Analisis Tingkat Kemandirian Belajar Siswa Berkebutuhan Khusus Tunarungu
ANALISIS TINGKAT KEMANDIRIAN BELAJAR
SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU
DI SD ALAM LUKULO TAHUN AJARAN 2018/2019
Sittah Amrina Rosyada
Kartika Christy Suryandari
Suhartono
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemandirian belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu pada proses pembelajaran di SD Alam Lukulo tahun ajaran 2018/2019. Peneliti menggunakan metode kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis tentang kemandirian belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu dalam proses pembelajaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan studi dokumen. Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah lembar observasi dan pedoman wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa berkebutuhan khusus tunarungu sudah tidak bergantung pada orang lain, memiliki kepercayaan diri, mampu mengendalikan diri dalam belajar, memiliki kemampuan dalam motivasi belajar, memiliki kemampuan bertanggung jawab, kurangnya kedisiplinan dalam belajar, dan belum mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Kata kunci: analisis, kemandirian belajar, siswa berkebutuhan khusus tunarungu.
ABSTRACT
This study aimed to analyze the learning independence of students with deaf special needs in the learning process in SD Alam Lukulo in Academic Year 2018/2019. The researcher used qualitative methods. In this study, the researcher analyzed the learning independence of students with special need of hard-hearing in the learning process. Data collection techniques used were observation, interviews, and document studies. Data collection tools in this study were observation sheets and interview guidelines. The results showed that students with special need of hard-hearing were not dependent on others, had self-confidence, were able to control themselves in learning, had the ability to learn motivation, had the ability to be responsible, lacked of discipline in learning, and had not been able to solve their own problems.
Keywords: analysis, learning independence, students with special need of hard-hearing
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang diprogramkan oleh pemerintah. Pendidikan pada bangsa Indonesia mengikuti tuntutan pada abad ke-21. Tujuan pendidikan nasional di abad ke-21 adalah mewujudkan cita-cita bangsa dengan masyarakat sejahtera, bahagia dengan kedudukan yang terhormat, dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas yaitu pribadi mandiri, berkemauan, dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010: 39). Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi warga negara yang normal, tetapi juga bagi warga negara yang berkebutuhan khusus.
Garnida (2015:1) menyatakan bahwa, “Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam bidang pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnyaâ€. Salah satu kategori anak berkebutuhan khusus ialah tunarungu atau gangguan pendengaran. Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk mengungkapkan pikiran dan keinginannya melalui ucapan, ia juga kesulitan memahami ucapan orang lain. Hal ini disebabkan karena keterbatasan penguasaan bahasa yang menjadi penghambat komunikasi dengan lingkungan sosialnya. Keterbatasan fungsi pendengaran juga menyebabkan seseorang kesulitan dalam proses pembelajaran.
Berbagai dampak seperti uraian di atas menyebabkan anak tunarungu membutuhkan pendidikan khusus. Melalui pendidikan khusus, diharapkan siswa tunarungu dapat mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan belajar siswa dapat dilihat dari kemampuannya dalam menguasai materi pelajaran, prestasi belajar yang dicapai, serta keterampilan atau ketepatan dalam menyelesaikan tugas dari guru. Hal ini dapat mewujudkan kemandirian anak berkebutuhan khusus dalam belajar. Desmita menyatakan bahwa kemandirian sebagai kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur diri sendiri secara bebas serta berusaha sendiri mengatasi permasalahan (2014: 185). Kemandirian dianggap sebagai suatu sikap yang memiliki kepercayaan diri dan terlepas dari kebergantungan. Kemandirian peserta didik diperoleh melalui proses mengembangkan diri yang disebabkan oleh dorongan, motivasi, dan rangsangan untuk belajar mandiri.
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti memilih salah satu sekolah yang termasuk dalam pendidikan inklusif, yaitu SD Alam Lukulo. SD Alam Lukulo memiliki jumlah peserta didik sebanyak 112 siswa dengan 8 siswa yang berkebutuhan khusus. Dari 8 siswa yang berkebutuhan khusus, 2 siswa di antaranya dikategorikan tunarungu. Kedua siswa ini memiliki ketunarunguan yang berbeda. Siswa yang pertama memiliki ketunarunguan sedang dan siswa yang kedua memiliki ketunarunguan berat.
