Bahan Pengganti Resin Dalam Kajian Tempurung Kelapa
BAHAN PENGGANTI RESIN DALAM KAJIAN TEMPURUNG KELAPA
UNTUK MATA DIKLAT PENGETAHUAN BAHAN
PADA KOMPETENSI KRIYA KAYU
FX. Supriyono
PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta
ABSTRAK
Seni kriya adalah cabang seni rupa yang sangat memerlukan kekriyaan (kepndaian dan kecakapan) yang tinggi, seperti ukir/ pahat kayu atau logam atau padas/ batu, keramik, anyaman, tenunan, sampai batik (Sp, Sudarso), Seni kriya tidak hanya mengandalkan kerajinan dan ketrampilan tangan, melainkan hasilnya mengandung makna sebagai karya cipta seni yang kreatif dan inovatif. (Wardiman Djoyonegoro selaku Mendikbud RI dalam sambutan Pameran Seni Terapan 1994). Seni kriya pada hakekatnya tertuju pada penekanan bobot kekriyaan yang memungkinkan lahirnya nilai seni terapan dalam bentuk ekspresi baru sesuai tuntutan budaya masa kini. Barang-barang kerajinan bias saja dipakai untuk kegunaan tertentu, tetapi bukan tujuan utama, sering hadir sebagai benda yang bersifat dekoratif atau cenderamata. Untuk menciptakan seni kerajinan yang khas, diperlukan wawasan agar dapat mendudukan posisinya secara mandiri dan dapat mengembangkan cirri-ciri yang menonjol dari visualisasi kegiatan seni kriya. Pada hasil eksperimen material pada sampel semen berbeda beda antara semen putih, semen biru, semen merah, dan semen abu-abu ternyata semen putih sangat baik hasilnya. Untuk semen dan serbuk tempurung dalam proses eksperimen material kekeringan sangat lama serta pada bagian tepi produk atau sampel sering terkelupas dibanding antara semen dan lem. Serbuk tempurung dan lem sangat menyerap air tingkat kekeringan sangat lama, ketika diampalas atau disender serbuk limbah sampel menempel pada amplas atau sender. Dapat direkomendasikan bahan yang terbaik untuk pembuatan produk pengganti bahan resin adalah semen putih serta ramah lingkungan, mudah di dapat daerah terpencil, serta harganya sangat murah.
Kata kunci: pengganti resin, mata diklat pengetahuan bahan
Pendahuluan
Kehadiran seni kerajinan tak lepas dari kebutuhan hidup manusia sehari-hari (Wiyoso, 1983). Karena dalam produksi barang-barang kebutuhan hidup tadi ada unsur keindahan, kemenarikan, masa kerajinan di pandang sebagai karya seni yang khas dan diklasifikasikan sebagai benda pakai (applaied-art)
Dalam perkembangan selanjutnya, seni kerajinan bukan hanya sebagai benda pakai, tetapi juga ada yang hanya sebagai hiasan atau cindera mata. Bentuk-bentuk benda pakai dibuat dalam ukuran kecil istilah “ minor art.“
Seni kriya adalah cabang seni rupa yang sangat memerlukan kekriyaan (kepndaian dan kecakapan) yang tinggi, seperti ukir/ pahat kayu atau logam atau padas/ batu, keramik, anyaman, tenunan, sampai batik (Sp, Sudarso), Seni kriya tidak hanya mengandalkan kerajinan dan ketrampilan tangan, melainkan hasilnya mengandung makna sebagai karya cipta seni yang kreatif dan inovatif. (Wardiman Djoyonegoro selaku Mendikbud RI dalam sambutan Pameran Seni Terapan 1994). Seni kriya pada hakekatnya tertuju pada penekanan bobot kekriyaan yang memungkinkan lahirnya nilai seni terapan dalam bentuk ekspresi baru sesuai tuntutan budaya masa kini. Barang-barang kerajinan bias saja dipakai untuk kegunaan tertentu, tetapi bukan tujuan utama, sering hadir sebagai benda yang bersifat dekoratif atau cenderamata. Untuk menciptakan seni kerajinan yang khas, diperlukan wawasan agar dapat mendudukan posisinya secara mandiri dan dapat mengembangkan cirri-ciri yang menonjol dari visualisasi kegiatan seni kriya.
