Upaya Meningkatkan Kemandirian Dengan Metode Cooperative Learning
UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN
DENGAN METODE COOPERATIVE LEARNING PADA ANAK
KELOMPOK B TK MARSUDISIWI 2 MAJENANG SUKODONO SRAGEN SEMESTER I TAHUN 2019/2020
Sri Rahayuningsih
TK Marsudisiwi 2 Majenang Sukodono Sragen
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Meningkatkan kemampuan kemandirian anak Kelompok B TK Marsudisiwi 2 Majenang tahun 2019/2020 melalui Metode Cooperative Learning, (2) Mengetahui bagaimana penerapan peningkatan kemampuan kemandirian anak Kelompok B TK Marsudisiwi 2 Majenang tahun 2018/2019 melalui Metode Cooperative Learning. Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan kemandirian anak Kelompok B TK Marsudisiwi 2 Majenang tahun 2019/2020 melalui Metode Cooperative Learning. Langkah penelitian diawali identifikasi masalah dan mengumpulkan data. Semua data dan informasi yang didapat merupakan pengamatan sehari-hari. Kemudian diadakan tindakan perbaikan siklus 1, lalu di observasi dan direfleksi, kemudian melakukan perbaikan siklus 2. Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) ini dapat disimpulkan bahwa melalui metode Cooperative Learning dapat meningkatkan kemampuan kemandirian. Pada pra siklus keberhasilan pembelajaran hanya 35% atau 7 anak, kemudian pada siklus pertama keberhasilan pembelajaran mencapai 65% atau 13 dan pada siklus kedua meningkat menjadi 85% atau 17 anak.
Kata Kunci: kemandirian, metode Cooperative Learning, anak
PENDAHULUAN
Peranan lingkungan keluarga, terutama tingkah laku dan sikap orang tua, sangat penting bagi seorang anak, terlebih lagi pada tahun-tahun pertama dalam kehidupan anak. Dengan keluarga anak akan memperoleh bimbingan, pendidikan dan pengarahan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kapasitasnya. Dengan hubungan kasih sayang dan kedekatan dengan kedua orang tua, anak akan dapat berkembang sebagaimana mestinya. Pertumbuhan dan perkembangan anak secara fisik, mental, emosional, dan sosial dipengaruhi oleh pemeliharaan gizi, kesehatan, stimulasi dan psikososial. Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang akan mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam penyesuaian sosial pada saat ia bertambah besar. Dan gangguan dalam penyesuaian sosial itu terbawa saat memasuki dunia sekolah. Agar anak tidak berkelanjutan dalam tingkah laku yang seperti itu maka perlu sekali agar anak tersebut dimasukkan pada pendidikan prasekolah.
Taman Kanak-kanak (TK) Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen merupakan salah satu lembaga PAUD formal yang berada pada pinggiran kota kecamatan sebelah Barat Laut, memiliki kemampuan yang hampir sama karena saat masuk memiliki umur yang hampir sama yakni antara 4-5 tahun dan 5-6 tahun. Namun demikian bila ditinjau dari kemandirian anak didik belum sesuai harapan guru maupun orang tua , berdasarkan pengamatan saat melakukan proses pembelajaran ada beberapa masalah yang terjadi di TK Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen, yaitu adanya anak yang belum memahami untuk melakukan interaksi dengan teman sebaya dan lingkungan anak yang baru. Bila masalah ini tidak segera mendapat solusi maka sangatlah sulit hasil belajar anak didik mencapai hasil yang memuaskan. Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan bentuk pendidikan yang fundamental dalam kehidupan seorang anak. Pendidikan di masa ini sangat menentukan keberlangsungan anak itu sendiri. Oleh karena itu, anak usia dini merupakan aset dan investasi masa depan bagi suatu bangsa. Bangsa Indonesia dua puluh lima tahun ke depan sangat bergantung pada anak–anak usia dini yang ada pada masa sekarang.
