UPAYA MENINGKATKAN

KETERAMPILAN BERBICARA

DENGAN TEMBANG DOLANAN

PADA SISWA KELAS 5

SD KUTOWINANGUN 9 KOTA SALATIGA

SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Heni Susilowati,

Sunardi

Program Studi Pendidikan Sejarah – FKIP

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRAK

Penelitian berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Melalui Tembang Dolanan Pada Siswa Kelas 5 SD Kutowinangun 9 Kota Salatiga Semester 2 Tahuan Pelajaran 2012/2013.” Peneltian ini, dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa peningkatan pembelajaran Bahasa Indonesia harus terus diupayakan, khususnya pembelajaran keterampilan berbicara yang dirasakan kurang berkembang di Sekolah Dasar. Kemudian Tembang Dolanan adalah alternatif yang dapat digunakan untuk melatih siswa berbicara. Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui kegiatan penelitian tindakan kelas di kelas V Sekolah Dasar. Permasalahan penelitian menyangkut: (a) Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan tembang dolanan ? Adapun tujuan utama penelitian adalah ingin mengetahui peningkatkan keterampilan berbicara siswa Sekolah Dasar melalui tembang dolanan. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam tiga siklus tindakan pembelajaran (pra siklus, siklus1, dan siklus 2). Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif menurut David Hopkins. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada kemampuan berbicara siswa dapat meningkat. Hal ini, dapat dilihat dari perkembangan rata-rata nilai yang telah dicapai siswa. Secara keseluruhan aspek pemahaman tokoh cerita meningkat 18%,aspek pelafalan meningkat 23%, aspek intonasi meningkat 25%, aspek gesture meningkat 17%, aspek kelancaran meningkat 14%, dan aspek percaya diri meningkat 13%. Yang juga teramati tapi tidak menjadi aspek penilaian pada pembelajaran ini adalah aspek kegembiraan dan antusiasme siswa selama mengikuti pembelajaran sangat terasa.

Kata kunci: tembang dolanan, keterampilan berbicara, percaya diri.

PENDAHULUAN

Budiono (2012:6) mengatakan bahwa, pendidikan mem-punyai peran besar dalam pembangunan suatu bangsa. Melalui pendidikan disiapkan manusia-manusia Indonesia yang mampu berkontribusi maksimal bagi kemajuan bangsanya. Dengan pendidikan dapat ditanamkan sikap yang tepat dan bekal kompetensi yang dibutuhkan bagi manusia Indonesia agar dapat menjalan fungsi yang sesuai bagi kemajuan bangsa. Jadi menurut Budiono, sasaran pendidikan Indonesia adalah membentuk sikap dan kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia di manapun mereka berkarya.

Sikap dan kompetensi dasar tersebut di atas, terjabarkan dalam pendapat Derek Bok, Presiden Emiritus Universitas Harvard yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah memberikan bekal: 1) kemampuan berkomunikasi secara lisan maupun ter-tulis; 2) kemampuan berpikir jernih dan kritis; 3) kemampuan mempertimbangkan segi moral dan suatu permasalahan; 4) kemampuan menjadi warga Negara yang efektif; 5) kemampuan mencoba mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbe-da; 6) kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal; 7) memiliki minat yang luas mengenai hidup; dan 8) memiliki kesiapan untuk bekerja.

Kedelapan kemampuan tersebut dapat dicapai dengan peran guru dalam mengelola pembelajaran di kelasnya. Perlu segera diubah bahwa sekolah bagi siswa adalah duduk dalam ruangan, mendengar guru menjelaskan, menghafal,dan bertahan dalam kekakuan. Tembok sekolah membatasi ruang kebebasan anak-anak. Alam, lingkungan sosial, dan keluarga sangat jarang dilibatkan sebagai medan belajar.

Upaya pendidikan di atas dapat diupayakan oleh guru yang berkompeten, memiliki idealisme dalam memajukan pendidikan, dan pantang menyerah. Guru yang demikian adalah orang-orang yang tersenyum bahagia ketika tunas-tunas bangsa tumbuh dengan akhlak kecerdasan yang digunakan untuk kesejahteraan sesama, dan kelestarian alam.

Salah satu kegiatan berbahasa yang dapat membawa siswa ke konteks yang nyata adalah bercerita. Kegiatan bercerita sebagai bagian dari keterampilan berbicara sangat penting, baik di dalam pengajaran bahasa maupun kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penguasaan keterampilan berbicara harus dimiliki oleh setiap orang. Berkomunikasi secara lisan dengan teman, meng-ikuti pelajaran, kuliah, diskusi, seminar, menuntut kemahiran seseorang untuk berbicara (Tarigan, 1983: 21). Disadari atau tidak, kegiatan berbahasa kedua yang dilakukan manusia adalah kegiatan berbicara.

