GERAKAN MERAPI MERBABU COMPLEX
GERAKAN MERAPI MERBABU COMPLEX
SEBAGAI MATERI ALTERNATIF PEMBELAJARAN SEJARAH
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS BOYOLALI
Andriyanto
Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Veteran Bangun Nusantara
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui apakah guru sudah memasukkan peristiwa MMC dalam pembelajaran sejarah. (2) Untuk mengetahui tanggapan MGMP dalam pengusulan peristiwa MMC Sebagai materi alternatif pembelajaran sejarah SMA. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu berusaha menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik obyek yang diteliti secara tepat. Pengambilan data menggunakan teknik wawancara, mengkaji dokumen dan arsip, dan observasi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpukan peristiwa MMC sampai saat ini belum dimasukkan sebagai materi mata pelajaran sejarah di SMA Kabupaten Boyolali dikarenakan beberapa alasan antara lain alokasi waktu yang sangat terbatas, kemampuan guru dan tidak tersedianya bahan ajar. Tanggapan dari MGMP sangat menyambut baik dengan usulan, membutuhkan waktu untuk merealisasikannya. Upaya untuk memasukkan sejarah tentang peristiwa MMC mendapat tanggapan yang positif dari para guru mata pelajaran sejarah di SMA Kabupaten Boyolali. Banyak nilai bisa dipetik diantaranya sejarah lokal Gerakan MMC bisa melengkapi materi sejarah nasional dan ada nilai kemanusiaan.
Kata Kunci: Materi MMC, MGMP, Pembelajaran Sejarah
PENDAHULUAN
Kemandirian merupakan sikap strategis untuk memilih sebuah perubahan. Bagaimana memilih sebuah landasan mengenai dunia pendidikan dewasa ini. Berbagai masalah yang ada bisa dilihat dari berbagai dimensi dan sudut pandang dalam dunia pendidikan, sekolah pada umumnya dan SMA pada khususnya. Setiap komponen pendidikan mempunyai peranan dan fungsi yang berbeda-beda tetapi semuanya menginginkan perubahan menuju kebaikan. Siswa mempunyai keharusan terus belajar untuk masa depannya. Guru selalu menjadi pendamping siswa dalam menuntut ilmu dengan menyiapkan berbagai keperluan yang disiapkan untuk menunjang belajar-mengajar di sekolah.
Pemberlakuan Undang-undang Re-publik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan pendidikan yang semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi pe-ngelolaan pendidikan dengan diberikannya wewenang kepada satuan pendidikan untuk menyusun kurikulumnya mengacu pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional dan pasal 35, mengenai standar nasional pendidikan.
Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Mengenai persiapan materi pembelajaran, termasuk materi mata pelajaran sejarah di tingkat SMA. Beberapa pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam permasalahan materi mata pelajaran sejarah antara lain, guru, organisasi profesi dan kepala sekolah. Diharapkan memfasilitasi antara keinginan dari siswa dan guru, karena kebijakan tertinggi di dalam sekolah berada di tangan kepala sekolah. Komponen lain dalam rangka peningkatan mutu pebelajaran di sekolah khususnya mata pelajaran IPS adalah kepala sekolah dan komite sekolah. Kepala sekolah adalah komponen yang penting dalam mengkoordinir aktivitas pembelajar-an yang bermutu di sekolah. Kepala sekolah harus dapat memberdayakan guru dan siswanya secara demokratik, transparan, partisipatif, dan akuntabel (Endang Danial, 2005).
Pengajaran sejarah pada dasarnya ditentukan oleh berbagai unsur atau komponen yang terkait di dalam proses pengajaran, yaitu antara lain: kurikulum dan bahan media, sarana prasarana, metode, evaluasi dan guru sebagai pengajar, di samping itu juga faktor dana, lingkungan dan waktu serta unsur pendukung lainnya yang di anggap ikut mempengaruhi (Djoko Suryo, 1989). Permasalahan dalam pembelajaran sejarah materi hanya berpedoman pada materi yang diberikan dari pusat yang sering tidak sesuai dengan keadaan siswa.