Dari hasil pengalaman penulis, di TK Marsudisiwi 2 Majenang diperoleh hasil yang kurang memuaskan pada pembelajaran kemandirian, dari 20 anak yang mengikuti kegiatan pembelajara kemandirian hanya 7 anak yang memperoleh kriteria baik/BSH (Berkembang Sesuai Harapan) atau 35% tuntas dari seluruh jumlah murid, sedangkan yang 11 masing dalam bimbingan guru dengan predikat MB (Mulai berkembang) dan 2 anak BB (belum berkembang) atau 13 anak belum tuntas atau 65%. Guru mengharapkan indikator keberhasilan pembelajaran kemandirian 80% anak mendapat nilai minimal BSH.
Di TK Marsudisiwi 2 Majenang inilah kemudian anak-anak dikenalkan proses kemandirian dan berinteraksi dengan pola permainan pembelajaran berkelompok. Karena dunia anak adalah dunia bermain, maka dengan bermain anak memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan Kemandirian, sosial, emosi dan perkembangan fisik. Dengan kegiatan bermain dengan berbagai permainan anak dirangsang untuk berkembang secara umum baik perkembangan berpikir, emosi maupun sosial. Hal ini terjadi karena bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak.
Salah satu kegiatan bermain yang dapat digunakan untuk membiasakan kemandirian anak adalah dengan Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif). Salah satu pendekatan dalam rangka memberikan aktivitas kelompok adalah pendekatan pembelajaran Cooperative Learning, di mana siswa dikondisikan untuk aktif secara fisik dan mental. Melalui aktivitas mental inilah diharapkan terciptanya kesempatan bagi anak untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran. Selama proses tukar pendapat, sharing informasi maupun adu argumentasi yang berlangsung dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa berkesempatan untuk mengekspresikan apa yang dipahaminya kepada orang lain, mengklasifikasi ide, maupun menawarkan alternatif ide.
Berpijak pada latar belakang masalah maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah dengan metode Cooperative Learning dapat meningkatkan kemandirian anak kelompok B TK Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen semester I tahun 2019/2020? (2) Bagaimanakah proses pembelajaran dengan metode Cooperative Learning dapat meningkatkan kemandirian anak kelompok B semester I TK Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen semester I tahun 2019/2020?
Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah: (1) Untuk meningkatkan kemandirian anak dengan metode Cooperative Learning di TK Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen tahun 2019/2020. (2) Untuk mengetahui proses pembelajaran dengan metode Cooperative Learning dapat meningkatkan kemandirian anak kelompok B semester I TK Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen tahun 2019/2020.
KAJIAN PUSTAKA
Kemandirian
Istilah kemandirian dapat dipahami secara beragam sesuai dengan sudut pandang yang digunakan. Dalam psikologi perkembangan, istilah mandiri disamakan dengan independence. Namun ada istilah lain yang maknanya hampir sama yaitu otonomy. Steinberg (1993) dalam Juang Sunanto (2011:4) menjelaskan, independence (mandiri) secara umum menunjuk pada kemampuan individu untuk menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain. Sedangkan istilah otonomy (otonomi) berarti kemampuan mengurus sendiri atau mengatur kepentingan sendiri.
Menurut Corsini (2006: 2) mengatakan bahwa, “keadaan mandiri adalah tindakan yang melebihi keinginan, persepsi atau penilaian yang dimiliki oleh seseorang dibandingkan jawaban terhadap permintaan lingkungan atau pengaruh dari orang lain”. Berdasar pendapat ini seseorang yang memiliki jiwa mandiri, akan bekerja secara maksimal apabila dorongan itu datangnya dari dirinya sendiri.
Menurut Miarso (2002: 32) “bahwa belajar mandiri prinsipnya sangat erat hubungannya dengan belajar menyelidik, yaitu berupa pengarahan dan pengontrolan diri dalam memperoleh dan menggunakan pengetahuan”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mandiri cenderung lebih tergantung pada diri sendiri dari pada pihak lain, adanya akan ada sifat yang bebas dan kreatif. Rasa percaya diri, inisiatif dan tanggung jawab dan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan.
