Efektivitas Joyfull Learning
EFEKTIVITAS JOYFUL LEARNING BERBANTUAN POWERPOINT TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 6 SALATIGA
Prasanti Eka Susanti, Wahyudi, Novisita Ratu
FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRACT
This study aims to determine the effectivity of Joyful Learning with PowerPoint towards the students mathematics learning outcomes of 7th grade students of 6th Junior High School in Social Arithmetics on Second Semester of 2013/2014 year of school. This study is quasi experimental research by using pretest-posttest control group design with only one dependent variable and independent variable. The independent variable in this study is Joyful Learning with PowerPoint and the dependent variable is students mathematics learning outcomes. The data collecting technique used observation and test. The observation is used to measure the learning implementation and observed by using observation paper. The test is used to measure students mathematics learning outcomes after giving a treatment. Before implementating a treatment, prestest had done to see the homogeneity and normality of both classes. The data analyses is devided into two steps, the first steps is descriptive analyses which give the poutrey of the data, and the second step is T-Test analyses to determine the effectivity of Joyful Learning with PowerPoint. The result shows that t coefficient as big as 4,522 and Sig. 2 tailed scores as big as 0,00 with 5% in significancy level. So, it can be said that 0,00 is less than 5 % which means H1 is accepted, it also means the H1 statement that says there is effectiveness of Joyful Learning with PowerPoint towards the students mathematics learning outcomes of 7th grade students of 6th Junior High School in Social Arithmetics on Second Semester of 2013/2014 year of school is also accepted. And that is supported by looking at the average of the posttest student mathematics learning outcomes for experiment class as big as 76,39 with 51,85 percents of students categorized in high level on mathematics learning outcomes is better than the average of the posttest of the control class as big as 58,98 with 57,14 percents of students categorized in low level of mathematics learning outcomes.
Keywords: Joyful Learning, PowerPoint, Mathematics Learning Outcomes
PENDAHULUAN
Matematika dalam Kurikulum 2013 untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (Mts) membi-asakan siswa berpikir algoritmis, mulai dari pengamatan permasalahan konkret, kemu-dian ke semi konkret, dan akhirnya abstraksi permasalahan. Rumus diturunkan oleh siswa dan siswa tidak hanya bisa menggunakan tetapi juga memahami asal usulnya. Matematika mengenalkan konsep pendekatan dan perkiraan sehingga siswa harus berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah. Kurikulum ini menekankan perimbangan antara matematika dengan angka dan tanpa angka (gambar, grafik, pola, dsb) (Kemendikbud, 2013:67).
Sistem sekolah di abad kesembilan belas yaitu pembelajaran tradisional yang membuat perspektif bahwa belajar adalah kegiatan pasif, ruang-ruang kelas persegi, tempat duduk yang tetap, dan papan tulis serta podium di depan kelas dirancang untuk transmisi pengetahuan yang efektif dari guru, sementara para siswa duduk tenang sambil mencatat harus diubah ke dalam pembelajaran konstruktivis yaitu belajar ditandai dengan partisipasi dan keterlibatan yang tinggi (Arends, 2008:11). Pembelajaran tradisional yang salah satu-nya adalah pembelajaran mekanistik meru-pakan pembelajaran yang menekankan pada proses drill and practice procedural serta menggunakan rumus dan algoritma. Siswa dilatih mengerjakan soal seperti mesin atau mekanik, konsekuensinya jika mereka diberi soal yang berbeda mereka akan membuat kesalahan (Zulkardi, 2001).