Sehubungan dengan pernyataan di atas, di dalam kegiatan belajar dan mengajar di sekolah dasar keterampilan bercerita menjadi salah satu bagian keterampilan berbahasa yang harus diajarkan kepada siswa dan dikuasai oleh siswa. Keterampilan bercerita memiliki beberapa manfaat bagi siswa (khususnya siswa SD/MI) yaitu untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi dengan baik, membentuk karakter siswa, memberikan sentuhan manusiawi, dan mengembangkan keterampilan siswa dalam berbahasa.

Namun, berdasarkan dari hasil survei awal yang dilaku-kan oleh peneliti menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran bercerita dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD/MI tidak diajarkan sebagaimana yang diamanatkan di dalam kurikulum. Empat keterampilan berbahasa diajarkan secara campur aduk. Masing-masing keterampilan berbahasa tidak tampak diajarkan dengan benar. Akhirnya selalu tes kognitif yang dihasilkan.

BERBICARA

Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan manusia seba-gai makhluk sosial (homo homine socius) agar mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya Stewart dan Kenner Zimmer (Depdikbud, 1984/85:8) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap individu, baik aktivitas individu maupun kelompok. Kemampuan berbicara yang baik sangat dibutuhkan dalam berbagai hal, misalnya kemasyarakatan, forum formal – informal, pendidikan, dsb. Seorang pemimpin, misalnya, perlu menguasai keterampilan berbicara agar dapat menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi terhadap program pembangunan. Seorang pedagang perlu menguasai keterampilan berbicara agar dapat meyakinkan dan membujuk calon pembeli. Demikian halnya pendidik, mereka dituntut menguasai keterampilan berbicara agar dapat menyampaikan informasi dengan baik kepada anak didiknya. Begitu juga siswa perlu menguasai keterampilan berbicara agar dapat menyampaikan gagasan/ide kepada guru dan teman-temannya di kelas.

Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik dan mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan.

Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi bahasa. Dalam berbicara seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau suara. Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama penting dalam komunikasi.

Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyam-paian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. (Depdikbud, 1984/1985:7). Pengertiannya secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar. Tarigan (1983:15), misalnya, mengemukakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyam-paikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Proses komunikasi itu dapat digambarkan pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar). Komunikator adalah seseorang yang memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbel yang dipahami oleh kedua belah pihak. Simbol tersebut memerlukan saluran agar dapat dipindahkan kepada komunikan.

Nurgiantoro (2010: 399) menyatakan bahwa berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, setelah mendengarkan. Berbicara merupakan suatu kemampuan mengucapkan kata-kata (bunyi artikulasi) yang diekspresikan untuk menyampaikan gagasan. Kegiatan berbicara diperlukan lambang-lambang bunyi untuk keperluan menyampaikan dan menerima gagasan. Berbeda dengan pengertian di atas, Tarigan (2008: 5) mengatakan bahwa berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang me-manfaatkan faktor fisik, psikologis, neurologis, sematik dan linguistik sedemikian ekstensif secara luas, sehingga dianggap sebagai alat yang paling penting untuk kontrol sosial.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpul-kan berbicara adalah kegiatan komunikasi dalam menyampaikan informasi kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan dan dipahami oleh lawan bicara.

TEMBANG DOLANAN

Tembang dolanan tidak diketahui secara pasti kapan penciptaannya (Nurgiayantoro, 2010: 106). Tembang dolanan adalah jenis tembang yang sederhana, biasa ditembangkan oleh anak-anak di pedesaan. Tembang dolanan ini dinyanyikan sambil bermain bersama dengan teman-temannya. Melalui tembang dolanan, anak-anak mengenal binatang, tumbuhan, lingkungan alam, dan kemasyarakatan (J.J. Ras. 1982:314).

