Hegemoni Femininitas Dongeng Dalam Majalah Bobo Tahun 2018-2019
HEGEMONI FEMININITAS DONGENG
DALAM MAJALAH BOBO TAHUN 2018-2019
Yasinta Juwita Permatasari¹)
Moh. Aniq Kh. B 2)
Mudzanatun 3)
1) Mahasiswa PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Semarang
2)3) Dosen Universitas PGRI Semarang
ABSTRAK
Latar belakang yang mendasari penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan anak akan sastra yang mana memiliki kontribusi yang besar untuk perkembangan kepribadian anak menuju dewasa yaitu dengan menyajikan karya sastra anak yang mengandung nilai-nilai yang berharga, kegembiraan dan sebagai sarana dalam memberikan pesan moral yang bermanfaat bagi pembaca khususnya anak serta untuk mengetahui hegemoni femininitas dongeng dalam majalah Bobo tahun 2018-2019. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan feminisme. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh cerita pendek dan cerita dongeng yang terdapat dalam majalah Bobo tahun 2018-2019. Sampel yang diambil adalah 15 judul dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, wawancara dan simak catat. Berdasarkan hasil penelitian dalam 15 dongeng yang terdapat dalam majalah Bobo, dapat disimpulkan bahwa terdapat kultur atau budaya perempuan yang mendominasi sebagian besar dari keseluruhan isi dongeng yang dianalisis, itu artinya terdapat hegemoni femininitas dongeng dalam majalah Bobo. Meskipun tokoh dalam dongeng tidak selalu perempuan, namun ternyata budaya atau kultur yang identik dengan perempuan tanpa sengaja terkandung di dalamnya, seperti dalam penokohan tokoh, benda atau alat, penggambaran latar tempat, serta pekerjaan domestik perempuan. Hal ini merupakan akibat dari konstruksi budaya tentang perempuan yang telah lama serta sulit dihindarkan oleh pengarang yang cenderung berfikir feminis.
Kata kunci: Hegemoni, Femininitas, Dongeng
PENDAHULUAN
Anak adalah anugerah dari Tuhan dan permata bagi bangsa dan negara. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang menjadi harapan untuk membangun bangsa menjadi lebih baik lagi dan lebih sejahtera. Oleh karena itu, agar kita kelak mendapatkan hasil yang bermutu hendaknya kita juga memberikah hak-hak mereka agar hasilnya sesuai seperti yang diharapkan. Sebagai bentuk tanggung jawab orang dewasa terhadap anak yaitu dengan memenuhi setiap hak-hak anak tersebut dan hal ini juga termasuk suatu bentuk penghargaan yang diberikan kepada anak. Bidang pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu negara. Begitupun dengan bangsa Indonesia untuk melangkah maju Indonesia selalu berupaya memenuhi hak-hak anak dalam bidang pendidikan yang mana sangat bermanfaat untuk anak, bangsa dan negara dalam kehidupan yang berlangsung ini serta untuk membangun bangsa menjadi lebih baik lagi. Berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Memenuhi kebutuhan anak khususnya dalam bidang pendidikan formal, informal maupun nonformal dapat diberikan melalui cerita atau dongeng yang biasa disebut dengan sastra. Banyak sekali manfaat yang didapat dari membaca cerita atau dongeng. Melalui berbagai cerita anak akan memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan dalam kehidupan. Cerita atau dongeng menyuguhkan dan menceritakan kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang menarik dan konkret yang mana semua kalangan baik orang dewasa dan anak-anak menyukai cerita tersebut, terlebih lagi anak yang sedang berada pada masa tumbuh dan berkembang. Hal ini sangat bermanfaat untuk anak, yaitu dapat mengembangkan daya imajinasi anak, meningkatkan minat baca anak, memenuhi kebutuhan anak akan cerita dongeng yang menyenangkan, dapat meningkatkan keceriaan anak setelah membaca dongeng, serta sebagai jembatan anak dalam menyalurkan bakat mereka seperti membaca dan menulis cerita atau bisa disebut dengan sastra.