Walle (2008:70) menambahkan bahwa berlatih dapat memberikan siswa (yang diperoleh dari drill) peningkatan kemampuan dengan strategi namun hanya dengan strategi yang telah dipelajari, fokus kepada sebuah metode dan mengesam-pingkan alternatif yang fleksibel, pema-haman yang berbeda, dan pandangan yang berorientasi aturan tentang matematika. Pada kenyataannya, drill hanya membantu siswa mendapatkan lebih cepat apa yang telah mereka ketahui. Fokus dari drill adalah keterampilan menggunakan suatu prosedur. Dokumen Prinsip-prinsip dan Standar NCTM menjelaskan bahwa ada waktu dan tempat untuk drill, tetapi drill tidak pernah dilakukan sebelum memahami konsep. Pengulangan drill terhadap bagian-bagian matematika bukanlah mengerjakan matematika dan tidak akan pernah meng-hasilkan pemahaman. Drill bisa diberikan hasil jangka pendek yang bagus dalam tes tradisional, tetapi akibat jangka panjang-nya masyarakat tidak bisa mengerjakan matematika (Walle, 2008:13).
Hasil Penelitian The Third Inter-nasional Mathematic and Science Study Repeat (TIMSS-R) dalam Mathematic Achievement pada tahun 2011 menye-butkan bahwa diantara 42 negara hasil belajar matematika siswa SMP Indonesia berada pada urutan 38 (TIMMS & PIRLS 2011:42). Refleksi dari hasil PISA 2011 (Kemendikbud:2013a) lebih dari 95% siswa Indonesia hanya mampu sampai level menengah (intermediate). Menurut Dar-yanto (2013:155) sementara hasil nilai matematika pada Ujian Nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah.
Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan, mengingat matematika merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Daryanto juga menambahkan bahwa matematika sampai saat ini belum menjadi pelajaran yang menjadi favorit. Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) seringkali menghinggapi perasaan para peserta didik dari tingkat SD sampai dengan SMA bahkan hingga perguruan tinggi.
Seperti yang diungkapkan Gardner dalam Hernowo (2003:73) dalam tujuh penyakit pendidikan yang salah satunya adalah puritanisme. Gardner menjelaskan bahwa puritanisme adalah pembelajaran dengan indoktrinasi-sering merupakan kegiatan yang suram, tanpa kegembiraan, dan hanya berisi hafalan. Pendapat tersebut juga didukung oleh pernyataan Ginnis (2008:34) yang menyatakan bahwa siswa merasakan suatu keadaan emosi tertentu dari guru yang mempengaruhi kesadaran mereka. Guru yang humoris, tersenyum hangat, memiliki sikap yang menyenangkan, dan sungguh-sungguh gembira dalam pekerjaannya menyebabkan siswa bekerja lebih baik daripada siswa dengan guru yang tidak menunjukkan karakteristik ini. Gardner dalam Hernowo (2003:75) juga memunculkan obat untuk penyakit puritanisme. Obat untuk meng-atasi “penyakit” ini adalah mengembalikan kegembiraan dalam belajar. Baik anak-anak maupun orang dewasa dapat belajar paling baik dalam lingkungan yang ditandai dengan adanya minat dan kebahagiaan pribadi, dan bukan dalam lingkungan yang ditandai dengan intimidasi, tekanan mau-pun kesakitan.
Successful education is so much more than test scores; it must be about helping children to find joy in learning. We all learn best when we’re happy. Artinya pembelajaran yang sukses adalah lebih dari sekedar melihat nilai tes, pembelajaran yang sukses adalah tentang membantu siswa-siswa untuk menemukan kegem-biraannya dalam pembelajaran. Kita semua dapat belajar dengan baik ketika kita senang (Nursery World 2013:23).
Hal senada juga diungkapkan oleh Warsita dalam Husamah dan Yanuar (2013:40) bahwa perlu adanya perbaikan pembelajaran untuk mencapai hasil pem-belajaran yang diinginkan. Guru dituntut mempunyai pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dapat me-ngembalikan kegembiraan siswa seperti diungkapkan dalam Nursery World (2013: 23) “Joyful learning enabling children to experience joy can help support learning and reduce stress and anxienty” yang diterjemahkan menjadi “Joyful learning memungkinkan siswa untuk mengalami keriangan dapat membantu mendukung pembelajaran dan mengurangi stres dan kekhawatiran”. Menurut Webster dalam Young Children (2010:57), Joyful means “Experiencing well-being, success, or good fortune”. Artinya Joyful adalah mengalami kesejahteraan, kesuksesan, atau nasib baik.
