Analisis Alokasi Anggaran dan Program Kemiskinan Daerah Kabupaten Halmahera Utara
ANALISIS ALOKASI ANGGARAN DAN PROGRAM KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA UTARA
Frets Alfret Goraph
Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora,
Universitas Halmahera
ABSTRAK
Masalah kemiskinan daerah di Halmahera Utara semakin terlihat ketika Halmahera Utara dimekarkan menjadi Kabupaten Halmahera Utara pada Tahun 2003 hingga Tahun 2017 ketika itu pemerintah dearah mulai melakukan kajian kemiskinan daerah sampai saat ini guna menanggulanginya. Persoalan kemiskinan daerah menjadi menarik ketika dikaji dan dianalisis apakah alokasi anggaran dan program penanggulangan kemiskinan daerah cenderung dapat mengatasi masalah kemiskinan daerah ataukah malah angka kemiskinan terus meningkat naik. Jenis penelitian yang digunakan yaitu menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Untuk memperoleh data peneliti menggunakan data sekunder yaitu data dari badan pusat statistic, data kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sebagai data primer pada kajian ini. Data-data kemiskinan tersebut dipilah, dikategorisasikan sejak Tahun 2012, 2013, 2015 untuk dianalisis berdasarkan kebutuhan peneliti. Kemiskinan daerah Kabupaten Halmahera Utara sejak Tahun 2/12 (10.3), 2013 (11.5), 2015 (14.616). Dari data tersebut terlihat kemiskinan daerah cenderung naik. Sedangkan alokasi anggaran dan program penanggulangan kemiskinan daerah yang telah dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara yaitu 1) Pembangunan Rumah Miskin oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa pada Tahun 2011 dan Tahun 2012 di Kecamatan Loloda Utara, Kecamatan Loloda Kepulauan, dan Kecamatan Galela Utara sebanyak 1,088 unit (baik bangunan baru dan rehabilitasi) dengan anggaran Rp 8.000.000.000; 2) Program Keluarga Harapan oleh dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi sampai dengan Tahun 2015 memiliki sasaran Kepala Keluarga sebanyak 1,534 KK dengan anggaran sebesar Rp 520,100,000; 3) Program Kesehatan Masyarakat Miskin oleh Dinas Kesehatan Tahun 2010-2015 yang menghabiskan anggaran Rp 10,880,142,000; 4) Program Santunan Beras Miskin oleh bagian Kesra Setda Kabupaten Halmahera Utara sampai Tahun 2011-2015 menghabiskan anggaran sebesar Rp 2,364,020,000; 5) Program Santunan Bahan Bakar Minyak Tanah oleh bagian Kesra Setda Halut sampai dengan Tahun 2015 menghabiskan anggaran sebesar Rp. 2, 952, 820,000; 6) Program Bantuan Dana BOS oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga sampai dengan tahun 2015 menghabiskan anggaran sebesar Rp 12.000.000.000. alokasi anggaran dan program penanggulangan kemiskinan daerah Kabupaten Halmahera Utara harus dilaksanakan secara integrasi terkoneksi antara satu dinas dengan dinas lainnya untuk bersama-sama memberantas permasalahan kemiskinan daerah.
Keywords: Analisis Alokasi Anggaran; Program Kemiskinan Daerah
LATAR BELAKANG MASALAH
Istilah miskin atau yang dalam bahasa Indonesia lazim dikonsepkan sebagai keadaan yang “Serba Kekuranganâ€, jelas akan berbeda ketika konsep tersebut digunakan untuk mengukur kemiskinan yang terjadi di berbagai tipologi komunitas, dan tidak hanya pada komunitas pedesaan maupun perkotaan saja. Berkembangnya konseptualisasi kemiskinan mengindikasikan adanya berbagai variasi dalam memahami kemiskinan diberbagai tipologi masyarakat di Indonesia.
