UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN

MENULIS CERITA PENDEK

MELALUI PENGGUNAAN TEKNIK PETA KONSEP

UNTUK SISWA KELAS IX C SMP N 2 SIDOHARJO, SRAGEN

Martini

SMP Negeri 2 Sidoharjo, Sragen

ABSTRAK

Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk meningkatkan: 1) kualitas proses pembelajaran nenulis cerita pendek melalui penggunaan teknik peta konsep, dan 2) kualitas hasil pembelajaran menulis cerita pendek melalui penggunaan teknik peta konsep. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan di SMP Negeri 2 Sidoharjo, Sragen, dengan subjek siswa kelas IX C. Jumlah siswanya adalah 32 siswa. Sumber data yang digunakan yaitu siswa, guru, tempat dan peristiwa, serta dokumen. Proses penelitian dilaksanakan dalam dua siklus yang meliputi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, serta tahap analisis dan refleksi. Analisis data yang digunakan dengan deskriptif komparatif dan analisis kritis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat peningkatan kualitas pembelajaran baik proses maupun hasil menulis cerita pendek melalui penggunaan teknik peta konsep bagi siswa kelas IX C SMP N 2 Sidoharjo. Peningkatan kualitas proses pembelajaran tersebut, antara lain dengan meningkatnya: jumlah siswa yang berani bertanya apabila belum memahami materi; jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan apersepsi maupun dalam kegiatan pembelajaran; jumlah siswa tertarik dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran menulis cerita pendek; dan jumlah siswa yang sudah mampu bekerja sama dengan kelompoknya dalam berdiskusi. Sedangkan peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan, yaitu pada siklus I adalah 24 siswa dari 32 siswa (75%) dan meningkat lagi pada siklus II, yaitu 30 siswa (93,8%).

Kata Kunci: Keterampilan Menulis, Cerita Pendek, Peta Konsep


PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia dengan unsur-unsur hakiki yang seimbang. Unsur-unsur tersebut meliputi cipta, rasa, dan karsa. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk membentuk manusia dengan pemikiran yang cemer-lang, tetapi juga manusia yang bermoral dan memiliki sifat serta kepribadian yang baik. Namun, yang terjadi saat ini justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Adanya krisis multidimensional yang berakar dari krisis moral merupakan bukti nyata belum tercapainya tujuan pendidikan tersebut.

Di samping itu, rendahnya kete-rampilan menulis pada siswa juga disebabkan oleh miskinnya kosa kata yang dimiliki, sehingga kemampuan mereka dalam menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan maupaun lisan meng-alami kesulitan karena tidak menemukan kata yang tepat. Miskinnya kosa kata ini, disebabkan oleh rendahnya minat baca siswa. Semakin banyak membaca, semakin banyak pula kosa kata yang dikuasai. Semakin banyak kosa kata yang dimiliki, semakin mudah seseorang mengungkap-kan pikiran, perasaan, ataupun gagasan.

Rendahnya kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas IX C SMP Negeri 2 Sidoharjo, juga disebabkan antara lain oleh faktor guru. Guru masih menggunakan metode mengajar yang konvensional. Guru hanya memberikan berbagai teori tentang cerita pendek, serta cara penulisannya dengan aplikasi yang sangat terbatas. Akibatnya, pembelajaran menulis cerita pendek menjadi membosan-kan, sehingga kreativitas siswa menulis cerita pendek tidak berkembang sesuai dengan harapan.

Pembelajaran menulis cerita pen-dek yang berorientasi pada teori tanpa aplikasi menjadikan siswa merasa jenuh, bahkan takut, sehingga pembelajaran me-nulis seolah menjadi momok bagi mereka. Jangankan untuk menulis cerita pendek, untuk memahami unsur instrinsiknya saja siswa masih mengalami kesulitan. Oleh karena itu, guru lebih banyak memberikan teori tentang unsur instrisik cerita pendek, dan belum berani menugasi siswa untuk menulis cerita pendek. Guru berasumsi bahwa pemahaman siswa terhadap unsur instrinsik itulah hal yang paling penting untuk disampaikan dalam pembelajaran menulis cerita pendek.

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk meningkatkan keterampil-an menulis cerita pendek bagi siswa kelas IX C SMP Negeri 2 Sidoharjo Sragen melalui penggunaan teknik peta konsep (Concept Mapping). Penggunaan teknik peta konsep (concept mapping) dalam pembelajaran menulis cerita pendek ini, diharapkan mampu meningkatkan keteram-pilan menulis cerita pendek siswa, sehing-ga ketuntasan akan tercapai.

