UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR KIMIA

KONSEP HIDROKARBON MELALUI PENERAPAN

KOOPERATIF LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DEVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X

SMA NEGERI I KARANGDOWO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Jaka Suratno

Guru SMA Negeri I Karangdowo Kabupaten Klaten

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Apakah pembelajaran kooperatif Learning tipe Student Team Achievement Devision (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar Kimia pada konsep hidrokarbon pada kelas X SMA Negeri I Karangdowo Tahun Pelajaran 2013/2014? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas 2 siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri I Karangdowo 2013/2014 . Analisis data menggunakan teknik analisis diskriptif komparatif dengan membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil yang dicapai pada setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II.Dengan penerapan Kooperatif Learning tipe Student Team Achievement Devision (STAD) pada kompetensi dasar menggolongkan senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa. Pada akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan rata-rata kelas 9,84 %, yaitu dari rata- rata tes kondisi awal 69.23 menjadi 76.04. Sedangkan ketuntasan belajar siswa ada peningkatan sebesar 108,3 % dari kondisi awal yang sudah tuntas hanya.12 siswa menjadi 25 siswa. Dengan demikian sebagian besar siswa kelas X SMA Negeri I Karangdowo mengalami peningkatan hasil belajar pada kompetensi dasar Menggolongkan senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa

Kata Kunci: Pembelajaran , Kooperatif Learning, Student Team Achievement Devision (STAD)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Salah satu indikator pendidikan berkualitas adalah perolehan nilai hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar siswa dapat lebih ditingkatkan apabila pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dengan ditunjang oleh tersedianya sarana dan prasarana pendukung serta kecakapan guru dalam pengelolaan kelas dan pengusaan materi yang memadai.

Tolok ukur keberhasilan pembelajaran pada umumnya adalah prestasi belajar. Prestasi belajar Kimia di kelas X SMA Negeri I Karangdowo, Klaten untuk beberapa kompetensi dasar umumnya menunjukkan nilai yang rendah. Hal ini disebabkan karena standar kompetensi dan kompetensi dasar Kimia kelas X memang sarat akan materi, di samping cakupannya luas dan perlu hafalan . Jika dilihat dari hasil ulangan harian sebagian besar masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu sebesar 70,0 hanya 46,15 % yang telah memenuhi standar ketuntasan minimal . Dengan rata – rata kelas sebesar 69,23

Rendahnya prestasi belajar Kimia di kelas X SMA Negeri I Karangdowo Kabupaten Klaten dimungkinkan juga karena guru belum menggunakan metode atau pun media pembelajaran serta mendesain skenario pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi maupun kondisi siswa sehingga memungkinkan siswa aktif dan kreatif. Namun sebaliknya kecenderungan guru menggunakan model pembelajaran konvensional yang bersifat satu arah, cenderung pasif dan membosankan. Kegiatan pembelajaran masih didominasi guru. Siswa sebagai obyek bukan subyek bahkan guru cenderung membatasi partisipasi dan kreatifitas siswa selama proses pembelajaran.

Bertumpu pada kenyataan tersebut untuk merangsang dan meningkatkan peran aktif siswa baik secara individual maupun kelompok terhadap proses pembelajaran Kimia, maka masalah ini harus ditangani dengan cara mencari model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Guru sebagai pengajar dan fasilitator harus mampu melakukan pembelajaran yang menyenangkan, menggairahkan sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. Kenyataan selama ini kegiatan belajar mengajar masih didominasi guru yaitu kegiatan satu arah dimana penuangan informasi dari guru ke siswa dan hanya dilaksanakan dan berlangsung di sekolah, sehingga hasil yang dicapai siswa hanya mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum, teori hanya pada tingkat ingatan.