Pembelajaran Metode Cooperative Learning (Pembelajaran kooperatif)
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua Cooperative Learning bisa dianggap Cooperative Learning.
Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Implementasi Pembelajaran Kooperatif Learning
Pembelajaran kooperatoif learning merupakan suatu upaya meningkatakan ketrampilan sosial seperti kemampuan berkomunikasi dalam memecahakan masalah adalah model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning/CL). Dengan model ini selain manfaat di atas juga bisa mengatasi siswa yang yang pasif dalam belajar misalnya rendahnya kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan dalam diskusi pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran kooperatif membentuk kelompok-kelompok kerja dengan lingkungan yang positif dan meniadakan persaingan individu dalam kelompok untuk mencapai prestasi akademik (Johnson dan Johnson, 1994). Slavin (1994) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu untuk memahami suatu materi.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran tempat siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda. Dalam menyelesaikan tugas keompok, setiap anggota saling bekerja sam secara kolaboratif dan membantu untuk memahami suatu materi pelajaran.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian teoretis di atas maka dapat diajukan suatu kerangka pemikiran atau suatu anggapan dasar yang dapat melandasi kegiatan penelitian ini. Kerangka pemikiran pada dasarnya merupakan arahan penalaran untuk bisa sampai pada pemberian jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Kerangka pemikiran berguna untuk mewadahi teori-teori yang bisa seolah-olah lepas atau sama lain menjadi satu rangkaian untuk mengarah pada penemuan jawaban sementara.
Dengan metode Cooperative Learning anak akan belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya, sehingga ia akan mampu berpikir bahwa di sekitarnya ada orang lain yang perlu berkembang dan berkemandirian. Penggunaan metode Cooperative Learning untuk meningkatkan kemandirian anak mengandung arti belajar mewujudkan kemandirian untuk dapat membantu mengembangkan komonikasi dan membantu pribadi anak untuk dapat mengekspresikan kemandirian. Dengan menggunakan metode Cooperative Learning yang benar maka kemandirian anak akan meningkat sehingga dapat meningkatkan keberanian anak untuk melakukan segala sesuatu dengan mandiri.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah merupakan suatu jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji terlebih dahulu secara empiris (Sumadi Suryabrata, 2006: 21). Oleh karena itu agar rumusan jawaban dipecahkan, maka seorang peneliti memerlukan suatu pedoman yang digunakan sebagai tuntunan. Pedoman itu berupa jawaban sementara atau hipotesis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka didalam penulisan PTK ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: Dengan Metode Cooperative Learning dapat meningkatkan kemandirian anak usia dini TK Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen tahun 2019/2019.
METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TK Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen. Alasan peneliti memilih tempat ini adalah peneliti bekerja pada tempat tersebut sehingga memudahkan perolehan data dan mempunyai waktu peluang yang luas. Selain itu di TK Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen ini belum pernah dilakukan penelitian yang serupa dengan penelitian ini.
Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama selama 5 bulan mulai bulan Juli 2019 sampai dengan bulan Nopember 2019.
Jenis Penelitian
Karena data yang akan diperoleh atau dikumpulkan berupa data yang langsung tercatat dari kegiatan dilapangan maka bentuk pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian berupa penelitian tindakan kelas (PTK), yang menggunakan strategi penelitian dengan langkah-langkah yang diambil adalah strategi tindakan kelas model siklus karena objek penelitian yang diteliti hanya satu sekolah. PTK terdiri dari langkah-langkah: Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, dan Refleksi.
Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah Guru kelas serta siswa di Taman Kanak Kanak Marsudisiwi 2 Majenang, Sukodono Sragen tahun pelajaran 2019/2020 yang berjumlah 20 anak, 8 anak laki-laki dan 12 anak perempuan. Obyek penelitian adalah kemandirian siswa serta pembelajaran dengan menggunakan metode Cooperative Learning.
Sumber Data
Sumber data dapat ditemukan dengan pengamatan keseharian yang dilakukan pada anak, dimana anak sebelumnya masih pemalu dan penakut serta kurang dapat mandiri dalam aktifitas, setelah mengikuti metode Cooperative Learning mampu tumbuh keberaniannya, hilang rasa takutnya dan anak menjadi lebih aktif dan mampu berekspresi dengan leluasa.
Prosedur Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), serta akan dilaksanakan dalam 2 siklus. Siklus yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart. Kemmis dan Mc Taggart mengatakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.
Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang dipergunakan: (1) Teknik Wawancara, (2) Teknik Observasi, (3) Metode Dokumentasi, (4) Metode Tes, dan (5) Metode catatan lapangan.
Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat bantu yang digunakan untuk mencatat atau mendapatkn data yang diperlukan. Pembuatan instrumen disusun sebelum peneliti terjun kelapangan. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi peningkatan kemandirian. Lembar observasi peningkatan kemandirian berisi tentang catatan hasil pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang dicapai.
Keabsahan Data
Agar dapat memaknai kebenaran terhadap informasi yang diperoleh menunjukkan ketepatan atas hal yang dikaji, maka peneliti melakukan validasi. Dalam penelitian ini, kegiatan validasi data dilakukan dengan triangulasi yaitu melakukan komparasi pada jenis informasi yang berbeda dan menggunakan metode yang berbeda (observasi, wawancara dan dokumenter)
Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah berhasil dikumpulkan antara lain dengan teknik deskriptif komparatif (statistik deskriptif komparatif) dan teknik analisis kritis. Teknik statistik deskriptif komparatif digunakan untuk data kuantitatif, yakni dengan membandingkan hasil antarsiklus. Peneliti membandingkan hasil sebelum penelitian dengan hasil pada akhir setiap siklus. Teknik analisis kritis berkaitan dengan data kualitatif. Teknik analisis kritis mencakup kegiatan untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja siswa dan guru dalam proses belajar mengajar , kesulitan anak dalam kemampuan kemandirian melalui metode pembelajaran kooperatif berdasarkan kriteria normatif yang diturunkan dari kajian teoretis maupun dari ketentuan yang ada.
Indikator Kinerja
Indikator kinerja dari penelitian ini adalah Peningkatan pengembangan kemandirian anak melalui metode pembelajaan kooperatif. Yang mendapatkan nilai BSB dan BSH yaitu anak yang dapat melaksanakan kegiatan kemandirian minimal 80% dari jumlah anak didik.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Pra Siklus
Sebelum diberikan tindakan penelitian, dilakukan pengamatan terhadap kemampuan kemandirian, anak–anak diberikan kegiatan pengembangan kemandirian yaitu memakai baju sendiri , cuci tangan sebelum makan , makan sendiri, dan melepas dan memakai sepatu sendiri.
Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti dan guru merasa perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan kemampuan Kemandirian anak pada saat kegiatan pembelajaran , karena pada prosentase indikator keberhasilan kemampuan Kemandirian anak terlihat tingkat ketidak tuntasan anak lebih besar yaitu 65% daripada tingkat ketuntasan yang hanya 35%. Pelaksanaannya disepakati pada hari Selasa sampai Kamis tanggal 6 sampai dengan 8 Agustus 2019.
Diskripsi Hasil Siklus I
Siklus I hari Ke-1
Penulis melakukan observasi terhadap kegiatan anak dalam kegiatan kemandirian melalui pembelajaran kooperatif. Observasi dilakukan mulai dari awal pembelajaran sampai pada penilaian kegiatan anak. Setelah diadakan observasi diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Anak sudah cukup mampu melepas sepatu dan memakai sepatu masih dibimbing, 2) Anak sudah cukup mampu memakai dan mengancingkan baju,3) Anak cukup mampu cuci tangan dengan benar, 4) Anak belum cukup mampu makan sendiri dengan baik.
