PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK MENGGUNAKAN

TEKNIK LIVE MODELLING TERHADAP KONSEP DIRI SISWA

KELAS XI SMK NEGERI 2 KENDAL TAHUN AJARAN 2019/2020

 

Umi Falikha 1)

Arri Handayani 2)

Agus Setiawan 3)

1)Mahasiswa Program Studi Bimbingan Konseling, Universitas PGRI Semarang

2)3)Dosen Universitas PGRI Semarang

 

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya konsep diri siswa kelas XI SMK NEGERI 2 KENDAL.Hal ini dibuktikan dengandiketahui masih banyak siswa yang mempunyai konsep diri yang rendah, ditandai dengan pandangan negatif terhadap kemampuan yang dimiliki. Hal tersebut mengakibatkan siswa tidak percaya diri, dan tidak perduli.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsep diri sesudah diberikan treatment melalui bimbingan kelompok dengan teknik live modelling. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode penelitian true eksperimental design dengan bentuk pretest-posttest control group design.Sampel yang diambil sebanyak 33 siswa, 10 siswa untuk kelompok eksperimen dan 10 siswa untuk kelompok kontrol dengan menggunakan simple random sampling. Hasil pre-test menunjukan rata-rata kelompok eksperimen sebesar 61,8 dan kelompok kontrol menunjukan rata-rata 63,5. Sedangkan hasil post-test menunjukan rata-rata kelompok eksperimen sebesar 71,6 dan kelompok control menujukan rata-rata sebesar 60,6. Dari hasil hipotesis diperoleh thitung = 3,969. Selanjutnya dikonsultasikan dengan db = 18 dan taraf signifikan 5%, diketahui ttabel = 2,101 sehingga thitung> ttabel, 3,969 > 2,101. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh bimbingan kelompok dengan teknik live modelling terhadap konsep diri siswa.

Kata Kunci: Bimbingan Kelompok, Teknik Live Modelling, Konsep Diri

 

PENDAHULUAN

Remaja adalah masa transisi dari anak ke dewasa. Bagi sebagian besar orang yang sudah beranjak dewasa, bahkan melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam kehidupan. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu. Bagi sebagian orangtua yang memiliki anak berusia remaja, dapat merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sangat sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remaja itu sendiri. Banyak orangtua yang menganggap anak remajanya masih perlu dilindungi dengan ketat, masa remaja masih dianggap belum siap menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya bagi para remaja, tuntutan internal akan membawa pada keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dari pengaruh orangtua, hal tersebut sangat perlu untuk diperhatikan orang tua demi menjaga anak remajanya agar bisa beraktualisasi diri secara positif.

Ketika remaja lebih memilih mengatasi masalahnya dan bukan dengan menghindar dari permasalahnya, remaja akan menjadi lebih mampu menghadapi masalah secara nyata, jujur dan tidak menjauhinya. Evaluasi diri yang tidak menyenangkan dapat mendorong adanya penolakan, kebohongan, dan penghindaran sebagai usaha untuk tidak mengakui adanya sesuatu yang kenyataanya adalah benar. Proses ini membuat adanya ketidaksetujuan terhadap diri sendiri sebagai suatu umpan balik terhadap ketidakmampuan dirinya, sehingga konsep diri muncul karena adanya masalah seperti kurang percaya diri, merasa rendah diri, suka mengkritik yang semuanyaitu berasal dari dalam individu. Konsepdiri bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian diri, sehingga konsep diri dalam istilah umum mengarah pada persepsi seseorang mengenai diri sendiri.

Menurut Combs dan Soper (dalam Narti, 2014:4), konsep diri adalah bagaimana individu itu melihat dirinya sendiri, berbeda dengan pelaporan diri karena menurut mereka pelaporan diri adalah apa-apa yang secara sukarela dikatakan oleh individu itu perihal dirinya kepada orang luar. Konsep diri adalah pandangan individu terhadap dirinya.