Pembelajaran sejarah kurang menumbuhkan minat bagi anak didik, selalu bercerita jauh dari pola pikir siswa itu sendiri banyak kekaburan dalam penjelasan, yaitu bagaimana siswa menyesuaikan banyak tempat yang ada di dalam materi pembelajaran sejarah. Berhubungan dengan masalah di SMA Kabupaten Boyolali, seharusnya sejarah sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai peranan yang strategis dalam rangka pembentukan kepribadian bangsa atau nation and character building. Seperti yang dikemukakan oleh Suyatno Kartodirdjo, tanpa mengetahui sejarahnya suku bangsa tidak mungkin mengenal dan memiliki identitasnya, untuk itu pengajaran sejarah berkedudukan sangat strategis dalam pendidikan nasional sebagai soko-guru dalam pembangunan bangsa (Suyatno Kartodirdjo,1989). Sehingga harapan tersampaikan tujuan dari pembelajaran sejarah dapat tercapai dengan baik.
Sartono Kartodirdjo (dalam I Gde Widja, 1991), seringkali hal-hal yang ada di tingkat nasional baru bisa mengerti dengan lebih baik pula perkembangan di tingkat lokal. Hal-hal yang ditingkat yang lebih luas itu biasanya hanya menberikan gambaran dari pola-pola serta masalah umumnya, sedangkan situasinya yang lebih konkret dan mendetail baru bisa diketahui melalui gambaran sejarah lokal.
Peristiwa-peristiwa sejarah yang bersifat kontemporer dengan berbagai tema, seperti politik, sosial, ekonomi, dll di tingkat lokal/tempat tertentu di berbagai tempat di wilayah Indonesia, banyak yang dijadikan karya ilmiah dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada jenjang S1. Hanya saja sebagian besar yang dipublikasikan atau diterbitkan untuk konsumsi umum karena masih tersimpan diberbagai perpustakaan universitas tempat mereka menuntut ilmu. Tulisan-tulisan itu sangat menarik karena banyak memakai sumber lisan yang diperoleh lewat para nara sumber, baik pelaku maupun saksi (Murdiyah Winarti, 2005). Tulisan-tulisan tersebut nantinya bisa dijadikan sebagai alternatif sumber belajar dan sumber penyusunan materi dengan memasukkan peristiwa MMCdalam pembelajaran sejarah di SMA Kabupaten Boyolali.
Kebijakan yang ada sekarang mempermudah guru untuk memilih materi pembelajaran karena semua diserahkan kepada guru mata pelajaran yang disesuaikan dengan lingkungan sekitar. Dalam pengembangan materi pembelajaran harus melihat beberapa faktor, yaitu: sahih, tingkat kepentingan, kebermaknaan, layak dipelajari dan menarik (Sutiyah, 2003). Faktor-faktor tersebut juga terdapat dalam peristiwa MMC. Dengan memanfaatkan peristiwa lokal di Boyolali yaitu peristiwa MMC yang disesuiakan dalam Standar Kompetensi dan Kompoetensi Dasar/(SK dan KD) mata pelajaran sejarah di SMA Kabupaten Boyolali dapat menambah wawasan sejarah lokal sebagai penyokong sejarah nasional. Penyampaian materi lokal oleh guru sebenarnya sudah tersampaikan, akan tetapi dalam kadar yang sedikit. Sedangkan khusus materi peristiwa MMC guru tidak memasukkan dalam materi pembelajaran.
Permasalahanya adalah bagaimana proses usulan peristiwa MMC di sehingga bisa dijadikan sebagai materi alternatif pembelajaran sejarah di SMA Kabupaten Boyolali kepada MGMP sejarah.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Boyolali yaitu di tiga Sekolah Menengah Atas Negeri ditambah 1 sekolah swasta di Boyolali dipilih menjadi lokasi penelitian untuk mendapatkan data dan informasi, yaitu, SMA N 2 Boyolali, SMA N 3 Boyolali, SMA N 1 Teras dan SMA Bhineka Karya 3 yang tergabung dalam MGMP sejarah Kabupaten Boyolali..
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini menghasilkan data dan informasi yang berupa data deskriptif berupa kalimat tertulis atau lisan dari orang atau prilaku yang dapat diamati. Menurut Sutopo (2006:227) penelitian deskriptif kualitatif akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi teliti, penuh nuansa yang lebih berharga dan lebih menekankan pada masalah proses dan makna. Jenis penelitian ini termasuk penelitian terapan karena tujuannya tidak hanya untuk memahami masalah tetapi juga secara khusus mengarah pada pengembangan cara pemecahan masalah dengan tindakan untuk tujuan praktis bukan untuk tujuan teoritis (Sutopo, 2006).
