ELEMEN-ELEMEN MASYARAKAT LOKAL DALAM

PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Studi Kasus: Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian (PTIP) Pada Kelompok Tani ““Rahayu” Dusun Jetakan,

Desa Sidomulyo, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang,

Provinsi Jawa Tengah)

Marianus Yufrinalis

ABSTRAKSI

Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) sering dikumandangkan dalam kehidupan dewasa ini, tetapi tetap dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development). Kata “memberdayakan masayarakat” terdengar mudah, namun sangat sulit mendapat hasil yang maksimal dalam pelaksanaannya. Banyak kendala dan hambatan dalam pemberdayaan karena sejak lama intervensi dan partisipasi elemen-elemen lokal tidak dilibatkan secara menyeluruh dalam pemberdayaan tidak terkecuali pemberdayaan pada petani. Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah di perdesaan ditumpukan pada pembangunan pertanian. Salah satunya terjadi pada implementasi Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi Informasi Pertanian (P3TIP) atau lebih dikenal dengan program FEATI. Program ini telah dilaksanakan selama hampir 5 tahun di seluruh Indonesia. Salah satu kegiatan dari program ini adalah pengembangan kapasitas pelaku utama (petani) melalui pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dikelola oleh pelaku utama itu sendiri (Farmer Managed Extension Activities/FMA). Metode ini menekankan pada pengembangan kapasitas manajerial, kepemimpinan dan kewirausahaan pelaku utama dalam pengelolaan kegiatan penyuluhan pertanian. Implementasi program FEATI ini dilaksanakan dengan fokus pada pengembangan kapasitas petani melalui pelatihan penanaman Padi Jajar Legowo. Salah satunya dilaksanakan di Desa Sidomulyo Secang Magelang Jawa Tengah. Kelompok Tani “Rahayu” dari Dusun Jetakan salah satunya yang menerapkan pelatihan pemberdayaan pertanian sistem tanam Jajar Legowo. Selama pelaksanaan awal dari tahun 2008 hingga sekarang, terbukti hampir secara keseluruhan produktivitas pertanian kelompok tani “Rahayu” Dusun Jetakan mengalami peningkatan dalam produksi padi, peningkatan yang demikian memberikan dampak pada bertambahnya pendapatan mereka sebagai petani. Pemberdayaan ini lebih terfokus dengan elemen masyarakat yang melibatkan kapasitas organisasi lokal (local organizational capacity). Pendekatan ini bertitik tolak dari kemauan dan kemampuan masyarakat bekerja sama serta menggerakkan segala potensi sumber daya yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat di pedesaan.

Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi Informasi Pertanian (P3TIP), tanam “Jajar Legowo”, kelompok tani

PENDAHULUAN

Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kadangkadang sangat ulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development). Karena prakteknya saling tumpang tindih, saling menggantikan dan mengacu pada suatu pengertian yang serupa. Banyak kendala dan hambatan dalam pemberdayaan karena sejak lama intervensi dan partisipasi elemen-elemen lokal tidak dilibatkan secara menyeluruh dalam pemberdayaan tidak terkecuali pemberdayaan pada petani. Berdasarkan konseptual, community development dan community empowerment, secara sederhana, Sutartiningsih (2004) memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial.

Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah di perdesaan ditumpukan pada pembangunan pertanian, salah satunya dengan implementasi Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi Informasi Pertanian (P3TIP) atau lebih dikenal dengan program FEATI, program ini telah dilaksanakan selama hampir 5 tahun di seluruh Indonesia. Salah satu kegiatan dari program ini adalah pengembangan kapasitas pelaku utama (petani) melalui pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dikelola oleh pelaku utama itu sendiri (Farmer Managed Extension Activities/FMA).

Metode ini menekankan pada pengembangan kapasitas manajerial, kepemimpinan           dan kewirausahaan pelaku utama dalam pengelolaan kegiatan penyuluhan pertanian. Dalam metode FMA ini pelaku utama dan pelaku usaha mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang ada pada diri, usaha dan wilayahnya, merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan kebutuhan mereka secara partisipatif dalam rangka meningkatkan produktivitas usahanya guna peningkatan pedapatan dan kesejateraan keluarganya.

Implementasi program FEATI ini dilaksanakan dengan fokus pada pengembangan kapasitas petani melalui pelatihan penanaman Padi Jajar Legowo[1]. Salah satunya dilaksanakan di Desa Sidomulyo Secang Magelang Jawa Tengah. Kelompok Tani “Rahayu” dari Dusun Jetakan salah satunya yang menerapkan pelatihan pemberdayaan pertanian sistem tanam Jajar Legowo. Selama pelaksanaan awal dari tahun 2008 hingga sekarang, terbukti hampir secara keseluruhan produktivitas pertanian kelompok tani “Rahayu” Dusun Jetakan mengalami peningkatan dalam produksi padi, peningkatan yang demikian memberikan dampak pada bertambahnya pendapatan mereka sebagai petani.

Keberhasilan pelaksanaan program pemberdayaan ini dalam pelatihan tanam padi Jajar Legowo tidak terlepas dari peran organisasi petani lokal yaitu kelompok tani “Rahayu” yang secara simultan mempraktekan cara tanam ini dari pelatihan pengelolaan lingkungan program FEATI dari Dinas pertanian. Dengan demikian, tampak aspek penting yang paling ampuh untuk mengedepankan prinsip pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan pendekatan bottom up, di mana partisipasi dan intervensi masyarakat sebagai subjek utama yang memiliki cara pandang, kearifan lokal dan pengetahuan lokal dalam proses pemberdayaan masyarakat menjadi nilai penting yang harus dikedepankan dalam pemberdayaan. Pemberdayaan ini lebih terfokus dengan elemen masyarakat yang melibatkan kapasitas organisasi lokal (local organizational capacity), pendekatan ini bertitik tolak dari kemauan dan kemampuan masyarakat bekerja samasama serta menggerakkan segala potensi sumber daya yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat di pedesaan.