Konsep diri dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif dan negatif pada individu dapat terbentuk melalui proses belajar yang dimulai sejak masa pertumbuhan seorang individu dari kecil sampai dewasa serta pengaruh dari lingkungan. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Lingkungan yang kurang mendukung cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Agar tidak membetuk konsep diri yang negatif lingkungan atauo rang tua memberikan sikap yang baik dan positif sehingga individu akan merasa dirinya berharga sehingga tumbuh konsep diri yang positif.

Hosnan (2016:138) menjelaskan konsep diri ialah gambaran tentang diri yang mencakup keyakinan, pandangan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya.Memiliki konsep diri positif sangat diperlukan karena berkaitan dengan kehidupan siswa di lingkungan sekolah, masyarakat, dan keluarga.Perkembangan kognitif yang terjadi selama masa remaja membuat siswa melihat dirinya dengan pemahaman yang berbeda membandingkan dirinya dengan teman sebaya, karena teman sebaya sangat kuat andil dalam perkembangan diri siswa. Menurut Desmita (2016:164) semakin baik atau positif konsep diri siswa maka semakin mudah mencapai keberhasilan, karena siswa akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses berani pula gagal, penuh percaya diri, antusias, merasa dirinya berharga, berani menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan berpikir secara positif. Sebaliknya, semakin negatif konsep diri siswa, maka akan semakin sulit siswa untuk berhasil. karena dengan konsep diri negatif akan mengakibatkan siswa tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal sehingga siswa tidak berani mencoba hal-hal baru, menantang, merasa dirinya bodoh, rendah diri, merasa tidak berguna, dan pesimis.

Untuk mempunyai konsep diri yang positif diperlukan bimbingan dan pembinaan yang baik dari lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan pergaulan atau antar individu satu dengan individu yang lain. Harapannya setiap individu mampu menerima informasi atau tanggapan-tanggapan yang mengarah pada pembentukan dirinya sehingga individu akan berkembang dan mampu membentuk konsep diri yang positif. Konsep diri merupakan suatu hal yang penting bagi siswa.

Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang memiliki konsep diri yang rendah.Konsep diri yang rendah membuatusiswa memiliki sikap dan kepribadian yang kurang baik. Hasil wawancara dan AKPD diketahui masih banyak siswa yang mengalami konsep diri yang rendah, ditandai dengan pandangan negatif terhadap kemampuan yang dimiliki. Hal tersebut mengakibatkan siswa tidak percaya diri, dan tidak perduli. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu siswa dalam usaha meningkatkan konsep dirinya. Salah satunya yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan bimbingan kelompok. Berdasarkan penelitian Irawan (2013:10) bimbingan kelompok memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan konsep diri siswa. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya perubahan yang signifikan pada diri siswa yang memiliki konsep diri negatif/rendah mengarah pada perubahan konsep diri positif, yaitu terdapat 2 siswa (20%) yang memiliki konsep diri yang sangat tinggi, 8 siswa (80%) dalam kategori tinggi. Rata-rata skor konsep diri sebelum mengikuti kegiatan bimbingan kelompok adalah 192,2 dalam kategori rendah, dan setelah mengikuti kegiatan bimbingan kelompok meningkat menjadi 193,3 dalam kategori tinggi.

Menurut Mulyadi (2016:295) bimbingan kelompok merupakan suatu cara pemberian bantuan (bimbingan) kepada individu melalui kegiatan kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna bagiopengembangan atau pemecahan masalah individu yang menjadippeserta kelompok.Tujuan bimbingan kelompok untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi bagi peserta layanan.Tujuan khusus dari layanan bimbingan kelompok yaitu untuk medorong individiu mengembangkan perasaan, pikiran, peresepsi, wawasan, dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, meningkatkan kemampuan berkomunikasi para individu dalamnkehidupan.