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal yaitu suatu penelitian yang difokuskan pada satu karakteristik dan satu masalah (Sutopo, 2006). Penelitian ini dilakukan pada satu jalur yaitu SMA Kabupaten Boyolali. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai gerakan MMC diajukan sebagai alternatif materi mata pelajaran sejarah di SMA Kabupaten Boyolali. Penelitian ini disebut dengan studi kasus terpancang (Embedded Research) karena permasalahan dan fokus peneliti sudah ditentukan sebelum peneliti terjun dan mengenali permasalahan di lapangan (Sutopo, 2006). Dalam penelitian nantinya menggali informasi dilapangan yaitu di SMA Kabupaten Boyolali yang diwakili dalam organisasi profesi MGMP sejarah.
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1). Wawancara, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006). Wawancara dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat untuk memperoleh data yang mempunyai kedalaman serta dilakukan berulang-kali sesuai dengan kebutuhan yang kemudian disebut in-depth interview (Soetopo,2006). (2). Mengkaji dokumen dan arsip (content analysis), Prtaktek pelaksanaan dilapangan adalah dengan mengkaji beberapa dokumen seperti silabus, RPP, materi pembelajaran, sumber belajar, dokumen MGMP dan sebagainya. (3). Observasi, Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, aktifitas, perilaku, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar. Pengumpulan data dimana peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan apapun hanya sebagai pengamat pasif, namun peneliti benar-benar hadir di lokasi (Sutopo, 2006).
Penelitian ini penulis menggunakan model analisis interaktif. Model analisis interaktif memiliki tiga unsur yaitu reduksi data, sajian data, dan verifikasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari perspektif guru mata pelajaran sejarah yang tergabung dalam MGMP materi alternatif MMC pembelajaran di kelas. Paradigma baru yang termuat dalam KTSP, sekolah diberi wewenang luas untuk mengembangkan kurikulum, dimulai dengan menjabarkan SK dan KD dalam sejumlah indikator yang relevan dengan konteks tempat guru mengajar. Indikator dalam SK dan KD sangat tergantung dari kemampuan guru dalam menjabarkannya. Termasuk didalamnya untuk memilih bahan ajar, guru diberi wewenang yang penuh asalkan standar minimal terpenuhi. Penyusunan bahan ajar, sekolah diberi wewenang dikarenakan sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran termasuk mempersiapkan atau menyusun materi ajar. Materi ajar yang disusun hendaknya dapat mengembangkan nilai, sikap, dan keterampilan. Dipersiapkan oleh guru dengan sebaik-baiknya, agar dalam penyampaiannya pada siswa tidak terjadi kesulitan. Hambatan-hambatan dari usaha memasukkan peristiwa MMC ke dalam pembelajaran pelajaran sejarah di SMA Kabupaten Boyolali dan nilai-nilai keunggulan dari kendala dalam usaha tersebut adalah.
Penyusunan (RPP) dimulai dari pengembangan silabus pada SK dan KD, yaitu SK dalam materi MMC adalah menganalisis perjalanan bangsa Indonesia sejak masa awal kemerdekaan sampai dengan munculnya Orba. Sedangkan KD adalah menganalisis perkembangan politik dan ekonomi serta perubahan masayarakat di Indonesia di tengah usaha mengisi kemerdekaan. Sehingga dalam RPP tersebut berisi pengembangan indikator pencapaian indikator untuk penilaian dan teknik evaluasinya, menentukan strategi pembelajaran, serta alokasi waktu dan sumber belajar.