Ciri khas yang sangat menonjol dari seni kerajinan ini adalah mengutamakan segi keindahan (dekorasi) yang menghibur mata, sebagai pajangan, pekerjaan tangan-tangan terampil luar biasa dengan produksi terbatas. Banyak kalangan merasakan bahwa seni kriya sebagai pengulangan-pengulangan bentuk yang sudah ada tradional atau klasik, dan pada umumnya memperlihatkan atau mempertahankan nilai-nilai lama. Kerajinan juga menunjukkan konotasi negative sebagai jnis suatu pekerjaan yang mengulang-ulang dari bentuk yang sama dan positifnya memiliki sifat “rajin “ dan atau “ teliti.“
Pengembangan seni kriya Indonesia sebagai seni terapan masa kini diharapkan mampu menampilkan nilai-nilai guna baru berdasarkan imajinasi dan daya kreasi atau ekspresi para perupa (Wiyoso Yoedoseputo). Kecenderungan untuk memandang produkmkriya sebagai hasil produksi masal dan karya ulang sering mengecilkan arti dari kandungan nilai sebagai karya seni terapan. Lebih lanjut Wiyoso mengharapkan lahirnya bentuk-bentuk baru dan orisinil tanpa harus mengulang-ulang kaidah seni lama yang tidak sesuai dengan kebutuhan budaya masa kini. Makna dasar kriya tertuju pada penekanan pada “ bobot kekriyaan “ yang melahirkan nilai seni baru sesuai tuntutan zaman.
Ciptaan-ciptaan tangan sering jatuh sebagai benda iseng tanpa arti, tanpa tujuan yang jelas yang tidak lagi menarik bagi orang yang memiliki intelektualitas tinggi dan bagi mereka yang haus akan arti kehidupan dan ilmu pengetahuan. Namun demikian, sentuhan tangan-tangan terampil ini jusru merupakan daya tarik terbesar, karena menghasilkan barang yang tidak kaku dan “ dingin “ seperti buatan mesin, terasa “ hangat “ dan akrab serta sangat manusiawi. Kerinduan manusia modern terhadap sentuhan tangan, membuat seni lama hidup kembali atau mengalami perubahan dan pengembangan atau ada semacam himbauan “ kembali kealam.â€
Seiring dengan perjalanan waktu proses pembuatan kerajinan tempurung atau batok kelapa masih berlanjut hingga saat ini tanpa meninggalkan bentuk-bentuk tradisionalnya. Kerajinan tempurung yang berakar diwilayah pendudukan yang tersebar dipedesaan sebagai bagian dari kehidupan rakyat dapat menjadi potensial yang tinggi bila digarap secara sungguh-sungguh, tentunya dengan berbagai pihak termasuk pemerintah. Salah satu peluang usaha kerajinan yang dapat mendukung ekonomi kerakyatan dengan meningkatkan hasil kualitas kerajinan tempurung dngan bahan dan alat yang mudah murah serta mudah di dapat disetiap daerah.
Berbicara tentang kerajinan tempurung yang pernah dihadapi penulis di daerah terutama Pekan Baru (Pelatihan Kerajinan Pemanfaatan Limbah Tempurung Pada Dekranasda Propinsi Riau 2001 dan Pelatihan Kerajinan Pemanfaatan Limbah Tempurung Pada Dekranasda Kabupaten Lhok Seumawe Propinsi Nangro Aceh Darusalam 2002) meneluhkan betapa sulitnya untuk mendapatkan pengganti resin, maka muncul berbagai permasalahan yang komplek dan multidimensional.
Artinya penulis segera meneropong keseluruhan demensi kerajinan tempurung yang satu dengan yang lain saling keterkaitan. Selain dari pada itu muncul permasalahan untuk perekat pada benda kerja saat ini sangat begitu mahal untuk kawasan dunia pengrajin. Persoalan demi persoalan yang muncul dari para pengrajin kepermukaan secara tidak beraturan. Maka dengan mengembangkan berbagai alternatif pengganti resin yang mudah murah serta untuk mengangkat kualitas hasil kerajinan tempurung adalah indikator yang sangat baik. Indikator yang tepat adalah kemampuan dan wawasan berbagai pembuatan berbagai jenis lem yang dapat menggantikan bahan resin pada kerajinan tempurung.