Untuk mendukung suksesnya pem-belajaran tersebut diperlukan media yang akan mempermudah membawa siswa ke dalam keadaan gembira dan senang. Hal ini diungkapkan oleh Anastasia dan Al-Hafish (2013:121) menyatakan bahwa media are the tools to promote materials to the learners in order to create a joyful situation in the classroom, artinya media adalah sarana untuk mendukung materi yang diberikan kepada siswa untuk menciptakan situasi yang menggembirakan di kelas. Anastasia dan Al-Hafish juga menambahkan bahwa in addition, an interactive media needed in the classroom to maintain the students’ attention to the lesson an also to engage them to the materials given. Artinya dan lagi, media yang interaktif dibutuhkan dalam kelas untuk menjaga perhatian siswa dan juga melibatkan mereka dalam materi yang diberikan. Gautreau (2004) mengungkap-kan bahwa salah satu media yang interaktif adalah PowerPoint, PowerPoint support hyperlink and sound features that can be incorporated to construct an interactive multimedia presentation. Artinya Power-Point menyediakan hyperlink dan fitur-fitur suara yang dapat dipadukan untuk membangun sebuah presentasi yang interaktif.
Pernyataan yang sama juga disam-paikan oleh Umbaran (2013:3) bahwa guru di sekolah sering mengajar dengan meng-andalkan PowerPoint untuk menyampaikan materinya. Grabe & Grabe dalam Parette, dkk (2011:59) juga menyatakan bahwa “The fundamentally sequential nature of a PowerPoint slide presentatation makes it easier for teaching to develop and deliver instructional content in a clear, structured, and systematic format while keeping young learners engaged in the lesson”. Artinya secara fundamental slide PowerPoint yang berurutan membuat pengajar lebih mudah dalam mengembangkan dan menyajikan konten instruksional dalam format yang jelas, terstruktur dan sistematis ketika menjaga para pelajar fokus dalam pembelajaran.
Tulisan ini akan memberikan gam-baran bagaimana Joyful Learning berbantu-an PowerPoint dilaksanakan dalam pembe-lajaran matematika serta memberikan gambaran tentang dampak pembelajaran yang menunjukkan pada efektivitas pem-belajaran tersebut dalam meningkatkan hasil belajar matematika.
KAJIAN TEORI
Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar menurut Suprijono (2013: 5) adalah pola-pola dari perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan dan keterampilan. Hasil belajar adalah secara keseluruhan bukan salah satu aspek saja. Rasyid (2008: 9) juga berpendapat bahwa hasil belajar jika di tinjau dari segi proses peng-ukurannya, kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka. Dengan demi-kian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil tes belajar siswa tersebut akan memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan penguasaan kompetensi siswa pada suatu materi pelajaran yang kemudian dikonversi dalam bentuk angka-angka.
Arikunto dan Gagne dalam Sukiman (2012) mengungkapkan pada dasarnya hasil belajar adalah akibat dari adanya evaluasi belajar (tes) dan evaluasi belajar dilakukan untuk mengetahui kemampuan yang telah diperoleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Tes tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai tujuan pembela-jaran (Purwanto, 2010). Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Arikunto dan Gagne, yaitu kemampuan yang dicapai oleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran di kelas yang dapat dilakukan melalui evaluasi belajar (tes tertulis).
Tes tertulis sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu menggam-barkan ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa. Tes tertulis yang berbentuk esai, siswa berkesempatan memberikan jawabannya sendiri yang berbeda dengan siswa lainnya, namun tetap terbuka memperoleh nilai sama. Kemendikbud (2013b:243) mengung-kapkan bahwa analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor.
