Meningkatkan Perilaku Proposal Anak Usia 10-12 Tahun
MENINGKATKAN PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA 10-12 TAHUN MELALUI TERAPI BERMAIN DI PPA AGAPE IO-847 SALATIGA
(INCREASING PROSOCIAL BEHAVIOR OF 10-12 YEARS CHILD THROUGH PLAY THERAPY
AT PPA AGAPE IO-847 – SALATIGA, CENTRAL JAVA)
Adhi Krisna Maria Agustin, Sumardjono Padmomartono and Yustinus Windrawanto
Guidance and Counseling Department, Faculty of Teachers Training and Education
Satya Wacana Christian University
ABSTRACT
The aim of this study is to increase prosocial behavior through play therapy for children age group 10-12 years at the Child Development Center Agape IO-847 Salatiga, Central Java. This research is a quasi-experimental design. Subjects in this study were 12 children who were categorized as low and very low prosocial behavior. Of these 12 children were divided into two groups: the experimental group consisted of 6 children and the other 6 children were assigned as the control group. The instrument used to measure the children prosocial behavior was compiled by the authors based on the theory of Eisenberg and Mussen (1989), consisting of 30 items. The validity of the Prosocial Behavior Scale showed all of the 30 items were valid with the lowest validity coefficient was 0.230 and the highest validity coefficient was 0,782, whereas the Alpha Cronbach reliability of the instrument was α = 0.903. In this study, the experimental group was given treatment with play therapy for 9 sessions. The analysis technique used was Mann Whitney Test through SPSS for Window Release 16.0. The results of the difference between the means of the pretest scores (6.00) with the means of the posttest scores (9.30) of the experimental groups obtained Asymp. Sig. 2-tailed 0.004 < 0.01. It means that there was significant difference between the means of the pretest scores of the prosocial behavior (6.00) with the means of the post test scores (9.30) of the experimental group. Thus, play therapy techniques have improved significantly the prosocial behavior scores of the children age group 10-12 years at the Child Development Center Agape IO-847 Salatiga, Central Java.
Keywords: Play Therapy, prosocial behavior, Child Development Center Agape IO-847 Salatiga
LATAR BELAKANG PENELITIAN
Perkembangan individu berlang-sung sejak lahir sampai akhir hayat yang dapat dilihat melalui fase-fase perkem-bangannya. Fase perkembangan individu terdiri dari masa usia pra sekolah, masa usia sekolah dasar, masa usia sekolah menengah dan masa usia mahasiswa (Yusuf, 2011). Perluasan hubungan dengan masyarakat dan pembentukan ikatan baru dengan teman sebaya dimulai pada perkembangan masa usia sekolah dasar. Usia sekolah dasar dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas rendah antara usia 6 – 10 tahun dan kelas tinggi antara usia 10 – 13 tahun. Pada masa ini anak mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tanpa didampingi orang tua. Anak mulai bersosialisasi dan belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Menurut Hurlock (1991) proses sosialisasi anak mencakup tiga proses, yaitu belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, anak memainkan peran sosial yang dapat diterima dan anak mengembangkan sikap sosial.
Tugas perkembangan pada masa anak sekolah berdasarkan pandangan Havighurst (Hurlock, 1991), yaitu: 1) Belajar kecakapan fisik yang diperlukan untuk permainan anak-anak. 2) Membangun sikap menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai organisme yang bertumbuh. 3) Belajar bergaul dengan teman sebaya. 4) Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. 5) Mengembangkan kecakapan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. 6) Mengembangkan konsep yang diperlukan untuk hidup sehari-hari. 7) Mencapai kemandirian pribadi. 8) Mengem-bangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.
Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dinyatakan dalam sikap menghargai orang lain, mengem-bangkan sikap tolong–menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerja sama dengan orang lain dan toleransi terhadap orang lain (Yusuf, 2011). Untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya, anak membutuh-kan keterampilan sosial yang penting yaitu perilaku prososial. Batson (dalam Taylor, 2009) menyebutkan bahwa perilaku proso-sial mencakup setiap tindakan yang mem-bantu atau dirancang untuk membantu orang lain terlepas dari motif si penolong. Perilaku prososial anak usia sekolah dasar ditunjukkan dengan membantu teman sebaya, bergabung dalam kelompok, menghormati orang lain dan mendukung sesama teman.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Pusat Pengembangan Anak AGAPE IO-847 Salatiga pada anak-anak usia yang ke 10 – 12 tahun melalui skala perilaku prososial anak berdasarkan teori dari Eisenberg dan Mussen (Dayakisni dan Hudaniah, 2006), menunjukkan bahwa lebih dari 50% anak PPA Agape IO-847 kelompok usia 10 – 12 tahun berada pada kategori rendah dan sangat rendah perilaku prososialnya. Berikut hasil pra penelitian perilaku prososial anak kelompok usia 10 – 12 tahun di PPA Agape IO-847 Salatiga.