Upaya harus dilakukan untuk memulai tuntutan lulusan yang kompetitif di era pembangunan yang berbasis ekonomi dan globalisasi adalah menyelaraskan kegiatan pembelajaran dengan nuansa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diindikasikan dengan keterlibatan siswa secara aktif dalam membangun gagasan/pengetahuan oleh masing-masing individu baik di dalam maupun diluar lingkungan sekolah dengan metode mengajar yang dapat membuat siswa kreatif dalam proses pembelajaran. Salah satu diantaranya adalah pembelajaran Kooperatif Learning tipe Student Team Achievement Devision (STAD). Dengan pembelajaran Kooperatif Learning tipe Student Team Achievement Devision (STAD) diharapkan siswa dapat menggali dan menemukan pokok materi secara bersama-sama dalam kelompok atau secara individu.

Penerapan Pembelajaran kooperatif learning tipe Student Team Achievement Devision (STAD), merupakan tindakan pemecahan masalah yang ditetapkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar Kimia khususnya pada kompetensi dasar menggolongkan senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa bagi siswa kelas X semester II SMA Negeri I Karangdowo Tahun Pelajaran 2013/2014. sehingga diharapkan dapat membantu para guru untuk mengembangkan gagasan tentang strategi kegiatan pembelajaran yang efektif dan inovatif serta mengacu pada pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik.

Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah melalui Penerapan Kooperatif Learning tipe Student Team Achievement Devision (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Kimia pada bagi siswa kelas X semester II SMA Negeri I Karangdowo tahun Pelajaran 2013/2014 ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Kimia melalui pembelajaran kooperatif learning tipe Student Team Achievement Devision (STAD). khususnya pada kompetensi dasar menggolongkan senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa pada siswa kelas X semester II SMA Negeri I Karangdowo Tahun Pelajaran 2013/2014 .

KAJIAN TEORI

Hakekat Belajar

Belajar merupakan usaha yang dilakukan setiap manusia dalam rangka untuk mencapai sesuatu yang ingin dicapai. Menurut Suryabrata(2002;232) menyimpulkan tentang belajar yaitu:(1) belajar itu membawa perubahan;(2) perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru;(3) perubahan itu terjadi karena usaha dengan sengaja .Belajar adalah suatu proses di mana suatu tindakan muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi (Sukmadinata,2003:15). Hal ini yang juga terkait dengan belajar adalah pengalaman, pengetahuan yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya. Dalam penelitian ini,belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri siswa, dan perubahan itu merupakan hasil belajar yang melibatkan segi jasmani dan rohani yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, serta semua aspek yang ada dalam individu.

Menurut paham Progresivisme Jhon Dewey (Pahyono, 2004: 4)

1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonsruksikan sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru.

2. Anak harus bebas agar bisa berkembang wajar.

3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.

4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.

5. Harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat.

6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksprimen.

Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dalam hal ini meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik.(1) aspek kognitif, yang meliputi: pengetahuan, pemahaman,penerapan,analisis, sintesis, dan evaluasi.(2) Aspek afektif, meliputi penerimaan, partisipasi, penilaian,dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup,dan (3) Aspek psikomotorik, meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks ,gerakan penyesuaian dan kreativitas. (Hamalik,2003:160)

Hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan (Oemar Hamalik, 2003). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar, karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dengan demikian jika pencapaian hasil belajar itu tinggi, dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar itu berhasil.

Hakekat Ilmu Kimia

Pengajaran Kimia lebih bersifat perkenalan mengenai “Seni Kehidupan”. Landasan pengkajian dari berbagai aspek kehidupan ini diambil dari berbagai sumber Ilmu Pengetahuan Alam yaitu: Kimia ,Fisika,Biologi dan Matematika. Oleh karena itu materi pengajaran Kimia lebih banyak dititik beratkan kepada dunia siswa dan lingkungannya.