Tembang dolanan merupakan salah satu kekayaan budaya, namun karena perkembangan zaman keberadaanya mengalami kemunduran. Sekarang jarang terdengar keindahan lagu-lagu dolanan anak-anak. Padahal tembang dolanan yang merupakan karya sastra yang berbentuk syair juga berisi ungkapan pikiran dan perasaan pengarang. Melalui syair pengarang menyampaikan isi hati yang berupa rasa cinta, kerinduan, kebencian, keindahan alam, bahkan pemikifran-pemikiran filsafati. Syair bisa berupa prosa atau puisi. Syair adalah karya sastra yang mendayagunakan irama. Efek irama atau musikalitas adalah efek suara yang mampu membangkitkan rasa merdu. Kemerduan bunyi bahasa dalam sastra pada umumnya dapat dimunculkan melalui pola bunyi irama/rima. Hal tersebut juga terdapat pada tembang dolanan.

Fuad Hasan (1998: 27) menyarankan agar diupayakan tembang dolanan sebagai seni tradisional tidak punah dan memberikan daya tarik dengan selalu menyimak dan menem-bangkannya. Tembang dolanan yang pada zaman dulu dinyanyi-kan dan dimainkan pada saat bulan purnama menurut Fuad Ha-san masih cocok dan memiliki daya tarik pada anak-anak apabila diajarkan. Dengan saran tersebut dan nilai- nilai yang terkandung di dalam syair yang ditembangkan pada tembang dolanan maka masih relevan apabila tembang dolanan anak digunakan sebagai media pembelajaran sastra di sekolah dasar (SD).

Tembang dolanan adalah jenis tembang Jawa terbaru yang diciptakan tanpa menggunakan aturan guru gatra (jumlah baris), guru lagu /dhong dhing (vocal terakhir pada setiap baris), dan guru wilangan (jumlah suku kata pada setiap baris). Namun hal itu tidak berarti bahwa puisi-puisi lagu tersebut mengabaikan sama sekali tuntutan keindahan kebahasaan dalam geguritan. Misalnya, jumlah suku kata tiap larik kurang lebih sama dan persajakan akhir juga sama atau hampir sama. Contoh pada tembang “Gambang Suling” empat larik berakhir dengan bunyi /e/. Pada tembang “Menthog-Menthog” yang terdiri dari enam larik bersajak akhir dengan bunyi /i-i/, /e-e/, dan /u-u/.

Tembang dolanan biasa dinyanyikan oleh anak-anak di pedesaan. Tembang ini dinyanyikan bersamaan ketika anak-anak bermain dengan teman-temannya, juga bisa dinyanyikan dengan diiringi gamelan. Melalui tembang dolanan ini anak-anak dikenalkan tentang hewan, tumbuhan, keluarga, lingkungan alam. Seringkali tembang dolanan juga ditembangkan oleh pesinden pada saat ada pertunjukan wayang kulit.

Tembang dolanan ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa dalam tembang dolanan anak-anak adalah bahasa Jawa dalam guritan (puisi) anak-anak Jawa yang ditembangkan atau dilagukan (Nurgiyantoro. 2010: 110). Bahasa Jawa dalam tembang dolanan anak-anak berupa bunyi, rima, irama, diksi, dan gaya bahasa. Bunyi mencakup aliterasi, asonan-si, eufoni, dan kakofoni. Bunyi tersebut dapat menimbulkan kemerduan atau keindahan serta kepuitisan guritan anak-anak yang ditembangkan. Di samping bunyi, bahasa Jawa dalam tembang dolanan anak-anak juga berupa rima yang meliputi rima berangkai, rima berselang, rima berpeluk, rima rata, dan rima bebas. Rima tersebut mampu mendukung kepuitisan guritan. Irama atau alunan nada, tempo, dan dinamik meliputi metrum dan ritme yang sangat mendukung kemerduan tembang.

Diksi mencakup kata-kata denotatif dan konotatif yang saling berkaitan dan mendukung, sehingga dapat membentuk kalimat yang hidup dan komunikatif serta puitis. Pengarang menggunakan gaya bahasa yang berdasarkan struktur kalimat mencakup klimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna mencakup gaya retoris (hiperbol dan paradoks), serta gaya kiasan (simile dan personifikasi). Dengan gaya bahasa tersebut, tembang dapat menjadi lebih hidup dan dinamik.

Lagu dolanan belum jelas periode kemunculannya. Menurut Imam Sutardjo (2006:42-44), walisanga adalah yang sangat berperan dalam mencipta permainan dan lagu-lagu dolanan. Lebih lanjut Imam S. menjelaskan bahwa Sunan Giri dan Sunan Kalijaga adalah paedagog yang berjiwa demokratis dalam mendidik anak-anak. Beliau mendidik dengan cara membuat berbagai macam permainan dan lagu yang bernafaskan agama. Permainan dan lagu dolanan yang pernah beliau cipta antara lain: Jethungan, Jamuran, Pandhang Bulan, Cublak-Cublak Suweng, Ilir-ilir, dsb..