. Hal tersebut terlihat dari hasil observasi kemampuan kemandirian anak yang meningkat dari pra siklus yang hanya 35% setelah diadakan perbaikan pada siklus I hari ke-1 menjadi 45%.
Berdasarkan tabel observasi diatas, peneliti dan guru merasa perlu melakukan perbaikan lagi untuk meningkatkan kemampuan kemandirian anak pada saat kegiatan, karena pada prosentase indikator keberhasilan kemampuan Kemandirian anak terlihat sudah ada peningkatan mencapai 45%, namun belum sesuai dengan indikator yang ditetapkan yaitu 80%. Pelaksanaannya disepakati pada hari Rabu 7 Agustus 2019.
Siklus I hari Ke-2
Penulis melakukan observasi terhadap kegiatan anak dalam kegiatan kemandirian melalui pembelajaran kooperatif. Observasi dilakukan mulai dari awal pembelajaran sampai pada penilaian kegiatan anak. Setelah diadakan observasi diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Anak sudah cukup mampu melepas sepatu dan memakai sepatu masih dibimbing, 2) Anak sudah cukup mampu memakai dan mengancingkan baju, 3) Anak cukup mampu cuci tangan dengan benar, 4) Anak belum cukup mampu makan sendiri dengan baik.
Hal tersebut terlihat dari hasil observasi kemampuan Kemandirian anak yang meningkat dari pra siklus yang hanya 35% setelah diadakan perbaikan pada siklus I Hari ke -1 menjadi 45% dan hari ke-2 menjadi 55% atau 11 anak.
Berdasarkan tabel observasi diatas, peneliti dan guru merasa perlu melakukan perbaikan lagi untuk meningkatkan kemampuan Kemandirian anak pada saat kegiatan pembelajaran, karena pada prosentase indikator keberhasilan kemampuan Kemandirian anak terlihat sudah ada peningkatan mencapai 55%, namun belum sesuai dengan indikator yang ditetapkan yaitu 80%. Pelaksanaannya disepakati pada hari Kamis 8 Agustus 2019.
Siklus I hari Ke-3
Penulis melakukan observasi terhadap kegiatan anak dalam kegiatan kemandirian melalui pembelajaran kooperatif. Observasi dilakukan mulai dari awal pembelajaran sampai pada penilaian kegiatan anak. Setelah diadakan observasi diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Anak sudah mampu melepas sepatu dan memakai sepatu , 2) Anak sudah mampu memakai dan mengancingkan baju, 3) Anak cukup mampu cuci tangan dengan benar, 4) Anak belum cukup makan sendiri dengan baik.
Hal tersebut terlihat dari hasil observasi kemampuan Kemandirian anak yang meningkat dari pra siklus yang hanya 30% setelah diadakan perbaikan pada siklus I Hari ke -1 menjadi 45% dan hari ke-2 menjadi 55% atau 11 anak kemudian pada siklus I hari ke-3 65% atau 13 anak.
Berdasarkan tabel observasi diatas, peneliti dan guru merasa perlu melakukan perbaikan lagi untuk meningkatkan kemampuan kemandirian anak pada saat kegiatan pembelajaran, karena pada prosentase indikator keberhasilan kemampuan kemandirian anak terlihat sudah ada peningkatan mencapai 65%, namun belum sesuai dengan indikator yang ditetapkan yaitu 80%. Pelaksanaannya disepakati pada Siklus II hari Selasa sampai Kamis tanggal 13 sampai 15 Agustus 2019.
