HIDUP TAKUT AKAN TUHAN SEBAGAI FONDAMEN

BAGI ORANG PERCAYA

 DALAM MENGHADAPI DEKADENSI MORAL SAAT INI

(KEJADIAN 6 : 9- 22)

Yahyo

STT APOLLOS Jakarta

ABSTRACT

Masalah moral merupakan masalah yang berhubungan dengan suatu sikap, perbuatan atau perilaku seseorang baik maupun buruk. Allah telah menaruh hukum moral atas diri manusia sejak manusia diciptakan, yaitu suatu tanda bahwa manusia adalah mahkluk bermoral dan lebih tinggi dari segala mahkuk yang diciptakan Allah lainnya. W.S Poespoprojo berpendapat, “Pada dasarnya moral terbagi dalam dua segi yang berbeda yakni segi lahiriah dan segi batiniah”.[1] Rusaknya moral dimulai dari sejak Adam dan Hawa melanggar perintah Allah akibat dari tidak takut akan Allah. Edward T. Weleh berpendapat bahwa sikap takut akan Tuhan ini mengacu kepada “Penaklukan diri sendiri yang didasarkan pada perasaan hormat yang menuntun kepada ketaatan dalam sikap ini terkait erat dengan ibadah, keyakinan, iman dan pengharapan.[2]

Kata kunci: takut akan Tuhan, fondamen, dekadensi moral

 

PENDAHULUAN

Secara teologis takut akan Tuhan dapat diketahui dari sikap atau perbuatan manusia terhadap Allah. S. Goson menjelaskan :

“Orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang berkelakuan baik. Kelakuan baik harus dapat memenuhi tiga syarat Alkitab yaitu apa yang kita lakukan berdasarkan dorongan yang baik motif yang sesuai dengan hukum Tuhan, dan tujuan yang baik untuk Tuhan”.[3]

Marie Claire Barth dan B.A. Pareira memberi penjelasan, “Takut akan Tuhan dalam bahasa Ibrani sebenarnya lain sama sekali, “takut” dapat dikatakan ‘ hormat kepada’ atau ‘kagum’ kepada’ “.[4]

S.H. Widyapranawa menjelaskan, “Sikap takut akan Tuhan berhubungan dengan ‘pengetahuan’ bahkan hampir merupakan sinonim dengan itu. Merupakan dasar hikmat (Amsal 1;2). Memiliki arti sinonim dengan sikap yang saleh dan beribadah kepada Tuhan.”[5]

Walter C. Kaiser menjelaskan, “Takut akan Allah berarti menjauhi kejahatan. Jika dikatakan secara positif, maka takut akan Tuhan berarti berpaling kepada Allah didalam hidup yang penuh iman dan pengharapan. Hanya dengan komitmet yang demikian seseorang dapat dimampukan oleh Allah pencipta dunia ini untuk menikmati hal – hal yang lain daripada kegiatan – kegiatan duniawi berupa makan, minum, dan memperoleh nafkah”.[6]

ASPEK – ASPEK HIDUP TAKUT AKAN TUHAN

Hidup Benar

Kejadian 6:9 menjelaskan Nuh adalah seorang yang benar. Nuh memiliki sikap hidup yang benar dihadapan Allah dan manusia. Sekalipun Nuh hidup ditengah – tengah masyarakat yang telah mengalami kerusakan moral, yaitu masyarakat yang tidak benar akan hidupnya, Nuh masih tetap memiliki sikap hidup benar.

Kata yang dipakai untuk menjelakan ‘seorang yang benar’ memakai kata ‘ is saddiq’ yang memiliki pola adjective masculine singular yaitu kata sifat, yang berarti Nuh memiliki sifat atau watak seorang yang benar tidak kompromi dengan orang – orang yang ada disekitarnya meskipun hidupnya ditengah – tengah masyarakat yang tidak benar dan tidak adil.

Hidup Yang Tidak Bercela

Dalam ayat 9 menjelaskan bahwa Nuh memiliki hidup tidak bercela diantara orang – orang sezamannya. Ini menunjuk pada hidup yang dalam kekuduan, yaitu kebiasaan untuk setuju dengan kehendak Allah artinya mengasihi apa yang Allah kasihi dan membenci apa yang Allah benci. Suatu sikap hidup yang memisahkan diri dari perbuatan amoral atau sikap hidup yang tidak benar dihadapan Allah dan tidak kompromi dengan ketidak adilan.

Hidup Bergaul dengan Allah

Dijelaskan dalam Kejadian 6:9 Nuh yang hidup bergaul dengan Allah, dalam bahasa Ibrani “hithalleknoah” artinya hidup berjalan dengan Allah atau memiliki hidup yang akrab atau bergaul karib, bersekutu secara intim ‘sempurna’ dengan Allah, memiliki sikap patuh atau beriman kepada Allah.