Jika kini pemerintah Indonesia menggunakan empat belas indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan, maka persoalannya menjadi tidak sederhana. Misalnya, realitas tersebut bisa menjadi dibesar-besarkan atau justru malah dikecil-kecilkan. Kasus berkembangnya polemik tentang berapa juta sebenarnya jumlah penduduk miskin di Indonesia misalnya, adalah contoh bahwa cara pengukuran kemiskinan tersebut masih menimbulkan masalah, karena ukuran tersebut dirancang oleh pemerintah, yang notabene bukan pihak yang mengalami realitas kemiskinan. Melihat studi-studi sosial dan sosiologi kontemporer, mulai muncul tradisi akademik untuk mengukur kemiskinan dari persepsi orang miskinnya sendiri, baik kemiskinan yang berdimensi struktural maupun kultural.
Cara mengukur kemiskinan seperti ini jauh akan dapat memberikan data, fakta dan/atau informasi yang sesungguhnya. Selain itu, juga karena kemungkinan adanya banyak variasi tentang konsep kemiskinan yang berkembang di berbagai tipologi masyarakat di Indonesia, baik yang dilihat dari dimensi masyarakat desa atau kota, atau masyarakat Jawa atau luar Jawa, dimensi modernitas sepreti masyarakat tradisional atau modern, dimensi lokalitas masyarakat pedalaman atau pesisir, dan berbagai dimensi lain yang merupakan karakter dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Untuk mengukur dan/atau mendeskripsikan kemiskinan menjadi signifikan, ketika kita perlu data, fakta dan/atau informasi tentang kemiskinan dari persepsi orang miskinnya sendiri. Dalam konteks ini, metode klasik yang pernah digunakan oleh Oscar Lewis (1998) ketika mendeskripsikan tentang “Kisah Lima Keluarga: Telaah-Telaah Kasus Orang Meksiko dalam Kebudayaan Kemiskinanâ€, layak digunakan sebagai acuan. Meski Lewis, lebih menekankan pada deskripsi tentang kebudayaan kemiskinan yang terjadi di Meksiko masa lalu, tetapi model deskripsi seperti itu menarik dicermati. Misalnya, bagaimana Lewis mendeskripsikan apa dan bagaimana kegiatan sosial dan/atau ekonomi yang dilakukan rumah tangga miskin dalam kesehariannya, baik yang dilakukan oleh ayah, ibu maupun anak-anaknya (H. Siahaan;2011). Dalam konteks itulah, proposal ini akan menjelaskan secara empiris bagaimana profil kemiskinan struktural pada rumah tangga miskin atau orang-orang yang dikategorikan miskin atau yang tinggal di wilayah yang paling miskin di daerah Halmahera Utara. Profil kemiskinan struktural pada wilayah yang paling miskin tersebut menjadi signifikan dijelaskan, karena rekaman data kemiskinan provinsi Maluku Utara tahun 2013 presentasi penduduk miskin berkisar 7.5 persen dengan jumlah penduduk miskin 83.440 jiwa dan hanya menggunakan empat belas (14) indikator pengukuran dari BPS yang dalam konsep kemiskinan strukturalnya belum menyentuh ke unsur-unsur strukturalnya. Misalnya, tidak ada data tentang ada-tidaknya dan sejauhmana terjadi hubungan kerja yang eksploitatif dalam suatu sektor pekerjaan, atau tidak ada data tentang adanya berbagai ketimpangan struktural dalam jalinan hubungan kerja produktif dalam suatu sektor pekerjaan.