Tabel 1. Hasil Pra Penelitian Perilaku Prososial Anak Kelompok Usia
10 – 12 tahun PPA Agape IO-847 Salatiga
Interval |
Kriteria |
Jumlah Siswa |
Presentase |
79 – 88 |
Sangat Tinggi |
8 |
36,4% |
70 – 78 |
Tinggi |
2 |
9,1% |
61 – 69 |
Rendah |
8 |
36,4% |
52 – 60 |
Sangat Rendah |
4 |
18,1% |
Total |
22 |
100,0% |
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti kepada anak maupun kepada staf mentor dan koordinator PPA, dideskripsikan perilaku prososial anak yang rendah ditunjukkan dengan perilaku anak yang tidak menghormati mentor, seenaknya sendiri, mengejek teman, memukul teman, mengucapkan kata-kata yang tidak sopan, tidak peduli terhadap teman yang lain, membentak orang lain, dan perilaku-perilaku lainnya yang cenderung tidak dapat diterima secara sosial. Fenomena ini menunjukkan bahwa anak PPA Agape IO-847 kelompok usia 10 – 12 tahun perlu dibantu meningkatkan perilaku prososial-nya agar mencapai perkembangan sosial yang lebih baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
Meningkatkan perilaku prososial pada anak dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan terapi bermain. Dunia anak tidak dapat lepas dari permainan, sehingga dengan bermain anak bisa mengembang-kan kemampuan yang ada dalam dirinya. Terapi bermain merupakan suatu teknik konseling yang diberikan orang dewasa kepada anak-anak dengan didasari oleh konsep bermain sebagai suatu cara komunikasi anak-anak dengan orang dewasa untuk mengungkapkan ekspresinya yang alami. Orang dewasa menggunakan pendekatan ini untuk mengintervensi atau mengajak dialog dengan anak sehingga tercipta perasaan yang lebih baik dan mengembangkan kemampuan untuk mengatasi masalah (Mashar, 2010).
Penelitian yang dilakukan Anindya Putri Rahimsyah (2013) mengenai Program Hipotetik Bimbingan Pribadi Sosial melalui Teknik Role Playing untuk mengembang-kan perilaku Prososial Peserta didik SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung, menghasilkan temuan sebagai berikut: Gambaran umum perilaku prososial peserta didik kelas atas SD Laboratorium UPI Bandung berada pada kategori sedang, artinya peserta didik sudah cukup mampu menunjukkan perilaku prososial seperti empati, murah hati, kerjasama dan kasih sayang, peduli pada orang yang kesusahan dan menunjukkan rasa senang kepada seseorang yang mendapat kebahagiaan, berbagi sesuatu dengan orang lain, memberi sesuatu kepada orang lain, bergiliran tanpa “rewel”, memenuhi permintaan tanpa “rewel”, membantu orang lain mengerjakan tugas, dan membantu orang lain yang membutuhkan.
Penelitian lain yang dilakukan Wildaniah (2013) mengenai Program Bimbingan untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak Usia Dini menunjukkan hasil dari 5 subjek yang diteliti ditemukan 3 subjek memiliki perilaku prososial yang baik dan konsisten, 1 subjek belum mampu berperilaku empati dengan optimal dan 1 subjek belum mampu berperilaku empati, murah hati dan peduli dengan baik dan konsisten.
Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti, apakah teknik terapi bermain dapat meningkatkan perilaku prososial pada anak kelompok usia 10 – 12 di PPA Agape IO-847.
KAJIAN TEORI
Perilaku prososial mencakup setiap tindakan yang membantu atau dirancang untuk membantu orang lain, terlepas dari motif si penolong (Batson, dalam Taylor, 2009). Perilaku prososial bisa dimulai dari tindakan altruisme tanpa pamrih sampai tindakan yang dimotivasi oleh pamrih atau kepentingan pribadi. Perilaku prososial dipengaruhi oleh tipe relasi antar orang, entah itu karena suka, merasa berkewa-jiban, memiliki pamrih, atau empati (Taylor, 2009).