Hidup Taat kepada Perintah Tuhan

Ditengah – tengah dunia yang telah mengalami dekadensi moral, Nuh mendapat perintah dari Tuhan untuk membuat sebuah bahtera dari kayu gofir. Nuh selesai melakukan semua yang Tuhan perintahkan kepadanya, dan hasilnya sempurna.

DAMPAK HIDUP TAKUT AKAN TUHAN

Mendapat Kasih Karunia di Mata Tuhan

Dalam Kejadian 6:8, mendapat kasih karunia dimata Tuhan’memakai kata “wanoah masa hen” artinya Nuh mendapat kasih sayang di mata Tuhan dalam wujud pemeliharaan atau perlindungan dari hukuman yang Tuhan lakukan di bumi. Meskipun intuk itu Nuh mendapatkan cela dari orang – orang sezamannya.

Tidak Mengalami Penurunan atau Kerusakan Moral

Kitab Kejadian 6: 5-7 menjelaskan, “Allah melihat bahwa bumi telah penuh dengan kejahatan manusia, dan kecenderungan hati manusia selalu membuahkan kejahatan semata-mata, hal ini memilukan hati Tuhan, sehingga Allah menyesal menjadikan mereka”. Hal ini menunjukn bahwa keadaan dari manusia yang ada di bumi telah mengalami kerusakan moral yang merupakan suatu pola hidupnya dari masyarakat pada zaman Nuh, akan tetapi Nuh tetap hidup takut akan Tuhan.

Berhasil dalam Pekerjaannya

Kejadian 6:22 menjelaskan bahwa segala yang Tuhan perintahkan kepada Nuh selesai. Pekerjaan itu ‘tepat seperti apa yang Tuhan perintahkan’. Hal ini menunjukan bahwa Nuh adalah seorang yag taat kepada perintah Allah, ketaatan Nuh dibuktikan dari pekerjaannya yang telah selesai dilaksanakan seperti yang Tuhan perintahkan.

DEKADENSI MORAL

Kata ‘moral’ berasal dari bahasa latin ‘mores’ yang merupakan bentuk jamak dari kata ‘mos’ yang berarti kebiasaan. Dalam kamus bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentu baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral dipergunakan untuk menentukan batas – batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut.

Moral berarti adat itiadat, kebiasaan, peraturan atau nilai, atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralita merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai – nilai dan prinsip moral. Al. Purwa Hadiwardoyo menjelaskan, “Moral menyangkut terhadap kebaikan. Orang yang tidak baik disebut orang yang tidak bermoral atau kurang bermoral”.[7]

Moralitas merupakan kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukan bahwa suatu perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moral juga merupakan nilai – nilai atau norma – norma yang menjadi bagian dari seorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya untuk dapat berbuat baik. Bidang moral merupakan bidang kehidupan yang dapat dilihat dari segi baik buruknya manusia sebagai manusia, untuk dapat mengetahui akan moral yang terdapat dalam diri seseorang, maka norma – norma morallah yang dipakai sebagai tolok ukur, untuk dapat menentukan benar salahnya sikap dan tindakan manusia yang dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku dalam peran tertentu dan terbatas. W.S. Poespoprojo dalam bukunya Filsafat Moral berpendapat, “ pada dasarnya moral terbagi dalam dua segi yang berbeda yakni segi lahiriah dan segi batiniah. Orang yang baik memiliki sikap batin yang baik dan menghasilkan perbuatan – perbuatan yang baik pula secara lahiriah”.8

Dekadensi moral adalah suatu keadaan yang mengalami kemunduran norma atau nilai – nilai yang selama ini dianut dan dipertahankan dalam sebuah kebiasan dan budaya. Kemerosotan moral adalah suatu keadaan atau kondisi menurunnya atau berkurangnya nilai – nilai moral dalam sebuah masyarakat yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Suatu kondisi dimana semakin longgarnya batasan – batasan yang berlaku dalam masyarakat. Kemerosotan moral merupakan suatu proses kemunduran yang perlahan- lahan kearah yang semakin jauh dari kebenaran.

PENYEBAB DEKADENSI MORAL

Media

Media menjadi sarana yang paling efektif dalam menyampaikan sebuah pesan. Salah satu media yang paling efektif menyampaikan pesan adalah media elektronik dalam hal ini televisi. Televisi memiliki andil yang besar dalam mempengaruhi kehidupan manusia. Namun demikian paling banyak pesan yang disampaikan televisi adalah pesan negatif yang merusak nilai – nilai luhur, kekerasan, perselingkuhan, keluarga yang hancur, pornografi dan lain- lain. Televisi sebagai audiovisual mampu menghadirkan kejadian, peristiwa, atau khayalan- khayalan yang banyak sekali mengandung unsur kekerasan, kebencian, permusuhan, percintaan, gaya hidup menengah keatas serta mendukung hidup konsumtif dan hedonisme yang telah banyak menyimpang dari budaya kita.