Indikator-indikator pencapaian adalah mendeskripsikan kebijakan peme-rintah Indonesia di bidang ekonomi-keuangan dan militer. Relevansinya dari materi MMC yaitu kebijakan RE-RA ditubuh militer untuk meringankan beban keuangan Negara yang dikarenakan keuangan Negara memburuk. Korban dari kebijakan RE-RA melakukan pengacauan di sekitar Merapi dan Merbabau. Menghubungkan perbedaan ideologi dan strategi dalam menghadapi Belanda dengan konflik diantara kelompok politik di Indonesia. Komunis ingin mendirikan Negara Soviet sendiri sehingga dihancurkan oleh militer Negara dan sebagian dari simpatisannya melarikan diri di sekitar Merapi dan Merbabu bergabung dengan gerakan MMC. Menjelaskan beberapa konflik yang dihasilkan setelah Konfrensi Meja Bundar dengan berkelanjutannya konflik Indonesia Belanda (mengenai hasil KMB terdapat poin menjelaskan bahwa tanah-tanah yang dahulu milik pengusaha asing, pada awal pemerintahan Sukarno di berikan kepada rakyat, harus dikembalikan kepada pemilik semula yaitu pengusaha asing. Sehingga penduduk sekitar lereng gunung Merapi dan Merbabu bergabung dalam gerakan MMC.
Kecenderungan guru melihat pentingnya mengajarkan sejarah lokal, ada sisi kemanusiaan dalam materi peristiwa MMC bahwa hak sebagai rakyat telah dikorbankan demi kepentingan kebijakan nasional diantaranya karena KMB dan RE-RA. Nilai-nilai kemanusiaan tersebut bisa memposisikan para siswa secara netral dan bisa melihat kondisi dari berbagai latar belakang kemunculan gerakan MMC. Peristiwa MMC juga bisa sebagai pengembangan materi yaitu dalam materi nasional terdapat pergolakan-pergolakan dari dalam negeri antara lain DI-TII, pemberontakan Kahar Munzakar, pembe-rontakan Andi Aziz, dan beberapa daerah lainnya. Untuk mengembangkan materi tersebut dapat menjelaskan peristiwa MMC yang merupakan contoh salah satu dari pergolakan-pergolakan di daerah-daerah.
Materi gerakan MMC ditemukan beberapa keungulan dalam pembelajaran sejarah SMA Kabupaten Boyolali: (1). Respon dari MGMP dan guru-guru mata pelajaran sejarah SMA di Boyolali sangat baik dan sangat mendukung usulan tersebut. (2).Merupakan peristiwa nasional yang terjadi di tingkat lokal Boyolali. (3). Dapat menjelaskan bagaimana latar belakang masuknya Partai Komunis Indonesia di daerah Boyolali, juga bisa menjelaskan bagaimana PKI mendapatkan dukungan massa besar di daerah Boyolali sehingga pada pemilu 1955 PKI mendapatkan massa yang cukup besa. (4).Bagaimana bisa menjelaskan kondisi masyarakat Boyolali pada masa sekitar tahun 1950 – 1956. (5). Dapat mengambil nilai kemanuiaaan bahwa pemerintah harus bisa melihat kondisi rakyat ditingkat bawah atau lokal dalam menentukan suatu kebijakan dan keputusan. (6).Siswa lebih berminat dengan sejarah lokal yang diajarkan, karena siswa bisa lebih mengenal daerahnya sendiri sehingga siswa lebih bisa merekontruksi sejarah dikarenakan sumbernya lebih dekat dengan mereka. Bisa mengkroscek kepada para pendahulunya yang hidup pada masa tersebut. (7).Materi peristiwa MMC bisa dihubungkan dengan materi sejarah yang lebih luas, diantaranya, Konflik agraria, Konflik politik pasca KMB, Konflik ditubuh Militer yaitu RE-RA yang harus mengorbankan tentara kelaskaran yang dahulu mati-matian membela tanah air, Konflik ideologi dengan Komunis, Pemindahan dari Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Yogyakarta yang diikuti berpindahnya gerakan PKI ke daerah sekitar Merapi dan Merbabu.
Mengenai kendala dalam memasukkan peristiwa MMC ke dalam pembelajaran sejarah di SMA ditemukan. (1). Kurangnya sumber yang mendukung dengan materi peristiwa MMC. (2). Kekurang siapan guru dalam materi sejarah lokal Boyolali, utamanya materi peristiwa MMC. (3). Kurangnya alokasi waktu dalam mata pelajaran sejarah. (4). Banyaknya sekolah yang tidak memasukkan pelajaran sejarah di kelas XII karena lebih mengutamakan pelajaran yang diujikan di ujian Nasional. (5). Terlalu luasnya materi nasional yang harus di ajarkan, beberapa sekolahan untuk mengejar materi tersampaikan ke siswa.