Sebagai salah satu komponen Alternatif pengganti resin yaitu penguasaan pengetahuan dan pengembangan kerajinan tempurung maka dapat membuka efek positif terhadap hasil kerajinan dan nilai jual artinya dengan menguasai berbagai teknik pembuatan lem pengganti resin akan dirasakan lebih membantu pengrajin dalam mengembangkan hasil kerajinan tempurung. Berangkat dari berbagai persoalan yang dihadapi para pengrajin tersebut, peneliti yang selama ini menekuni bidang seni Kriya dan Desain, tertarik untuk melakukan Penelitian Alternatif Bahan Pengganti Resin Pada Kerajinan Tempurung Kelapa
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dapat diajukan permasalahan sebagai berikut “Apakah Alternatif Bahan Pengganti Resin Pada Kerajinan Tempurung Kelapa.†Secara lebih rinci permasalahan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagaimana kekuatan dan daya rekat lem dengan semen, serbuk tempurung, powder, terhadap tempurung kelapa.
2. Bahan resin sulit ditemukan di daerah serta harganya teralu mahal
3. Bagaimana penyusutan dari berbagai macam media terhadap tempurung kelapa.
Tempurung Kelapa
Tanaman kelapa (coconut) adalah jenis tumbuhan yang tidak asing lagi bagi kehidupan manusia, baik cara tumbuhnya, jenisnya maupun manfaatnya. Dan lagi kegunaan tumbuhan itu sendiri sejak akar, batang sampai buah dan daunnya, jika semua telah memakluminya. Sebagai pedoman bahwa rata-rata 1 tahun buah kelapa mengandung 12% tempurung kelapa dan 1 (satu) Ha menghasilkan rata1.1151,26 ka buah kelapa, maka jumlah rata-rata tempurung kelapa 31.249.525.1376 kg (31.249 ton).
Meskipun tujuan utama dari pertanian kelapa adalah untuk,memperoleh “ bagian terpenting †dari buah kelapa yaitu daging dan buahnya, akan tetapi bersama-sama dengan daging kelapa yang setara dengan 1 ton kopra turut terproduksi 0,81 ton tempurung. (sianipar: 1979 ; 27)
Tempurung merupaka salah satu bagian kulit keras dari buah kelapa, sudah banyak dikenal masyarakat sebagai komoditas kerajinan dan mempunyai nilai tambah yang tidak keci artinya hanya satu yang perlu diamati tempurung sebagai bahan baku kerajian, produknya begitu memasyarakat karena masih jarang kita temui pengrajin tempurung di Indonesia ini. Kalaupun ada pengrajin itu membuat produk sangat terbatas dalam pengguanaan bahan pendukung sangat terbatas. Sehingga produknya belum banyak kapasitas terbatas.
Tempurung Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mamitus dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia).Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton danpada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.
Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggal-kan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alas an politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sabagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sector penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan kahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN). (sianipar: 1979 ; 120)
Manfaat Tempurung
Bahan yang sangat mudah murah dan mudah di dapat salah satunya adalah tempurung. Tempurung kelapa kalau diolah dan disentuh olah tangan-tangan seni akan mendapattkan hasil yang sangat banyak, bahkan dapat mengangkat nilai pengangguran. Tempurung kelapa jika diolah dengan serius akan mendapatkan hasil yang sangat banyak, dapat diambil contoh diantaranya adalah hiasan dinding, irus, sendok/ centhong, siwur dan lain sebagainya, bahkan dapat juga dibuat untuk hanging lamp. (wayan: Wawancara ; 2007)
Perkembangan teknologi sangat ini sangat menjanjikan dengan bahan tempurung kelapa dengan prinsip alamiah dan ramah lingkungan serta menekan biaya produksi. Hal ini dapat diambil contoh adalah pembuatan bahan bakar dari tempurung adalah pembuatan arang tempurung kelapa sebagai bahan pengganti minyak.
Karakteristik Tempurung
Dikenal dengan nama tempurung, merupakan lapisan yang keras karena banyak mengandung silikat (SiO). Di bagian pangkal terdapat 3 buah “ Ovule “ (lubang tumbuh) atau mata, yang membuktikan bahwa bakal buah asalnya beruang 3 dan yang tumbuh biasanya 1 buah. Meskipun kadang-kadang muncul buah.