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masa-lah tersebut di atas, rumusan masalah sebagai berikut:

1.   Apakah teknik peta konsep (concept mapping) dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis cerita pendek bagi siswa kelas IX C SMP Negeri 2 Sidoharjo pada semester gasal tahun pelajaran 2013 / 2014?

2. Apakah teknik peta konsep (concept mapping) dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran menulis cerita pendek bagi siswa kelas IX C SMP Negeri 2 Sidoharjo pada semester gasal tahun pelajaran 2013/2014?

KAJIAN TEORI

Ketrampilan Menulis

a. Hakikat menulis

Menulis adalah sebuah keterampil-an berbahasa yang terpadu, yang ditujukan untuk menghasilkan sesuatu yang disebut tulisan. Oleh sebab itu menulis lebih dipahami sebagai keterampilan, dan bukan sebagai ilmu. Sebagai keterampilan, menulis membutuhkan latihan (Andreas Kosasih, dkk. 2013: 13). Sekurangkurangnya ada tiga komponen yang tergabung dalam perbuatan menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, meliputi kosakata, struktur, kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya, (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis, dan (3) penguasaan tentang jenisjenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehing-ga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esei, artikel, cerita pen-dek, makalah, dan sebagainya. Sementara untuk menjadi penulis yang baik menurut Andreas Kosasih (2013: 17), seseorang perlu dibekali beberapa hal, yaitu (1) sikap kritis, (2) objektivitas, (3) intelektualitas, (4) kemampuan analisis, (5) rajin membaca, mendengar, dan menonton, (6) paham gaya (style), dan (7) paham tujuan, serta (8) berjiwa holistik dan universal.

Kata menulis dipandang sepadan dengan mengarang. Menurut “The Liang Gie” adalah keseluruhan rangkaian kegiat-an seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Dengan demikian karangan merupakan hasil per-wujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Hasil menulis atau menga-rang berupa tulisan atau karangan yang bersifat informatif, deskriptif, naratif, eksplanasi, argumentasi, dan persuasi.

John Chaffee (2008:26) menyebut-kan bahwa mengarang, menulis, atau berkomposisi adalah menggunakan pemi-kiran dan bahasa untuk mengorganisasi pengalaman dalam hubungan-hubungan yang bermakna yang mencakup (a) pembangkitan ide-ide, (b) pembatasan ide utama, (c) mengorganisasi ide, dan (d) revisi ide.

b. Pembelajaran Menulis

Menurut Trianto dalam Kusworo-sari (2002:2), tulisan kreatif merupakan tulisan yang bersifat apresiatif dan ekspresif. Apresiatif maksudnya melalui melalui kegiatan menulis kreatif orang dapat mengenali, menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatif karya orang lain dengan caranya sendiri dan memanfaatkan berbagai hal tersebut ke dalam kehidupan nyata.

Ekspresif dalam arti bahwa kita dimungkinkan mengekpresikan atau meng-ungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai hal yang menggelora dalam diri kita untuk dikomunikasikan kepada orang lain, melalui tulisan kreatif sebagai sesuatu yang bermakna. Salah satu teks yang bersifat kreatif adalah teks cerita pendek.

c. Manfaat Menulis

Menulis sangat penting dan besar manfaatnya bagi kehidupan. Graves dalam Sabarti Akhadiah, dkk. (2001: 14) me-nyampaikan manfaat menulis sebagai berikut:

1) Menyumbang kecerdasan.

Menulis adalah suatu aktivitas yang kompleks. Kekomplekan itu terletak pada tuntutan kemampuan mengharmonikan berbagai aspek, seperti pengetahuan tentang topik yang akan ditulis, penuangan ke dalam racikan bahasa yang jernih dan disesuaikan dengan corak wacana dan kemampuan pembacanya, serta penyajian yang harus sejalan dengan konvensi penulisan.

2). Mengembangkan daya inisiatif dan kreativitas.

Dalam menulis, seseorang mesti menyiapkan dan menyuplai sendiri segala sesuatunya. Apa yang dituliskan harus ditata dengan runtut, jelas, dan menarik agar tulisannya enak dibaca.