Bahan kajian sejarah pada hakekatnya memuat kajian yang mencakup penjelasan tentang pengetahuan faktual (apa, siapa, di mana dan kapan). Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, bahan kajian sejarah diajarkan dengan tiga pendekatan, yaitu (a) pendekatan faktual; (b) pendekatan prosedual; (c) pendekatan kasual. Pendekatan faktual bertujuan untuk memberikan fakta dari berbagai peristiwa-peristiwa sejarah, sebagai bagian dari pengetahuan tentang peristiwa sejarah. Pendekatan ini sangat berguna untuk memperkaya pengetahuan kesejarahan, menambah kesadaran dan wawasan sejarah serta untuk menjawab pertanyaan tentang apa, siapa, dimana, kapan/bilamana. Sedangkan untuk menjawab pertanyaan mengapa, dapat dirunut melalui penelusuran terjadinya peristiwa dengan penjelasan kausalitas.
Diberlakukannya kurikulum 2006 tentang KTSP, dimana materi ajar harus mengangkat kompetensi yang ada di lingkungan siswa untuk dimasukkan dalam pembelajaran, sehingga guru harus berupaya memilih materi yang sesuai. Adanya masukan kepada pendidik di tingkat SMA di Kabupaten Boyolali berupa materi tentang peristiwa MMC yang relevan denga SK dapat diajarkan ke dalam pembelajaran sejarah, maka pada perinsipnya pendidik siap melaksanakan yang sudah menjadi kesepakatan MGMP sejarah Kabupaten Boyolali untuk memasukkan peristiwa MMC kedalam pembelajaran di kelas. Kesediaan itu harus didukung bagi semua pihak, materi menjadi kewajiban sebagai perangkat pembelajaran yang harus disusun dan keseriusan guru dalam mempelajari sejarah lokal diantaranya peristiwa MMC.
Sementara itu pihak sekolah, guru mata pelajaran dan ketua MGMP mengatakan setuju dan sangat mendukung upaya tersebut. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah kesiapan guru dan alokasi waktu. Berdasarkan hasil wawancara tersirat belum siap memahami materi sejarah tentang peristiwa lokal Boyolali. Kebanyakan penguasaan materi ajar sejarah masih terbatas pada materi dari tingkat nasional, dalam arti kurang pengembangan kearah pengetahan yang lebih luas misalnya ke peristiwa aktual termasuk mengaitkan dengan materi sejarah lokal.
Konsekuensi kesiapan guru sebagai tenaga pengajar adalah harus memiliki kompetensi khususnya dalam mata pelajaran yang diampunya. Secara umum terdapat beberapa kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang guru sebagai yang dikemukakan oleh Winarno Surakhmad (dalam I Gde Widja, 1989) yaitu (1) guru harus mampu mengenal setiap murid yang dipercayakan kepadanya; (2) guru harus memiliki kecakapan untuk memberi bimbingan; (3) guru harus memiliki dasar pengetahuan luas tentang pendidikan yang hendak dicapai; (4) guru harus memiliki pengetahuan luas tentang pendidikan dan ilmu yang diajarkan.
Guru sejarah yang tergabung dalam MGMP Sejarah Kabupaten Boyolali hendaknya sebagai agen perubahan sehingga para guru harus selalu menyadari salah satu keutamaan sejarah adalah perubahan. Berfikir historis adalah berfikir bahwa segala sesuatu akan mengalami dinamika kehidupan. Dengan demikian seorang guru sejarah selalu sensitif terhadap permasalahan masyarakat. Cara guru mengajar sejarah hanya berkisar di lingkungan kelas dan dengan materi dari buku teks akan menyebabkan murid-murid terasing dari permasalahan masyarakat.
Tuntutan guru untuk selalu membaca dan belajar adalah sebagai kewajiban sebagai pendamping anak didik dalam menuntut ilmu. Guru sejarah harus terus mengikuti wacana yang berkenbang dalam dunia keprofesionalannya. Pertama harus menyegarkan pengetahuan keseja-rahannya. Lebih utama lagi juga menjadi bagian penemu fakta-fakta sejarah. Kedua, guru harus mengembangkan inovasi-inovasi pembelajarannya supaya siswa sebagi konsumen senang dalam mempelajari serta dapat mengambil manfaat dari belajar sejarah. Inovasi dapat dilakukan mulai dari perancangan kurikulum, membuatan materi ajar dari sejarah lokal di wilayah lingkungan siswa.