RUMUSAN MASALAH

Programprogram pemberdayaan saat ini sering kali gagal diterapkan karena target yang diinginkan dari pemberdayaan lebih kepada pemberdayaan yang bersifat fisik sehingga program pemberdayaan tidak efektif untuk memajukan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi khusus oleh para petani. Selain itu, program sering tidak mempertimbangkan dan mengedepankan aspek untuk memperkuat kapasitas dan kemampuan petani untuk lebih inovatif, produktif dan Efisien dalam bertani. Ditambah lagi, kadang kala petani hanya sebagai objek dari program pemberdayaan dan lebih pada pendekatan top down, ini jelas menjadi permasalahan yang sering dihadapi pada keberhasilan dari program pemberdayaan masyarakat. Seharusnya pemberdayaan masyarakat lebih mengedepankan pada intervensi petani itu sendiri, dan mendasari dari sebuah program dengan kapasitas Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) atau kelompok tani, kearifan lokal dan pengetahuan petani itu sendiri, karena keberhasilan dari pemberdayaan itu ditentukan dari partisipasi dan keterlibatan secara menyeluruh elemen-eleman dari masyarakat itu sendiri, karena advokasi pemberdayaan harfiahnya hanya melakukan pendampingan kepada masyarakat dan permasalahan dari masyarakat itu sebenarnya pemecahannya ada pada masyarakat itu sendiri khususnya pemberdayaan kepada petani.

Dengan demikian, berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana elemen-elemen Pendukung Pemberdayaan di masyarakat lokal terlibat secara      partisipatif dalam Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian (PTIP) Tanam Jajar Legowo Pada Kelompok Tani “Rahayu” Dusun Jetakan?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi yang memakai jenis penelitian kualitatif analitis dengan pendekatan Fenomenologi[2], di mana bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai gejala dari perspektif para petani yang akan diteliti, memuat pandanganpandangan subyektif para petani, serta mendeskripsikan secara mendalam mengenai fenomena elemen-elemen di masyarakat lokal terlibat secara partisipatif dalam Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian (PTIP) Tanam Jajar Legowo Pada Kelompok Tani “Rahayu” Dusun Jetakan.

Dalam upaya memperoleh data maka yang perlu dilakukan oleh seorang peneliti adalah menentukan para informan yakni orangorang (subyek penelitian)[3] yang akan terlibat secara langsung dalam kegiatan pengumpulan data yang berhubungan dengan fokus penelitian.

Adapun teknik penentuan informan dalam penelitian ini dengan mengidentifikasi orang- orang yang mengetahui dan atau terlibat langsung dalam proses elemen-elemen pendukung pemberdayaan di masyarakat lokal terlibat secara partisipatif dalam Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian (PTIP) Tanam Jajar Legowo Pada Kelompok Tani “Rahayu” Dusun Jetakan, untuk dijadikan informan sesuai dengan fokus yang akan diteliti dalam penelitian ini. Adapun penentuan informan dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut:

A. Informan Kunci (key informant) yaitu orang-orang yang mengetahui dan memiliki berbagai info pokok tentang elemen-elemen pemberdayaan yang digunakan Petani yaitu aparat Desa, Kepala Gabungan Kelompok Tani Desa Sidomulyo (GAPOKTAN) dan Ketua Kelompok Tani “Rahayu”.

B. Informan utama yakni para petani yang terlibat langusng dalam kegiatan yang pelatihan dalam pemberdayaan partisipatif   dalam   Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian (PTIP) Tanam Jajar Legowo Pada Kelompok Tani “Rahayu” Dusun Jetakan.

C. Informan tambahan yakni orang-orang yang dianggap mengetahui dan dapat memberikan informasi tentang aktivitas para Petani yang terlibat secara partisipatif dalam Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian (PTIP) Tanam Jajar Legowo Pada Kelompok Tani “Rahayu” Dusun Jetakan.

Sedangkan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan langkahlangkah yang digunakan antara lain sebagai berikut:

A. Indentifikasi masalah-masalah dilapangan melalui observasi langsung terhadap situasi dari kegiatan-kegiatan Petani sekaligus membangun solidaritas dan kepercayaan masyarakat dalam rangka mendukung kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

B. Pengamatan (Observasi) di mana untuk melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap Petani yang secara partisipatif dalam Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian (PTIP) Tanam Jajar Legowo Pada Kelompok Tani “Rahayu” Dusun Jetakan.

C. Selain pengamatan, pengumpulan data juga dilakukan dengan teknik utama berupa wawancara mendalam (indept interview) mempergunakan pedoman terbuka. Dengan cara mewawancarai informan melalui interaksi yang intensif dengan Petani yang berada di Dusun Jetakan dalam rangka mencari informasi tentang elemen-elemen pendukung pemberdayaan di masyarakat lokal yang terlibat secara partisipatif dalam Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian (PTIP) Tanam Jajar Legowo Pada Kelompok Tani “Rahayu” Dusun Jetakan.

D. Dalam pengumpulan data ini, peneliti melakukan interview dengan informan kunci, utama dan informan tambahan untuk mengetahui informasi-informasi tentang keberadaan dan fenomena yang terjadi terkait dengan fokus penelitian.

E. Untuk melengkapi data primer penelitian, maka ditelusuri sumber-sumber pendukung yang berupa data sekunder yang didapat dalam buku-buku, jurnal, laporan-laporan tertulis dari kantor desa yang berkaitan dengan fokus atau masalah penelitian.

