini meliputi: (1) administrasi dan kebijakan, (2) supervisi teknis, (3) hubungan dengan supervisor, (4) kondisi kerja, (5) gaji, (6) hubungan dengan teman sejawat, (7) kehidupan pribadi, (8) hubungan dengan bawahan, (9) status, dan (10) keamanan. Kelompok faktor kedua, biasa disebut dengan faktor motivasi atau pendorong (motivation factors). Ketidakberadaan faktor-faktor ini akan menimbulkan tidak adanya kepuasan (no satisfaction) dalam kerja, sedangkan keberadaannya akan menimbulkan adanya kepuasan (satisfaction) dalam kerja. Faktor-faktor pendorong ini meliputi: (1) prestasi, (2) pengakuan, (3) tanggung jawab, (4) promosi, (5) kerja itu sendiri, dan (6) adanys perasaan tumbuh.

Faktor–faktor penyehat yang diperoleh dari hasil penelitian Wiles yang dikutip Made Wahyu Suthedja (1986: 14) adalah: (1) rasa aman dan hidup layak, (2) kondisi kerja yang menyenangkan, (3) rasa kekompakkan/team work, (4) diperlakukan jujur dan wajar. Berdasarkan hasil penelitian Galloway tentang faktor-faktor penyehat/ketidakpuasan (dissatisfaction) yang dikutip Ibrahim Bafadal (1992) menyatakan bahwa sebagian besar guru merasakan ketidakpuasannya pada: (1) metode yang di gunakan untuk mempromosikan guru, (2) sikap masyarakat terhadap pendidikan, (3) kurang kesempatan mengikuti pendidikan dalam dinas, (4) pengelolaan waktu yang efektif selama hari sekolah, (5) faktor-faktor yang di gunakan untuk menentukan gaji, (6) status guru di masyarakat, (7) waktu penyiapan dan koreksi yang dituntut selama diluar sekolah, (8) kesediaan staf untuk membantu, (9) sejumlah tugas di luar jam mengajar setiap minggu, dan (10) kelengkapan fasilitas untuk aktivitas rekreasi.

Sedangkan faktor-faktor pendorong diperoleh dari hasil penelitian wiles yang dikutip oleh Made Wahyu Suthedja (1986: 14) menyebutkan bahwa (1) adanya rasa bertumbuh yang meliputi adanya rasa dipentingkan, rasa mendapat kesempatan untuk ikut merumuskan kebijakkan, adanya kesempatan memelihara kehormatan diri, (2) rasa mencapai yang meliputi rasa mampu mengerjakan tugas, rasa dapat memberikan sumbangan nyata, rasa maju dalam pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian Gallway dan kawan-kawannya berhasil mengidentifikasikan faktor-faktor pendorong , yaitu: (1) hubungan dengan murid, (2) hubungan dengan guru lain, (3) kebebasan memilih metode pengajaran, (4) jadwal aktifitas atau program, (5) kebebasan memilih materi pelajaran, (6) jumlah mengajar setiap minggu, (7) hubungan dengan staf senior di sekolah, (8) tingkat prestasi murid di kelasnya, (9) pengalokasian guru untuk mengajar unit, kelas khusus, dan (10) perilaku umum murid-murid di kelasnya. Faktor pendorong menurut Harl Douglass yang dikutip Made Wahyu Suthedja (1986: 15), “Faktor yang perlu dipelihara adalah adanya pengetahuan yang benar dan memadai”. Holdaway, Hoy dan Miskel yang dikutip Ali Imron (1995: 136) berpendapat bahwa “Faktor-faktor kepuasan/pendorong adalah pengakuan dan status, keadaan siswa, sumber-sumber yang tersedia, kebebasan mengelola pengajaran, keterlibatan dengan administrator, beban kerja, gaji, dan keuntungan lainnya”.

Berdasarkan hasil penelitian diatas diperoleh faktor-faktor penyehat dan pendorong guru dalam merencanakan pembelajaran. Faktor penyehatnya antara lain: (1) adanya gaji/honor yang memadai, (2) pembagian honor yang tepat waktu, (3) lingkungan yang bersih dan nyaman, (4) bangunan yang memadai, (5) peralatan yang lengkap untuk kegiatan belajar mengajar, (6) sarana untuk rekreasi dan hiburan, (7) berdasarkan pada manajerial yang baik, (8) sikap siswa dan masyarakat terhadap sekolah/pendidikan, (9) hubungan yang harmonis antar guru, (10) metode yang digunakan untuk mempromosikan guru.