Perencanaan matang dalam pembelajaran dapat memfasilitasi komunikasi, partisipasi, mengakomodasi kepentingan dan nilai-nilai serta dapat membantu pembuatan keputusan, maupun keberhasilan implikasi perencanaan. Dalam pencapaian SK, penyusunan RPP dan penggunaan perangkat pembelajaran seperti program tahunan, program semester, analisis materi palajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran adalah sangat penting. Agar dapat membuat perencanaan yang baik diperlukan pengumpulan data, materi dan informasi secara luas, explorasi alternatif dan menekankan pada implikasi yang direncanakan.
Secara langsung maupun tidak langsung keberadaan organisasi yang menaungi mata pelajaran sejarah adalah MGMP sejarah. Keberadaan organisasi profesi sebagai wadah dari para anggotanya untuk menyampaikan permasalahan, banyak permasalahan yang harus diselesaikan dan diputuskan. Masukan dan saran yang ditujukan kepada MGMP sejarah, sebijak mungkin keberadaannya ditanggapi dengan baik salah satunya usulan materi peristiwa MMC. Bagaimana kebutuhan materi sejarah lokal di SMA Kabupaten Boyolali bisa memepertimbangkan usulan memasukkan materi sejarah peristiwa MMC dalam materi mata pelajaran sejarah SMA Kabupaten Boyolali. Usaha tersebut haruslah melalui prosedur, proses dan aturan baku, sehingga semuanya akan saling mendapatkan nilai positif. Dengan niat baik dari berbagai pihak diharapkan nantinya akan mendapatkan hasil terbaik untuk semua pihak.
SIMPULAN
Meteri sejarah lokal Boyolali khususnya sejarah gerakan MMC sampai saat ini belum dimasukkan sebagai materi mata pelajaran sejarah di SMA Kabupaten Boyolali dikarenakan beberapa alasan antara lain alokasi waktu yang sangat terbatas, kemampuan guru dan tidak tersedianya bahan ajar.
Tanggapan dari MGMP sangat menyambut baik dengan usulan, membu-tuhkan waktu untuk merealisasikannya. Upaya untuk memasukkan sejarah tentang peristiwa MMC mendapat tanggapan yang positif dari para guru mata pelajaran sejarah di SMA Kabupaten Boyolali. Banyak nilai bisa dipetik diantaranya sejarah lokal Gerakan MMC bisa melengkapi materi sejarah nasional dan ada nilai kemanusiaan
REFERENSI
Muh Ali Murtadlo. 1988. Gerakan Merapi Merbabu Complex.(M.M.C), Suatu Tinjauan Atas Pola Kepemimpinannya. Skripsi. Semarang: Fakultas Sastra Universitas Diponegoro.
BSNP. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus Mata pelajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Diknas. 2003, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Sejarah. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Djoko Suryo. 1989. Serba-serbi Pengajaran Sejarah Pada Masa Kini. Historika no. I, Surakarta: Program Pascasarjana IKIP Jakarta KDK UNS. Halaman 3.
Endang Danial. 2005. Peran Guru IPS Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial: Nomor 24 Tahun XIII Edisi Januari-Juni. Bandung. Halaman 8-9.
I Gde Widja. 1989. Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Kependidikan
_________ . 1991. Sejarah Lokal Suatu Perspektif Dalam Pengajaran Sejarah. Bandung: Angkasa.
Sutiyah. 2003. Situs Sangiran Sebagai Sumber Belajar Dan Pengembangan Materi Pembelajaran Sejarah Menyongsong Kurikulum Berbasis Kompetensi. Historika Volume I. Juli, Surakarta: Program Pascasarjana UNS.
Sutopo, H.B. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Suyatno Kartodirdjo. 1989. Fungsi Pengajaran Sejarah dalam Pembangunan Nasional, Historika. No. 5. Tahun III, Surakarta: Program Pascasarjana IKIP Jakarta KDK UNS. Halaman 9.
Yaenuri. 2008. Gerakan MMC (Merapi Merbabu Complex) di Jawa Tengah Tahun 1950-1956. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negri Yogyakarta.
1982, Sejarah dan Hari Jadi Kabupaten Boyolali. Boyolali.