Asesmen dalam penelitian ini adalah proses penilaian yang sesuai dengan kurikulum 2013 (asesmen autentik) yang menekankan pada pertanyaan yang membutuhkan pemikiran mendalam. Ases-men autentik yang dipilih adalah penilaian tertulis yang berbentuk uraian karena tes tertulis yang berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komperhentif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa dan tes semacam ini dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk mengukur hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks dengan menerapkan rubrik skor.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2010:54) dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern), yang meliputi: (1) Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran, dan penglihatan. Jika salah satu faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi be-lajar, (2) Faktor Psikologis, meliputi intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir, (3) Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani Nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang.
2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern, yang meliputi: (1) Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. (2) Faktor Sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. (3) Faktor masyarakat, meliputi bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mem-pengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpenga-ruh dan mendorong giat belajar.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar diatas dapat dikaji salah satu faktor yang mempe-ngaruhi hasil belajar adalah pembelajaran yang digunakan.
Joyful Learning Berbantuan Power-Point
Joy, menurut kamus Oxford adalah a feeling of great pleasure and happiness. Artinya dideskripsikan sebagai sebuah pe-rasaan bersemangat atau emosi dari kegembiraan. Kata kerja dari Joy adalah Joyful yang juga mendeskripsikan tentang perasaan dan ekspresi kegembiraan.
Wolk (2008: 10-11) mengatakan, “I am not using the word joy as a synonym for fun. For many children having fun is hanging out at the mall, watching TV, text messaging their friends, or zipping down a roller-coaster. According to my Random House dictionary, joy means, “The emotional of great delight or happiness caused by something good or satisfying”. Artinya Saya tidak menggunakan kata “joy” bersinonim dengan “fun”. Untuk banyak anak mendapatkan kesenangan adalah berjalan-jalan ke mall, menonton televisi, berkirim pesan dengan teman mereka, atau naik roller-coaster. Berdasarkan kamus Random Houseku, joy berarti emosi dari sebuah kesenangan yang luar biasa atau kebahagiaan yang disebabkan oleh sesuatu yang baik atau memuaskan.
Chun, dkk (2011: 11) mendefinisi-kan: Joyful learning as a kind of learning process or experiencewhich could make learners feel pressure in a learning scenario/process. Artinya Joyful learning sebagai pembelajaran proses atau pengala-man yang dapat membuat pembelajar merasakan kesenangan dalam proses pembelajaran.
First, it is noticeable that the example does not start with a problem to solve. Instead, it presents children with a mathematical idea to consider (sequences) and, importantly, presents this in a problematic (or puzzling) way – that is to say, a way that encourages the pupils to investigate something in pursuit of a solution (Pratt & Berry, 2007:100). Artinya pertama, dapat di garis bawahi contoh tidak diawali dengan masalah. Namun, contoh menampilkan kepada anak dengan ide-ide matematika untuk bahan pertim-bangan dan menampilkan ini dalam jalur permasalahan, maksudnya jalur yang menguatkan siswa untuk menginvestigasi sesuatu yang bertujuan mendapatkan solusi.
Young children do not usually care very much whether something is useful in everyday life. They want things to be fascinating, which solving puzzles and seeing connections is. This is what maths should be for them (Pratt & Berry, 2007:102). Artinya anak muda sangat tidak biasa peduli apakah sesuatu itu bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka ingin sesuatu yang mengagumkan, seperti menyelesaikan teka-teki dan melihat apa itu hubungan-hubungan. Inilah yang seharusnya matematika alami oleh mereka.
Joyful Learning is essential, edu-cational, effective and extraordinary. It involves passion, purpose, play and pleasure. It embraces children’s ecstatic responses, emotions, enthusiasm, excite-ment, expertise, exploration and expres-siveness (Nursery World, 2013:27). Artinya Joyful Learning itu penting, mendidik, efektif dan luar biasa. Joyful Learning meliputi gairah, tujuan, bermain dan kesenangan. Joyful Learning mencakup tanggapan anak-anak yang luar biasa gembira, emosi, antusias, kegembiraan, keahlian, eksplorasi, dam ekspresif.