Diskripsi Siklus II
Siklus II Hari Ke-1
Penulis melakukan observasi terhadap kegiatan anak dalam kegiatan kemandirian melalui pembelajaran kooperatif. Observasi dilakukan mulai dari awal pembelajaran sampai pada penilaian kegiatan anak. Setelah diadakan observasi diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Anak sudah mampu melepas sepatu dan memakai sepatu , 2) Masih ada anak yang belum mampu memakai dan mengancingkan baju, 3) Anak sudah mampu cuci tangan dengan benar, 4) Masih ada anak belum cukup mampu makan sendiri dengan baik.
Hal tersebut terlihat dari hasil observasi kemampuan Kemandirian anak yang meningkat dari siklus I yang tuntas hanya 65% setelah diadakan perbaikan pada siklus II Hari ke-1 menjadi 70%.
Berdasarkan tabel observasi diatas, kemampuan Kemandirian anak sudah meningkat dibandingkan dengan keadaan pada pra siklus dan siklus I. Hal tersebut terlihat dari hasil ketuntasan anak yang pada pra siklus hanya 35% meningkat menjadi 65% pada siklus I, kemudian diadakan perbaikan lagi pada siklus II hari ke-1 hasilnya meningkat menjadi 70%. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya meningkatkan kemampuan Kemandirian anak melalui metode pembelajaran kooperatif meningkat tapi belum berhasil karena belum memenuhi syarat ketuntasan yaitu 80%.
Siklus II Hari Ke-2
. Penulis melakukan observasi terhadap kegiatan anak dalam kegiatan kemandirian melalui pembelajaran kooperatif. Observasi dilakukan mulai dari awal pembelajaran sampai pada penilaian kegiatan anak. Setelah diadakan observasi diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Anak sudah mampu melepas sepatu dan memakai sepatu, 2) Masih ada anak yang belum mampu memakai dan mengancingkan baju, 3) Anak sudah mampu cuci tangan dengan benar, 4) Masih ada anak belum cukup mampu makan sendiri dengan baik.
Hal tersebut terlihat dari hasil observasi kemampuan Kemandirian anak yang meningkat dari siklus I hari ke-1 yang tuntas hanya 70% setelah diadakan perbaikan pada siklus II Hari ke-2 menjadi 75%.
Berdasarkan laporan observasi diatas, kemampuan Kemandirian anak sudah meningkat dibandingkan dengan keadaan pada pra siklus dan siklus I. Hal tersebut terlihat dari hasil ketuntasan anak yang pada pra siklus hanya 35% meningkat menjadi 65% pada siklus I, kemudian diadakan perbaikan lagi pada siklus II hari ke-1 hasilnya meningkat menjadi 70%, meningkat menjadi 75% pada hari ke-2. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya meningkatkan kemampuan Kemandirian anak melalui pembelajaran kooperatif sudah meningkat tapi belum memenuhi syarat ketuntasan yaitu 80%.
Pembahasan
Siklus I
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti pada siklus I, peneliti mengambil langkah awal dengan melakukan apersepsi yang sesuai dengan kegiatan bermain menggunakan metode cooperative learning (pembelajaran kooperatif). Pada akhir kegiatan peneliti melakukan evaluasi dan hasilnya sudah ada peningkatan kemampuan Kemandirian anak dibandingkan hasil kegiatan pada pra siklus. Namun peningkatan ini belum signifikan karena anak belum dapat menerapkan pembelajaran kooperatif sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari indikator ketuntasan pada pra siklus yang hanya 35% atau 7 anak, setelah diadakan perbaikan pada siklus I hari ke-1 prosentase keberhasilan kemampuan Kemandirian anak 45% hari ke-2, 55% dan hari ke-3 meningkat menjadi 65%, tetapi belum memenuhi syarat ketuntasan yaitu 80%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam meningkatkan kemampuan Kemandirian anak melalui kegiatan kemandirian dengan metode pembelajaran kooperatif pada siklus I berdasarkan indikator ketuntasan 80% dinyatakan belum berhasil dan harus dilakukan perbaikan pada siklus berikutnya.