Menurut Erford, (2016:340) modeling adalah proses bagaimana individu belajar dari mengamati orang lain. Ada tiga tipe dasar modeling. Overt modelling (atau live modelling) terjadi ketika satu orang atau lebih mendemonstrasikan perilaku yang akan dipelajari. Live model (contoh hidup) bisa termasuk konselor professional, guru atau teman sebaya klien. Symbolic modelling melibatkan mengilustrasikan perilaku target melalui rekaman video atau audio. Dengan menggunakan teknik live modelling diharapkan siswa mampu meniru perilaku model secara langsung dan dapat merubah pola pikirnya yang selama ini menghambat dalam mengembangkan potensinya. Dengan menggunakan Hallenbeck & Kauffman (dalam Effort, 2016 : 341) penelitian menunjukan bahwa modeling lebih efektif jika klien memersepsi modelnya mirip dengan dirinya. Di samping itu klien, klien lebih mudah meniru sesorang model yang tampak baru saja memperoleh ketrampilan yang dicontohkan dari pada mereka yang tampak sudah sangat terampil dalam perilaku tersebut.

Landasan Teori

Konsep Diri

Desmita (2016:164) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan gagasan tentang diri sendiri yang mencangkup keyakinan.Pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri dari atas bagaimana cara individu melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu merasa tentang diri, dan bagaimana individu menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang individu itu sendiri harapkan.

Menurut, Ghufron dan Risnawita (2017:13) konsep diri diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai diir sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai.Sedangkan menurut Hosnan (2016:138) bahwa konsep diri ialah gambaran tentang diri yang mencakup keyakinan, pandangan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya.

Pengertian Bimbingan Kelompok dengan Teknik Live Modelling

Menurut Rusmana (2009:13), bimbingan kelompok adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota kelompok untuk belajar aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya mengembangkan wawasan, sikap, atau ketrampilan yang diperlukan untuk upaya mencegah timbulnya masalah dan untuk upaya pengembangan pribadi. Bimbingan kelompok terdiri dari 2-17 anggota dengan 1 orang menjadi pemimpin kelompok.Menurut Tohirin (2015:164) bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. Terdapat aktivitas dan dinamika kelompok yang harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu (siswa) yang menjadi anggota kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok.Sedangkan Mulyadi (2016:295) menjelaskan bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara pemberian bantuan (bimbingan) kepada individu melalui kegiatan kelompok. dalam layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta kelompok. Bimbingan kelompok membahas topik-topik umum dengan adanya dinamika kelompok. Dari pendapat para ahli bimbingan kelompok dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan pemberian bantuan kepada individu dalam format kelompok dengan memberikan informasi, didalamnya terdapat dinamika kelompok. Bimbingan kelompok terdiri pemimpin kelompok (PK) sebagai pemberi informasi, dan penerima informasi disebut anggota kelompok (AK).

Menurut Komalasari (2014:161), modelling merupakan belajar melalui observasi dengan menambah atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menganalisa berbagai pengamatan sekaligus, serta melibatkan proses kognitif. Penokohan nyata (live model) seperti: terapis, guru, anggota keluarga, atau tokoh yang dikagumi dijadikan model. Sedangkan Ratna (2013:51) menjelaskan modelling langsung (live modelling) merupakan cara atau prosedur yang dilakukan dengan menggunakan model langsung, seperti konselor, guru, teman sebaya, maupun pihak lain dengan cara mendemonstrasikan perilaku yang hendak dimiliki klien.Hackeney & Comier (dalam Erford, 2016:340) berpendapat bahwa overt modelling (live modelling) merupakan satu orang atau lebih mendemonstrasikan perilaku yang akan dipelajari. Live model (contoh hidup) dapat diberikan oleh konselor profesional, guru, atau teman sebaya klien.Live modelling dapat membantu klien untuk mengamati lebih dari satu contoh untuk mengambil kekuatan serta gaya dari orang yang berbeda. Disimpulkan dari pendapat para ahli bahwa live modelling merupakan belajar secara langsung dengan mengamati dan mendengarkan apa yang disampaikan model, sehingga individu dapat mencontoh dan mengubah pola pikir begitu juga perilakunya.