3). Menumbuhkan keberanian.

Seorang penulis harus berani me-nampilkan jati dirinya, termasuk pemikiran, perasaan, dan gayanya, serta menawar-kannya kepada publik.

4). Mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.

Seseorang terdorong atau terpacu untuk mencari, mengumpulkan, dan me-nyerap inrformasi yang diperlukan karena mempunyai ide, gagasan, pendapat, atau sesuatu hal yang menurutnya perlu disampaikan dan diketahui orang lain.

d. Langkah-Langkah Menulis

Ada tiga proses utama atau tahap dalam menulis, yakni:

1. Tahap Pramenulis.

Sebelum menulis perlu diperhati-kan apa tujuan tulisan itu. Misalnya, jika tulisan itu berupa sebuah laporan, maka tulisan itu harus jelas, terinci, dan hatihati. Tujuan penulisan sangat mempengaruhi pemilihan dan pengorganisasian kata dan ragam bahasa.

2.   Menulis dan Menulis Kembali.

Pada saat menulis, yang dilakukan pertama kali adalah membuat draf. Pembuatan draf sering terhenti dan diganti dengan gagasangagasan yang baru. Ada proses perencanaan, perbaikan, dan penyusunan ulang.

3.   Penyuntingan.

Pada tahap penyuntingan, perlu dibaca secara keseluruhan dan perlu diaplikasikan pada seorang pembaca agar dapat dikontrol apakah tulisan itu dapat dipahami orang lain atau tidak.

Sejalan dengan pendapat di atas, Sabarti Akhadiah, dkk (2001: 20) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu proses atau serangkaian aktivitas yang melibatkan beberapa fase, yaitu fase prapenulisan (persiapan), penulisan (pe-ngembangan isi karangan), dan pascape-nulisan yaitu telaah dan revisi atau pe-nyempurnaan tulisan.

Hakikat Cerita Pendek

a. Pengertian Cerita Pendek

Cerita pendek atau sering disingkat cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya- karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik- teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa, dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang.

Ceritanya bisa dalam berbagai jenis, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/-Cerita pendek. Disyaratkan oleh H.B Yassin bahwa cerita pendek haruslah memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian (Korrie Layun Rampan, 2005:10)

b. Asal – usul Cerita Pendek

Cerita pendek berasal mula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah –kisah terkenal seperti “Iliad” dan “Odyssey” karya Homer. Kisah – kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama, dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian – bagian singkat dari kisah – kisah ini dipusatkan pada naratif naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.

c. Kiat Menulis Cerita Pendek

Menulis cerpen dapat dikatakan menulis “dongeng” pendek. Artinya, dongeng yang dekat dengan kehidupan nyata dan fantasi pembaca, angan – angan, bahkan mungkin juga impuls atau desakan hati pembaca. Akan tetapi, cerpen juga dituntut mempunyai jiwa yang membuat cerpen itu mempunyai daya pikat.( Harris Effendi Thahar,2008:17)

Hakikat Pembelajaran Menulis

a. Pengertian Belajar

Ada asumsi bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi dari pembelajaran. Ada pula yang beranggapan bahwa belajar adalah latihan belaka seperti yang nampak dalam latihan membaca atau menulis dan latihan-latihan lainnya (Andreas Kosasih, 2013: 1). Lebih lanjut, Winkel (2005:36) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, pemaham-an, keterampilan, dan nilai sikap.

b. Pembelajaran Keterampilan Menu-lis Cerita Pendek

Menulis cerita pendek merupakan salah materi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas IX SMP. Sebagai salah satu materi pembelajaran, menulis cerita pendek perlu disampaikan dengan metode yang tepat, sehingga mencapai standar kompetensi yang diharapkan, yaitu siswa terampil menulis cerita pendek bertolak dari peristwa yang pernah dialami.

c. Penilaian Kemampuan Menulis Ce-rita Pendek

Menulis merupakan bentuk ke-mampuan berbahasa paling akhir yang dikuasai oleh pelajar setelah kemampuan menyimak berbicara dan membaca. Aktivitas menulis merupakan keterampilan yang paling sulit bila dibandingkan dengan tiga kemampuan yang lain. Kegiatan menulis sebagai kegiatan berbahasa aktif produktif sangat berpotensi untuk dijadikan tes yang bersifat pragmatik.