Sastra merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia, baik sastra tertulis maupun lisan. Sastra banyak berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang mana menceritakan tentang kehidupan dan berbagai persoalan hidup manusia yang ada di sekitar. Sastra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh daya suspense, daya tarik menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya “mempermainkan” emosi pembaca sehingga ikut larut dalam arus cerita, dan kesemuanya itu dikemas dalam bahasa yang juga tidak kalah menarik. Oleh karena itu sastra banyak memberikan kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan dengan bahasa sastra yang lebih indah (Nurgiyantoro, 2016: 3).
Sastra anak dapat berkisah tentang apa saja, bahkan yang menurut ukuran dewasa tidak masuk akal. Misalnya kisah binatang yang dapat berbicara, bertingkah laku, berpikir atau berperasaan layaknya manusia. Imajinasi dan emosi anak dapat menerima cerita semacam itu wajar dan memang begitulah seharusnya menurut jangkaun pemahaman anak (Nurgiyantoro, 2016: 7).Dalam hal ini sastra anak yang dimaksud adalah produk konsumsi bagi anak-anak dan budaya anak-anak seperti bacaan anak yang meliputi dongeng, cerita pendek, puisi, legenda, mitos dll yang mana semua bacaan tersebut disajikan dengan bahasa anak yang mudah dipahami oleh anak dan mengandung unsur kebahagiaan bagi yang membaca.
Sastra anak memiliki kontribusi yang besar dalam perkembangan kepribadian anak menuju dewasa. Menurut Nurgiyantoro (2016: 35) menyatakan bahwa “sastra diyakini mampu dipergunakan sebagai salah satu sarana untuk menanam, memupuk, mengembangkan, dan bahkan melestarikan nilai-nilai yang diyakini baik dan berharga oleh keluarga, masyarakat, dan bangsa. Karena adanya pewarisan nilai-nilai itulah eksistensi suatu masyarakat dan bangsa dapat dipertahankan”. Penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilakukan dengan membacakan cerita kepada anak. Kegiatan tersebut juga mengandung nilai kesastraan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak, misalnya nilai keindahan dan kasih sayang yang tercerminkan dari sebuah bacaan. Salah satu upaya dalam menanamkan nilai-nilai yang baik dan berharga kepada anak adalah melalui cerita-cerita, dalam hal ini adalah dongeng.
Dongeng merupakan bacaan yang paling disukai oleh anak-anak, dongeng merupakan sebuah cerita yang tidak benar-benar terjadi dan sering tidak masuk akal. Biasanya tokoh dalam dongeng memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda dan ditokohkan oleh binatang atau peri yang bisa berbicara satu sama lain sehingga menambah daya tarik pembaca dan membuat seseorang yang membaca dongeng tersebut menjadi ceria. . Nurgiyantoro (2016: 198-199) menyatakan “karena dongeng berisi cerita yang tidak benar-benar terjadi itu, kemudian berkembang makna dongeng secara metaforis: berita atau sesuatu yang lain yang dikatakan orang tidak memiliki kebenaran faktual dianggap sebagai dongeng belaka atau sebagai cerita fiktif”. Disamping itu dongeng juga mengandung nilai-nilai moral yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Anak-anak bisa mendapatkan bacaan dongeng ini dari buku-buku perpustakaan di sekolah, majalah mingguan, bulanan dan lain-lain.