Tujuan Bimbingan kelompok dengan Teknik Live Modelling

Tujuan dari teknik live modelling menurut Komalasari (2014:178-179) adalah individu dapat mengambil respon atau ketrampilan baru dan dapat memperlihatkannya dalam perilaku baru, hilangnya rasa takut setelah mengamati dan mendengarkan apa yang disampaikan tokoh sehingga berdampak positif pada individu, serta individu terdorong untuk melakukan sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari setelah mengamati tokoh. Menurut Ratna (2013:49), tujuan teknik live modelling adalah dapat membentuk perilaku baru pada individu (klien), serta memperkuat perilaku yang sudah terbentuk.Individu diharapkan dapat memperkuat atau meningkatkan perilaku yang sudah terbentuk di dalam diri individu.Individu dapat meniru dan mengobservasi model.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan dari live modelling yaitu individu dapat memahami apa yang disampaikan tokoh sehingga memiliki ketrampilan baru dan dapat meningkatkan perilaku yang terbentuk dalam individu sehingga individu melakukan hal yang positif.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dimana penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari suatu treatment yang diberikan kepada subjek. Arikunto (2010:203) mengemukakan metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan True Eksperimental design (eksperimen yang betul-betul).

Penelitian ini menggunakan model penelitian pre-test post-test control group desain.Dalam desain ini terdapat dua kelompokyang dipilih secara random, kemudian diberi pre-test untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.Hasil pre-test yang baik bila kelompok eksperimen tidak berbeda secara siknifikanSugiyono (2016: 76).

Dalam penelitian ini yang digunakan untuk penelitian adalah siswa kelas XI TKRO dan DITF SMK N 2 Kendal. Meliputi kelas XI TKRO I, XI TKRO 2, XIDITF 1, XIDITF 2 dengan jumlah 137 peserta didik. Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Penelitian ini mengambil sampelnya secara acak dengan cara undian dan yang terpilih adalah kelas XI DITF 1 dengan jumlah 20 siswa. Kemudian dibagi menjadi dua kelompok, 10 kelompok kontrol dan 10 kelompok eksperimen.dalam kelompok penelitian ini dilakukan dengan pengukuran sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan treatment dan sesudah diberikan treatment.

Dilakukan pemberian pengukuran awal (pre-test) pada subjek, langsung diberikan perlakuan, dan kemudian pemberian perlakuan akhir (post-test).Pertama yang dilakukan adalah pengukuran awal menggunakan angket yang telah divalidasi, kemudian dalam waktu tertentu diberikan perlakuan sesuai dengan kebutuhan/masalah subjek dengan menggunakan teknik live modellingkelompok sebanyak 5x perlakuan, selanjutnya melakukan kembali (post-test)dengan angket yang sama untuk mengetahui peningkatan setelah diberikannya perlakuan.

Hasil Penelitian

Berdasarkan perbandingan hasil data pre-test dan post-test kelompok eksperimen sebelum diberikan treatment dan setelah diberikan treatment menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik live modelling dari skala konsep diri siswa kelas XI SMK N 2 Kendal terlihat bahwa ada perubahan konsep diri siswa pada kelompok eksperimen setelah diberikan treatment menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik live modelling terlihat dari hasil data pre-test dan hasil data post-test memperoleh skor meningkat dari skor tertinggi 72 menjadi 87 dan skor terendah 57 menjadi 63, rata-rata hasil pre-test dan post-test memperoleh skor dari 61,8 menjadi 71,6.

Data Awal

Untuk menguji kenormalan distribusi sampel digunakan uji Lilliefors dengan kriteria jika Lo < Lt maka Ho diterima, artinya sampel berasal dari data yang berdistribusi normal dan jika Lo > Lt maka Ho ditolak, artinya sampel berasal dari data yang berdistribusi tidak normal.

Data Akhir

Untuk menguji kenormalan distribusi sampel digunakan uji Lilliefors dengan kriteria jika Lo < Lt maka Ho diterima, artinya sampel berasal dari data yang berdistribusi normal dan jika Lo > Lt maka Ho ditolak, artinya sampel berasal dari data yang berdistribusi tidak normal.