Beberapa ciri-ciri siswa penyandang tunarungu yang didapat dari hasil wawancara dengan guru dalam tingkat kemandirian belajar, kedua siswa yang berinisal MVP dan YIW sudah memiliki kemandirian belajar namun belum sepenuhnya. Siswa tersebut perlu pendampingan pada proses pembelajaran untuk membantu memahami materi yang disampaikan oleh guru. Selain itu, ketika guru memberikan tugas siswa tunarungu terkadang tidak dapat menyelesaikannya.
Berdasarkan uraian masalah tersebut, peneliti tertarik pada permasalahan yang ada untuk menganalisis kemandirian belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu di SD Alam Lukulo yang bertujuan agar peneliti dapat memperoleh gambaran tentang proses belajar mandiri anak berkebutuhan khusus tunarungu.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana proses belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu di SD Alam Lukulo, Desa Karangpoh, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen?; (2) Bagaimana kemandirian belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu pada proses pembelajaran di SD Alam Lukulo, Desa Karangpoh, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen?; (3) Bagaimana pengembangan kemandirian belajar yang dilakukan oleh guru kepada siswa yang berkebutuhan khusus tunarungu di SD Alam Lukulo, Desa Karangpoh, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen?
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan maka penelitian ini bertujuan: (1) Mendeskripsikan proses belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu di SD Alam Lukulo, Desa Karangpoh, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen; (2) Menganalisis kemandirian belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu pada proses pembelajaran di SD Alam Lukulo, Desa Karangpoh, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen; (3) Mendeskripsikan pengembangan kemandirian belajar yang dilakukan oleh guru kepada siswa yang berkebutuhan khusus tunarungu di SD Alam Lukulo, Desa Karangpoh, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SD Alam Lukulo yang terletak di Desa Karangpoh, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen. SD Alam Lukulo memiliki jumlah siswa sebanyak 112 siswa dengan 8 siswa berkebutuhan khusus. Dalam penerimaan siswa baru, SD Alam Lukulo melakukan tes kesehatan guna mengidentifikasi segala kemungkinan yang akan terjadi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data yang diambil merupakan data kualitatif yang berupa kalimat atau narasi dari subjek penelitian. Sumber data yang digunakan yaitu dari tempat, informan yang terdiri dari guru kelas III dan IV, siswa berkebutuhan khusus tunarungu, kepala sekolah, siswa sebaya, dan orang tua, serta dokumen. Subjek penelitian yang digunakan yaitu siswa berkebutuhan khusus tunarungu dan guru di kelas III serta kelas IV di SD Alam Lukulo. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaity observasi, wawancara, dan studi dokumen. Validitas data yang digunakan yaitu triangulasi sumber. Analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Prosedur penelitian yang dilakukan ialah dari perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis dan penafsiran data, sampai penulisan laporan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan dimulai dari 14 Januari sampai 7 Februari 2019. Data yang dikumpulkan diperoleh dari subjek penelitian dan informan yaitu siswa berkebutuhan khusus tunarungu, fasilitator (guru), kepala sekolah, siswa sebaya, dan orang tua siswa berkebutuhan khusus tunarungu.
Tingkat kemandirian belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu terdiri dari aspek-aspek yakni kebergantungan dengan orang lain, kepercayaan diri, kemampuan mengendalikan diri, kemampuan dalam motivasi belajar, kemampuan bertanggung jawab, kedisiplinan diri, dan kemampuan memecahkan masalah.