Dalam penelitian ini kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah siswa dapat Menggolongkan senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa.. Adapun indikator pencapaian kompetensi yang ingin dicapai meliputi: (1) Mengelompokkan senyawa hidrokarbon berdasarkan kejenuhan ikatan, (2) Memberi nama senyawa alkana, alkena dan alkuna,(3) Menyimpulkan hubungan titik didih senyawa hidrokarbon dengan massa molekul relatifnya dan strukturnya, (4) Menentukan isomer struktur (kerangka, posisi, fungsi) atau isomer geometri (cis, trans)

Kompetensi Belajar Kimia

Kompetensi merupakan konsep yang bersifat multi-aspek. Konsep kompetensi merujuk pada keterampilan dan kemampuan yang dikembangkan seseorang, pada derajat di mana seseorang efektif dengan transaksinya dengan lingkungan, dan pada seberapa sukses seseorang menampilkan sesuatu. Menurut McAshan (Mulyasa 2006:38), kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu, Finch dan Cruinkilton (Mulyasa 2006:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Selanjutnya Gordon (Mulyasa 2006:38) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi yaitu: a) pengetahuan, b) pemahaman, c) kemampuan, d) nilai, e) sikap dan f) minat.

Pembelajaran Kooperatif (Kooperatif Learning)

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktivis. Salah satu teori Vygotsky, yaitu tentang penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi akan muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu. Implikasi dari teori Vygotsky ini dapat berbentuk pembelajaran kooperatif. Penerapan model pembelajaran kooperatif ini juga sesuai dengan yang dikehendaki oleh prinsip-prinsip CTL (contextual teaching and learning), yaitu tentang learning community (Depag RI, 2004).

Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Usman, 2002: 30). Adapun karakteristik pembelajaran kooperatif adalah:

1. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang dan rendah.

3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda.

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok ketimbang individu (Ibrahim. dkk, 2000: 6).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai berikut:

1. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang (ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan) untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

3. Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun elemen-elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1. Saling Ketergantungan Positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan mencapai tujuan, (b) saling ketergantungan menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran

2. Interaksi Tatap Muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Interaksi semacam itu sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya. Ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman sebaya.

3. Akuntabilitas Individual

Penilaian pada pembelajaran kooperatif ditunjukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa angota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual

4. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship). Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga dari sesama siswa.

Kooperatife Learning tipe STAD (Student Teams Achievment Division)

Metode STAD merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori Psikologi sosial. Dalam teori ini sinergi yang muncul dalam kerja kooperatif menghasilkan motivasi yang lebih daripada individualistik dalam lingkungan kompetitif. Kerja kooperatif meningkatkan perasaan positif satu dengan lainnya, mengurangi keterasingan dan kesendirian , membangun hubungan dan menyediakan pandangan positif terhadap orang lain. Ibrahim, dkk. (2000:20) menyatakan bahwa Student Team Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa di dalam satu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang yang setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui toturial, kuis satu sama lain dan atau melakukan diskusi setiap individu.

Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang mengelompokkan berbagai tingkat kemampuan yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individual” (Idris Harta dan Djumbadi, 2009: 51). Pembelajaran kooperatif model STAD merupakan salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan reinforcement. Aktivitas belajar yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model STAD memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Pada pembelajaran kooperatif STAD siswa dikelompokkan dalam tim-tim pembelajaran dengan empat anggota atau lebih campuran ditinjau dari tingkat kinerja, jenis kelamin, status sosial dan sebagainya. Guru mempresentasikan pelajaran, kemudian siswa bekerja di dalam tim-timnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menuntaskan pelajaran yang telah dipresentasikan oleh guru, setelah itu diadakan kuis secara individual tentang bahan ajar tersebut, tanpa diperkenankan membantu satu sama lainnya. Menurut Slavin (2009: 143-146) STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu:

1. Presentasi kelas.

Materi dalam STAD pertama-tama dalam presentasi di dalam kelas. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

2. Tim.

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik.

3. Kuis.

Setelah guru memberikan presentasi dan praktik tim, siswa mengerjakan kuis individual. Siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Setiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

4. Skor Kemajuan Individual.

Gagasan di balik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya.