Femininitas yaitu bagaimana masyarakat mengidealisasikan perempuan. Femininitas merujuk pada identitas yang dibentuk/dikonstruksi dan diletakkan secara sosial kepada perempuan. Kepemimpinan yang ada serta budaya yang dianut oleh lingkungan masyarakat sosial juga mempengaruhi femininitas. Santoso (2008: 56) menyatakan bahwa “femininitas berhubungan dengan bagaimana kekuasaan mendefinisikan bagaimana perempuan seharusnya bersikap dan berperilaku. Femininitas merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh kaum wanita secara alamiah. Sifat-sifat tersebut dianggap sebagai sifat yang diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya pada generasi wanita”. Arti sederhana kritik sastra feminis menurut Sugihastuti (2016:5), sebagai berikut pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita. Jenis kelamin inilah yang membuat perbedaan di antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang.
Hegemoni memiliki artinya memimpin, kepemimpinan ataupun kekuasaan yang melebihi kekuasaan yang lain. Dalam kehidupan sehari-hari istilah hegemoni sering dikaitkan dengan dominasi. Jadi hegemoni adalah penguasaan atau kepemimpinan dari pihak yang dianggap kuat terhadap pihak yang dianggap lemah. Biasanya pihak yang dianggap kuat disini adalah laki-laki dan pihak yang dianggap lemah disini adalah perempuan. Oleh karena itu muncullah budaya dimasyarakat kita bahwa ada penguasaan laki-laki terhadap perempuan, sehingga ada kecenderungan bahwa perempuan adalah manusia yang lemah. Hegemoni maskulinitas sudah menjadi penguasa (hegemoni) dalam masyarakat sehingga mendominasi daripada feminis. Seiring dengan perkembangan zaman gerakan feminis mengalami kemajuan, salah satu contohnya adalah perempuan diperbolehkan untuk menuntut ilmu secara formal seperti laki-laki. Bahkan pada saat ini perempuan juga diperbolehkan menjadi pemimpin negara. Hal ini sangat bermanfaat bagi perempuan karena sudah tidak ada deskriminasi di hampir setiap negara.
Berdasarkan beberapa wawancara yang peneliti lakukan dengan siswa kelas IV di SD N 1 Waru, terdapat beberapa diantara mereka yang kurang menyukai membaca dongeng dikarenakan mereka lebih suka menonton video di youtube atau menonton serial kartun daripada membaca dongeng, selain itu banyak dari mereka yang tidak mempunyai buku bacaan dongeng. Namun disamping itu juga terdapat beberapa siswa yang gemar membaca dongeng selain dikarenakan mereka hobi membaca, bacaan dalam dongeng juga menarik dan bergambar sehingga memiliki daya tarik tersendiri bagi pembaca serta didukung dengan peran orang tua yang sering membacakan dongeng untuk mereka sehingga kebiasaan tersebut terbawa hingga akhirnya anak menyukai membaca dongeng. Hasil wawancara dengan beberapa orang tua siswa menyebutkan bahwa siswa saat ini gemar membaca dongeng dikarenakan ceritanya menyenangkan, menarik serta memberikan manfaat kepada anak. Terkait dengan pembahasan tersebut, Ibu Siti Mufidah selaku wali murid siswa kelas I SD N Ketangi mengatakan bahwa anak saat ini gemar membaca dan menyimak dongeng terkait dengan sifat anak yang ingin tahu tentang cerita khayalan. Banyak orang tua siswa yang mengetahui majalah Bobo karena banyak terdapat cerita yang menarik dan merupakan salah satu majalah yang lengkap, namun tidak sedikit juga anak yang tidak mengetahui majalah Bobo dikarenakan pada saat ini sudah banyak majalah anak serta buku yang berisi kumpulan dongeng.
Berdasarkan konteks penelitian tersebut peneliti akan melakukan penelitian mengenai bagaimana hegemoni femininitas yang terdapat dalam karya sastra anak pada majalah bobo yaitu dongeng.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode ini dilakukan agar bisa mendapatkan data yang mendalam tentang tokoh dan konstruksi femininitas dalam dongeng sehingga dapat disimpulkan bagaimana hegemoni femininitas dongeng dalam majalah Bobo dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang muncul dalam objek penelitian dalam hal ini teks, kemudian menguraikan fakta-fakta yang ditemukan dalam bacaan dongeng. Data dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa data verbal yang merupakan deskripsi dan uraian pemahaman atas fakta-fakta yang ditemukan dalam bacaan dongeng. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis (Sugiyono, 2017:335).