Berikut ini merupakan akan perhitungan dari hasil post-test yang dihitung dengan uji Lilliefors , diperoleh hasil sebagai berikut

Tabel 4.2 Uji Normalitas Data Post-test

Kelompok L0 Ltabel Kesimpulan
Eksperimen 0,1649 0,258 Berdistribusi Normal
Kontrol 0,1856 0,258 Berdistribusi Normal

 

Berdasarkan tabel di atas pada uji normalitas awal menunjukkan sampel berdistribusi normal. Data dihitung dengan microsoft excel dan menggunakan uji Lilliefors.

Berdasarkan table diatas ttabelan db (n1+n2) – 2 = (10+10) – 2 = 18 dengan taraf signifikansi 5% (0.05) sebesar thitung (3,969) > ttabel (2,101). Karena jumlah thitung >ttabelmaka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesisnya (Ha) berbunyi “ada pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan teknik live modelling terhadap konsep diri siswa kelas XI SMK Negeri 2 Kendal”.

Pembahasan

Analisis hasil pre-test antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Rata-rata konsep diri siswa kelompok ekeperimen sebesar 61,8 dan untuk kelompok kontrol sebesar 63,5. Selisih antara kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,7 yang dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan.

Setelah diberikan treatment bimbingan kelompok dengan teknik live modelling pada kelompok eksperimen konsep diri siswa meningkat dari 61,8 dan menjadi 71,6, terjadi peningkatan sebesar 9,8. Sedangkan pada kelompok kontrol dari 63,5 menjadi 60,6, terjadi penurunan sebesar 2,9. Selisih antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu 11.

Berdasarkan perhitungan uji hipotesis diperoleh thitung = 3,969. Selanjutnya dikonsultasikan dengan db = 18 dan taraf signifikan 5%, diketahui ttabel = 2,101 sehingga thitung> ttabel, 3,969 > 2,101. Dengan demikian maka Ho ditolak dan Ha diterima. Oleh karena itu hipotesis yang berbunyi “ada pengaruh bimbingan kelompok teknik live modelling terhadap konsep diri siswa kelas XI SMK N 2 Kendal Tahun Ajaran 2019/2020” diterima kebenaranya.

Fakta di atas membuktikan bahwa ada pengaruh layanan bimbingan kelompok teknik live modelling terhadap konsep diri siswa kelas XI SMK Negeri 2 Kendal Tahun Ajaran 2019/2020. Menurut Tohirin (2015: 164) layanan bimbingan kelompok merupakan pemberian bantuan kepada siswa dalam bentuk kelompok. Aktivitas bimbingan kelompok dilaksanakan dengan membangun dinamika kelompok yang progresif untuk pengembangan pribadi serta memecahkan masalah siswa. Selanjutnya menurut Prayitno (2017: 133) layanan bimbingan kelompok merupakan suatu layanan yang memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan pemecahan masalah yang dialami individu yang menjadi peserta dalam kegiatan kelompok. Bimbingan Kelompok membahas topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok.

Menurut Komalasari (2014:161), modelling merupakan belajar melalui observasi dengan menambah atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menganalisa berbagai pengamatan sekaligus, serta melibatkan proses kognitif. Penokohan nyata (live model) seperti: terapis, guru, anggota keluarga, atau tokoh yang dikagumi dijadikan model. Sedangkan Ratna (2013:51) menjelaskan modelling langsung (live modelling) merupakan cara atau prosedur yang dilakukan dengan menggunakan model langsung, seperti konselor, guru, teman sebaya, maupun pihak lain dengan cara mendemonstrasikan perilaku yang hendak dimiliki klien.

Hackeney & Comier (dalam Erford, 2016:340) berpendapat bahwa overt modelling (live modelling) merupakan satu orang atau lebih mendemonstrasikan perilaku yang akan dipelajari. Live model (contoh hidup) dapat diberikan oleh konselor profesional, guru, atau teman sebaya klien.Live modelling dapat membantu klien untuk mengamati lebih dari satu contoh untuk mengambil kekuatan serta gaya dari orang yang berbeda.