Teknik analisis data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alur kegiatan dari Huberman dan Miles, dalam Denzin dan Lincoln (2009:592), dengan menggunakan komponen analisis data model interaktif sebagai berikut:

A. Tahap reduksi data, digunakan dengan mengambil data yang diperlukan dari data primer maupun data sekunder, sedangkan data yang tidak diperlukan untuk analisis tidak diambil. Dalam tahap ini peneliti terlebih dahulu melakukan transkrip wawancara, observasi. Data yang sudah ditranskrip dipilih berdasarkan ketetapan atau keterkaitan dengan fokus penelitian. Dalam hal ini berkaitan dengan elemen-elemen Pendukung Pemberdayaan di masyarakat lokal terlibat secara partisipatif dalam Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian (PTIP) Tanam Jajar Legowo Pada Kelompok Tani ““Rahayu”” Dusun Jetakan.

B. Tahap penyajian data, merupakan tahapan lanjutan untuk menyajikan data agar lebih mudah dipahami dan dimengerti. Data ditampilkan melalui matriks, tabel, gambar atau skema, sehingga selain mudah dimengerti analisis juga akan lebih akurat.

C. Tahap kesimpulan, merupakan tahap akhir dalam analisis yaitu menarik kesimpulan dari hasil reduksi data dan penyajian data. Pada tahap ini peneliti selalu melakukan uji kebenaran disetiap data yang muncul, dilakukan dengan cara menyesuaikan kembali data-data yang didapat dari lapangan. Selain itu dalam kesimpulan akan dimunculkan keterkaitan teori dengan hasil penelitian apakah dalam bentuk mendukung teori atau mungkin menjadi sebuah kritik terhadap teori yang digunakan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pemberdayaan merujuk pada pengertian perluasan kebebasan memilih dan bertindak. Bagi masyarakat petani, kebebasan ini sangat terbatas karena ketidakmampuan bersuara (voicelessness) dan ketidak berdayaan (powerlessness) dalam hubungannya dengan Pemberi Program dan Penerima Program. Karena Petani membutuhkan kemampuan pada tingkat individu (seperti kemampuan, pendidikan dan aset) dan pada tingkat kolektif (seperti bertindak bersama untuk mengatasi masalah). Memberdayakan petani pedesaan menuntut upaya menghilangkan penyebab ketidakmampuan mereka meningkatkan kualitas hidupnya. Menurut Depaa Narayan, (2002:xx), dikatakan bahwa pemberdayaan merupakan ekspansi aset dan kemampuan petani sekaligus difasilitasi dengan cara-cara mengedepankan partisipasi, negosiasi, dan akuntabilitas untuk berpartisipasi dan bernegosiasi terhadap kontrol dan terus mempengaruhi pada lembaga yang bertanggung jawab pada kehidupan mereka.

Informasi (akses pada informasi)

Aliran informasi yang tidak tersumbat antara masyarakat dengan masyarakat lain dan antara masyarakat dengan pemerintah. Informasi meliputi ilmu pengetahuan, program dan kinerja pemerintah, hak dan kewajiban dalam bermasyarakat, ketentuan tentang pelayanan umum, perkembangan permintaan dan penawaran pasar, dsb. Masyarakat pedesaan terpencil tidak mempunyai akses terhadap semua informasi tersebut, karena hambatan bahasa, budaya dan jarak fisik. Masyarakat yang informed, mempunyai posisi yang baik untuk memperoleh manfaat dari peluang yang ada, memanfaatkan akses terhadap pelayanan umum, menggunakan hakhaknya, dan membuat pemerintah dan pihak-pihak lain yang terlibat bersikap akuntabel atas kebijakan dan tindakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Dari hasil penelitian informan menyadari arti pentingnya informasi dalam transparansi program pemberdayaan masyarakat di Desa Sidomulyo, informasi ini menjadi kunci penting dalam jalan atau tidaknya program pemberdayaan. Informasi juga menjadi salah satu elemen pendukung program pemberdayaan, karena aliran informasi yang tidak sampai kepada masyarakat atau tersumbat maka akan berdampak terhambatnya program pemberdayaan. Tetapi ini tidak berlaku pada program pemberdayaan yang dilaksanakan Dinas Penyuluhan Pertanian dan Kelompok Tani di Dusun Jetakan. Dinas Penyuluhan Pertanian dan Kelompok Tani “Rahayu” yang selalu memberikan akses informasi kepada Petani Dusun Jetakan dalam rangka memberikan pelayan umum kepada para petani akan bermanfaatnya program pemberdayaan yang dijalankan oleh Dinas Penyuluhan Pertanian dan Kelompok Tani “Rahayu” sebagai salah satu upaya meningkatkan produktivitas pertanian dengan melibatkan petani dalam program pemberdayaan, salah satunya hal yang cukup sentral yaitu akses informasi mengenai program pemberdayaan pelatihan tanam padi Jajar Legowo di Dusun Jetakan. Sebagai mana yang diungkapkan oleh Alif (65 tahun) yang menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani “Rahayu” dan Ketua GAPOKTAN Desa Sidomulyo:

“…Saya tahu program pelatihan ini karena kita anggota kelompok tani “Rahayu” disuruh untuk berkumpul dan kemudian diberitahu bahwa akan diadakan pelatihan cara tanam Jajar Legowo, selain itu juga ketua kelompok tani memberitahu dari mulut ke mulut juga. Karena ini di dusun maka informasi itu cukup cepat menyebar ke petani lainnya. Selama ini setiap informasi dari kelompok tani “Rahayu” cepat diketahui oleh setiap anggotanya termasuk saya…” (Wawancara tanggal 12 Mei 2012).