Lagu dolanan dicipta dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dihapalkan oleh anak-anak sehingga akan selalu didendangkan. Walau syairnya mudah dipahami, namun di dalam lagu tersebut tersirat makna/nilai. Begitu juga dengan permainan yang diciptakan adalah bentuk permainan anak-anak yang menenkankan sosialisasi/kebersamaan dan penuh dengan jiwa sportifitas. Di samping bentuk permainan, anak-anak juga diajarkan nyanyian anak-anak yang dapat diperagakan dan bersifat paedagogis.

Jadi walau berwujud tembang dolanan, hal itu tidak berarti bahwa puisi-puisi tersebut tidak mengandung makna. Ada makna yang ditawarkan lewat puisi tembang dolanan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan. Nurgiyantoro mengidentifikasi (2010:110) makna yang terkandung dalam tembang dolanan antara lain: adat-istiadat, budi pekerti, sopan santun, moral, sindiran, kebersihan, leingkungan hidup, kesehatan, dan religius. Namun yang terasa kental pada umumnya tembang dolanan adalah unsure kejenakaan, main-main, humor,dan mengajak yang melagukan dan pendengarnya tertawa.

Lebih lanjut Nurgiyantoro, menjelaskan bahwa lewat syair-syair yang jenaka dan lirik lagunya yang menarik, puisi yang berupa tembang dolanan itu mampu memberikan fungsi rekreatif, hiburan segar, sekaligus terkandung nilai-nilai yang bermanfaat. Tembang dolanan juga sering dinyanyikan oleh ibu untuk menimang-nimang bayi/anaknya. Walau belum paham makna kata per kata, tetapi lewat lirik lagunya mereka dapat menikmatinya. Michell (2003:150) menyebut puisi lama yang sudah mentradisi secara oral sebagai nursery rhymes.

Jadi tembang dolanan merupakan kristalisasi nilai-nilai, masalah apa yang menarik, dan penting yang menjadi tujuan penciptaan tembang dolanan waktu itu.

HASIL PENELITIAN

Metode pembelajaran yang menarik dan mengasyikkan akan membuat siswa antusias dan aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar. Metode pembelajaran yang digunakan memengaruhi minat belajar siswa, pembelajaran yang menyenangkan akan memicu kreatifitas pola pikir siswa dalam memahami suatu konsep.

Kondisi awal hasil belajar mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia sebagai data prasiklus, siswa kelas V masih belum bisa menikmati pembelajaran, dikarenakan guru dalam menyampaikan pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja, serta belum memanfaatkan me-dia pembelajaran. Cara mengajar seperti ini akan menjenuhkan dan membosankan bagi siswa sehingga berpengaruh pada hasil belajarnya. Pengamatan awal dapat diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Kelas V (Prasiklus)

NO

Aspek Pengamatan

Jumlah Skor

1

Pemahaman

35

2

Pelafalan

40

3

Intonasi

39

4

Gesture

42

5

Kelancaran

45

6

Percaya diri

42

Kondisi awal ini belum menggunakan tembang dolanan, siswa hanya diminta membaca dialog yang ada di dalam buku. Para siswa diberi kesempatan untuk berlatih bersama dengan kelompoknya, kemudian memeragakan peran di depan kelas. Hasilnya seperti tersebut di table di atas. Kemampuan siswa kurang maksimal.

Pada siklus I pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada ketrampilan bercerita sebagai bagian aspek berbicara diajarkan dengan tembang dolanan sebagai media untuk merangsang anak mengeluarkan potensi berceritanya. Hasil belajar siswa setelah tindakan siklus I disajikan pada table di bawah ini.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Kelas V (Siklus I)

NO

Aspek Pengamatan

Jumlah Skor

1

Pemahaman

42

2

Pelafalan

49

3

Intonasi

45

4

Gesture

48

5

Kelancaran

53

6

Percaya diri

58

Berdasarkan hasil tindakan siklus I ini, siswa sebanyak 22 orang mengikuti pembelajaran dengan lebih antusias. Hasil peng-amatan kemampuan berbicaranyapun mengalami peningkatan dibandingkan dengan prasiklus.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Kelas V Prasiklus dan Siklus I

No

Aspek

Nilai

Peningkatan

Prasiklus

Siklus I

1

Pemahaman

35

42

7

2

Pelafalan

40

49

9

3

Intonasi

39

45

6

4

Gesture

42

48

6

5

Kelancaran

45

53

8

6

Percaya diri

42

58

16

 