William (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2006) membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Mengembangkan perilaku pro-sosial pada anak sangat penting untuk mencapai tugas perkembangannya. Seba-gai anak-anak yang nantinya akan bertum-buh dewasa, perilaku prososial menjadi lebih penting dalam pengaruh sosial, sedangkan perilaku antisosial kurang ditoleransi oleh kelompok teman sebaya (Hawley, dalam Wardle dan Warden, 2011).
Ketiadaaan perilaku prososial akan menghasilkan penolakan dari teman sebaya dan sering menimbulkan interaksi sosial yang negatif pada masa remajanya (Patterson dan Skinner, dalam Wardle, Hunter dan Warden, 2011). Di lain pihak, Eisenberg dan Mussen (1989) mengatakan bahwa perilaku prososial adalah tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk mem-bantu atau menguntungkan kelompok indi-vidu atau individu lain. Perilaku prososial didefinisikan dalam hal bagaimana konsekuaensi tindakan anak pada orang lain. Anak melakukannya secara sukarela dan tanpa paksaan. Anak yang telah dikembangkan kapasitasnya untuk menge-tahui apa yang “benar” belum tentu akan terlibat dalam perilaku prososial. Karena perilaku prososial membutuhkan keteram-pilan dan motivasi untuk dapat melakukan-nya.
Eisenberg dan Mussen (Dayakisni dan Hudaniah, 2006) menyatakan bahwa perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan:
1) Berbagi (sharing), yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka.
2) Kerjasama (cooperative), yaitu kese-diaan kerjasama dengan orang lain demi tercapainya tujuan kooperatif dan saling menguntungkan, saling membe-ri, saling menolong, dan menenangkan.
3) Menyumbang (donating), yaitu kese-diaan untuk memberikan secara suka-rela sebagian barang miliknya kepada orang yang membutuhkan.
4) Menolong (helping), yaitu kesediaan menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan, meliputi membantu orang lain atau menawarkan sesuatu yang menunjang berlangsungnya kegi-atan orang lain.
5) Kejujuran (honesty), yaitu kesediaan untuk berkata jujur dan tidak berbuat curang pada orang lain.
6) Kedermawanan (generosity), yaitu kesediaan memberi secara sukarela untuk orang yang membutuhkan.
Dapat disimpulkan perilaku proso-sial merupakan tindakan berbagi, kerjasa-ma, menyumbang, menolong, kejujuran dan kedermawanan dengan mempertim-bangan dan menghargai hak orang lain sehingga dapat meningkatkan kesejahtera-an orang yang mendapatkan pertolongan.
Terapi Bermain
Sebagian besar interaksi dengan teman sebaya di masa anak-anak melibat-kan permainan. Karena itu, kebanyakan hubungan sosial dengan teman sebaya dalam masa ini terjadi dalam permainan. Permainan bukan hanya terkait dengan alat permainan, teman bermain, tempat bermain, dan lingkungan. Permainan memiliki beberapa arti yang didefinisikan oleh tokoh-tokoh psikologi.
Menurut Hughes (1999), seorang ahli perkembangan anak mengatakan bahwa bermain merupakan hal yang ber-beda dengan belajar dan bekerja. Hurlock (1991) menyebutkan bahwa bermain merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertim-bangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban. Piaget menjelaskan bahwa bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional.