Pendekatan yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah pendekatan feminisme. Dalam ilmu sastra, feminisme ini berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan. (Sugihastuti dan Suharto 2016:18). Kritik sastra feminis bukan berarti pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, juga bukanlah kritik tentang pengarang perempuan. Arti sederhana yang dikandungnya ialah pengritik memandang sastra dengan kesadaran khusus; kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan. Membaca sebagai perempuan berarti membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang androsentris atau patriarkhat. (Sugihastuti dan Suharto 22016:19). Dapat disimpulkan bahwa kritik sastra feminis tidak hanya mengkritik tentang anak perempuan, namun juga dapat mengkritik tentang budaya,kehidupan, ideologi pengarang, dan karya-karya pengarang yang berkaitan dengan budaya perempuan.
Dalam penelitian ini ada upaya untuk mengonkretkan femininitas dalam karya sastra yang dilakukan dengan cara menganalisis tokoh dan kultur perempuan melalui sifat atau benda-benda yang berhubungan dengan kultur perempuan. Sehingga dari situlah akan diketahui konstruksi sosial bagaimana idealisasi perempuan kemudian dianalisis dan akan muncul hegemoni atau kekuasaan femininitas dalam majalah Bobo.
Penelitian deskriptif adalah penelitian non eksperimen, sehingga penelitian tidak dilakukan di lapangan. Setting penelitian ini dengan mengkaji dan mengumpulkan sumber dan kajian kepustakaan, dengan kata lain kegiatan penelitian ini dilakukan di atas meja. Subjek dalam penelitian ini adalah Bapak/Ibu Guru di SD N 1 Waru Rembang dan SD N Ketangi Pamotan.
Sugiyono (2017:193) berdasarkan sumber datanya, pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dapat diperoleh oleh pengumpul data. Sementara data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kutipan yang berupa kata-kata atau kalimat dalam dongeng majalah bobo. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah konstruksi femininitas yang mengidentikkan kultur atau budaya perempuan, sehingga muncul hegemoni femininitas dongeng.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada dongeng yang berjudul Legenda Dua Kanguru ini konstruksi femininitasnya adalah pengarang menggunakan kata manis, putih dan bersih pada tokoh utama. Seperti kutipan dongeng berikut. Sebelum manusia ada di bumi, hiduplah dua ekor kanguru kakak beradik. Mereka bernama Kango dan Joey. Wajah mereka sangat manis. Bulu mereka putih bersih sehinnga membuat hewan lainnya iri hati.
Kata sifat manis, putih dan bersih merupakan kata yang dilihat dari fisik yang selama ini diidentikkan dengan perempuan atau feminitas yang diletakkan pada toko utama walaupun tokoh tersebut hewan, itu artinya dalam mengkonstruksi tokoh menggunakan femininitas dimana manis, putih dan bersih diidentifikasi sebagai budaya yang melekat pada perempuan. Sifat yang kebanyakkan ada pada anak perempuan tersebut sering membuat orang lain iri hati melihatnya. Memiliki wajah yang manis sehingga membuat hewan lainnya iri hati tersebut sama dengan keelokan paras yang dimiliki oleh Siti Nurbaya dalam Novel Siti Nurbaya. Narator menceritakan keelokan paras Siti Nurbaya. Tokoh laki-laki sekedar digambarkan, sedangkan tokoh perempuan ditambahi muatan-muatan emosional. Lebih dari itu, tokoh perempuan dianggap sebagai “objek” yang dinilai dan disukai berdasarkan kondisi fisiknya. Kalau ia cantik, pasti banyak laki-laki yang menyukainya. Sebaliknya, kalau ia tidak cantik, tidak ada laki-laki yang menyukainya. Hal itu serupa dengan konsepsi Jawa tentang keutamaan perempuan. Menurut konsepsi Jawa, perempuan itu merak-ati (membangun kemanisan, memperlihatkan keindahan, mampu mengombinasikan warna-warna yang beraneka ragam untuk memperindah dirinya, cantik wajahnya dan ramah-tamah pekertinya) Suguhastuti dan Suharto, 2016: 259).