Dengan demikian, akses informasi kepada petani dirasa menjadi elemen penting dalam program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Dinas Penyuluhan Pertanian dan Kelompok Tani “Rahayu” serta Gapoktan (gabungan kelompok tani) Desa Sidomulyo secara keseluruhan untuk mensosialisasikan pelatihan cara tanam Jajar Legowo. Melibatkan seluruh masyarakat melalui pertemuan-pertemuan rutin juga menjadi hal yang penting dalam mensosialisasikan program pemberdayaan ini. Selain dengan melibatkan petani melalui pertemuan, Dinas Penyuluhan Pertanian dan Kelompok Tani “Rahayu” juga melakukan keterjangkauan akses informasi kepada petani melalui penyebaran pamflet-pamflet dan menyebarkan informasi dari mulut ke mulut yang memuat segala informasi kepada petani Dusun Jetakan yang penyebarannya melalui kepala dusun dan pemuda ataupun ditempel setiap papan pengumuman di setiap dusun, yang tujuannya agar keterjangkauan akses akan informasi dapat terjangkau kepada petani secara luas.

Inklusi dan Partisipasi

Inklusi berfokus pada pertanyaan siapa yang diberdayakan, sedangkan partisipasi berfokus pada bagaimana mereka diberdayakan dan peran apa yang mereka mainkan setelah mereka menjadi bagian dari kelompok yang diberdayakan. Menyediakan ruang partisipasi bagi masyarakat, khususnya petani, dalam pembangunan adalah memberi mereka otoritas dan control atas keputusan mengenai sumber-sumber pembangunan pertanian.

Dari hasil penelitian informan dalam hal ini sebagai pengurus dalam Kelompok Tani “Rahayu”, melihat partisipasi petani yang dilibatkan dalam setiap program pemberdayaan. Keterlibatan dan partisipasi petani adalah dengan melibatkan secara langsung atau pun melalui keterwakilan dalam setiap pertemuan yang dilaksanakan oleh Kelompok Tani dan Dinas Penyuluhan Pertanian. Selain itu juga, Kelompok Tani “Rahayu” dan Dinas Penyuluhan Pertanian secara inklusi menetapkan program yang benar-benar tepat sasaran dalam tujuan program yaitu pemberdayaan petani melalui pelatihan cara tanam Jajar Legowo dengan memanfaatkan kapasitas serta aset yang mereka miliki sebagai basis untuk dapat meningkatkan produktivitas pertanian, maka dengan itu Kelompok Tani “Rahayu” dan Dinas Penyuluhan Pertanian selaku Fasilitator melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap merumuskan program yang akan dilakukan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Alif (65 tahun) yang menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani “Rahayu” Dusun Jetakan dan Ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Desa Sidomulyo yang melihat inklusi dalam pemberdayaan:

“…Yang diberdayakan adalah petani sehingga disini FEATI memberdayakan apa-apa saja kemampuan petani agar dapat mandiri misalnya dengan pendampingan dalam setiap pelatihan cara tanam atau pendampingan praktek tanam di lapangan. Intinya tujuan dan sasarannya adalah sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan dari petani melalui penguatan kapasitas petani dengan menumbuhkan rasa keswadayaan anggota kelompok tani, menumbuhkembangkan pengetahuan cara tanam Jajar Legowo, peningkatan ekonomi melalui produktivitas padi tidak lagi secara subsisten, pengembangan organisasi lokal berbasis kelompok tani “Rahayu” di Dusun Jetakan, pemberdayaan sarana dan prasarana dasar lingkungan serta meningkatkan jaringan kerjasama…” (Wawancara tanggal 12 Mei 2012).

Dengan demikian, dalam program pemberdayaan pelatihan cara tanam Jajar Legowo yang dilaksanakan oleh Kelompok Tani “Rahayu” dan Dinas Penyuluhan Pertanian menyediakan ruang partisipasi bagi petani, khususnya anggota Kelompok Tani “Rahayu”, dalam pembangunan adalah memberi mereka otoritas dan kontrol atas keputusan mengenai sumber-sumber pembangunan seperti halnya petani melalui Kelompok Tani “Rahayu” yang memiliki otoritas untuk merumuskan program pembedayaan melalui pelatihan cara tanam Jajar Legowo dan Dinas Penyuluhan Pertanian hanya sebagai pendamping (fasilitator). Selain itu, mengenai inklusi, Dinas Penyuluhan Pertanian bersama-sama Kelompok Tani “Rahayu” di Dusun Jetakan yang akan merumuskan mengenai siapa dan apa program yang akan dilaksanakan melalui kontrol dan pertanggung jawaban program pelatihan. Dengan kata lain, menetapkan program yang benar – benar tepat sasaran dalam tujuan program yaitu pelatihan cara tanam Jajar Legowo yang lebih produkti dan efisien dengan memanfaatkan kapasitas serta aset yang mereka miliki, maka dengan itu Dinas Pertanian dan Kelompok Tani sebagai wadahnya melibatkan partisipasi petani dalam pelatihan tanam Jajar Legowo.

Akuntabilitas

Akuntabilitas mengacu pada kemampuan untuk mengajak pejabat publik, pengusaha swasta atau penyedia layanan ke lembaga, membutuhkan bahwa mereka bertanggung jawab atas kebijakan, tindakan dan penggunaan dana. Korupsi yang meluas, yang didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi, telah membuat orang miskin paling sulit karena mereka kurang memiliki akses langsung ke pejabat dan paling tidak mampu menggunakan koneksi untuk layanan dan mereka setidaknya mereka tidak ada pilihan untuk menggunakan layanan swasta sebagai alternatif. Tiga jenis utama dari mekanisme akuntabilitas: politik, administrasi dan umum. Akses informasi terhadap warga menciptakan kontrol untuk memperbaiki tata kelola dan akuntabilitas, baik untuk menetapkan prioritas pengeluaran domestik, menyediakan akses ke sekolah yang berkualitas, memastikan bahwa jalan benar-benar dapat dibangun, atau melihat obat telah disampaikan dan tersedia di klinik. Akses ke hukum dan keadilan memihak juga penting untuk melindungi hak-hak orang miskin dan koalisi yang dapat bertanggung jawab, dari pemerintah atau lembaga-lembaga sektor swasta.