Siklus II
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada siklus II setelah melakukan apersepsi yang sesuai dengan materi pembelajaran, kegiatan kemandirian menggunakan metode pembelajaran kooperatif dilakukan dengan membimbing anak menerapkan pembelajaran kooperatif bersosialisasi dalam kelompok agar anak lebih punya kepercayaan diri, mandiri dan dapat melaksanakan tugasnya dengan senang hati tanpa mengeluh dan menangis. Setelah peneliti mengadakan evaluasi hasil kegiatan terdapat peningkatan yang signifikan. Pada siklus II hari ke-1 ketuntasan pembelajarn Kemandirian 70%, hari ke-2, 75% dan hari ke-3 meningkat menjadi 85%. Pada siklus II ini ini hasil pembelajaran yang diperoleh sudah optimal dan sudah sesuai dengan indikator ketuntasan yang ditetapkan.
Hal ini dapat dilihat pada prosentase indikator keberhasilan pada siklus II sudah mencapai 85%, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam upaya meningkatkan kemampuan Kemandirian anak melalui metode pembelajaran kooperatif pada siklus II berdasarkan indikator ketuntasan 80% bisa dikatakan sesuai harapan dan penelitian dikatakan berhasil dan berhenti pada siklus ini.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Melalui metode pembelajaran kooperatif dapt meningkatkan kemampuan kemandirian anak terutama dalam 1) Anak sudah mampu melepas sepatu dan memakai sepatu, 2) Anak mampu memakai dan mengancingkan baju, 3) Anak mampu cuci tangan dengan benar, 4) Anak mampu makan sendiri dengan baik. Pada pra siklus keberhasilan pembelajaran hanya 35% atau 7 anak, kemudian pada siklus pertama keberhasilan pembelajaran mencapai 65% atau 13 dan pada siklus kedua meningkat menjadi 85% atau 17 anak.
- Pengembangan kemampuan kemandirian melalui metode cooperative learning dapat berhasil karena pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, guru yang selalu membimbing dan memotivasi, kerjasama yang baik antar anak, dan didukung yang memadai.
Saran-saran
Dari beberapa kesimpulan tersebut di atas, penulis menyumbangkan saran sebagai berikut:
Kepada Siswa
- Hendaknya mengusahakan belajar dengan sungguh-sungguh sehingga anak dapat menjalankan tugas perkembangan dengan kemandirian yang nyata.
- Hendaknya siswa mau dan mampu mengikuti pembelajaran di sekolah dengan baik serta mampu mempraktekkan yang diperolehnya baik di rumah maupun dalam masyarakat dengan mandiri tanpa bantuan dari orang yang lebih dewasa.
Kepada Guru
- Agar senantiasa membiasakan anak memerankan tugas perkembangan anak dalam praktek di sekolah, sehingga anak mampu menjalankan tugas perkembangannya dengan mandiri..
- Memberikan dorongan/motivasi kepada siswa untuk memiliki sikap kemandirian yang kurang optimal sehingga ia dapat jalan tugas perkembangan dengan mandiri dan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, Djamaluddin, 2002 Outbound Management Training Yogyakarta: UII Press,
Astuti Wijayanti, 2009. Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini. Depdiknas. Jakarta
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: PT. Rineka Cipta.
____________, 2008. PTK. Jakarta: Bumi Aksara.
Corsini, 2006. Metode Mengajar di TK, Bagian 2. Jakarta: Rineka Cipta.
Dian Maharani, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
HB Sutopo, 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Ika Budi Maryatun, 2011. Pemanfaatan Metode Cooperative Learning Untuk Melatih Kerjasama Anak Usia Dini. Surakarta: UNS
Juang Sunanto, 2011. Bermain & Kreativitas Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak Dengan Kegiatan Bermain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Lukman Ali dkk, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Lexy J. Moloeng, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Karya.