Hasil pembelajaran siklus II lebih meningkat, sebab perbaikan pembelajaran lebih maksimal, kelemahan-kelemahan yang teramati di siklus I dapat diperbaiki dengan baik. Hal yang diperbaiki antara lain pada kerjasama kelompok dalam membuat dialog, tampak bahwa setiap siswa berperan, pemilihan kostum untuk mendukung penampilan, juga aspek asper-aspek yang diamati oleh siswa dilatih secara maksimal, sehingga aspek percaya diri menjadi sangat menonjol yang memengaruhi performa ketika tampil di depan kelas. Hasil pengamatan siklus II sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Kelas V (Siklus II)

NO

Aspek Pengamatan

Jumlah Skor

1

Pemahaman

60

2

Pelafalan

79

3

Intonasi

75

4

Gesture

68

5

Kelancaran

70

6

Percaya diri

75

Pada siklus II guru telah menunjukkan peningkatan dalam mengelola kelas. Guru dapat berinteraksi dengan siswa sehingga mampu memberikan motivasi untuk menumbuhkan partisipasi siswa dalam pembelajaran dengan baik. Guru juga sudah mampu mengatur waktu pembelajaran dengan baik sehingga proses belajar-mengajar berjalan dengan efektif.

Hasil pembelajaran melalui penerapan tembang dolanan sebagai perangsang berbicara siswa kelas V SD terbukti baik. Halini dapat ditunjukkan oleh hasil pengamatan yang diperoleh.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Kelas V (Siklus II)

NO

Aspek Pengamatan

Jumlah Skor

Prasiklus

Siklus I

Siklus II

1

Pemahaman

35

42

60

2

Pelafalan

40

49

79

3

Intonasi

39

45

75

4

Gesture

42

48

68

5

Kelancaran

45

53

70

6

Percaya diri

42

58

75

Tampak jelas bahwa peningkatan kemampuan berbicara siswa terjadi antar siklus. Aspek pemahaman teks dan peran yang dijalani, pelafalan huruf, intonasi dialog, gerak tubuh dan wajah serta raut muka, kelancaran dialog, dan aspek percaya diri meningkat secara menggembirakan. Yang menyenangkan bagi guru adalah siswa tampak bergembira melaksanakan pembela-jaran, kerjasama antarindividu di dalam kelompok tampak dinamikanya yaitu menyumbang dan menerima saran teman, antusiasme, dan kebermaknaan pembelajaran bagi siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahawa, setelah mengikuti pembela-jaran dengan penerapan tembang dolanan sebagai perangsang untuk mengeluarkan potensi kemampuan berbicaranya, siswa kelas V SD Kutowinangun 9 Kota Salatiga, aspek-aspek kemampuan berbicra yang diamati mengalami peningkatan.

DAFTAR PUSTAKA

Avison, W,. & Kunkel, J. (1987). Socialization dalam Teevan (Ed.),Basic Sociology (pp. 51). Scarborough: Prentice-Hall, Inc.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2007. PetunjukTeknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model; Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

—————–, 2007. Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas

Bancroft, W. J. (2005). Suggestopedia and Language Acquisition: Variations on a Theme. Amsterdam: Gordon and Breach Publishers

Bangun Karakter Anak Lewat Pembelajaran Sastra. Kompas. Senin, 12 September

Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:BPPE.

—————-, 2010. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Depdiknas. 2003. Standar Penilaian Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

————–, 2004a. Kurikulum 2004. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

—————, 2004b. Kurikulum 2004. Naskah Akademik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

—————, 2004c. Pedoman Umum Pemilihan dan Pemanfaatan Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikdasmenum.

Dwijawiyata. 2001. Tembang Dolanan (Titilaras solmisasi) Kanggo Siswa SD. Yogyakarta. Kanisius.

Heru Subrata. http://mbahbrata-edu.blogspot.com/2010/07/kasusastran-jawa_2208.html diundhuh, Selasa, 18 Oktober 2011

Imam Sutardjo. 2006. Mutiara Budaya Jawa. Surakarta: Jur. Sastra Daerah-Fak. Sastra dan Seni Rupa, UNS.

Jakob Sumardjo dan Saini, K.M. 1991. Apresiasi Kesusatraan. Jakarta: Gramedia.

Herman J. Waluyo. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

————-, 1994. Pengkajian Cerita Fiksi. Solo: Universitas Sebelas Maret Press.

————-. 2008. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga: Widya Sari Press.