Pada dongeng yang berjudul Petualangan Mogi si Tikus terdapat berbagai konstruksi femininitas yang identik kultur perempuan, seperti kutipan dongeng berikut. Hari itu, cuaca sangat cerah dan cantik. Musim semi telah datang. Mogi jatuh ke rumput lembut di rumpun bunga kuning yang basah dengan embun. Cantik dan lembut merupakan kata yang identik dengan perempuan. Pengarang menggunakan kata tersebut untuk menggambarkan latar suasana itu artinya dalam mengkonstruksi latar suasana menggunakan femininitas dimana cantik, lembut diidentifikasi sebagai budaya yang melekat pada perempuan. Selain itu latar tempat juga menggunakan konstruksi femininitas dimana tokoh utama jatuh di rumput lembut di rumpun bunga kuning. Kultur atau budaya dilihat dari rumpun bunga dan warnanya kuning dimana benda dan warna dalam dongeng tersebut lebih mengidentikkan dengan kultur atau budaya perempuan pada umunya.
Selain itu tokoh utama mempunyai sifat ramah yang mana identik dengan kultur perempuan. Seperti kutipan dongeng berikut. “Halo bebek-bebek,” sapa Mogi.“Ini sudah musim semi, lo,” kata Mogi.Mogi berhenti menyapa karena ada banyak hal yang harus ia lakukan.Dalam kutipan dongeng tersebut tergambar tokoh utama mempunyai sifat ramah yang mana identik dengan kultur perempuan sehingga membuktikan pengarang menggunakan konstruksi femininitas dalam menggambarkan karakter tokoh utama.
Antonio Gramsci (dalam Patria dan Arief 2015:117) menyatakan bahwa hegemoni adalah supremasi sebuah kelompok mewujudkan diri dalam dua cara, sebagai “dominasi” dan sebagai “kepemimpinan intelektual dan moral”. Hegemoni adalah penguasaan atau kepemimpinan dari pihak yang dianggap kuat terhadap pihak yang dianggap lemah. Biasanya pihak yang dianggap kuat disini adalah laki-laki dan pihak yang dianggap lemah disini adalah perempuan. Oleh karena itu muncullah budaya dimasyarakat kita bahwa ada penguasaan laki-laki terhadap perempuan, sehingga ada kecenderungan bahwa perempuan adalah manusia yang lemah.
Namun sebaliknya, dalam penelitian ini peneliti menganalisis dongeng untuk mengetahui seberapa dominan kultur atau budaya perempuan dalam konstruksi femininitas dongeng. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk hegemoni femininitas dongeng dalam majalah Bobo edisi 45 yang terbit 8 Maret 2018 sampai edisi 46 terbit 4 April 2019 yang diambil secara acak sebanyak 15 dongeng. Berdasarkan hasil analisis dongeng majalah Bobo terdapat berbagai kultur atau budaya perempuan dalam konstruksi femininitas dongeng majalah Bobo. Dalam analisis ini akan ditentutan hegemoni femininitas dongeng dalam majalah Bobo.