Permasalahan struktur sosial menjadi masalah tersendiri, dengan pertimbangan bahwa struktur sosial di perkotaan secara teoritik lazim dideskripsikan sebagai struktur sosial yang longgar, karena pola hubungan-hubungan sosialnya meluas. Tingkat kemiskinan di Halmahera Utara masih berkisar 8,12% dari total penduduk 180.100 jiwa. Dengan demikian penduduk miskin di Halmahera Utara sampai dengan tahun 2015 sebanyak 14.616 jiwa. Upaya penanggulangan kemisikinan daerah telah dilakukan oleh pemerintah daerah seperti; 1) Pembangunan Rumah Miskin oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa pada Tahun 2011 dan Tahun 2012 di Kecamatan Loloda Utara, Kecamatan Loloda Kepulauan, dan Kecamatan Galela Utara sebanyak 1,088 unit (baik bangunan baru dan rehabilitasi) dengan anggaran Rp 8.000.000.000; 2) Program Keluarga Harapan oleh dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi sampai dengan Tahun 2015 memiliki sasaran Kepala Keluarga sebanyak 1,534 KK dengan anggaran sebesar Rp 520,100,000; 3) Program Kesehatan Masyarakat Miskin oleh Dinas Kesehatan Tahun 2010-2015 yang menghabiskan anggaran Rp 10,880,142,000; 4) Program Santunan Beras Miskin oleh bagian Kesra Setda Kabupaten Halmahera Utara sampai Tahun 2011-2015 menghabiskan anggaran sebesar Rp 2,364,020,000; 5) Program Santunan Bahan Bakar Minyak Tanah oleh bagian Kesra Setda Halut sampai dengan Tahun 2015 menghabiskan anggaran sebesar Rp. 2, 952, 820,000; 6) Program Bantuan Dana BOS oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga sampai dengan tahun 2015 menghabiskan anggaran sebesar Rp 12.000.000.000. Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa program penanggulangan kemiskinan daerah telah dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara guna menurunkan angkah kemiskinan di Halmahera Utara. Namun perlu program-program penanggulangan kemiskian harus dianggarankan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Halmahera Utara secara tepat dan benar. Melakukan kajian penanggulangan kemiskinan daerah harus dilakukan secara benar dengan data yang falid bukan data orang miskin yang direkayasa, data harus by name by address, kemudian menempatkan indicator kemiskinan sebagai acuan dalam penanggulangan kemiskinan daerah Kabupaten Halmahera Utara.
Konsep orang miskin di Halmahera Utara tentunya terkait dengan kultur masyarakat Halmahera Utara, sehingga kita tidak dapat menjustifikasi bahwa jumlah masyarakat miskin sangat banyak. Jangan-jangan orang miskin juga dikaitkan dengan tingkat pendidikan dan adat-budaya masyarakat Halmahera Utara, karena mengingat kultur orang Halmahera Utara sangat berbeda dan beragam. Maka perlu dipertimbangkan juga aspek-aspek lain yang turut mempengaruhi sikap dan pola hidup masyarakat.
LANDASAN TEORI KEMISKINAN
Telah banyak studi tentang kemiskinan di Indonesia yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, akademisi, LSM maupun pihak-pihak lain yang berkolaborasi dengan pihak-pihak tertentu. Studi-studi tersebut pada umumnya menggunakan metode pengukuran kemiskinan secara kuantitatif (objektif), misalnya, mengukur jumlah konsumsi beras per kapita per tahun, mengukur tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang per tahun, mengukur kebutuhan gizi minimum per orang per hari, mengukur pendapatan minimum per kapita per tahun, mengukur konsumsi kalori per kapita per hari, mengukur pengeluaran per kapita per bulan, dan mengukur indeks mutu hidup (physical quality of life index atau PQLI).
Selain metode-metode pengukuran tersebut, kini BPS Indonesia menggunakan empat belas indikator untuk mengukur kemiskinan di Indonesia, baik kemiskinan yang terjadi di pedesaan maupun di perkotaan. Keempat belas indikator tersebut adalah (1) luas lantai rumah; (2) jenis lantai rumah; (3) jenis dinding rumah; (4) fasilitas tempat buang air besar; (5) sumber air minum; (6) penerangan yang digunakan; (7) bahan bahan bakar yang digunakan; (8) frekuensi makan dalam sehari; (9) kebiasaan membeli daging/ayam/susu; (10) kemampuan membeli pakaian; (11) kemampuan berobat ke puskesmas/poliklinik; (12) lapangan pekerjaan kepala rumah tangga; (13) pendidikan kepala rumah tangga; dan (14) kepemilikan aset.
