ANALISIS KADAR LOGAM TIMBAL (Pb) RUMPUT LAUT

DI PULAU PERMAAN KABUPATEN SIKKA NTT

MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM

Sri Sulystya Ningsih N.D.Tiring

Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Nusa Nipa Maumere

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui apakah rumput laut di Pulau Permaan Kabupaten Sikka NTT tercemar logam Pb dengan menggunakan SSA. Terdapat 6 titik pengambilan sampel yang terletak di sebelah selatan pulau Permaan Kabupaten SIKKA. Pengukuran kadar timbal pada rumput dilaut menggunakan SSA dan dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar. Dari hasil penelitian diperoleh kadar timbal pada sampel IA yaitu 0,637 mg/kg, sampel I B yaitu 0,559 mg/kg, sampel II A yaitu 0,371 mg/kg, sampel II B yaitu 0,249 mg/kg, sampel III A yaitu 0,127 mg/kg dan sampel III B yaitu 0,119 mg/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sampel I A dan sampel I B melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh SNI No.7387-2009 sebesar 0,5 mg/kg.

Kata Kunci: Rumput Laut, Pulau Permaan, Timbal dan SSA

PENDAHULUAN


Pengolahan rumput laut merupakan lapangan kerja yang banyak peminatnya karena teknologi budidaya pascapanen yang sederhana dan mudah dilaksanakan serta pemakaian modal yang relatif rendah. Faktor kemudahan-kemudahan usaha budidaya rumput laut tersebut telah menjadi tumpuan harapan para nelayan di Pulau Permaan Kab. Sikka NTT yang bermodal kecil. Seiring dengan usaha budidaya rumput laut, ternyata perkembangan usaha budidaya rumput laut tidak terlepas dari permasalahan lingkungan.

Salah satu contoh permasalahan lingkungan yaitu pencemaran pada air laut yang ditimbulkan oleh buangan limbah kendaran di laut maupun limbah rumah tangga yang mengandung logam berat. Adanya pencemaran pada air laut dapat menyebabkan biota laut seperti rumput laut ikut tercemar dengan logam, hal ini dikarenakan rumput laut telah ditemukan mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorbsi ion-ion logam.

Penelitian yang dilakukan oleh Silvanindya (2003), terhadap Eucheuma Cottonii yang dibudidayakan di perairan Situbondo yang memiliki kondisi lingkungan yang hampir sama dengan Pulau Permaan yaitu sering dilalui oleh perahu motor dan kapal-kapal nelayan, terungkap bahwa Eucheuma Cottonii mengakumulasi Pb dengan konsentrasi rata – rata berkisar antara 0,19 – 0,94 ppm yang melebihi ambang batas maksimum sebesar 0,05 ppm (Mansur,1982; Djamal 1985; Aziz 1992)

Adanya konsentrasi Pb pada rumput laut dari perairan Pulau Permaan berasal dari buangan kapal nelayan berbahan bakar bensin di perairan ini terutama yang berada didekat pelabuhan karena dipelabuhan tersebut terdapat sekitar puluhan kapal. Sumber-sumber lain yang mungkin adalah dari cat pelapis dinding kapal nelayan dan pembuangan limbah yang mengandung timbal oleh warga yang bermukim di wilayah tersebut.

Berdasarkan SNI No.7387-2009 tentang kadar maksimum logam timbal pada rumput laut yang diperbolehkan adalah 0,5 mg/kg, maka sampel I A dan sampel I B melebihi ambang batas dan tidak memenuhi standar untuk dikonsumsi dan untuk sampel II A,II B, III A dan III B masih berada dalam ambang batas yang ditetapkan untuk dikonsumsi.

Penelitian tentang kadar timbal pada rumput laut juga pernah dilakukan oleh Silvanindya (2003), bahwa Eucheuma cottonii yang dibudidayakan di perairan Situbondo mengakumulasi Pb dengan konsentrasi rata-rata berkisar antara 0, 19 – 0, 94 ppm dimana konsentrasi ini telah melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh SNI No.7387-2009, Hal ini menyebabkan laju pertumbuhan Eucheuma cottonii menurun. Logam berat yang terdapat di perairan dapat diserap dan terakumulasi dalam thallus rumput laut. Pada prinsipnya logam berat mempengaruhi tumbuhan dengan cara mengganti kedudukan ion – ion esensial dalam sel. Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa beberapa spesies rumput laut bermanfaat dalam menyerap logam berat sehingga kandungan logam berat yang mencemari badan perairan dapat pindah atau masuk dalam thallus rumput laut. Logam berat dapat mengacau sistem metabolisme dan menurunkan produktifitas rumput laut. Akumulasi logam berat dipengaruhi oleh lama pemaparan. Hal ini dapat menyebabkan semakin lama pemaparan maka semakin banyak logam berat khususnya Pb yang terakumulasi dalam thallus.

Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Nurlaelah Fattah (2011) didaerah Takalar dan Sinjai dimana kadar timbal pada rumput laut yang diperoleh adalah 0,250-0,260 ppm dan 0,0450-0,0470 ppm. Tingginya logam berat timbal di Takalar dibanding dengan Sinjai disebabkan daerah budidaya rumput laut merupakan jalur transportasi pelayaran kapal-kapal angkutan umum maupun kapal penangkap ikan.

TINJAUAN PUSTAKA

Bahaya Timbal bagi Manusia

Menurut Darmono, 2001.Mekanisme toksisitas dari logam timbal dibedakan menurut beberapa organ yang dipengaruhinya yaitu sebagai berikut:

a. Sistem hemopoitetik: timbal menghambat sistem pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia.

b. Sistem syaraf pusat dan tepi: dapat menyebabkan gangguan encefalopati (gangguan pertumbuhan otak) dan gejala saraf perifer.

c. Sistem ginjal: dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia, glukosuria, nefropati, fibrosis, dan antrofi glomerular.

d. Sistem gastro-intestinal: menyebabkan kolik dan konstipasi.

e. Sistem kardiovaskuler: menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah.

f. Sistem reproduksi: dapat menyebabkan kematian janin waktu melahirkan pada wanita, serta hipospermi, dan teratospermia pada pria.

g. Sistem indokrin: mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal.

Ambang Batas Konsentrasi Pb pada Rumput Laut

Batas maksimum timbal (Pb) yang diperbolehkan pada rumput laut berdasarkan SNI No.7387-2009 adalah 0,5 mg/kg.

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah.

Pada penentuan kandungan logam timbal dalam rumput laut dilakukan pada panjang gelombang 283,3 nm. Panjang gelombang ini merupakan panjang gelombang paling kuat menyerap garis untuk transisi elektronik dari tingkat dasar ke tingkat eksitasi. Bila atom pada tingkat energi dasar (ground state) diberi energi yang sesuai, maka energi tersebut akan diserap dan atom-atom tersebut akan terseksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (exited state), atom tidak stabil sehingga akan kembali ke tingkat energi dasar dengan melepas sejumlah energi dalam bentuk sinar panjang gelombang optimum timbal (Pb) adalah 283,3 nm (Vina, 2007)

Prinsip Kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan (Adam, 2007).

Keuntungan dan Kelemahan SSA

Keuntungan SSA dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).

Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana SSA tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca

Gangguan-gangguan dalam SSA

a. Ganguan kimia

Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori

b. Gangguang Matrik

Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan standar berbeda.

c. Gangguan Ionisasi

Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan electron dari atom netral dan membentuk ion positif.

d. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)

Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi molecular, dan penghamburan cahaya (Khopkar, 2010).

METODE PENELITIAN

Pembuatan Larutan Standar

Pembuatan Larutan Standar Timbal (Pb) 100 ppm

Ditimbang dengan teliti 0,0159 g timbal nitrat (Pb(NO3)2 kemudian dilarutkan dengan aquades sedikit demi sedikit lalu ditambahkan 10 mL HNO3(p) kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan aquades sampai tanda batas hingga diperoleh larutan standar timbal (Pb) 100 ppm.

Pembuatan Larutan Standar Timbal (Pb) 10 ppm

Dipipet 25 mL larutan standar timbal (Pb) 100 ppm kemudian ditambahkan 10 mL HNO3(p), kemudian dimasukkan kedalam labu takar 250 mL dan ditambahkan aquades sampai pada tanda batas hingga diperoleh larutan standar Timbal (Pb) 10 ppm.