Lem Perekat
Untuk merekatkan sesuatu tak lepas daripada bahan yang disebut lem, selain kanji ada beberapa jenis lem salah satunya lem dari binatang. Lem ini berbahan dasar protein yang diektrasi dari rebusan tulang, kulit kayu, kulit, kuku, tanduk. Hasil ektraksi yang dimasak hingga membentuk bahan gelatin itu banyak dipakai dalam industri kayu dan mebel. Lem protein diambil dari kulit dan
Gambaran Umum Tentang Resin
Resin merupakan bahan kimia yang menggunakan teknologi dari Eropa yang mampu memproduksi dan berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
Jenis-jenis tipe resin antara lain:
IW-200, merupakan produk thermosetting Urea Formaldehyde Resin dalam bentuk caair dan memenuhi kebutuhan untuk perekat tipe II, produk ini sangat baik digunakan bagi Industri atau pabrik yang mempunyai fasilitas penyimpnan besar dan penanganan pengiriman menggunakan tanker. UFR direkomendasikan untuk pabrik Particle board, Plywood, Medium Density Fiberboard, dan indusrti kayu lainnya. UFR tahan terhadap air, dan daya lekat lem lebih kuat dari pada kayu itu sendiri.
Aplikasi UP 1001 Untuk Pabrik Plywood
Produk special ini di formulasikan untuk membuat interior dari plywood. Ketika digunakan dengan benar akan memberikan karakteristik pre-pressing yang memuaskan dengan ikatan/ pengeleman yang tahan terhadap kelemban, jamur dan noda. Kualitas ikatan pengeleman sesuai dengan standar plywood Internasional.
UFP 1001 juga memungkinkan digunakan untuk membuat perabotan kualitas atas, pengeleman ujung kayu, pemantekan ditembok, finger jointing and pekerjaan kayu lainnya. UFP 1001 sangat baik digunakan untuk pabrik particleboard dan dioleskan dipermukaan kertas dekorasi/kayu lapis/plywood.
Spesifik Resin
Penampakan: Bubuk putih
Gel ime @ 30C: 40 – 80 menit (100 g resin+50 g air+ 0,5g NH4 CL)
Waktu penyimpanan @: Kira-kira 12 bulan 30ËšC
Perawatan Penyimpanan Resin
Simpan UFP 1001 ditempat yang kering dan dingin, jauh dari sinar matahari langsung. Panas dan Lembab akan menyebabkan bubuk mengeras dan menjadi tidak berguna. Jika ada sisa bubuk simpan dalam kantong untuk menghindari ekspos bubuk kelingkungan. UFP 1001 tetap dapat digunakan dalam waktu 1 tahun atau lebih. Hardener IWPH101 dapat disimpan terus jika tidak terekspos oleh kelembaban. Dalam wadah aslinya pada 30ËšC, jangka waktu penyimpanan resin sekitar 12 bulan. Jangka waktu penyimpanan maksimum dicapai ketika UFP 1001 resin disimpan dibawah kondisi dingin dan kering. Produk ini harus selalu terlindungi dari suhu tinggi dan kelembaban tinggi. Cahaya mentari langsung mengakibatkan UFP 1001 tidak stabil. OLeh karena itu tidak boleh disimpan dalam keadaan terbuka. Sekali wadah sudah terbuka, UFP 1001 harus digunakan secepat mungkin.
Rekomendasi Campuran Lem Untuk Plywood
Formula dibawah ini ditemukan untuk memberi kualitas ikatan/pengeleman optimal dengan level biaya yang mudah di terima oleh masyarakat luas.
AUFP 1001: 100 parts byweigh
Filler (wheat Flour: 30 – 50*
Hardener IWPH 101: 3 – 6
Water: 100 – 125 *
Pot life @ 30 C: 4 jam minimum
Ideal glue mix viscosity @: 1800 – 2000 cps
30Ëš C
Filler yang direkomendasikan adalah tepung gandum. Tepung yang digunakan harus baru, putih dengan unmodified fine paricle size of medium water taking capacity dan kandungan abu yang rendah, hardener merupkan hot pressing hardener yang di formulasikan untuk digunakan bersama dengan UFP 1001. Sedangkan Glue Mixing pertama tambahkan 2/3 air ke dalam mixer dilanjutkan dengan semua UFP 1001 dan mulai di aduk, kedua diaduk beberapa menit, tambahkan semua filler yang dibutukan dan terus diaduk hingga tidak ada gumpalan, yang terakhir tambahkan sisa air dan semua hardener serta aduk 2 – 5 menit. Kemudian campuran siap dipakai.
OLesan Lem
Banyak olesan lem yang dibutuhkan sangat tergantung pada faktor seperti tekstur kayu lapis/veneer, ketebalan, suhu, daya serap kandungan kelembaban, suhu kelembaban sekitarnya, waktu pemasangan dan pre-pres. Pada umumnya, olesan lem yang tinggi diperlukan ketika kayu lapis/veneer itu kasar, tebal dan hangat. Juga jika waktu pemasangan sangat lama. Pada waktu pemasangan dan pembukaan pada veneer dengan menggunakan press dingin.