No |
Aspek yang diamati |
Siswa Tunarungu di Kelas III |
Siswa Tunarungu di Kelas IV |
1 |
Kebergantungan dengan orang lain |
· Mampu mempersiapkan kebutuhan belajarnya sendiri. · Dalam pemahaman materi yang disampaikan guru, siswa masih memerlukan bantuan dari pendamping khusus. |
· Mampu mempersiapkan kebutuhan belajarnya sendiri. |
2 |
Kepercayaan diri |
· Siswa malu ketika diminta guru untuk maju ke depan kelas. · Dalam proses diskusi siswa pasif dan lebih banyak diam ketika berdiskusi. |
· Siswa tidak malu untuk maju ke depan melakukan tugas dari guru. · Siswa aktif ketika berdiskusi dengan teman meskipun bahasa yang digunakan masih sulit dipahami. · Dalam mengerjakan tugas, siswa tidak mencontek pekerjaan milik teman. |
3 |
Kemampuan mengendalikan diri |
· Siswa memiliki sifat terbuka. · Adanya sikap menerima saran dari orang lain. · Tidak mudah tersinggung. · Tidak mudah marah. |
· Siswa memiliki sifat terbuka. · Adanya sikap menerima saran dari orang lain. · Tidak mudah tersinggung. · Tidak mudah marah. |
4 |
Kemampuan dalam motivasi belajar |
· Tidak memiliki kesadaran diri untuk belajar. · Kurang antusias dalam memperhatikan penjelasan guru. |
· Memiliki kesadaran diri untuk belajar. · Cukup antusias ketika mengikuti proses pembelajaran |
5 |
Kemampuan bertanggung jawab |
· Memiliki rasa tanggung jawab terhadap waktu. · Bersungguh-sungguh dalam belajar. |
· Tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap waktu. · Tidak bersungguh-sungguh dalam belajar. |
6 |
Kesiplinan diri |
· Tidak adanya keteraturan dalam belajar. |
· Tidak adanya keteraturan dalam belajar. |
7 |
Kemampuan memecahkan masalah |
· Siswa mudah menyerah saat kesulitan mengerjakan tugas. · Siswa mudah bosan saat belajar. |
· Siswa mudah menyerah saat kesulitan mengerjakan tugas. · Siswa mudah bosan saat belajar. |
Pada aspek kebergantungan dengan orang lain, siswa berkebutuhan khusus tunarungu mampu menyiapkan kebutuhan belajar, mengikuti proses pembelajaran, dan mengerjakan tugas dari guru secara umum dapat dilakukan tanpa bantuan orang lain. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sundayana (2016: 78) yang menyatakan kemandirian belajar ialah proses setiap individu dalam mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain dalam menentukan kegiatan belajarnya seperti merumuskan tujuan belajar, sumber belajar, mendiagnosa kebutuhan belajar dan mengontrol proses pembelajarannya.
Pada aspek kepercayaan diri, siswa berkebutuhan khusus tunarungu di kelas IV sudah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, terlihat dari keberanian siswa ketika diminta guru untuk melakukan tugas di depan kelas dan mampu mengerjakan tugas sendiri tanpa mencontek milik teman disampingnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mustaqiim, dkk (2017: 82) yang menyatakan seseorang memiliki kepercayaan diri terlihat ketika mampu mempresentasikan hasil pekerjaannya, memiliki kemantapan saat bertanya maupun menjawab pertanyaan, dan percaya pada kemampuannya sendiri. Lain halnya dengan siswa berkebutuhan khusus tunarungu di kelas IV, siswa berkebutuhan khusus tunarungu di kelas III kurang memiliki kepercayaan diri yang terlihat ketika siswa tidak memiliki keberanian untuk maju ke depan kelas dan tidak percaya diri saat mengerjakan tugas.
Pada aspek kemampuan mengendalikan diri, kedua siswa berkebutuhan khusus tunarungu memiliki sikap terbuka yang membuat mereka mampu mengendalikan diri. Mustaqiim, dkk (2017: 82) menyebutkan seseorang dalam belajar mampu mengendalikan diri ketika dapat mengendalikan waktu belajar dan meningkatkan hasil belajarnya. Uraian di atas sesuai dengan pendapat Mustaqiim yaitu kedua siswa berkebutuhan khusus tunarungu mau menerima saran maupun kritikan dari guru dan teman yang bersifat memperbaiki kesalahan. Hal tersebut dilakukan guna meningkatkan hasil belajar siswa berkebutuhan khusu tunarungu.
Pada aspek kemampuan motivasi belajar, siswa berkebutuhan khusus tunarungu di kelas IV sudah cukup memiliki motivasi belajar dengan adanya kesadaran diri untuk belajar yaitu mengerjakan tugas dan menulis materi tanpa diperintah. Selain itu siswa cukup antusias ketika mengikuti proses pembelajaran, terlihat ketika dirinya memperhatikan materi yang ditulis guru meskipun tidak mendengar penjelasannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mustaqiim (2017: 82) yang menyatakan seorang anak yang memiliki motivasi belajar akan menyelesaikan pekerjaannya, memiliki semangat belajar, dan antusias saat pembelajaran berlangsung. Pernyataan tentang siswa di kelas IV berbeda dengan siswa di kelas III yang belum memiliki motivasi belajar dengan ketidaksadaran dirinya untuk belajar dan ketidakantusiasan dirinya dalam mengikuti proses pembelajaran.