Melihat, keempat belas indikator tersebut tidak dapat untuk mengidentifikasi dimensi kemiskinan apa yang sebenarnya sedang dialami oleh rumah tangga miskin di Indonesia. Misalnya, apakah kemiskinan dalam rumah tangga tersebut berdimensi struktural atau kultural. Realitas di Indonesia menunjukkan, sejak tahun 1980-an dan mungkin sekali hingga kini, kemiskinan yang terjadi di Indonesia yang sebagian besar dialami oleh rumah tangga justru lebih berdimensi struktural, baik yang terjadi di daerah pedesaan maupun perkotaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Selo Soemardjan (Alfian1980), bahwa:
“….Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena stuktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi merekaâ€.
Menurut Selo Soemardjan, golongan masyarakat yang menderita kemiskinan struktural tersebut yaitu (1) para petani yang tidak memiliki tanah sendiri atau para petani yang tanahnya sangat sempit; dan (2) para buruh atau para unskilled laborers yang lain, para pengusaha kecil yang berusaha tanpa modal atau tanpa fasilitas dari pemerintah (lazim disebut golongan ekonomi sangat lemah). Berkaitan dengan realitas kemiskinan, kemudian himpunan Indonesia untuk pengembangan ilmu-ilmu sosial (HIPIIS) merumuskan definisi tentang kemiskinan struktural, sebagaimana dikemukakan oleh Selo Soemardjan tersebut. Jika dicermati, dalam definisi tersebut tampak bahwa esensi kemiskinan struktural adalah tidak adanya hubungan produktif dalam suatu komunitas, padahal dalam komunitas tersebut sebenarnya tersedia sumber dayanya. Dalam komunitas di pedesaan, sumber daya tersebut misalnya, berupa lahan pertanian produktif, modal untuk pengolahan lahan pertanian, teknologi untuk pengolahan lahan pertanian dan berbagai ketrampilan lainnya yang berkaitan dengan pengolahan lahan pertanian. Selain itu, jika golongan miskin tersebut bukan golongan petani, misalnya, golongan pedagang kecil, maka sumber daya produktifnya adalah modal usaha, keterampilan, pemasaran dan berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan aktivitas proses produksi suatu barang yang bisa diperjualbelikan di pasar pedesaan.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Pengukuran alokasi anggaran dan program penanggulangan kemiskinan daerah Kabupaten Halmahera Utara dalam kajian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan realitas kemiskinan secara naratif dengan menggunakan konstruksi teks, konteks, dan/atau menggunakan visualisasi data sekunder, baik yang berupa rekaman foto maupun video.
Ditinjau secara metodologis, pengukuran kemiskinan secara objektif tersebut menimbulkan peluang yang besar terhadap terjadinya bias data, fakta dan/atau informasi lapangan. Kemiskinan merupakan realitas sosial yang sebenarnya hanya mereka yang mengalami kemiskinan sendirilah yang tahu secara pasti, tentang apa sebenarnya kemiskinan itu.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yaitu dilakukan dengan teknik dokumentasi sebagai sumber data primer yaitu dengan mengambil data rekaman aktivitas alokasi anggaran dan program penanggulangan kemiskinan daerah Kabupaten Halmahera Utara dan jumlah orang miskin di daerah†serta data-data dari BPS, SKPD, data dari Kecamatan, dan Desa.
Sumber Data
Yang dijadikan sebagai sumber data utama (Primer) untuk menganalisis pemasalahan Kemiskinan Daerah Kabupaten Halmahera Utara yaitu berupa data-data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Halmahera Utara, Daerah Dalam Angka (DAA), data Badan Perencaaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA HALUT). Sumber data primer yaitu Kemiskinan Daerah Kabupaten Halmahera Utara mulai dari Tahun 2010-2015.