Untuk hasil yang optimum dalam ikatan yang kuat, direkomendasikan bahwa waktu pemasangan pembukaan konstan, dapat diambil contoh 25 menit dari pada membiarkannya berbeda-beda dengan menjaga panel-panel pemasangan tetap konstan, yang terakhir dapat memperpanjang waktu pemasangan ketika core veneer terlepas. Sebagai pedoman periode pre-pressing 9 – 12 menit biasnya memuaskan secara umum, tekanan pre- pressing secara khusus 10 – 15 kg/cm2 seharusnya cukup. Selama pre-pressing, sering diperlukan papan pendempul diletakkan dalam tumpukan dan oleskan sekitar 12 inch secara terpisah. Setelah pre-pressing, panel harus di hot press segera atau ded-stacked untuk periode tidak lebih dari 30 menit sebelum hot pressing. Hot pressing merupakan waktu antara penempatan pertama pemasangan panel dalam press dan aplikasi penekanan penuh ketumpukan yang di press untuk menghindari segala resiko, waktu pemuatan haruslah dijaga sependek mungkin, lebih baik tidak lebih dari 2 menit. Lem seharusya masih tacky, sebab itu dapat mengalir sebelum aplikasi penekanan penuh.
Prosedur Pengadukan atau Pencampuran
Untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna perlu adanya langkah-langkah sebagai berikut diantaranya tuangkan sekita 2/3 air ke dalam mixer dan mulai diaduk, tambahkan semua resin dan aduk sampai gumpalan tidak, pelan-pelan tambahan hardener dan sisa air, dan aduk sekitar 3 – 5 menit lagi dan campuran siap dioleskan.
Wax Emulsion
Wak Emulsion yang sesuai dapat digunakn untuk memperbaiki daya tahan air dan kestabilan dari chipboard.. Emulsion ini seharusnya dapat mentoleransisifat asam resin dan biasanya dipakai pada level sekitar 0.5 sampai 1% wax solid ke berat chip kering dan dapat dioleskan terpisah atau dicampur dengan resin.
Aplikasi Lem
Campuran rsin dioleskan di atas chip baik dengan batch atau proses terus menerus dan level normal resin berubah dari 6 – 10% solid resin atau chip kering. Pada sandwich boards, kandungan esin dipermukaan chip menuju angka yang lebih tinggi dan core chips pada bagian terbawah dari batas ini. Chip yang diaplikasi ini tidk seharusnya disimpan terlalu lama sebelum pembentukan dan penekanan,tertama pada suhu tinggi disekitarnya. Untuk mencegah papan dari pre-curing, warm culks harus dihindarkan.
Pressing mulai berlaku pada suhu antara 140-200Ëš C, yang terdahulu di bawah tekanan cahaya matahari berulang kali, yang terakhir dibawah cahaya matahari 1 kali saja dimana penekanan lebih pendek dibutuhkan. Kecepatan dimana press itu berhenti sepenuhnya mengontrol sifat dari board yang dihasilkan. Setelah mencapai stop, tekanan pada press berkurang untuk memungkinkan pelepasan uap air setelah tekanan, board harus didinginkan dibawah 100Ëš C atau ditumpuk dalam pak (tidak lebih dari 50 cm ketebalan)
Untuk menghindari perubahan warna dan memburuknya ikatan oleh over curing. Untuk mencapai distribusi kelembaban yang lebih baik, board harus ditumpuk untuk 2 – 3 hari sebelum di tangani lebih lanjut. (Company Profile: Joseff Meissner Gmbh & Co, Jerman Barat)
Pertimbangan Ekonomi
Aspek ekonomi yaitu apabila biaya produksi dari pendistribusiannya relatif lebih murah,namun mampu meningkatkan nilai jual produksinya. Memberikan solusi pada alternatif pengganti resin pada kerajinan tempurung hendaknya seefisien mungkin,karena berpengaruh terhadap harga yang akan ditanggung oleh konsumen sebagai pembeli.
Pertimbangan ekonomis lainnya adalah prospek keuntungan yang dijanjikan dari alternatif pengganti bahan resin pada produk kerajinan tempurung sebagai hasil suatu pengembangan,sebab alternatif pengganti resin juga bertujuan menghasilkan keuntungan sehingga menjamin kelangsungan hidup produsen pengrajin). Oleh sebab itu Imam Buchori Z dan Agus Sachari (1986: 85) mengatakan bahwa setiap upaya desain harus berorientasi pada pencapaian hasil yang seoptimal mungkin dengan biaya yang serendah-rendahnya.