Pembuatan Larutan Seri

Larutan standar Pb 10 ppm dimasukkan ke dalam 5 labu ukur 100 mL, kemudian dibuat deret larutan seri Pb dengan konsentrasi 0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,6 ppm; 0,8 ppm; 1 ppm, dengan mengambil berturut-turut: 2 mL; 4 mL; 6 mL; 8 mL; 10 mL. Kemudian ditepatkan volumenya sampai tanda batas dengan aquadest.

Penyiapan Sampel

Sampel rumput laut dibersihkan dengan aquades dan dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan selama 2 x 24 jam dalam oven dengan suhu 100oC sampai dengan 105oC, sampel didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang sebanyak 5 gram. Sampel dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 mL dan ditambahkan HNO3(p) 10 mL. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam, dan dilakukan penambahan HNO3(p) sedikit demi sedikit hingga sampel terlarut. Penambahan HNO3(p) mencapai volume 15 mL. Sampel kemudian didinginkan dan disaring ke dalam labu takar kemudian filtratnya diencerkan hingga 50 mL dan larutan yang diperoleh disimpan dalam labu takar dan siap untuk dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pembahasan

Konsentrasi kadar timbal pada sampel I A lebih tinggi dari pada sampel yang lain, hal ini dikarenakan pada sampel ini diambil dilokasi yang sangat dekat dengan pelabuhan yaitu pada jarak 200 meter dari pusat pelabuhan begitupula untuk sampel I B diambil pada jarak 500 meter dari pusat pelabuhan. Untuk sampel II A dan II B diperoleh kadar timbal pada rumput laut yang masih berada dalam ambang batas yang ditetapkan oleh SNI No.7387-2009, hal ini dikarenakan sampel tersebut diambil dilokasi yang berada pada jarak 1 km dari pusat pelabuhan . Sedangkan untuk sampel III A dan III B diperoleh kadar timbal yang rendah karena sampel tersebut diambil dilokasi yang berada kurang lebih 2 km dari pusat pelabuhan dan cukup jauh dari aktivitas nelayan serta sumber-sumber pencemar Pb lainnya, sehingga pada sampel III A dan III B tidak melebihi ambang batas yang tela ditetapkan oleh SNI No.7387-2009

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang kadar logam timbal pada rumput laut di Pulau Permaan Kabupaten Sikka maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat logam timbal pada rumput laut yang berasal dari Pulau Permaan Kabupaten Sikka

2. Kadar logam timbal pada rumput laut yang berasal dari Pulau Permaan Kabupaten Sikka pada sampel I A dan I B telah melebihi ambang batas yang ditentukan oleh SNI No.7387-2009.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Sikka dalam Angka. BPS. NTT.

Adam Wiryawan. 2007. Kimia Analitik . Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-PRESS).

Henni. 2010. Pengaruh Logam Berat Pb pada profil protein Alga Merah. Surabaya: ITS.

Ibnu, G,Gandjar. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jacqueline, M.F, Sahetapy. 2011. Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) dan Pengaruhnya pada Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi juvenil Ikan Kerapu Macan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. SNI 7382: 2009.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Nurlaelah Fattah. 2011. Analisis Performa dan Biologis Rumput Laut jenis Kappaphycus Alvarezii pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda. Skripsi. Jurusan Perikanan UNHAS. Diakses pada tanggal 26 Februari 2012.

Putra, S.E., dan Putra, J.A. 2006. Tinjauan Kinetika dan Termodinamika Proses
Adsorpsi Ion Logam Pb, Cd, dan Cu oleh Biomassa Alga Nannochloropsis sp. Yang DiImmobilisasi Polietilamina-Glutaraldehid
. Laporan Penelitian. Universitas Lampung
. Bandar Lampung.

Silvanindya. 2003. Studi Kandungan Logam Berat Pb Dalam Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Hasil Budidaya di Perairan Situbondo. Skripsi. Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Taurino, Poncomulyo. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Vina Azis. 2007. Analisis Kandungan Sn, Zn, Dan Pb Dalam Susu Kental Manis Kemasan Kaleng Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi. Program studi Ilmu Kimia FMIPA Universitas Islam Indonesia Online: rac.uii.ac.id. Diakses pada tanggal 25 oktober 2011.

 

Windi, Novitasari. 2008. Pemanfaatan Karagenan dan Asam Sitrat Untuk meningkatkan Kualitas Tahu. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.