Budaya

Yunita T.Winarto, dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, budaya atau kebudayaan didefinisikan, “suatu keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan…adat istiadat dan segala kamampuan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”.9 Artinya budaya adalah sesuatu kebiasaan atau adat yang sudah diterima secara umum. Saat ini Indonesia mengalami krisis budaya. Hal- hal yang dahulu dipertahankan saat ini mulai mengalami pergeseran dan penurunan, bahkan sekarang sudah mengarah ke hal – hal negatif. Budaya kerja keras diganti dengan budaya instan, budaya kesederhanaan diganti dengan budaya hedonisme, budaya kesopanan sekarang diganti dengan budaya pornografi dan pergaulan bebas.

Ekonomi

Keadaan ekonomi yang terjadi sekarang menyebabkan adanya kesenjangan sosial yang begitu besar, salah satunya adalah menimbulkan banyak terjadi kejahatan. Kesenjangan sosial memunculkan kecemburuan sosial, kecemburuan sosial menghasilkan tindakan – tindakan yang anarkis. Terjadi pembakaran, penjarahan, penghancuran rumah – rumah atau gedung – gedung dan perbuatan – perbuatan yang melanggar peraturan dan nilai – nilai kehidupan.

Pendidikan Yang Salah

Menurut Sutjipto Subeno dalam artikelnya menjelaskan, tentang pendidikan:  Manusia adalah mahkluk yang bernilai moral. Pendidikan adalah mendidik hidup. Hidup bukan merupakan sebuah kebetulan, melainkan ada makna dan tujuan didalamnya…seorang siswa belajar bukan untuk sekedar belajar pengetahuan koknitif, tetapi bagaimana implementasi ilmunya menjadikan hidupnya bermakna, baik secara individu maupun dalam masyarakat”.10

Pola pendidikan yang ada saat ini lebih berorientasi pada penguasaan materi dari pada nilai- nilai kehidupan. Sekolah hanya mengukur kemampuan intelektual anak didik dan mengesampingkan muatan – muatan nilai- nilai luhur. Orientasi sekolah hanya keberhasilan akademis dan yang menjadikan indikatornya adalah kelulusan anak.

Krisis Iman

Indonesia merupakan negara yang luas dan beranekaragam yang berasaskan pancasila, namun demikian dalam praktek kehidupan hal ini tidak berlaku. Nilai – nilai agama mulai mengalami pergeseran dan kemunduran menyebabkan tidak ada kontrol yang baik terhadap tingkah laku dan perbuatan yang terjadi. Agama tidak lagi menjadi pedoman perilaku, krisis ini menjadikan terjadinya pergeseran nilai-nilai dan kebenaran. Kebenaran menjadi sesuatu yang abstrak dan nilai mutlak. Krisis iman menjadi penyebab utama dari kebobrokan moral saat ini, karena manusia tidak memiliki rasa takut akan Tuhan.

WUJUD DEKADENSI MORAL

Perkawinan Bebas

Perkawinan bebas merupakan masalah yang sangat serius untuk diselesaikan, sebab perkawinan bebas merupakan perkawinan yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Pada masa sekarang ini, perkawinan sesama jenis kelamin merupakan hal yang biasa dan bahkan perkawinan ini telah disahkan oleh pemerintah di negara Belanda.

Perkawinan bebas yang terjadi pada jaman Nuh sama dengan perkawinan yang terjadi pada dewasa ini. Sekarang ini perkawinan dapat dilaksanakan tanpa menghiraukan perbedaan agama atau kepercayaan yang penting suka sama suka.

Pergaulan Bebas

Pergaulan bebas merupakan salah satu bentuk penyimpangan sosial khususnya bagi remaja, mudahnya akses internet seperti situs pornografi yang dulunya merupakan hal tabu kini bisa dengan mudahnya diakses terutama oleh remaja. Untuk itu peran dan pengawasan orang tua dalam memberikan pemahaman kepada anak untuk menggunakan internet dan edukasi tentang seks adalah hal yang perlu dilakukan.

Percabulan dan pemerkosaan

Aksi percabulan dan pemerkosaan juga merupakan salah satu bentuk dekadensi moral salah satu penyebabnya adalah pergaulan bebas yang semakin meningkat, adanya dorongan kuat akibat mengakses situs pornografi dan kemunduran moral karena menurunnya agama atau iman seseorang yang merupakan tonggak utama moral kehidupan.