Joyful teaching does not happen by chance. It blossoms where pupils and adult enthusiastically engage with learning, relish challenges, and keep success and failure in perspective, Hayes (2007:8). Artinya mengajar dengan gembira tidak terjadi de-ngan kebetulan. Mengajar dengan gembira tumbuh dimana siswa dan orang dewasa secara antusias ikut serta dalam pembelajaran, tantangan-tantangan yang merangsang, dan terus menerus berhasil dan gagal dalam cara pandang.
Menurut Hayati (2011:2) tujuan utama dari Joyful Learning adalah membantu siswa untuk belajar dengan senang hati, sehingga belajar itu merupa-kan hal yang menyenangkan bukan beban. Untuk membantu ingatan siswa banyak menggunakan mnemonic dengan beberapa simbol, nyanyian dan puisi yang menjadi jembatan keledai.
Salirawati (2012:2) juga mengung-kapkan pendapatnya bahwa Joyful Learn-ing adalah pembelajaran yang membuat anak didik tidak takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, tetapi sebaliknya anak didik berani berbuat dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat/ga-gasan, dan mempertanyakan gagasan orang lain. Dalam belajar pendidik harus menyadari bahwa otak manusia bukanlah mesin yang dapat disuruh berpikir tanpa henti, sehingga perlu pelemasan dan relaksasi.
Sejalan dengan Chun dengan demikian Joyful Learning adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk merasakan keriangan, kegembiraan tanpa adanya tekanan, stres dan kekawatiran dalam membantu siswa membangun (construct) pemahaman mereka sendiri sehingga dapat membuat pembelajaran jauh lebih berhasil.
Anastasia dan Al-Hafish (2013) menyatakan bahwa media are the tools to promote materials to the learners in order to create a joyful situation in the classroom, artinya media adalah sarana untuk mendukung materi yang diberikan kepada siswa untuk menciptakan situasi yang menggembirakan di kelas. Anastasia dan Al-Hafish juga menambahkan bahwa in addition, an interactive media needed in the classroom to maintain the students’ attention to the lesson an also to engage them to the materials given, artinya dan lagi, media yang interaktif dibutuhkan dalam kelas untuk menjaga perhatian siswa dan juga melibatkan mereka dalam materi yang diberikan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperimenal Research). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 6 Salatiga dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII E sebagai kelas kontrol dan siswa kelas VII G sebagai kelas eksperimen yang masing-masing kelas berjumlah 28 siswa, sehingga total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 56 siswa. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen pretest dan posttest. Pretest digunakan untuk mengetahui apakah kedua sampel normal dan homogen sedangkan posttest digunakan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah diberikan perlakuan. Uji normalitas ini menggunakan uji Shapiro-Wilk. Uji homogenitas dan beda rata-rata meng-gunakan Uji Independent Sample T-Test. Analisis dilakukan dengan komputer melalui program SPSS versi 16.0. Sedangkan untuk menguji kelayakan instrumen mengguna-kan uji validitas, reliabilitas, daya beda tingkat kesukaran dan uji ahli.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAS-AN
Interval |
Kategori |
|
Rendah |
|
Cukup |
|
Tinggi |
Berdasarkan hasil observasi pem-belajaran mekanistik pada kelas kontrol, didapatkan bahwa proses pembelajaran pada kelompok kontrol berlangsung de-ngan baik, baik dari aspek persiapan, kegiatan inti dan kegiatan akhir dinyatakan baik dan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran mekanistik berbantuan Po-werPoint. Berdasarkan hasil observasi Joyful Learning pada kelas eksperimen, didapatkan bahwa proses pembelajaran pada kelompok eksperimen berlangsung dengan baik, baik dari aspek persiapan, kegiatan inti dan kegiatan akhir dinyatakan baik dan sesuai dengan langkah-langkah dalam Joyful Learning berbantuan Power-Point.