Melihat akuntabilitas baik dari sisi akuntabilitas politik, administrasi maupun sosial. Dengan kata lain, akuntabilitas menuntut profesionalitas pelaku pemberdaya yang merupakan

kemampuan pelaku pemberdaya, yaitu aparat pemerintah atau LSM, untuk mendengarkan, memahami, mendampingi dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk melayani kepentingan masyarakat. Pelaku pemberdaya juga harus mampu mempertanggungjawabkan kebijakan dan tindakannya yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, dengan menciptakan akses informasi yang transparan guna mengkontrol terhadapat program dari pemberdayaan itu.

Dalam hal ini, profesionalitas para pelaku pemberdaya atau Kelompok Tani “Rahayu” dan Dinas Penyuluhan Pertanian dituntut untuk dapat melaksanakan program pemberdayaan dengan baik dan secara profesional dalam mempertanggung jawabkan program tersebut. Dalam akuntabilitas ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Alif (65 tahun) yang menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani “Rahayu” dan Ketua GAPOKTAN Desa Sidomulyo:

“…setiap minggunya kami selalu melakukan evaluasi terkait dengan pelatihan yang diberikan hingga dengan pendampingan, ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh dan berjalannya progam pelatihan, pada tanggung jawabnya, kami sediakan dari pihak petani untuk melihat progress atau perkembangan di lampangan, dengan cara melihat langsung serta pendampingan dalam cara bertanam Jajar Legowo itu kepada petani. Kami bersama-sama (kelompok tani dan Dinas pertanian) memberikan hasil dari setiap progress pelatihan yang sudah kita capai, selain itu, petani kan sebagai subjek disini, peran kami hanya sebagai fasilitator sekaligus pendamping dari proses pelatihannya dengan materi hingga pada prakteknya…”(Wawancara tanggal 12 Mei 2012)

Dengan demikian, akuntabilitas secara profesionalitas oleh Kelompok Tani “Rahayu” dan Dinas Penyuluhan Pertanian selaku Fasilitator Pelatihan bertanggung jawab dalam transparansi informasi mengenai program pemberdayaan. Kelompok Tani dan Dinas Penyuluhan Pertanian melaksanakan melalui cara mendengarkan, memahami, mendampingi dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk melayani kepentingan petani. Pelaku pemberdaya juga harus mampu mempertanggungjawabkan kebijakan dan tindakannya yang mempengaruhi cara bertanam petani dengan pendampingan praktekknya di Sawah para petani, sehingga arus transfer pengetahuan dari fasilitator menciptakan akses informasi yang transparan guna mengkontrol terhadap program dari pemberdayaan pelatihan Tanam Jajar Legowo.

Kapasitas Organisasi Lokal

Kapasitas organisasi lokal mengacu pada kemampuan orang untuk bekerja sama, mengorganisasi dan memobilisasi sumber daya untuk memecahkan masalah-masalah kepentingan umum. Sering di luar jangkauan sistem formal, masyarakat pedesaan bergantung pada satu sama lain untuk dukungan dan kekuatan dalam memecahkan masalah sehari-hari mereka. Organisasi lokal sering informal, seperti dalam kasus sekelompok wanita yang meminjamkan uang kepada satu sama lain atau beras. Mereka juga dapat formal, dengan atau tanpa pendaftaran hukum, seperti dalam kasus kelompok petani.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa peran dari organisasi lokal sangat bermain sentral sebagai wadah aspiratif dan penjembatan antara pemerintah (Dinas Penyuluhan Pertanian) , LSM dan Petani seperti adanya Kelompok Tani di Dusun Jetakan, Kelompok Tani yang dibentuk atas dasar persamaan, senasib sepenanggungan dan secara swadaya dari para petani di Dusun Jetakan. Seperti yang diungkapkan oleh Alif (65 tahun) yang menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani “Rahayu” dan Ketua GAPOKTAN Desa Sidomulyo:

“…untuk saat ini, yang masih dilibatkan dalam program ini adalah kelompok tani adalah bagian terpenting dalam pemberdayaan ini, ini menjadi sasaran tujuan program ini, setiap kelompok tani dari setiap Dusun di Desa Sidomulyo khususnya Dusun Jetakan. Dalam program pemberdayaan ini yang meliputi pelatihan penanaman Jajar Legowo, kelompok tani dengan melibatkan anggotanya cukuk memberikan kontribusi selain itu juga minat para petani terhadap cara bertanam cukup tinggi. Posisi petani sebagai penerima program adalah subjek, mereka diberi pelatihan, kemudian mereka yang mempraktekkannya, Dinas Penyuluhan pertanian selaku fasilitator hanya melakukan pendampingan. Kelompok Tani “Rahayu” merupakan salah satu Gapoktan Desa Sidomulyo, kelompok tani ini sudah lama dan memang sengaja dibentuk oleh para petani di Dusun Jetakan…”(Wawancara tanggal 12 Mei 2012).