Skor kuis poin kemajuan individu menurut Slavin (dalam Ibrahim, dkk, 2000)

Nilai Tes

Skor Perkembangan

Lebih dari 10 poin dibawah skor awal

0 poin

10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor awal

10 poin

Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal

20 poin

Lebih dari 10 poin di atas skor awal

30 poin

Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal)

30 poin

Skor kelompok diperoleh dengan cara mencari nilai rata-rata skor perkembangan yang diperoleh oleh masing-masing anggota. Tiap tim akan memperoleh penghargaan sesuai dengan skor kelompok yang diperolehnya.

Skor rata-rata tim

Penghargaan

Kurang dari 15 poin

Tim Standar

15 poin – 19 poin

Tim Baik

20 poin – 24 poin

Tim Hebat

Lebih dari 25 poin

Tim Super

5. Rekognisi Tim.

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif Student Teams Achievment Division (STAD) adalah sebagai berikut:

Fase

Tingkah laku Guru

Fase 1

Menyampaikan kompetensi yang diharapkan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang diharapkan, dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok bekerja dan belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan diskusi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya hasil belajar individu maupun kelompok.

METODOLOGI PENELITIAN

Setting dan Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri I Karangdowo, Kabupaten Klaten, selain itu salah satu tujuan yang dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran mata pelajaran Kimia khususnya pada kompetensi dasar menggolongkan senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa.. Sebagai subyek penelitian adalah siswa siswa kelas X A SMA Negeri I Karangdowo, Kabupaten Klaten yang berjumlah 26 siswa

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik tes dan non tes. Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan siklus II, yang terdiri atas materi perkembangan konsep reaksi oksidasi-reduksi dan hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya Sedangkan Teknik non tes meliputi teknik observasi dan dokumentasi. Observasi digunakan pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas kemampuan memahami materi perkembangan konsep reaksi oksidasi-reduksi dan hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya . pada siklus I dan siklus II. Sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data khususnya nilai mata pelajaran kimia

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif, yang meliputi:

1. Analisis deskriptif komparatif hasil belajar dengan cara membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dan membandingkan hasil belajar dengan indikator pada siklus I dan siklus II.

2. Analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan cara membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). yang dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus mencakup empat tahap yaitu: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflekting).

HASIL PENELITIAN DAN TINDAKAN

Perbandingan Hasil Tes Pra siklus, Siklus I dan Siklus II

No

Hasil Angka

Pra tindakan

Siklus I

Siklus II

f

%

f

%

f

%

1

> 80

2

7,69

4

15,4

7

26,9

2

70-79

10

38,4

15

57,7

18

69,2

3

60-69

12

46,2

5

19,2

1

3,84

4

50-59

2

7,69

2

7,69

5

< 50

Jumlah Siswa

26

26

26

Rata-rata nilai

69,23

72,77

76,04

Jumlah siswa tuntas

12

19

25

Jumlah belum tuntas

14

7

1

Ketuntasan belajar

46,15 %

73,07 %

96,15 %

Perbandingan ketuntasan dan nilai rata- rata kelas pra siklus , siklus I dan Siklus II dapat diperjelas dengan tabel dan grafik dibawah ini:

No

Siklus

Jumlah siswa

Rata-Rata

Tuntas

Belum Tuntas

1

Kondisi Awal

12

46,15 %

14

53,84 %

69.23

2

Siklus I

19

73,07 %

7

26,92 %

72.77

3

Siklus II

25

96,15 %

1

3,846 %

76.04

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa melalui penerapan pembelajaran kooperatif learning tipe STAD (Student Teams Achievment Division) dapat meningkatkan hasil belajar Kimia konsep hidrokarbon bagi siswa kelas X A SMA Negeri I Karangdowo tahun pelajaran 2013/2014.