Sedangkan faktor-faktor pendorongnya antara lain: (1) adanya kerja sama yang baik antar guru mata pelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, (2) sejumlah tugas diluar jam mengajar setiap minggunya, (3) jumlah jam mengajar setiap minggunya, (4) pemerataan dalam mengikuti kegiatan pengembangan profesi, (5) adanya pengetahuan yang benar dan memadai, (6) adanya kesesuaian antara mata pelajaran yang diampu dengan ijasah yang dimilikinya, (7) adanya peningkatan prestasi atau partisipasi siswa dikarenakan penggunaan rencana pembelajaran, (8) adanya rasa maju dalam pekerjaan/perasaan makin trampil dalam merencanakan pembelajaran.

PENUTUP

Kesimpulan

Untuk meningkatkan kompetensi guru dalam merencanakan pelaksanaan pembelajaran melalui dua cara yaitu meningkatkan kompetensi dan meningkatkan motivasi merencanakan pembelajaran. Meningkatkan kompetensi guru dalam merencanakan pembelajaran dengan cara mensinergiskan lokakarya dan supervisi.

Upaya meningkatkan motivasi melalui pemenuhan faktor-faktor penyehat dan pendorong. Faktor-faktor penyehat meliputi:

a. Bangunan yang memadai

b. Lingkungan yang bersih dan nyaman

c. Adanya gaji/honor yang memadai,

d. pembagian honor yang tepat waktu,

e. Peralatan yang lengkap untuk kegiatan belajar mengajar,

f. Sarana untuk rekreasi dan hiburan,

g. Berdasarkan pada manajerial yang baik,

h. Sikap siswa dan masyarakat terhadap sekolah/pendidikan,

i. Hubungan yang harmonis antar guru,

j. Metode yang digunakan untuk mempromosikan guru.

Sedangkan faktor-faktor pendorongnya antara lain:

a. Adanya kerja sama yang baik antar guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,

b. Sejumlah tugas diluar jam mengajar setiap minggunya,

c. Jumlah jam mengajar setiap minggunya,

d. Pemerataan dalam mengikuti kegiatan pengembangan profesi,

e. Adanya pengetahuan yang benar dan memadai,

f. Adanya kesesuaian antara mata pelajaran yang diampu dengan ijasah yang dimilikinya,

g. Adanya peningkatan prestasi atau partisipasi siswa dikarenakan penggunaan desain sistem pembelajaran,

h. Adanya rasa maju dalam pekerjaan/perasaan makin trampil dalam mendesain sistem pembelajaran.

Saran-Saran

Penulis memberikan saran yang utama adalah kepada pengambil kebijakan diusahakan memenuhi faktor-faktor penyehat dan pendorong. Adapun saran yang tidak kalah penting, antara lain:

1. Kepala Sekolah untuk:

  1. Lebih memfungsikan dan meng-optimalkan sumber daya sekolah secara optimal demi peningkatan kualitas rencana pembelajarannya.
  2. Memanfaatkan nara sumber yang profesional sebagai upaya meningkatkan pengetahuan guru dalam cara merencanakan pembe-lajaran, misalnya nara sumber yang berasal dari universitas.
  3. Memprioritaskan anggaran sekolah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan pembe-lajaran.
  4. Selalu termotivasi untuk mening-katkan kualitas rencana pembela-jaran.
  5. Menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif.

2. Kepada Guru-guru untuk:

  1. Mencari bahan/sumber-sumber be-lajar lain yang mendukung serta relevan dengan rencana pembela-jaran
  2. Menepati komitmennya sebagai se-orang guru serta terus termotivasi untuk meningkatkan kualitas ren-cana pembelajarannya.
  3. Terus mengikuti dan memanfa-atkan perkembangan IPTEK serta temuan teori baru untuk meningkatkan meningkatkan kom-petensi dalam bidangnya.
  4. Selalu mengadakan evaluasi terha-dap rencana pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga semakin hari desain yang diguna-kan semakin mendekati sempurna.
  5. Berusaha memilih teknik pengem-bangan rencana pembelajaran yang sesuai dengan kondisi ling-kungan dan siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Gafur. 1982. Desain Instruktional: Suatu Langkah Sistematika Penyusunan Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar (Disnal). 2nd Ed. Solo: Tiga Serangkai.