Terdapat konstruksi femininitas yang dibentuk berdasarkan kultur atau budaya perempuan berdasarkan fisik, sifat, benda, serta pekerjaan domestik yang identik dengan kultur atau budaya perempuan. Bentuk kultur atau budaya perempuan berdasarkan penggambaran fisik anak perempuan dalam dongeng adalah anak perempuan berkuncir dua, anak berambut ikal panjang. Bentuk kultur atau budaya perempuan berdasarkan sifat yang identik dengan perempuan dalam dongeng adalah gadis cantik, manis, serta sifat tokoh perempuan yang emosional, ramah, tulus, suka mengomel, kurang percaya diri, cerdas, baik hati, penyayang, teliti dan sabar dalam merawat serta lemah lembut dalam berbicara. Dalam pekerjaan domestik perempuan yaitu menjahit, memasak (menggoreng), merawat tanaman, merawat boneka. Serta benda yang identik dengan kultur atau budaya perempuan adalah boneka, boneka kertas, dan pita serta pesta atau perayaan. Dalam melukiskan keadaan alam, latar tempat dan suasana pengarang sering menggambarkan bahwa alam tersebut terlihat elok, cantik, indah, yang mana diksi tersebut identik dengan kultur atau budaya perempuan. Tidak hanya tokoh anak perempuan saja yang identik dengan kultur atau budaya perempuan, justru pengarang dalam menggambarkan penokohan tokoh hewan juga dengan sifat yang dapat diidentikkan dengan kuktur atau budaya perempuan.
Kultur atau budaya perempuan mendominasi sebagian dari keseluruhan isi dari dongeng yang dianalisis, itu artinya terdapat hegemoni femininitas dongeng dalam majalah Bobo. Hegemoni femininitas dongeng paling dominan terdapat pada dongeng yang berjudul “Pongo Di Pulau Ceria”, “Peri Boneka”, “Daun-Daun Gugur”, “ Boneka Kertas”, “Tetangga Baru”, “Jamur Kurcaci”, dan “Pengihir Negeri Hujan” Dari beberapa dongeng yang dianalisis feminisme lebih mendominasi atau menguasai dongeng daripada maskulin. Berdasarkan pembahasan dongeng dengan sudut pandang perempuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun tokoh dalam dongeng tidak selalu perempuan, namun ternyata budaya atau kultur yang identik dengan perempuan tanpa sengaja terkandung di dalamnya, terutama yang terdapat dalam penokohan tokoh, benda atau alat, penggambaran latar tempat, serta pekerjaan domestik perempuan. Hal ini merupakan akibat dari konstruksi budaya tentang perempuan yang telah lama serta sulit dihindarkan oleh pengarang yang cenderung berfikir feminis. Penggunaan gaya bahasa metafora juga digunakan pengarang dalam melukiskan keadaan alam serta memberikan komentar bahwa alam tersebut terlihat elok. Jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan gaya bahasa ternyata juga mengandung kultur atau budaya yang identik denga kultur atau budaya perempuan walaupun tidak banyak namun hal tersebut tidak dapat dihindarkan oleh pengarang. Berdasarkan analisis dongeng tersebut menunjukkan bahwa pengarang dalam menggambarkan keseluruhan dongeng terhegemoni oleh kultur atau budaya yang identik dengan perempuan. Hegemoni adalah penguasaan atau kepemimpinan dari pihak yang dianggap kuat terhadap pihak yang dianggap lemah. Sehingga hegemoni dari dongeng yang dianalisis yaitu kultur atau budaya yang mendominasi isi dongeng dibanding dengan maskulin.
Dongeng dalam majalah Bobo yang dikaji, telah ditemukan berbagai konstuksi femininitas dongeng yang kuat menurut Sugisastuti dan Sugarto yaitu kultur atau budaya perempuan yang terkandung didalamnya, antara lain berdasarkan latar tempat dan alat, sifat, benda, fisik yang identik dengan perempuan, serta pekerjaan dometik perempuan. Penyampaian femininitas dalam dongeng ditujukkan melalui kultur atau budaya perempuan seperti perwatakan masing-masing tokoh, penggambaran latar tempat dan suasana, pekerjaan, serta benda yang identik dengan kultur atau budaya perempuan.