Pada aspek kemampuan bertanggung jawab, siswa di kelas III memiliki rasa tanggung jawab yang besar dengan adanya kebertanggungjawaban terhadap waktu dan bersungguh-sungguh dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan Mustaqiim, dkk (2017: 82) yang berpendapat seorang siswa bertanggung jawab dapat mengumpulkan tugas tepat waktu, tidak mencontek pekerjaan teman, dan memperhatikan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Namun siswa kelas IV memiliki rasa tanggung jawab yang berbeda dengan siswa kelas III yaitu kurang bertanggung jawab dengan waktu dan tidak bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran.
Pada aspek kedisiplinan diri, kedua siswa berkebutuhan khusus tunarungu belum memiliki kedisiplinan dalam proses pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Anggritasari yakni kedisiplinan di sekolah merupakan masalah yang penting karena tanpa adanya peserta didik yang melaksanakan peraturan, kemandirian tidak akan tercapai dengan baik dan mengganggu kelancaran proses pembelajaran (2017: 379). Kurangnya kedisiplinan terlihat karena ketidakteraturan yang ada pada masing-masing siswa.
Pada aspek kemampuan memecahkan masalah, kedua siswa berkebutuhan khusus tunarungu tidak mampu memecahkan masalah sendiri. Siswa tersebut membutuhkan bantuan orang lain dalam menyelesaikan tugas yang dianggap sulit. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Patnani (2013: 132) yang menyatakan seorang individu mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah dikarenakan orang tersebut tidak memahami dengan baik masalah yang sedang dihadapinya. Kedua siswa memiliki perasaan mudah bosan ketika mengikuti proses pembelajaran karena tidak dapat mendengar penjelasan dari guru.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka simpulan dari penelitian ini adalah tingkat kemandirian belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu di SD Alam Lukulo dilihat dari aspek berikut ini: (a.) ketidakbergantungan siswa kepada orang lain dalam mempersiapkan pembelajaran atau dalam proses pembelajaran; (b.) kepercayaan diri siswa dalam mengerjakan tugas dan melakukan tugas dari guru; (c) kemampuan mengendalikan diri seperti dapat menerima saran dari orang lain dan bersifat terbuka; (d.) kemampuan dalam motivasi belajar yang terlihat dengan adanya kesadaran diri dan keantusiasan saat belajar; (e.) kemampuan bertanggung jawab dengan waktu dan kebersungguhan ketika mengikuti proses pembelajaran; (f.) sikap kedisiplinan yang belum terlihat pada saat pembelajaran; serta (g.) belum adanya kemampuan dalam memecahkan masalah.
Saran
Berdasarkan simpulan yang telah disebutkan, maka beberapa saran yang dapat direkomendasikan terkait dengan penelitian ini yaitu:
Untuk Guru
Hendaknya lebih memperhatikan siswa berkebutuhan khusus tunarungu dalam pembelajaran dengan melakukan pendekatan ketika pembelajaran berlangsung agar hasil belajar siswa tidak tertinggal dari siswa normal lainnya.
Untuk Sekolah
Hendaknya memfasilitasi siswa berkebutuhan khusus tunarungu dengan pendamping khusus dan alat yang dapat membantu dalam proses pembelajaran.
Untuk Orang Tua
Hendaknya lebih memperhatikan perkembangan siswa berkebutuhan khusus tunarungu dalam proses pembelajaran di sekolah dengan melakukan sharing bersama pihak sekolah.
Untuk Peneliti Lain
Penelitian ini masih terbatas dalam tingkat kemandirian belajar siswa berkebutuhan khusus tunarungu di SD Alam Lukulo, untuk itu perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan ruang lingkup yang lebih luas maupun variabel yang lebih komplek.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan
Desmita. (2017). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Garnida, D. (2015). Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: Refika Aditama.
Hajar, Siti dan Mulyani, S. R. (2017). Analisis Kajian Teoretis Perbedaan, Persamaan, dan Inklusi dalam Pelayanan Pendidikan Dasar bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha. 4 (2), 37-48.
Mustaqiim, T.I., dkk. (2017). Analisis Kemandirian Belajar Fisika Siswa di SMA N 10 Kota Jambi. Gravity: Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran Fisika, 3 (1), 80-89.
Sundayana, Rostina. (2016). Kaitan antara Belajar, Kemandirian Belajar, dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP dalam Pelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika. 5 (2), 75-84.