Bimbingan kelompok dengan teknik live modelling adalah layanan bantuan yang diberikan kepada individu (siswa) yang berguna untuk pengembangan pribadi dan pemecahan masalah dalam bentuk kelompok dengan cara belajar secara langsung dengan mengamati dan mendengarkan apa yang disampaikan model, sehingga individu dapat mencontoh dan mengubah pola pikir begitu juga perilakunya. Hal ini didukung penelitian Pemberian treatment dilaksanakan sebanyak 3 pertemuan sesuai dengan kesepakatan bersama.Dalam treatment anggota kelompok dibantu model yang sudah disiapkan oleh peneliti sesuai dengan topik yang dibahas, kemudian berdiskusi bersama dan bertanya untuk membahas permasalah yang ada pada anggota kelompok serta menyimpulkan hasil yang didapat dari topik yang dibahas dengan menggunakan teknik live modelling.

Dengan diberikannya layanan bimbingan kelompok dengan teknik live modelling, siswa dapat bertanya secara langsung kepada model yang didatangkan yang kemudian akan membuat dampak baik dalam perubahan pemikiran dan perlakuannya. Di dalam penelitian ini indikator tertinggi adalah harapan. Hal tersebut membuat siswa mampu memiliki semangat, motivasi terhapat harapan tersebut.Hal ini didukung penelitian Subardi (2013: 27) yang mengatakan bahwa layanan bimbingan kelompok dengan teknik modeling dapat membantu meningkatkan konsep diri siswa. Bahwa pemberian layanan bimbingan kelompok melalui teknik modeling dapat mempengaruhi siswa dengan siswa mengamati model, siswa lebih jelas memperoleh informasi serta pemahaman. Apabila siswa tidak mengetahui apa yang ingin dipahami, siswa dapat bertanya langsung. Teknik modeling dianggap lebih menarik karena adanya model yang didatangkan secara langsung.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan kesimpulan sebagai berikut : dalam hasil uji hipotesis (uji t) diperoleh hasil thitung sebesar 3,969 ttabel sebesar 2,101 pada signifikan 5% berarti thitung (3,969) > ttabel (2,101). Hal ini berarti konsep diri siswa kelas XI SMK Negeri 2 Kendal mengalami peningkatan setelah diberikan layanan bimbingan kelompok teknik live modellling. Adapun perbedaan dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yaitu pada perlakuannya atau treatment. Pada kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan atau treatment sedangkan kelompok eksperimen diberikan perlakuan atau treatment teknik bimbingan kelompok teknik live modelling.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. 2009. Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja). Bandung: PT. Refika Aditama.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Dariyo, A. 2011.Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: PT Refika Aditama.

Desmita. 2016. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Erford, Bradley T. 2015. 40 Teknik Yang Harus Diketahui Setiap Konselor.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hartinah, S. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung : PT Refika Aditama.

Hosnan. 2016. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bogor: Ghalia Indonesia.

Komalasari, G. Dkk. 2014.Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks.

Hutagalung, Inge. 2007. Perkembangan Kepribadian. Jakarta: PT. INDEKS.

Mulyadi. 2016. Bimbingan Konseling di Sekolah & Madrasah. Jakarta: Prenada Media Group.

Prayitno, A. I. 2017. Layanan Bimbingan Kelompok & Konseling kelompok (Dasar dan Profil). Bogor: Ghalia Indonesia.

Ratna, L. 2013. Teknik-teknik Konseling. Yogyakarta: Deepublis.

Rusmana, N. 2009. Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. (Metode, Teknik, dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

________. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Syam, Nina. 2012. Psikologi Sosial sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Tohirin. 2013. Bimbingan dan Konseling di Sekolah           Dasar dan Madrasah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

________. 2015. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar dan Madrasah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Widodo.2017. Metodologi Penelitian Populer & Praktis. Jakarta :PT. Rajagrafindo Persada