Setelah menentukan batas atas dan batas bawah maka didapatkan tiga kelas interval yang dikategorikan menjadi tiga ketegori yaitu rendah, cukup, dan tinggi. Berikut adalah Tabel 3 yang akan menunjukkan deskriptif statistik skor post-test hasil belajar matematika siswa.
Tabel 3 Deskriptif Statistik Skor Posttest Hasil Belajar Matematika Siswa
|
N |
Mean |
Std. Deviation |
Nilai_Posttest |
55 |
67.5284 |
16.64207 |
Valid N (listwise) |
55 |
|
|
Berdasarkan Tabel 3 dapat diten-tukan interval skor Posttest hasil belajar matematika siswa sebagai berikut:
Batas 1 = mean + 0,5SD
= 67,5284 + (0,5 . 16,64207)
= 67,5284 + 8,321035
= 76 (pembulatan)
Batas 1 = mean – 0,5SD
= 67,5284 – (0,5 . 16,64207)
= 67,5284 – 8,321035
= 59 (pembulatan)
Maka, interval kategori skor posttest hasil belajar matematika siswa dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Interval dan Kategori Skor Posttest Hasil Belajar Matematika Siswa
Berdasarkan interval dan kategori dari skor hasil belajar matematika siswa yang sudah dibuat maka dapat ditentukan distribusi frekuensi yang nampak pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Skor Posttest Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kategori |
Kelas Kontrol |
Kelas Eksperimen |
||
Frekuensi |
Persentase |
Frekuensi |
Persentase |
|
Rendah |
16 |
57,14% |
3 |
11,11% |
Cukup |
9 |
32,14% |
10 |
37,04% |
Tinggi |
3 |
10,71% |
14 |
51,85% |
Total |
28 |
100% |
27 |
100% |
Hasil belajar matematika dalam penelitian ini dapat dilihat melalui posttest kedua kelas yaitu kelas VII E yang menggunakan Joyful Learning berbantuan PowerPoint yang sebelumnya dilihat normalitas dan homogenitasnya melalui pretest. Uji pra syarat yang digunakan dalam perhitungan hasil belajar adalah uji normalitas dan homogenitas. Hasil belajar telah memenuhi uji normalitas dan uji homogenitas yaitu mempunyai distribusi normal dan homogen, sehingga kedua kelas tersebut mempunyai kemampuan awal yang sama yaitu ditunjukkan dengan uji Shapiro-Wilk dengan nilai Probabilitas (P) > 0,05 untuk data berdistribusi normal dan uji homogenitas menggunakan Levene’s Test for Equality of Variances dengan nilai sig > 0,05 yang menunjukkan variasi sama dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6 Analisis Uji Normalitas Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada Pretest
|
Kolmogorov-Smirnova |
Shapiro-Wilk |
||||
|
Statistic |
df |
Sig. |
Statistic |
df |
Sig. |
Kelas_Kontrol |
.085 |
26 |
.200* |
.965 |
26 |
.510 |
Kelas_Eksperimen |
.131 |
26 |
.200* |
.935 |
26 |
.104 |
a. Lilliefors Significance Correction |
|
|
|
|
||
*. This is a lower bound of the true significance. |
|
|
|
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa nilai signifikan Shapiro-Wilk kelas kontrol sebesar 0,510 > 0,05 dan nilai signifikan Shapiro-Wilk pada kelas eksperimen sebesar 0,104 > 0,05 sehingga data skor prettest kelas kontrol dan kelas eksperimen berdistribusi normal.