Dengan demikian hanya ketika kelompok-kelompok terhubung dengan satu sama lain melalui komunitas dan jaringan bentuk dan asosiasi – organisasi seperti Kelompok Tani ini mulai dapat menjadi wadah penjembatan antara Dinas Penyuluhan dan Petani dalam menjalankan program pemberdayaan. Di mana kontribusi organisasi lokal yang ada di Dusun Jetakan dalam program pemberdayaan ini mereka menerima, dan membantu secara swadaya. Organisasi lokal penting untuk dilibatkan karena menjadi salah satu sasaran dan pelaksana dari program pemberdayaan karena pentingnya melibatkan mereka secara partisipatif agar program pemberdayaan ini adanya rasa memiliki, rasa tanggung jawab mereka untuk menjaga dan memelihara keberlanjutan program ini. Perlibatan organisasi lokal melalui kapasitas secara kolektif dari Kelompok Tani “Rahayu” untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh petani di Dusun Jetakan.

Aset dan Kapasitas

Aset mengacu pada aset material, baik fisik dan keuangan. Seperti aset-termasuk tanah, rumah, peternakan, tabungan, dan perhiasan. Keterbatasan ekstrim dari aset fisik keuangan yang buruk dan sebenarnya sangat membatasi kapasitas mereka untuk menegosiasikan kesepakatan

yang adil untuk diri mereka sendiri. Kapasitas, di sisi lain, melekat pada orang dan memungkinkan mereka untuk menggunakan aset mereka dengan cara yang berbeda untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kapasitas manusia termasuk kesehatan, pendidikan dan produksi, atau meningkatkan keterampilan hidup. Kemampuan sosial termasuk milik sosial, kepemimpinan, kepercayaan, rasa identitas, nilai-nilai yang memberi arti bagi kehidupan dan kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri.

Ada hubungan timbal balik antara individu dan kemampuan aset serta kemampuan untuk bertindak secara kolektif. Hubungan dua arah ini berlaku untuk semua kelompok dalam masyarakat, meskipun fokus di sini adalah pada petani. Petani yang sehat, berpendidikan dan terampil dapat berkontribusi lebih efektif untuk tindakan kolektif pada saat yang sama.

Aset dan kapasitas secara individual seperti: penguasaan dan pemilihan materi, keterampilan dan pendidikan, memelihara tenggang rasa dan sepenanggungan, dan saling menghargai atau mengakui hak dan kewajiban masing-masing individu. Sedangkan aset dan kapasitas secara kolektif seperti: peluang atau ruang menyampaikan pendapat, solidaritas sosial (kepercayaan, resiprositas dan jaringan), dan memelihara kebersamaan.

Berdasarkan hasil dari penelitian ditemukan bahwa, petani di Dusun Jetakan secara sendiri membuat organisasi lokal yang bersifat kolektif yang di sebut Kelompok Tani “Rahayu”, kelompok yang terdiri dari 90 anggota. Fungsinya Kelompok Tani ini sebagai wadah menyampaikan pendapat, serta sebagai kekuatan kolektif untuk mengatasi persoalan pertanian yang dihadapi oleh setiap anggota Kelompok Tani “Rahayu” melalui program pelatihan cara tanam Jajar Legowo. Seperti yang diungkapkan oleh Alif (65 tahun) Ketua Kelompok Tani “Rahayu” dan Ketua GAPOKTAN Desa Sidomulyo:

“…Pertama, adalah niat dari petani dan juga pengetahuan mengenai cara bertanam. Selain itu juga penguasaan materi pelatihan dari Dinas Pertanian selaku sebagai fasilitator. Kedua aset dari petani adalah tenaga dari petani itu, pengetahuan petani, sawah, segala pendukung dalam proses pertanian tentunya. Awalnya petani cukup sulit untuk menerima cara tanam yang demikian, itu karena pendidikan dan daya tangkap serta semangat untuk menerima pelatihan itu sangat rendah, namun berkat kerja sama yang sinergi antara petani (kelompok tani “Rahayu” dan fasilitator) menciptakan komunikasi dua arah artinya melibatkan pengetahuan cara tanam tradisional dari mereka untuk lebih dimutakhirkan dengan cara tanam Jajar Legowo tersebut…”(Wawancara tanggal 12 Mei 2012).

Berdasarkan ungkapan diatas, dapat dijelaskan bahwa aset dan kapasitas kolektif yang dimiliki Kelompok Tani “Rahayu” dan anggotanya ini adalah modal sosial (jaringan, resiprositas dan kepercayaan) sebagai aset tidak nyata (intagible asset) dari Kelompok Tani “Rahayu” Suka Makmur ini sebagai kapasitas kolektif mereka untuk dapat secara bersama-sama mengatasi permasalahan pertanian melalui program pemberdayaan pelatihan cara tanam Jajar Legowo. Selain itu, rasa kebersamaan, persaudaraan yang kuat, senasib dan sepenanggungan, kekompakan serta solidaritas dari setiap anggota Kelompok Tani ini menjadi aset tidak nyata yang dimiliki Kelompok Tani “Rahayu”. Kapasitas Kelompok tani ini dalam memecahkan persoalan yang dihadapi secara bersama-sama dan mandiri.

Pengembangan Hasil yang Diharapkan

Memberdayakan masyarakat berarti melakukan investasi pada masyarakat, khususnya kelompok tani, dan organisasi mereka, sehingga aset dan kemampuan mereka bertambah, baik kapabilitas perorangan maupun kapasitas kelompok. Agar pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung secara efektif, maka reformasi kenegaraan, state reform, harus dilakukan pada tingkat nasional maupun daerah. Berbagai peraturan, ketentuan, mekanisme kelembagaan, nilai – nilai dan perilaku harus disesuaikan untuk memungkinkan masyarakat berinteraksi secara efektif dengan pemerintah. Berbagai ketentuan perlu disiapkan untuk memungkinkan masyarakat dapat memantau kebijakan, keputusan dan tindakan pemerintah dan pihak-pihak lain yang terlibat. Tanpa pemantauan yang efektif dari masyarakat, maka kepentingan mereka dapat terlampaui oleh kepentingan-kepentingan lain.