Dalam konteks alternatif bahan pengganti resin pihak pengrajin berupaya untuk melakukan efisiensi,hal ini tersebut dari pemilihan bahan dan penggarapan pada kerajinan tempurung. Upaya efisiensi ini berakibat kerajinan tempurung tersebut bersifat tanggung artinya tidak maksimal terhadap hasil produksi. Dampak lain yang yang timbul adalah harga resin yang begitu mahal dan sulit ditemukan di daerah.
Pertimbangan Nilai Estetika
Kerajinan tempurung merupakan kerajinan yang diciptakan dan menghadirkan berbagai nuansa keindahan yang terus mengalami pengembangan-pengembangan yang berkelanjutan. Upaya ini dilakukan dalam memberikan nilai kualitas produk kerajinan tempurung yang berkualitas dan sangat gandrung akan kenikmatan keindahan. Alternatif bahan pengganti resin merupakan pengembangan penampilan melalui nilai estetis kerajinan yang dipadu dengan serat dan tekstur pada tempurung yang memunculkan efek-efek keindahan. Human Sahman 9 1993:53) mengemukakan bahwa secara umum kriteria dari dampak/efek penampilan karya seni diantaranya:
1. Kemampuan merangsang ratio pengamat untuk melakukan renungan
2. Kemampuan merangsang daya imajinasi pengamat dalam upaya membuka cakrawala imajinasi yang luas
3. Kemampuan membangkitkan perasaan, keadaan atau suasana tertentu
4. Kemampuan membangkitkan rasa nikmat atau rasa tertarik (enjoy bleness)
Kemampuan efek tentang keindahan pada karya seni memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Begitu pula pada kerajinan tempurung, kemampuan efek dari penampilan keindahannya mampu memikat rasa dan perasaan hampir seluruh dari proses penciptaan dari produk tempurung yang berperan dalam menghadirkan nilai keindahan. Mulai dari keindahan, bahan mamupun proses finishing, desain mencakup penjualan dan bentuk karya, serta pengemasan produk. Kesemuanya unsur-unsur tersebut, terangkum untuk penampilan penilain estetis kerajinan tempurung yang mencakup unsur bentuk dan penampilannya, untuk menciptakan produk/barang kerajinan tempurung yang berkualitas dengan nilai estetis yang tinggi
Alternatif bahan pengganti resin dalam aspek fungsi merupakan salah satu bagian yang amat penting, sehingga suatu pertimbangan yang matang dari aspek fungsi ini dalam kerajinan tempurung. Pertimbangan fungsi dalam alternatif bahan pengganti resin merupakan hal yang sangat prinsip, karena secara fisik berbeda-beda.
Simpulan
Pada hasil eksperimen material pada sampel semen berbeda beda antara semen putih, semen biru, semen merah, dan semen abu-abu ternyata semen putih sangat baik hasilnya. Untuk semen dan serbuk tempurung dalam proses eksperimen material kekeringan sangat lama serta pada bagian tepi produk atau sampel sering terkelupas dibanding antara semen dan lem. Serbuk tempurung dan lem sangat menyerap air tingkat kekeringan sangat lama, ketika diampalas atau disender serbuk limbah sampel menempel pada amplas atau sender
Saran
Dapat direkomendasikan bahan yang terbaik untuk pembuatan produk pengganti bahan resin adalah semen putih serta ramah lingkungan, mudah di dapat daerah terpencil, serta harganya sangat murah.
Kepustakaan
Kilman, Wulf and Deter, Coconut Palm Stem Processing, Thecnical Handbook, Protrade, GTZ, gmbh, 1996
Thampan.P.K. Handbook On Coconut Palm, Oxforrrd and IBH Publishing Co, New Delhi Bombay, Calcuta, 1981
Soedijanto, Kelapa, Yasaguna, Jakarta, 1981
P. Suhardiman, Bertanam Kelapa Hibrida, Penebar, Surabaya, 1999
Company Profile: Joseff Meissner Gmbh & Co, Jerman Barat)
Gayo,Irwan, R 1991 Buku Pintar Seri Senior, Upaya Warga Negara, Jakarta.
Djarir Makfoed. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati, Agritech, Yogyakarta
Buchori, Imam,Z 1986 (editor Agus Sachari), Peranan Desain Dalam Meningkatkan Mutu Produksi (Dalam Paradigma Indonesia),CV Rajawali, Jakarta