Tabel 7 Analisis Uji T Pretest
|
|
|
Hasil_Pretest |
|
|
|
|
Equal variances assumed |
Equal variances not assumed |
Levene’s Test for Equality of Variances |
F |
.258 |
|
|
Sig. |
.614 |
|
||
t-test for Equality of Means |
T |
-.744 |
-.744 |
|
Df |
50 |
49.631 |
||
Sig. (2-tailed) |
.460 |
.460 |
||
Mean Difference |
-4.060 |
-4.060 |
||
Std. Error Difference |
5.456 |
5.456 |
||
95% Confidence Interval of the Difference |
Lower |
-15.019 |
-15.021 |
|
Upper |
6.900 |
6.902 |
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa nilai signifikan 0,614 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua sampel memiliki variance yang sama atau dengan kata lain kedua kelas homogen. Hasil posttest juga menunjukkan bahwa kedua kelas mempunyai distribusi normal dan homogen namun kedua kelas memiliki rerata yang berbeda menurut nilai signifikan yang dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8 Analisis Uji Normalitas Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada Posttest
|
|
Kelas_Kontrol |
Kelas_Eksperimen |
Kolmogorov-Smirnov |
Statistic |
.120 |
.093 |
df |
27 |
27 |
|
Sig. |
.200* |
.200* |
|
Shapiro-Wilk |
Statistic |
.973 |
.970 |
df |
27 |
27 |
|
Sig. |
.675 |
.590 |
|
|
|
|
|
*. This is a lower bound of the true significance. |
Diketahui bahwa pada Tabel 8 nilai signifikan Shapiro-Wilk kelas kontrol menunjukkan nilai signifikan 0,675 atau dengan kata lain 0,675 > 0,05 dan nilai signifikan Shapiro-Wilk kelas kontrol menunjukkan nilai signifikan 0,590 atau dengan kata lain 0,590 > 0,05 sehingga data skor posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen berdistribusi normal.
Tabel 9 Analisis Uji t Posttest
|
|
|
Nilai_Posttest |
|
|
|
|
Equal variances assumed |
Equal variances not assumed |
Levene’s Test for Equality of Variances |
F |
.048 |
|
|
Sig. |
.828 |
|
||
t-test for Equality of Means |
T |
4.522 |
4.521 |
|
Df |
53 |
52.891 |
||
Sig. (2-tailed) |
.000 |
.000 |
||
Mean Difference |
17.405 |
17.405 |
||
Std. Error Difference |
3.849 |
3.849 |
||
95% Confidence Interval of the Difference |
Lower |
9.685 |
9.683 |
|
Upper |
25.124 |
25.126 |
Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan skor koefisien t sebesar 4,522 dengan nilai sig. 2-tailed sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) dengan taraf signifikan 5% sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, artinya rataan kedua sampel berbeda.
Menolak H0 artinya menerima H1 maka hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan Joyful Learning berbantuan PowerPoint dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran mekanistik diterima. Untuk mengetahui besarnya pengaruh atau efektivitas yaitu dengan melihat rata-rata posttest hasil belajar matematika kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan rumus O2 kelas eksperimen – O2 kelas kontrol. Terbukti dari rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen yaitu 76,388 dan rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas kontrol yaitu 58,984. Maka untuk mengetahui besarnya efektivitas adalah sebagai berikut.
Besar efektivitas = O2 kelas eksperimen – O2 kelas kontrol
= 76,388 – 58,984
= 17,405 atau bisa dilihat pada mean deference pada Tabel 9.
Maka pengujian akhir hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:
H0 : Joyful Learning berbantuan PowerPoint pada pokok bahasan aritmatika sosial tidak efektif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 6 Salatiga semester genap tahun ajaran 2013/2014.
H1 : Joyful Learning berbantuan PowerPoint pada pokok bahasan aritmatika sosial efektif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 6 Salatiga semester genap tahun ajaran 2013/2014.
Sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, maka hipotesis yang menyatakan Joyful Learning berbantuan PowerPoint pada pokok bahasan aritmatika sosial efektif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 6 Salatiga semester genap tahun ajaran 2013/2014 diterima dengan besar efektivitasnya sebesar mean difference yaitu 17,405.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Joyful Learning berbantuan PowerPoint efektif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 6 Salatiga pada pokok bahasan aritmatika sosial semester 2 tahun ajaran 2013/2014.