Teknik Analisa Data
Salah satu strategi yang paling umum dalam analisis data kualitatif adalah menggunakan strategi analisis naratif. Analisis naratif mengacu pada jenis data kualitatif, bentuk penyelidikan dan pengumpulan data, cara untuk membahas dan menyajikan data, seperangkat teknik analisis data kualitatif, dan semacam penjelasan teoritis. Sebagaimana diamati oleh Griffin (1992a:419), “Naratif adalah bentuk retorika dan bentuk umum yang logis dari penjelasan yang menggabungkan deskripsi berteori dari suatu peristiwa dengan penjelasannya (Neuman Lawrence W. 2013).
Analisis data dilakukan dengan pengorganisasian data yang terkumpul berupa hasil lapangan dalam bentuk catatan, dokumen, atau arsip resmi, foto sebagai dokumentasi, kemudian diurutkan dan di kelompokkan dalam bentuk kategori-kategori tertentu sehingga akan mudah untuk di interpretasikan dan dipahami.
PEMBAHASAN
Jumlah Penduduk Miskin dan Alokasi Anggaran Belanja Program Kemiskinan Daerah
Dalam upaya mendorong dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat di daerah maka diperlukan adanya instrument kebijakan anggaran. Salah satu instrument kebijakan tersebut adalah kebijakan fiskal yang tergambar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai sebuah rencana, APBD menunjukkan sumber-sumber pendapatan daerah dan jumlah alokasi belanja untuk melaksanakan kegiatan/program daerah serta pembiayaan apabila terjadi defisit atau surplus.
Jumlah Penduduk Miskin
Jumlah penduduk miskin di Halmahera Utara cenderung meningkat mulai dari Tahun 2012-2013, dan 2015 dapat digambarkan pada pada table berikut:
Table 1.1 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Halmahera Utara
Tahun |
Jumlah Penduduk Miskin |
P0 |
P1 |
P2 |
GK |
2016 |
– |
– |
– |
– |
– |
2015 |
14.616 |
– |
– |
– |
– |
2014 |
– |
– |
– |
– |
– |
2013 |
11.5 |
6,72 |
1,03 |
0,26 |
177.648 |
2012 |
10.3 |
5,90 |
0,51 |
0,10 |
184.492 |
Sumber: DDA & KAK Kab. Halut 2015
P0 : Persentase penduduk yang hidup dibawah Garis Kemiskinan
P1 : Indeks Kedalaman Kemiskinan, yaitu ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi p1, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari GK (Garis Kemiskinan)
P2 : Indeks Keparahan Kemiskinan, yaitu ukuran yang menggambarkan penyebaranpengeluaran diantara penduduk miskin.Semakin tinggi p2, semakin tinggi pula ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa selama tahun 2012 sampai tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 10% atau naik dari 10.300 menjadi 11.700, sehingga berpengaruh pada peningkatan persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan (GK) sebesar 12% atau naik dari 5.90 menjadi 6.72.
Berdasarkan data penduduk miskin yang dikutip dari Kerangka Acuan Kemiskinan (KAK) 2016 bahwa jumlah pendudk miskin di Kabupaten Halmahera Utara tahun 2015 sebanyak 14.616 jiwa dari 180.100 jiwa atau 8.12%. Jika dilihat perkembangan kemiskinan dari tahun 2012 sampai tahun 2015 maka terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebannyak 4.316 jiwa atau naik sebesar 30%.
Jumlah Alokasi Anggaran Belanja Program Kemiskinan
Program kemiskinan daerah yang dijalankan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1.2 Anggaran Belanja Program Kemiskinan Daerah
No |
Program |
Anggaran (dlm jutaan rupiah) |
Instansi Penyelenggara |
Tahun |
1 |
Pembangunan Rumah Keluarga Belum Beruntung (Rumah Miskin), 1.088 unit |
Rp 8.000.000.000 |
Badan Pemberdayaan Masyarkat Desa (BPMD) |
2011, 2012 |
2 |
Program Keluarga Harapan (PKH), 1.534 KK |
Rp 520.100.000 |
Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi |
Sampai 2015 |
3 |
Program Kesehatan untuk masyarakat miskin (Jamkesda), |
Rp 10.880.142.000 |
Dinas Kesehatan |
2010 – 2015 |
4 |
Santunan Beras Miskin |
Rp 2.364.020.000 |
Bagian Kersa Setda Kab. Halut |
Sampai 2015 |
5 |
Santunan Bahan Bakar Minyak Tanah (BBMT) |
Rp 2.952.820.000 |
Bagian Kersa Setda Kab. Halut |
Sampai 2015 |
6 |
Dana BOS |
Rp 12.000.000.000 |
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga |
Sampai 2015 |
Sumber: BAPPEDA, 2016
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas menunjukkan bahwa program yang dijalankan selama tahun 2011 hingga tahun 2015 hanya terbatas pada program fisik dan bantuan dana. Hal ini belum menyentuh pada program peningkatan sumber daya manusia/ketrampilan, yang dianggap paling berpeluang besar menjadi faktor penentu dari kemiskinan itu sendiri.