Proses pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran . Hal ini dikarenakan sekalipun kegiatan bersifat kelompok namun ada tugas individual yang harus dipertanggung-jawabkan, karena ada kompetisi kelompok maupun kompetisi individu. Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik, karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan permainan perlu kecermatan dan ketepatan . Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok , serta antar kelompok. Masing- masing siswa ada peningkatan latihan bertanya jawab dan bisa mengkaitkan dengan mata pelajaran lain maupun pengetahuan umum, sehingga disamping terlatih ketrampilan bertanya jawab , siswa terlatih berargumentasi. Ada persaingan positif antar kelompok untuk penghargaan dan menunjukkan jati diri pada siswa.

Secara umum dari hasil pengamatan dan tes pra siklus, hingga siklus II, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran kooperatif learning tipe STAD (Student Teams Achievment Division) dapat meningkatkan hasil belajar kimia kompetensi dasar menggolongkan senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa dari sebesar 46,15 % pada Pra Siklus menjadi sebesar 96,15 % pada akhir Siklus II.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan Pembelajaran Kooperatif Learning tipe STAD (Student Teams Achievment Division) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Kimia khususnya kompetensi dasar menggolongkan senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa pada kelas X Semester II tahun pelajaran 2013/2014. Pada akhir siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 19 anak (73,07%) , dan siswa yang belum tuntas sebanyak 7 anak (26,92%), sedangkan pada akhir siklus II, sebanyak 25 anak (96,15%) sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal dan 1 anak (3,85%) belum tuntas. Dengan nilai rata- rata kelas siklus I sebesar 72,77 dan rata- rata kelas siklus II sebesar 76,04 adapun hasil non tes pengamatan proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung .

Saran

1. Bagi guru

Guru diharapkan tidak monoton dalam menyampaikan materi pelajaran. Karena adanya variasi saat menyampaikan materi pelajaran, akan menarik siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran Kooperatif learning tipe STAD (Student Teams Achievment Division) dapat dijadikan bahan acuan dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran yang lain, selain itu guru perlu menambah wawasan tentang teori belajar dan model-model pembelajaran yang inovatif juga melatih keterampilan proses dan keterampilan kooperatif kepada siswa agar siswa mampu menemukan sendiri fakta serta dapat memberikan pengalaman secara langsung.

2. Bagi Siswa

a. Model pembelajaran Kooperatif learning tipe STAD (Student Teams Achievment Division) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil dan aktivitas belajar bagi siswa, selain siswa dilatih untuk hidup bersosial juga dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

b. Siswa hendaknya banyak berlatih, membiasakan diri untuk mengeluarkan ide dan gagasanya, serta aktif dalam proses pembelajaran.

c. Siswa hendaknya tidak takut atau malu untuk menanyakan tentang materi pelajaran yang belum dipahami.

3. Bagi Sekolah

a. Sebaiknya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi perpustakaan, bahan acuan kepala sekolah ketika melakukan monitoring kepada guru dan bahan penilaian masyarakat tentang prestasi sekolah. Selain untuk sumber bacaan bagi guru juga dapat digunakan sebagai motivator dalam penulisan karya ilmiah.

b. Pihak sekolah hendaknya memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebagai pendukung proses pembelajaran guna mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anita, Lie. 2002. Coorperative Learning. Jakarta Grasindo.

Arikunto, Suharsini, 1991. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta Rineka Cipta

BNSP, 2007. Standar Kompetensi dan Kompeternsi Dasar . Jakarta. Depdiknas

Budimansyah Dasim. 2002 Model Pembelajaran dan Penilaian. Siliwangi. HDB

Dahar, RW. 1998. Teori – teori Belajar. Jakarta. Depdikbud

Dimyati dan Mudjiono, 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Depdikbud.

Dinas Prop Jateng, 2004. Model- model Pembelajaran dan Penilaian. Makalah disampaikan pada Bintek Guru SMP bidang studi Fisika

Hidayat Komarudin,2002.Active Learning. Yogyakarta. Yappendi

Pahyono, dkk. 2005. Strategi Pembelajaran efektif , Model pembelajaran Kooperatif Learning. Makalah disampaikan pada diklat guru kurikulum KBK di LPMP Jawa Tengah.

Oemar Hamalik.1993. Metode Mengajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.

Â