Implikasinya, tes menulis hendak-nya bukan sematamata tugas untuk memilih dan menghasilkan bahasa saja, melainkan bagaimana mengungkapkan gagasan, pikiran maupun perasaan dengan mempergunakan bahasa tulis secara tepat. Ketepatan dalam penulisan cerita pendek berarti pengungkapan gagasan dalam bentuk tulisan fiktif naratif dengan memperhatikan unsureunsurnya. Dengan demikian, gagasan dan bahasa merupakan dua masalah pokok yang harus diperhatikan dalam menulis cerita pendek.

Seperti halnya tes kemampuan berbahasa yang lain, Burhan Nurgiyantoro (2002:282) mengemukakan enam tingkat-an tes kemampuan menulis, yaitu:

1). Tes kemampuan menulis cerita pendek tingkat ingatan.

Tes kemampuan tingkat ingatan ini lebih bersifat teoritis. Tes yang diberikan lebih berhubungan dengan teori menulis cerita pendek, serta pengetahuan seputar menulis cerita pendek.

2). Tes kemampuan menulis cerita pendek tingkat pemahaman.

Tes menulis tingkat yang kedua ini masih bersifat teoritis, tetapi lebih dari sekadar mengingat teori. Tes ini menuntut pemahaman siswa terhadap seperangkat teori. Berikut adalah contoh tes kemampuan menulis tingkat pemahaman: “Jelaskan apa yang dimaksud dengan konflik dalam penulisan cerita pendek!”

3). Tes kemampuan menulis cerita pendek tingkat penerapan.

Tes kemampuan menulis tingkat ini telah menuntut siswa untuk benar – benar produktif dalam artian menghasilkan atau menulis cerita pendek. Berikut adalah contoh tes kemampuan menulis cerita pendek tingkat penerapan:”Tulislah sebuah cerita pendek berdasarkan salah satu tema berikut ini! (lingkungan, kepahlawanan, persahabatan).”

4). Tes kemampuan menulis cerita pendek tingkat analisis, sintesis, dan evaluasi

Tes kemampuan menulis ketiga tingkat ini juga menghendaki siswa untuk menghasilkan tulisan berupa cerita pendek dengan penekanan yang berbeda.

Hakikat Peta Konsep

a.   Pengertian Peta Konsep

Djamarah dan Zain dalam Trianto (2011:158) menyebutkan bahwa konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahir-an diskriminasi dan proses kognitif funda-mental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya. Adapun yang dimaksud peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengidentifikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama.

b.     Cara Membuat Peta Konsep

Pembuatan peta konsep dilakukan dengan membuat suatu sajian visual atau suatu diagram tentang bagaimana ide-ide penting atau suatu topik tertentu dihu-bungkan satu sama lain. Untuk membuat suatu peta konsep, siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu pola logis.

c.     Macam-macam Peta konsep

Menurut Nur (2000), peta konsep ada empat macam, yaitu pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain) , peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dengan menggunakan beberapa teknik triangulasi, yaitu triangulasi sumber data, triangulasi metode, serta triangulasi waktu. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Data berupa dokumen divalidasi dengan tindakan observasi dan wawanca-ra. Triangulasi sumber data memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda untuk menggali data sejenis. Adapun triangulasi waktu dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda

PEMBAHASAN MASALAH

Deskripsi siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan dengan baik. Siswa belum aktif mengikuti kegiatankegiatan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Siswa kurang mampu mengembang-kan kemampuan yang dimiliki untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Berdasarkan hasil tes diketahui sejumlah 8 siswa mendapat nilai kurang dari 70. Sebanyak 24 siswa mendapat nilai 70 atau lebih. Nilai ratarata kelas 73.1. Ketuntasan klasikal 75 %. Walau nilai ratarata telah mencapai 73,1, tetapi ketuntasan secara klasikal belum tercapai. Kekurang-aktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berakibat pada hasil belajar yang kurang optimal.

Pada siklus II, siswa telah meng-ikuti pembelajaran secara aktif. Siswa telah bersemangat dan antusias mengikuti pembelajaran karena mereka telah memahami unsurunsur instrinsik cerpen dan dapat menyusun peta konsepnya dengan sistematis dan lengkap. Dampak positif dari meningkatnya partisipasi dalam pembelajaran adalah meningkatnya penguasaan keterampilan menulis pada sis-wa.