Jumlah Program yang dijalankan Sesuai dengan 14 Kriteria Miskin Menurut Standar Badan Pusat Statistik (BPS)
Untuk mengetahui program penanggulangan kemiskinan yang di jalankan oleh Pemerintah Kab. Halmahera Utara maka diperlukan adanya indicator sebagai landasan menentukan penduduk miskin. Secara garis besar program penanggulangan kemiskinan saat ini terdiri atas program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan social, program penanggulangan kemiskinan berbasisi pemberdayaan masyarkat dan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha kecil yang dijalankan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (www.tnp2k.go.id).
Keberhasilan setiap program penanggulangan kemiskinan dalam jangka panjang harus memperhatikan kondisi dan budaya masyarakat yang menjadi target program penanggulangan tersebut. Dengan wilayah Kabupaten Halmahera Utara 78% (17.555,71 km2) adalah lautan dan 22% (4.951.61km2) adalah daratan maka perlu adanya pemilahan wilayah (klaster) penanggulangan kemiskinan sesuai dengan keberadaan desa atau kelompok masyarakat, yaitu klaster desa pesisir/pulau dan klaster desa yang berada di kota.
Table berikut akan ditampilkan 14 Indikator Kemiskinan Menurut Standar BPS dan program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara dalam 6 tahun terakhir.
Tabel 1.3 Indikator Kemiskinan
14 Indicator Kemiskinan BPS
|
Program Kemiskinan Kab. Halmahera Utara |
||
1 |
Luas Lantai Bangunan Tempat Tinggal >8m2 per orang |
1 |
Pembangunan Rumah Keluarga Belum Beruntung (Rumah Miskin)
|
2 |
Jenis Lantai Tempat Tinggal Terbuat dari Tanah/bamboo/kayu murahan |
||
3 |
Jenis dinding tempat tinggal dari bambo/rumbia/kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa diplester |
||
4 |
Tidak memliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain |
|
– |
5 |
Sumber Penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik |
|
– |
6 |
Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan |
|
– |
7 |
Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah |
2 |
Santunan Bahan Bakar Minyak Tanah (BBMT) |
8 |
Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam/ satu kali seminggu |
|
– |
9 |
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun |
|
– |
10 |
Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari |
3 |
Santunan Beras Miskin |
11 |
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas |
4 |
Program Kesehatan untuk masyarakat miskin (Jamkesda) |
12 |
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatn dibawah Rp 600.000,- per bulan |
5 |
Program Keluarga Harapan (PKH), 1.534 KK |
13 |
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD |
6 |
Dana BOS |
14 |
Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp 500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. |
|
– |
Sumber: berbagai sumber
Tabel 1.3 di atas menunjukkan bahwa total anggaran yang telah digunakan untuk 6 (enam) program tersebut sebesar Rp 36.717.082.000,-Jika dilihat perkembangan kemiskinan dari tahun 2012 sampai tahun 2015 maka terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebannyak 4.316 jiwa atau naik sebesar 30%. Dengan total anggaran dan kenaikan angka kemiskinan tersebut menggambarkan bahwa program yang dilakukan belum mampu mengurangi jumlah penduduk miskin.