METODE PENELITIAN
Subyek Penelitian
Subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah anak kelompok usia 10 – 12 tahun di PPA Agape IO-847 Salatiga, dengan merujuk pada hasil dari skala perilaku prososial anak. Subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa dengan kategori perilaku prososial yang rendah dan sangat rendah. Dari 22 siswa yang memiliki perilaku prososial rendah sebanyak 8 anak dan sangat rendah sebanyak 4 anak. Anak dibagi dalam 2 kelompok yaitu 6 anak dalam kelompok eksperimen dan 6 anak dalam kelompok kontrol.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data meng-gunakan skala perilaku prososial anak yang disusun berdasarkan teori Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2006) mengenai aspek-aspek dalam perilaku prososial. Skala Perilaku Prososial terdiri dari 16 item favourable dan 14 item unfavourable dengan 4 kategori jawaban dan skoring sesuai dengan pilihan jawaban. Selain itu juga digunakan metode observasi dalam bentuk checklist untuk mengetahui perilaku-perilaku yang muncul berkaitan dengan perilaku prososial, serta pedoman observasi yang digunakan sebagai pengamatan proses saat anak menerima layanan.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Mann-Whitney U yaitu untuk melihat perbedaan hasil pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Jika hasil post test kelompok eksperimen lebih tinggi secara signifikan dibanding kelompok kontrol, maka dapat dikatakan bahwa teknik terapi bermain dapat meningkatkan perilaku prososial anak kelompok usia 10 – 12 tahun PPA Agape IO-847.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAS-AN
Terapi bermain yang diberikan kepada kelompok eksperimen terdiri dalari 9 sesi pertemuan. Penyususnan topik layanan berdasarkan pada aspek-aspek perilaku prososial menurut Eisenberg (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2006). Aspek-aspek perilaku prososial yaitu: sharing (berbagi), cooperative (kerjasama), donating (menyumbang), helping (meno–long), honesty (kejujuran), generosity (kedermawanan), serta mempertimbang–kan hak dan kesejahteraan orang lain.
Dalam setiap sesi terapi bermain dilakukan evaluasi dengan melibatkan observer yang diminta untuk mengamati kegiatan. Dengan menggunakan hasil pengamatan diketahui bahwa di setiap sesi terapi bermain, kelompok selalu antusias dan bersemangat, serta mencapai tujuan yang diharapkan. Setelah sembilan sesi selesai dilaksanakan, penulis menyebarkan skala perilaku prososial kepada kedua kelompok, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sebagai post test. Hasil dari post test akan menjadi pembanding antara kedua kelompok tersebut. Berdasarkan hasil post test, dike–tahui bahwa terjadi peningkatan perilaku prososial pada kelompok eksperimen. Hal tersebut diketahui dari hasil analisis data skor pre test dan post test pada kelompok eksperimen. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi peningkatan yang signifikan.
Tabel 2. Perbandingan Hasil Post Test Skala Perilaku Prososial
pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen |
Kelompok Kontrol |
||||||
No. |
Jenis Kelamin |
Skor |
Kategori |
No. |
Jenis Kelamin |
Skor |
Kategori |
1. |
Perempuan |
91 |
Tinggi |
1. |
Perempuan |
68 |
Rendah |
2. |
Perempuan |
96 |
Sangat tinggi |
2. |
Perempuan |
57 |
Sangat Rendah |
3. |
Perempuan |
101 |
Sangat tinggi |
3. |
Laki-laki |
63 |
Rendah |
4. |
Perempuan |
83 |
Tinggi |
4. |
Laki-Laki |
54 |
Sangat Rendah |
5. |
Perempuan |
99 |
Sangat tinggi |
5. |
Laki-Laki |
69 |
Rendah |
6. |
Perempuan |
89 |
Tinggi |
6. |
Laki-Laki |
59 |
Sangat Rendah |
Analisis data perbandingan hasil post test skala perilaku prososial pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dikemukakan sebagai berikut.
Ranks |
||||
Kelompok |
N |
Mean Rank |
Sum of Ranks |
|
Prososial |
kelompok eksperimen |
6 |
9.50 |
57.00 |
kelompok kontrol |
6 |
3.50 |
21.00 |
|
Total |
12 |
|
|
Test Statisticsb |
|
|
Prososial |
Mann-Whitney U |
.000 |
Wilcoxon W |
21.000 |
Z |
-2.887 |
Asymp. Sig. (2-tailed) |
.004 |
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] |
.002a |
a. Not corrected for ties. |
|
b. Grouping Variable: kelompok |
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan SPSS 16.0, diketahui bahwa terdapat perbedaan antara mean rank ke-lompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Setelah diberikan treatment beru-pa terapi bermain pada kelompok eksperi-men, mean rank perilaku prososial pada kelompok eksperimen sebesar 9.50. Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan treatment, memperoleh mean rank 3.50. Dapat dilihat bahwa mean rank perilaku prososial kelompok eksperi-men lebih tinggi dibandingkan mean rank perilaku prososial kelompok kontrol.