Dilihat dari kualitas pembelajaran, pada siklus II mengalami kenaikan yang signifikan. Siswa lebih aktif dalam berdiskusi dan bersungguhsungguh dalam mengerjakan tugas, yaitu menulis cerita pendek. Hasil penilaian menunjukkan bahwa 30 siswa mendapat nilai 75 atau lebih. Ketuntasan klasikal sebesar 93,8 %, sedangkan ratarata kelas sebesar 77,50.

Data hasil tes keterampilan menulis cerpen tiap siklus.

No

Aspek Pencapaian Hasil Belajar

Siklus I

Siklus II

1.

Rata – rata kelas

73.10

77.50

2.

Ketuntasan klasikal

75 %

93.80 %

Dengan diterapkannya pendekatan peta konsep, peranan siswa dalam pembelajaran menulis cerpen lebih diberdayakan. Beberapa hal yang menda-pat perhatian khusus dalam proses pembelajaran melalui pendekatan peta konsep dapat berlangsung secara optimal. Melalui pendekatan peta konsep, akan terjalin suasana belajar yang mengutama-kan kerja sama, saling menunjang, menye-nangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terinte-grasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis, guru kreatif. Siswa dapat mengkons-truksikan sendiri pengetahuannya, mene-mukan sendiri konsep-konsep materi yang sedang dihadapi.

SIMPULAN

Kegiatan penelitian yang telah dilakukan dalam upaya untuk mengetahui bagaimanakah peningkatan kemampuan keterampilan peserta didik dalam menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa nyata bagi peserta didik kelas IX C semester 1 tahun pelajaran 2013/2014 di SMP Negeri 2 Sidoharjo dengan menerapkan metode peta konsep adalah bahwa dengan adanya metode peta konsep peserta didik lebih dapat terampil dalam dalam menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang dialami.

HASIL PENELITIAN

Secara empirik, dalam penelitian ini terbukti ada peningkatan keterampilan menulis pada siswa setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan teknik peta konsep. Dengan demikian, teknik peta konsep efektif digunakan pada pembelajar-an menulis. Implikasinya, dalam upaya meningkatkan keterampilan menulis pada siswa teknik ini dapat diterapkan.

Penerapan Teknik Peta konsep dapat digunakan untuk meningkatkan minat belajar menulis siswa. Pendekatan Teknik Peta konsep pembelajaran yang mengutamakan kerja sama, saling menun-jang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sum-ber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis, guru kreatif.

Siswa dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya, menemukan sen-diri konsep-konsep materi yang sedang dihadapi. Siswa yang biasanya pasif menerima pelajaran menurut perintah atau petunjuk guru, berubah menjadi siswa yang aktif menentukan sendiri bagaimana teknik-teknik dan langkah-langkah menulis tanpa banyak diintervasi oleh guru, yaitu siswa beraktivitas bersama kelompoknya guna mendapatkan bahan atau gagasan untuk menulis. Dengan demikian, siswa lebih banyak praktik dan berlatih menulis, tidak hanya sekedar teori.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti. 2002. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Depdikbud. Depdiknas.

Andreas Kosasih. 2013. Optimalisasi Belajar dan Pembelajaran. Salatiga: Widya Sari Press.

Andreas Kosasih, Haris Mudjiman, St. Y Slamet, dan Budhi Setiawan. 2013. Panduan Pembelajaran Menulis Berbasis Motivasi ARCES untuk Siswa SMA. Salatiga: Widya Sari Press.

Burhan Nurgiyantoro. 2002. Tes Kemampuan Berbahasa. Jakarta: Depdikbud. Depdiknas.

Djamarah dan Zain. 2011. Peta Konsep. Surakarta: UNS Press.

Harris Effendi Thahar. 2008. Cerpen Daya Pikat. Jakarta: Bumi Aksara.

John Chaffee. 2008. Mengarang, Menulis, Atau Berkomposisi . Jakarta: Grasindo.

Martin. 1994. Peta Konsep Ilustrasi Grafis Konkret. Jakarta: Grasindo.

Nur. 2000. Peta Konsep Pohon Jaringan (network tree), dalam Bulletin Pusat Perbukuan.

Trianto. 2002. Tulisan Bersifat Apresiatif Dan Ekspresif . Dalam Jurnal Pendidikan Vol II No. 1 Juni 2005. Madiun: IKIP PGRI.

 

Winkel, WS. 2001. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.