DAFTAR PUSTAKA
Anastasia & Al-Hafizh. 2013. Using Multimedia Storyboard in Teaching Writing a Descriptive. Journal of English of Language teaching Vol. 1 No 2, September 2013 serie B Text. (Online). ( http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jelt/article/view/1735, diakses tanggal 4 Februari 2014).
Arends, Richard L. 2008. Learning to Teach (Belajar untuk Mengajar) (buku dua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Chun, dkk. 2011. A Joyful Classroom Learning System with Robot Learning Companion for Children to Learn Mathematics Multiplication. The Turkish April Vol. 10 Issue 2.
Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.
Ginnis, Paul.2008. Trik & Taktik Mengajar Strategi Meningkatkan Pencapaian Pengajaran di Kelas. Alih Bahasa Wasi Dewanto. Jakarta: PT Indeks.
Harun, Rasyid. 2008. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima.
Hayati, Sri. 2011. Pendekatan Joyful Learning dalam Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). (Online) (http://pakguruonline.pendidikan.net, diakses pada tanggal 12 Februari 2014).
Hayes, Denis. 2007. Joyfully Concluding. Great Britain: Bell and Bain Ltd., Glasgow .
Hincks, Rachel. 2007. Joyful Teaching and Learning in Science. Dalam Hayes, David (Ed.) Joyful Teaching and Learning in the Primary School. Great Britain: Bell and Bain Ltd., Glasgow .
Kemendikbud. 2013a. Pengembangan Kurikulum 2013. Bahan Sosisalisasi Kurikulum 2013 di Semarang Tanggal 4 Mei 2013.
Kemendikbud. 2013b. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan.
Nursery World. 2013, 17-30 June (hlm 23-27). All about Joyful Learning. www.nurseryworld.co.uk, (diakses pada tanggal 12 Januari 2014).
Oxford Dictionaries. (Online). ( http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/joy, diakses pada 1 Februari 2014).
Parette, H. P. Jr. 2011. Using Animation In Microsoft PowerPointTo Enhance Engagement and Learning In Youn Learners With Developmental Delay. TEACHING Exceptional Children, Vol. 43, pp. 58-67.
Pratt dan Berry. 2007. The Joy of Mathematics. Southernhay Great Britain: Bell and Bain Ltd., Glasgow.
Pratt, N. & Berry J. The Joy of Mathematics. Dalam Hayes, David (Ed.) Joyful Teaching and Learning in the Primary School. Great Britain: Bell and Bain Ltd., Glasgow.
Salirawati. 2012. Pentingnya Penerapan Joyful Learning dalam Penciptaan Suasana Belajar yang Menyenangkan. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/usej/article/view/2954 , (diakses pada tanggal 16 Februari 2014).
Sukiman. 2012. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani.
Suprijono, 2013. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAIKEM). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
TIMSS & PIRLS International Study Center. 2011. Mathematics Achievment. Boston College. Lynch School of Education.
Walle, John A. Van De. 2008. Jilid 1 Edisi Keenam. Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Pengembangan Pengajaran. Alih Bahasa Dr. Suyono, M.Si. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Walle, John A. Van De. 2008. Jilid 2 Edisi Keenam. Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Pengembangan Pengajaran. Alih Bahasa Dr. Suyono, M.Si. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wolk, Steven. 2008. JOY: Joyful Learning Can Flourish in School- if You Give Joy a Chance. Educational Leadership /September. (Online). (http://teaching.monster.com/benefits/articles/6303-11-ways-to-bring-joy-into-the-classroom , diakses pada 15 Februari 2014).
Young Children. 2010. Joyful Learning and Assessment in Kindergarten May (hlm 57-59). Kindergarten Interest Forum. (Online). (http://www.absco.org.uk/ diakses pada tanggal 15 Januari 2014).
Zulkardi. 2001. Realistic Mathematics Education (RME) Teori Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet. Makalah: UPI Bandung.