Berdasar hasil analisis di atas, terbukti ada perbedaan yang signifikan antara perilaku prososial kelompok eksperi-men dengan perilaku prososial kelompok kontrol. Hal tersebut dibuktikan dengan Asymp. Sig (2-tailed) hasil analisis sebesar 0.004 < 0.01. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan terapi bermain dapat meningkatkan perilaku prososial anak.
Bertolak dari hasil penelitian, maka dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan yang signifikan perilaku prososial anak yang berkategori rendah dan sangat rendah. Pada studi pendahuluan, ditunjuk–kan data bahwa lebih dari 50% anak berada pada kategori perilaku prososial yang rendah dan sangat rendah. Hal ini perlu dicermati oleh pendidik dan orangtua. Pada usia sekolah dasar, anak mulai bersosialisasi dengan lingkungan dan lebih banyak bersosialisasi dengan lingkungan di luar keluarga. Apabila dalam perkembang–an ini anak tidak menunjukkan perilaku prososial bahkan menyimpang, maka lingkungan tidak akan menerimanya, dan perkembangan anak akan terganggu.
Eisenberg dan Mussen (1989) menyatakan bahwa anak yang telah dikembangkan kapasitasnya untuk menge–tahui apa yang “benar” belum tentu akan terlibat dalam perilaku prososial, karena perilaku prososial membutuhkan keteram–pilan dan motivasi untuk dapat melakukan–nya. Keterampilan dan motivasi anak dalam meningkatkan perilaku prososial seharus–nya didapatkan anak di rumah dan di sekolah. PPA sebagai pusat pengembangan anak juga turut serta dalam melatih anak dalam pencapaian tugas perkembangan–nya, terutama dalam perkembangan sosialnya.
Dari data yang telah diperoleh, terapi bermain efektif dalam meningkatkan perilaku prososial anak, sehingga pendidik atau PPA dapat menggunakan temuan ini sebagai dasar untuk membantu anak mencapai perilaku prososial. Dunia anak tidak dapat lepas dari permainan. Anak akan lebih peka dan lebih tertarik dengan bermain. Dengan bermain pula, anak dapat mengekspresikan emosinya secara natural dan leluasa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: “Ada peningkatan perilaku prososial yang signifikan pada anak kelompok usia 10 – 12 tahun di PPA AGAPE IO-847 Salatiga melalui terapi bermain.”
Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dikemukakan beberapa saran bagi pihak yang terkait dengan penelitian ini, yaitu:
1) Bagi Koordinator PPA: berdasarkan ha–sil penelitian ini terapi bermain dapat meningkatkan perilaku prososial anak. Saran bagi koordinator PPA adalah diperlukan terapi bermain untuk meningkatkan perilaku prososial anak PPA.
2) Bagi anak-anak PPA: berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan anak-anak lebih aktif dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan di PPA.
3) Bagi peneliti selanjutnya: bagi peneliti selanjutnya, disarankan agar lebih kreatif dalam memilih teknik bermain, serta mempertimbangkan waktu, tem-pat dan subjek penelitian dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dayakisni, T. dan Hudaniah. 2006. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.
Eisenberg, N. and Mussen, P. H. 1989. The Roots Of Prosocial Behavior In Children. Cambridge: Cambridge University Press.
Hughes. 1999. Children, Play and Development: Focus on Speaking. Sydney: NCELTR.
Hurlock, Elizabeth B. 1991. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Mashar, Riana. 2010. Psikodiagnostik Permasalahan Anak Usia Dini. Edukasi, Jurnal Penelitian dan Artikel Pendidikan, 2 (5), Hlm. 68-118.
Rahimsyah, Anandha Putri. 2013. Program Hipotetik Bimbingan Pribadi Sosial melalui Teknik Role Playing untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Peserta Didik: Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas Atas SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi. Program Studi Bimbingan dan Konseling – UPI Bandung. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Taylor, Shelley E. 2009. Psikologi Sosial, Edisi Keduabelas, Alih bahasa Tri Wibowo. Jakarta: Kencana.
Wardle, G., Hunter, S.C. and Warden, D. 2011. Prosocial and Antisocial Children’s Perceptions of Peers’ Motives for Prosocial Behaviours. British Journal of Developmental Psychology, 29, 396-408.
Wildaniah, Firsty. 2013. Program Bimbingan untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak Usia Dini Melalui Bermain di TPA Taman Isola. Tesis. Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana – UPI Bandung. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Yusuf, Syamsu, 2011. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rajawali Pers
.