Hal ini menjadi bahan kajian lebih lanjut bagi instansi terkait tentang jenis/formulasi program dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berdaya dalam meningkatkan kehidupan yang lebih baik melalui pendidikan, ketrampilan dan pendampingan tenaga ahli.
Berdasarkan Tabel 1.3 di atas juga menunjukkan bahwa alokasi anggaran untuk belanja program kemiskinan daerah belum terlihat adanya “Pemberdayaan†untuk peningkatan ketrampilan/keahlian bagi masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok. Tujuan dari peningkatan ketrampilan/keahlian adalah agar masyarakat yang akan menerima program pemberdayaan mampu memilih jenis program dan mampu mengelola dengan baik program apa yang mereka diterima. Selain itu, diharapkan bahwa setiap program kemiskinan yang dijalankan harus didukung dengan tenaga pendamping yang berperan sebagai mentor untuk setiap jenis program. Adapun tenaga pendamping dapat langsung dari pemberi program atau tenaga ahli/pihak ketiga yang memiliki ketrampilan pada masing-masing program tersebut.
PENUTUP
Simpulan
Permasalahan kemiskinan daerah merupakan permasalahan nasional sampai daerah yang memerlukan upaya penanganan dan penanggulangan kemiskinan secara komprehensif. Pemerintah pusat sampai pemerintah daerah terus membuat program-program penanggulangan kemiskinan guna menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Tidak terlepas juga pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara sejak menjadi daerah otonomi baru sampai sekarang pemerintah daerah dibawah kepemimpinan Bupati saat ini terus mendorong Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk membuat program kerja berbasis pelayanan dasar masyarakat. Kemiskinan daerah Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2015 mengalami tren peningkatan kemiskinan daerah walaupun program-program kemiskinan telah dilaksanakan. Akarusi data penduduk miskin menjadi solusi pemecahan masalah penanggulangan kemiskinan daerah Kabupaten Halmahera Utara.
Beratnya beban penanggulangan kemiskinan daerah Halmahera Utara memerlukan dukungan dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam mendorong percepatan penanggulangan kemiskinan daerah.
Potret kondisi permasalahan kemiskinan daerah Kabupaten Halmahera Utara sampai saat ini, pemerintah daerah dituntut untuk berkomitmen mendorong seluruh SKPD dalam membuat program-program kerja kemiskinan dan alokasi anggaran yang termuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersentuhan langsung dengan persoalan kemiskinan. Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta pemangku kepentingan harus mendorong SKPD untuk membuat program kemiskinan secara tepat dan benar agar trend kemiskinan daerah menurun dan masyarakat Halmahera Utara menjadi sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian. (1980). Kemiskinan Struktural: Suatu Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial.
Ala, Andre Bayo, Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan, Liberty, Yogyakarta, 1981.
H. Siahaan. Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga. Tahun 2011, Volume 24, Nomor 3 Hal: 219-227.
Lewis, O. (1988). Kisah Lima Keluarga: Telaah-telaah Kasus Orang Meksiko dalam Kebudayaan Kemiskinan. Jakarta: Yayasan Obor.
Murbyanto, Stategi Pembangunan Ekonomi Dalam Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta,1996.
Neuman Lawrence W. 2013. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif. Edisi 7. PT. Indeks. Jakarta.
Nugroho, Heru, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Aditya Media,Yogyakarta,1995.
Susanto, Astrid S, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bina Cipta, Jakarta, 1983.
Tjokroamidjojo, Buntoro H.Prof dan Diningrat, Mustoko. Drs, Teori Strategi Pembangunan Nasional, PT Gunung Agung, Jakarta, 1982.
Selo Soemardjan,
SUMBER LAIN:
APPEDA, 2016. Kerangka Acuan Kerja (KAK) koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi Penyusunan Kajian Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Halmahera Utara.
BPS 2015. Daerah Dalam Angka Kabupaten Halmahera Utara 2015, BPS Kab. Halmahera Utara
Program Penanggulangan Kemiskinan Di Indonesia http://www.tnp2k.go.id/id/program/sekilas.