Alur yang disajikan dalam dongeng sederhana namun menarik untuk dibaca serta mengandung nilai-nilai positif di dalamnya, sehingga pembaca khususnya anak-anak mudah untuk memahami isi cerita dan dapat mengambil sisi positif dari setiap cerita. Selain itu konflik dan tokoh-tokoh yang disajikan dalam dongeng merangsang anak untuk berfikir kreatif dan bermain dengan imajinasinya sehingga dengan membaca anak juga dapat berkembang cara berfikirnya serta dapat menyelesaikan permasalahan yang mana menyangkut permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu menerima informasi yang lebih baik lagi tentang kehidupan itu sendiri. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Nurgiyantoro dalam bukunya (2018:36) bahwa salah satu kontribusi sastra anak yaitu untuk perkembangan imajinasi anak yang artinya imajinasi anak akan ikut berkembang sejalan dengan larutnya seluruh cerita yang sedang dinikmati. Imajinasi ini akan memancing tumbuh dan berkembangnya daya kreativitas.
Tokoh-tokoh dalam dongeng beragam ada tokoh manusia, hewan serta peri yang dapat berperilaku seperti manusia sehingga tidak asing bagi anak-anak dan mudah untuk bermain dalam imajinasi anak. Tokoh-tokoh tersebut mempunyai karakter yang berbeda-beda dan dapat berubah-ubah setelah mendapatkan nasehat dari teman.Dalam setiap dongeng, masing-masing tokoh memiliki sifat yang identik dengan kultur atau budaya perempuan seperti suka mengomel, emosional, lemah lembut dalam berbicara, penyayang. Terdapat banyak sifat yang dapat dicontoh seperti pekerja keras, pantang menyerah, ramah, suka menolong namun ada beberapa tokoh yang memiliki sifat-sifat yang tidak baik untuk dicontoh yaitu sifat malas, suka mencuri, ceroboh . Berdasarkan fisik yang identik dengan kultur atau budaya perempuan yaitu gadis cantik, gadis berambut ikal, gadis berkepang. Serta benda yang identik dengan kultur atau budaya perempuan yaitu payung dalam dongeng Peri Boneka dan boneka, rok, baju pesta dalam dongeng Boneka Kertas.
Terdapat banyak sekali nilai-nilai positif yang terdapat dalam dongeng majalah Bobo yang mana kisah dalam setiap judul diharapkan mampu memberikan tauladan bagi masyarakat, khususnya anak-anak sekolah dasar sehingga anak dapat mengimplementasikan nilai positif dalam kehidupan sehari-hari. Dari 15 judul dongeng yang dianalisis, isi dari dongeng tersebut membahas tentang persahabatan yang di dalamnya ada rasa kepedulian, tolong menolong, menghargai sesama dan cinta damai. Walaupun ada beberapa konflik dalam setiap cerita akan tetapi masalah yang ada dapat diselesaikan dengan bijak oleh para tokoh.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap guru di SD N 1 Waru dan SD N Ketangi bahwa salah satu dongeng yang baik untuk anak-anak adalah dongeng yang terdapat dalam majalah Bobo yang mana terdapat banyak nilai positif yang dapat dicontoh. Dongeng sangat baik bagi anak namun perlu adanya pengawasan dan pendampingan orang tua yaitu untuk mengarahkan agar anak tidak salah dalam meniru perilaku mana yang sebaiknya dicontoh dan mana yang tidak perlu dicontoh. Oleh karena itu melalui metode bercerita merupakan salah satu solusi untuk dapat meningkatkan moral anak. Sehingga cerita anak yang dikonsumsi dapat membantu perkembangan moral anak.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pada temuan hasil penelitian dengan judul “Hegemoni Femininitas Dongeng Dalam Majalah Bobo Tahun 2018-2019” yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dongeng majalah Bobo merupakan salah satu sastra anak yang dapat digunakan sebagai sarana dalam menanamkan nilai moral melalui metode bercerita. Dongeng dalam majalah Bobo memiliki kontribusi bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju dewasa yaitu dapat memupuk dan mengembangkan nilai-nilai yang positif. Banyak sekali manfaat yang didapat dari membaca cerita atau dongeng yaitu anak akan memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan dalam kehidupan. Berdasarkan 15 judul dongeng yang diambil secara acak pada tahun 2018-2019 dongeng disuguhkan dan mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang menarik dan konkret yang mana semua kalangan baik orang dewasa dan anak-anak menyukai cerita tersebut, terlebih lagi anak yang sedang berada pada masa tumbuh dan berkembang. Hal ini sangat bermanfaat untuk anak, yaitu dapat mengembangkan daya imajinasi anak, meningkatkan minat baca anak, memenuhi kebutuhan anak akan cerita dongeng yang menyenangkan, dapat meningkatkan keceriaan anak setelah membaca dongeng, serta sebagai jembatan anak dalam menyalurkan bakat mereka seperti membaca dan menulis cerita atau bisa disebut dengan sastra.