Dalam pemberdayaan menghasilkan pembangunan yang manfaatkan dapat dirasakan oleh Petani. Dalam penelitian yang dilakukan terdapat hasil dari pemberdayaan, seperti yang diungkapkan oleh Ketua Kelompok Tani “Rahayu” dan Ketua GAPOKTAN Desa Sidomulyo Alif (65 tahun):

“…hasil yang dicapai selama pelatihan menunjukkan produktivitas yang tinggi dalam setiap kali memanen padi, efesien dan efektif dalam pengunaan bibit dan pupuk menjadi nilai tambah pada cara tanam Jajar Legowo ini. seiring dengan berjalannya waktu, saya sebagai ketua kelompok mulai mencoba sendiri dan menerapkan sendiri, untuk memberikan contoh kepada petani lain, terbukti dengan sepetak sawah dengan Jajar Legowo dalam sekali panen hampir menghasilkan 8-10 ton padi, lebih baik dari cara bertani konvesional yang tidak kurang menghasilkan kurang dari 8 ton per petak sawah. Dengan cara ini ternyata petani lain dalam kelompok tani ini mulai melaksanakan juga cara tani Jajar Legowo. Pelatihan yang dilakukan hampir 2 bulan dengan materi dari fasilitator dan didukung oleh modul yang menjadi panduan cara bertanam Jajar Legowo…”(Wawancara tanggal 12 Mei 2012).

Hal yang senada juga disampaikan oleh Fakhruddin (55 tahun) sebagai penerima program pemberdayaan pelatihan cara Tanam Jajar Legowo:

“…selama ikut dalam pelatihan ini, hasilnya cukup memberikan dampak pada pendapatan kami, kami menjadi lebih mengerti bagaimana bertanam yang baik dan benar serta efisien sehingga secara langsung akan berdampak pada hasil yang lebih banyak dari tidak ikut pelatihan pemberdayaan ini, panen hampir menghasilkan 8-10 ton padi, lebih baik dari cara bertani konvesional yang tidak kurang menghasilkan kurang dari 8 ton per petak sawah selain itu juga saya menjadi bertambah akan pengetahuan seputar bertani dengan cara-cara yang lebih efiesien dan efektif…”(Wawancara tanggal 12 Mei 2012).

Dengan demikian adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui program pemberdayaan pelatihan cara tanam Jajar Legowo di Dusun Jetakan ini melalui Kelompok Tani “Rahayu” yang bersinergi dengan Dinas Penyuluhan Pertanian akan menghasilkan wujud pembangunan yang partisipatif dan berkelanjutan. Di mana hasil dari pelatihan yang telah terbukti dengan cara tanam Jajar Legowo memberikan produktifitas dalam setiap kali panen, efisien dan efektif dalam penggunaan Pupuk dan Bibit menjadi pelatihan ini memberikan dampak langsung pada pendapatan petani.

KESIMPULAN

Elemen-elemen yang mendukung dalam pemberdayaan ini jelas menjadi kunci keberhasilan dalam program pemberdayaan, keterlibatan masyarakat miskin sebagai subjek dari pemberdayaan memberikan pengaruh pada penguatan kolektif dari masyarakat itu sendiri, masyarakat miskin secara mandiri dan bersama-sama memanfaatkan aset dan kapasitas kolektif mereka sebagai aset tidak nyata (intagible asset) seperti jaringan, solidaritas dan kepercayaan menjadi langkah alternatif kekuatan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Seperti halnya program pemberdayaan petani berbasis pelatihan cara tanam Jajar Legowo pada petani di Dusun Jetakan yang menempatkan elemen-elemen pendukung pemberdayaan dalam kunci keberhasilan program yang dilaksanakan dalam beberapa aspek berikut:

A. Akses informasi kepada petani oleh Kelompok Tani “Rahayu” dan Dinas Penyuluhan Pertanian, yang melibatkan seluruh masyarakat termasuk petani melalui pertemuanpertemuan rutin juga menjadi hal yang penting dalam mensosialisasikan program pemberdayaan ini serta akses kemudahan informasi yang disebarkan melalui pamflet – pamflet agar informasi cepat tersebar.

B. Partisipasi dan inklusi, dimana Kelompok Tani “Rahayu” dan Dinas Penyuluhan Pertanian menetapkan program yang benar-benar tepat sasaran dalam tujuan program yaitu pemberdayaan petani dengan memanfaatkan kapasitas serta aset yang mereka miliki sebagai basis untuk dapat memecahkan persoalan pertanian yang menyangkut dengan produktifitas hasil padi, maka dengan itu kelompok tani dan Dinas Penyuluhan Pertanian melibatkan partisipasi petani dalam setiap merumuskan program pelatihan.

C. Akuntabilitas secara profesionalitas oleh Kelompok Tani “Rahayu” dan Dinas Penyuluhan Pertanian bertanggung jawab dalam transparansi informasi mengenai program pemberdayaan. Kelompok Tani dan Dinas Penyuluhan Pertanian melaksanakan melalui cara mendengarkan, memahami, mendampingi dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk melayani kepentingan petani.

D. Penguatan organisasi lokal penting untuk dilibatkan karena menjadi salah satu sasaran dan pelaksana dari program pemberdayaan karena pentingnya melibatkan mereka secara partisipatif agar program pemberdayaan ini adanya rasa memiliki, rasa tanggung jawab mereka untuk menjaga dan memelihara keberlanjutan program ini. Perlibatan organisasi lokal melalui kapasitas secara kolektif dari Kelompok Tani “Rahayu” untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh petani di Dusun Jetakan.