Korupsi

Korupsi merupakan suatu tindakan yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau suatu kelompok dengan menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang. Korupsi kini seolah menjadi trend tumbuh dan berkembang kasusnya dari tahun ke tahun, korupsi bukan lagi menjadi sesuatu yang memalukan untuk dilakukan oleh para pejabat besar sehingga merajalela sampai ke pejabat bawah. Ini dipengaruhi dua faktor yaitu internal berhubungan dengan diri sendiri seperti sifat tamak, gaya hidup konsumtif. Sedang faktor eksternal terjadi karena persaingan politik, ekonomi, organisasi yang lemah sistem dan aturan organisasi.

Miras dan Narkoba

Miras dan narkoba kini menjadi hal yang biasa dalam pergaulan remaja. Miras dan narkoba menjadi dekadensi moral yang berbahaya karena mampu memunculkan sumbu dekadensi moral yang lain, misal pencurian, free seks, perkelahian dan lain-lain akibat tubuh ketergantungan oleh miras dan narkoba.

Tindak Kekerasan

Kemerosotan moral merupakan satu keadaan yang mempengaruhi semua bidang kehidupan. Kekerasan menjadi sesuatu yang biasa terjadi dalam masyarakat sekarang. Perkelahian antar kelompok dan berbagai tindak kriminal menggambarkan keadaan moral yang bobrok atau rusak. Kekerasan terjadi karena nilai-nilai kebersamaan, kerukunan dan nilai- nilai moral lainnya sudah bergeser. Ketika moral dianggap tidak ada lagi menjadi sesuatu yang penting maka kekerasan menjadi sesuatu yang wajar.

 KESIMPULAN

Kehidupan orang percaya seharusnya hidup berdasarkan takut akan Tuhan dengan menyadari akan kemahakuasaan–Nya, kekudusan-Nya, kemahahadiran-Nya dan kemahatahuan-Nya dalam setiap aspek kehidupan manusia lewat tindakan dan perilaku manusia. Dekadensi moral yang terjadi dimana – mana, tanpa memandang usia, profesi, latar belakang pendidikan, ini merupakan tantangan yang diperhadapkan pada masa sekarang ini yang harus dihadapi dan disikapi setiap orang percaya. Allah memberikan standar dalam kehidupan orang percaya sebagai orang yang takut akan Tuhan, yang memiliki kriteria hidup sebagai seorang yang benar, tidak bercela, bergaul dengan Allah dan menaati perintah Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

—————–, Alkitab Terjemahan Lama, Jakarta: LAI,1971

Kaiser, Walter C.Jr. Ucapn Yang Sulit dalam Perjanjian Lama, Malang :  Departemen Literatur SAAT, 1999

Owens, John Joseph, Analytical Key To The Old Testament, Mechigan : Baker Book House Company,1994

Nelso, Thomas, The King James Open Bible, Nshville: 1985

W.J. Poespoprojo, Filsafat Moral, Bandung : CV Pustaka Grafika, 1999

F.M. Suseno, Dasar-dasar Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius, 1987

Packer J.L, “Sejarah Alkitab”, Ensiklopedia Alkitab, 2 Vol. Malang : Gandum Mas, 2001

Edwar T Weler, Ketika Manusia Dianggap Besar dan Allah Dianggap Kecil, Surabaya : Mementum, 2003

  1. Goson, Apa Tujuan Hidup, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1985

Marie Claire Bart dan B.A. Pareira, Tafsir Alkitab Kitab Mazmur 73-150 Jakarta : BPK Gunung Mulia,1997

S.H. Widyapranawa, Kitab Yesaya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003

Al. Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya, Yogyakarta: Kanisius,  1990

[1]     W.S Poepoprajo, Filsafat Moral, Bandung : CV Pustaka Grafika, 1999, hal 150

[2]     Edwar T.Weler, Ketika Manusia Dianggap Besar dan Allah Dianggap Kecil, Surabaya :Mementum,2003, hal 107 – 108

[3]     S.Goson, Apa Tujuan Hidup, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985, hal 5

[4]     Marie Claire Barth dan B.A Pareira, Tafir Alkitab Kitab Mazmur 73-150, Jakarta : BPK Gunung Mulia,1997, Hal 137.

[5]     S.H. Widyapranawa, Kitab Yesaya, Jakarta :BPK Gunung Mulia, 2003, hal 67

[6]     Walter C. Kaiser, Jr. Teologi Perjanjian Lama, Malang : Gandum Mas, 2004, hal 94

[7]     Al. Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Maalahnya, Yogyakarta: Kanisius,1990, hal 13