Dari analisis yang telah dilakukan terdapat berbagai kultur atau budaya perempuan dalam konstruksi femininitas dongeng majalah Bobo seperti sifat, benda, pekerjaan domestik serta diksi dalam menggambarkan latar tempat yang mengidentikkan kultur atau budaya perempuan. Kultur atau budaya perempuan mendominasi sebagian isi dari dongeng yang dianalisis, itu artinya terdapat hegemoni femininitas dongeng dalam majalah Bobo dari beberapa dongeng yang dianalisis feminism lebih mendominasi atau menguasai dongeng daripada maskulin.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Arief, Patria Nezar. 2015. Antonio Gramsci: Negara & Hegemoni.
Yogyakarya: Pustaka Pelajar.
Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Habsari, Zakia. 2017. Dongeng Sebagai Pembentuk Karakter Anak. Jurnal Kajian Perpustakaan
dan Informasi. Vol. 1 No. 1. http://journal2.um.ac.id/index.php/bibliotika/article/view/703 diunduh pada tanggal 14 Juni 2019.
Ni’am, Solikhul. 2015. Analisis Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Anak Perempuan Dalam Cerita Pendek Majalah Bobo. Fakultas Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru SekolahDasar. Skripsi. Semarang: Universitas PGRI Semarang.
Nurgiyantoro, Burhan. 2016. Sasatra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ridwan, M. 2016. Ajaran Moral Dan Karakter Dalam Fabel Kisah Dari Negara Dongeng Karya Mulasih Tary: (Kajian Sastra Anak Sebagai Bahan Ajar Di Sekolah Dasar. Premiere Educandum. Vol. 6 No. 1.
Sarumpaet, Riris K Toha. 2017. Pedoman Penelitian Sasatra Anak. Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2010.
Sofia, Adib dan Sugihastuti. 2003. Feminisme dan Sastra Menguak Citra Perempuan dalam Layar Terkembang: Katarsis.
Suharto, Sugihastuti. 2016. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan RnD. Bandung : Alfabeta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20. Sistem Pendidikan Nasional 2003.
Widjajanti M., Santoso. 2008. Femininitas dan Kekuasaan. Jurnal Masyarakat dan Budaya. Vol. 10 No.1. http://jmb.lipi.go.id/index.php/jmb/article/view/171/151 diunduh pada tanggal 15 Juni 2019
Zulkarnain, Jaka A., Wiyatmi. 2018. Dekonstruksi Femininitas dalam Novel-Novel Karya Eka Kurniawan: Dari Pekerjaan sampai Kecantikan. Jurnal Ilmu Sastra. Vol. VI No. 2. https://jurnal.ugm.ac.id/poetika/article/view/40188 diunduh pada tanggal 17 Juni 2019.