E. Aset dan kapasitas secara individual, merupakan aset dan kapabilitas secara individual yang dijadikan oleh petani untuk memiliki kemampuan yang ditompang dengan pelatihan cara tanam Jajar Legowo dari Dinas Penyuluhan Pertanian membuatnya dapat mengatur dirinya sendiri dan memecahkan persoalan pertanian yang dihadapi oleh petani di Dusun Jetakan. Selain itu aset dan kapasitas secara kolektif dari Kelompok Tani “Rahayu” adalah setiap anggota memiliki rasa solidaritas yang kuat serta modal sosial yang memperkuat mereka dengan adanya rasa senasib dan sepenangunggan sehingga kerjasama dan saling membantu menjadi nilai penting dalam Kelompok Tani di Dusun Jetakan.

F. Hasil yang dicapai dalam program pemberdayaan ini adalah 1). Kemakmuran yang lebih; dimana, Kelompok Tani “Rahayu” yang mengikuti pelatihan Jajar Legowo, setiap anggota petani telah mencapai tahap kehidupan yang lebih baik. 2). Hasil dari pelatihan yang telah terbukti dengan cara tanam Jajar Legowo memberikan produktifitas dalam setiap kali panen, efisien dan efektif dalam penggunaan Pupuk dan Bibit menjadi pelatihan ini memberikan dampak langsung pada pendapatan petani. 3). Petani lebih memiliki tambahan kemampuan untuk lebih produktif, efektif dan efisien dalam cara tanam padi serta tidak hanya bertani yang berorientasi secara subsisten.

Dalam proses pemberdayaan tentunya tidak berjalan lancar sesuai dengan harapan, masih memiliki beberapa kelemahan dalam pemberdayaan khususnya pelatihan cara tanam Jajar Legowo di Dusun Jetakan. Berikut beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan basis orientasi pemberdayaan kedepannya.

A. Lebih dapat menguatkan penyadaran kepada masyarakat untuk dapat maju, seperti halnya masih terdapat hambatan dalam pelatihan yang mana petani masih sulit untuk meninggalkan kebiasaan cara tanam yang konvesional. Dalam hal ini fasilitator dan petani membuat kesepakatan untuk mempunyai tujuan yang sama dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi.

B. Pelatihan yang diberikan seharusnya tidak hanya lebih kepada teknis cara bertanam, langkah lebih baik harus juga memberikan pelatihan menyangkut manajerial dan pemasaran (keterampilan petani) dari padi yang di tanam, agar petani tidak selalu dirugikan oleh pihak-pihak yang akan mengambil keuntungan seperti halnya tengkulak. Jadi petani memiliki otoritas yang lebih dalam pengelolaan pertaniannya, tentunya akan memberikan dampak positif dalam pendapatan petani itu sendiri.

C. Pengorganisasian, dalam hal ini kelompok tani “Rahayu” sebagai kapasitasnya dalam organisasi lokal petani harus lebih dapat memperkuat keanggotannya dengan tidak hanya sebagai wadah aspiratif melainkan harus berfokus juga pada pengorganisasian dalam manajerial pertanian mulai cara tanam hingga pemasaran, sehingga petani yang tergabung dalam kelompok tani memiliki kontrol dari hulu hingga hilir pertanian. Cara ini juga dapat meningkatkan kapasitas petani dengan kerjasama dan gotong-royong.

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, Robert dan Taylor Steven, S, 1993, Kualitatif, Dasar-Dasar Penelitian, Surabaya: Usaha Nasional.

Denzin, Norman K dan Lincoln Yvonna S (eds), 2009, Handbook Of Qualitative Research, Edisi Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhajjir, H, Noeng, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Reke Saransi.

Sunartingsih, Agnes (ed). 2004. Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Institusi Lokal. Yogyakarta: Aditya Media dan Sosiatri UGM

Narayan, Deepa. 2002. Empowerment and Poverty Reduction. Washington Dc. World Bank

Departemen Pertanian, Budidaya Jajar Legowo, http://depetani.deptan.go.id/budidaya/jajar-legowo-1639, diakses Tanggal 17 Mei 2012, Pukul 17:53

 

 


[1] Tanam padi jajar legowo merupakan salah satu teknik produksi yang memungkinkan tanaman padi dapat menghasilkan produksi yang cukup tinggi serta memberikan kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Padi yang merupakan tanaman pangan utama penduduk, sebagian besar diproduksi di lahan sawah. Belum optimalnya produktivitas padi lahan sawah antara lain karena serangan hama, penyakit dan gulma. Melalui perbaikan cara tanam padi dengan sitem jajar legowo diharapkan selain dapat meningkatkan produksi, pengendalian organisme pengganggu dan pemupukan mudah dilakukan. (http://depetani.deptan.go.id/budidaya/jajar-legowo-1639 diakses Tanggal 17 Mei 2012, Pukul 17:53).

[2] Kaum Fenomenologi memandang tingkah laku manusia-apa yang mereka katakan dan mereka perbuat-sebagai hasil dari bagaimana mereka menaksir (memahami) dunianya, dengan tujuan menangkap proses penafsiran ini. Lihat Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, kualit atif dasar- dasar penelitian. Surabaya. Penerbit usaha nasional. 1993. Hal. 44-45. Sedangkan fenomenologisnya Edmund Husler, bahwa objek ilmu itu tidak terbatas pada yang empirik (sensual), melainkan mencakup fenomena yang tidak lain dari pada persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinan subyek tentang sesuatu di luar subyek; ada sesuatu yang transenden disamping oposteriotik dalam H, Noeng Muhajjir, metodologi penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Penerbit Reke Satansi. 2002. Hal. 17.

[3] Subyek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian yang ditentukan secara sengaja. Subyek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama penelitian. Lihat Robert Bogdan dan Steven J Taylor. Op.cit, hal. 31.