Ali Imron. 1995. Pembinaan Guru Di Indonesia, Malang: Pustaka Jaya.

Atwi Suparman. 1997. Desain Instruksional. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka.

Banaty, Bela. 1992. A Sytems View Of Educational: Conceps And Principles For Effective Practice, New Jersey: Educational Tehnology Publications, Inc., Englewood Cliffs.

Beck, C. Robert. 1990. Motivation: Theories And Principles. Englewood Cliffs. Prentice-Hall, Inc.

Dick, Walter & Carey, Lou. 1989. The Systematic Design Of Instruction. Second edition. Glenview, Illinois: Scott, Foresman and Company.

Duncan, W. Jack (1981). Organizational Behavior, 2nd Ed. Boston: Hougton Kifflin Comp.

Finch, Curtis R & Crunkilton, John R. (1984). Curriculum Development in Vocational and Technical. Education 2nd ed Virginia. Massachusetts: Allyn and Bacon Inc.

Gagne, Robert M & Briggs, Leslie J. 1979. Priciples of Instructional Design. 2nd ed, New York: Holt, Rinehart, & Winston.

Gustafson, Kent L. 1981. Survey of Instructional Development Models. Syracuse: ERIC Clearinghouse on Information Resources, Syracuse University.

Houston, W.R.(ed). 1974. Exploring Competency Based Education. California: Mc Cutrhan Publishing Corparation.

I Nyoman Sudana Degeng. 1997. Asumsi dan Landasan Teoritik Desain Pembelajaran. Jurnal Teknologi Pembelajaran. Nomor 1, April 1997.

Ibrahim Bafadal. 1992. Supervisi Pengajaran: Teori Dan Aplikasinya dalam Membina Praofesional guru, Jakarta: Bumi Aksara.

Kemp, J. 1985. The Istructional Design Proces, by Harper & Ror, Publisher. Inc. diterjemahkan Asril Marjohan, M.A. Bandung: Penerbit ITB. 1994.

Made Wahyu Suthedja., 1988. Bagaimana Membangun Semangat Staf Pengajar, Semarang: Satya Wacana.

Malayu S.P. Hasibuan. 1999. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas, Jakarta: Bumi Aksara.

Martin Handoko. 1992. Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku, Yogyakarta: Kanisius.

Oemar Hamalik. 1989. Metodologi Pengajaran Ilmu Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Mandar Maju.

Reigeluth. C.M. 1983. Instructional-Desain Theories and Models: An Overview Of Their Current Status. New Jersey: Lawrence Erlbaum associates, Publeshers.

Richey, Rita. 1986. The Theoritical and Conceptual Bases of Instructional Design. New York: McGraw Hill Book Co.

Robbins, S.P. 1982. Management: Concepts And Practice, New Jersey: Englewood Cliffs Prentice-Hall, Inc.

Seels, Barbara & Richey, Rita. (1994). Intructional Technology: The Difinition and Domain of The Field. Washington: AECT.

Setya Nurachmandani. 2002. Kontribusi Motivasi Mendesain Sistem Pembelajaran Dan Masa Kerja Terhadap Kompetensi Guru Dalam Mendesain Sistem Pembelajaran. Surakarta: Tesis Pascasarjana UNS.

Stoner, James. A.F. (1975). Manajemen, 2nd Ed. Editor Gunawan Hutauruk, Jakarta: Erlangga.

Syaiful Bahri (1994). Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya: Usaha Nasional.

Timpe, Dale. (1986). The Art And Science Of Businness Management Performance, New York: KEND Publising. Inc.

Toeti Soekamto. 1993. Perancangan dan Pengembangan Sistem Instruksional. Jakarta: Intermedia.

Undang-Undang No. 2 Tahun 1989. 1992. Undang – Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.

Uzer Usman. (1999). Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wahjosumidjo. 1994. Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta: Ghalia Indonesia.