IDENTIFIKASI MASALAH BELAJAR:

TUGAS GURU YANG TERABAIKAN

T Danny S

Dosen Program Studi BK FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRAK

Masih banyak guru yang lebih mementingkan asal tugas transfer knowlegde sudah diselesaikannya maka tugas dan tanggungjawabnya sudah selesai juga, tanpa memahami kondisi dan masalah yang terkait dengan belajar siswanya. Ada beragam masalah belajar yang dapat dialami siswa yang perlu dipahami oleh guru. Identifikasi masalah belajar beserta sumber penyebabnya perlu dilakukan guru agar dapat membantu kelancaran belajar siswanya yakni melalui menggunakan instrumen antara lain berupa skala sikap, angket, panduan observasi, DCM, dan Wawancara.


MASALAH BELAJAR SISWA

Belajar adalah kegiatan berproses, dan sebagai unsur fundamental khususnya dalam dunia pendidikan. Perubahan secara positif dan progresif akan dialami oleh diri individu jika individu yang bersangkutan memiliki dorongan untuk selalu belajar. Oleh karena itu, peserta didik maupun mahasiswa harus melakukan kegiatan belajar, untuk membekali diri dalam menghadapi masa depannya kelak. Tanpa kegiatan belajar, maka peserta didik maupun mahasiswa ketika kelak dewasa akan mengalami kesulitan ketika menghadapi persoalan hidupnya secara mandiri (Soesilo, 2014).

Kegiatan bidang pendidikan tidak akan tercapai tujuannya jika peserta didik belum melakukan kegiatan belajar. Kenyataannya, tidak sedikit siswa yang belum dapat memanfaatkan waktunya untuk kegiatan belajar. Permasalahan tentang tidak dilakukannya kegiatan belajar tersebut pada umumnya dikarenakan peserta didik memiliki masalah belajar.

Menurut Soesilo (2014) bahwa salah satu faktor penyebab munculnya masalah belajar pada peserta didik disignalir adalah berasal dari guru. Banyak guru yang melaksanakan pembelajaran tanpa mengimplementasikan prinsip dan kaidah belajar. Tidak sedikit guru yang masih memiliki prinsip bahwa pembelajaran merupakan transfer informasi belaka. Kondisi ini cenderung lebih dominan nampak dibanding guru yang memiliki prinsip student center dalam pembelajarannya. Guru yang masih memiliki prinsip atau paradigma tersebut belum memiliki perhatian utama terhadap bagaimana kondisi siswanya, apakah siswanya telah aktif belajar atau tidak, dan apa saja yang telah diserap oleh siswanya. Nampaknya masih banyak guru yang lebih mementingkan asal tugas transfer knowlegde sudah diselesaikannya maka tugas dan tanggungjawabnya sudah selesai juga. Guru yang masih feodal ini seharusnya mengubah paradigma pembelajarannya sehingga menjadi student center sehingga juga perlu memahami kondisi dan masalah yang terkait dengan belajar siswanya.

Perlu dipahami bahwa ada cukup banyak masalah belajar; dan masalah belajar yang dialami di antara siswa tentunya juga berbeda-beda. Meskipun memiliki gejala yang sama, misalnya prestasi belajar beberapa siswa rendah dan nampak malas belajar, tetapi sumber masalah dari gejala tersebut dapat beragam. Kondisi tersebut yang perlu dipahami oleh para guru. Dengan demikian, guru perlu memilahkan sumber penyebab masalah belajar siswanya. Namun kenyataanya, masih banyak guru yang ‘menghakimi’ siswanya yang tidak mau belajar dan tidak berprestasi dengan menganggapnya sebagai siswa yang malas atau bahkan ‘bodoh’.

Selanjutnya Soesilo (2014) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh peserta didik yang menghambat kelancaran proses dan hasil belajarnya. Masalah belajar bagi peserta didik tidak berarti bahwa peserta didik tidak melakukan kegiatan belajar, tetapi kegiatan belajar yang dilakukannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tujuan atau hasil yang optimal.

Masalah belajar yang dialami peserta didik perlu segera diselesaikan karena kegiatan belajar merupakan bagian esensial untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, guru perlu memahami masalah dan sumber penyebab masalah belajar peserta didiknya. Berdasar persoalan yang seringkali dijumpai tersebut maka penulis menyusun tulisan ini berlandaskan studi pustaka.

JENIS-JENIS MASALAH BELAJAR DAN IDENTIFIKASINYA

Ada beragam masalah belajar yang dapat dialami peserta didik. Guru perlu peka dan segera mengidentifkasi permasalahan belajar yang dialami peserta didiknya. Identifikasi masalah perlu dilakukan terkait dengan pemberian bantuan (pengatasan) masalah belajar yang dialami oleh masing-masing siswa. Adapun jenis-jenis masalah belajar peserta didik dapat dikelompokkan berdasar kondisi yang dialaminya antara lain:

Keterlambatan akademik

Keterlambatan akademik yaitu keadaan peserta didik yang diperkirakkan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal. Kondisi ini dapat dikatakan sebagai under achievement. Keterlambatan akademik ini dapat diakibatkan berbagai macam, antara lain karena masalah sosial (misalnya hubungan antar teman di sekolah, atau antara hubungan peserta didik dengan gurunya), persoalan keluarga, atau dimungkinkan sebagai akibat keinginan peserta didik yang belum terealisasikan.

Identifikasi keterlambatan akademik ini dapat dilakukan melalui kajian perkembangan hasil-hasil prestasi peserta didik. Perbandingan prestasi demi prestasi si peserta didik dari beberapa tahun atau semester dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah keterlambatan akademik. Sedangkan identifikasi sumber penyebab dapat dilakukan melalui wawancara baik kepada si peserta didik itu sendiri maupun kepada orang lain yang lebih mengenal si peserta didik. Tentu saja wawancara ini bersifat konseling sehingga perlu dilakukan oleh guru yang berkompeten secara hati-hati kepada pihak yang relevan terkait.

Ketercepatan dalam belajar

Masalah ketercepatan dalam belajar yaitu keadaan peserta didik yang memiliki bakat akademik yang cukup tinggi atau memiliki kecerdasan tinggi (misal IQ 130 atau lebih), tetapi belum terfasilitasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Peserta didik yang memiliki kecerdasan yang tinggi tentu perlu tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang amat tinggi. Jika tanpa ada tugas khusus tersebut, maka peserta didik merasa enggan untuk belajar, dan bahkan ada kecenderungan mengganggu temannya di kelas karena ingin mendapat perhatian dari teman maupun gurunya di kelas.

Bagi peserta didik yang berkecerdasan tinggi, pada umumnya lebih lebih cepat menyerap materi yang dipelajarinya dibanding peserta didik yang berkecerdasan normal. Peserta didik yang berkecerdasan tinggi ini pada umumnya menjadi jenuh jika mengulang-ngulang materi yang sudah dipahaminya; dan justru merasa senang jika mendapatkan tugas yang lebih berat. Oleh karena itu, peserta didik seperti di atas perlu mendapatkan tugas khusus yang lebih menantang bagi dirinya, atau lebih berat dibanding tugas teman lainnya.

Masalah ketercepatan dalam belajar ini dapat diketahui dari perkembangan hasil belajar dan observasi dari perilaku peserta didik. Berdasar hasil belajarnya, pada umumnya hasil belajar (prestasi) si peserta didik yang memiliki ketercepatan dalam belajar selalu lebih tinggi dibanding teman-temannya di kelas, dan tidak pernah mengalami penurunan prestasi. Namun ditinjau dari perilakunya, biasanya peserta didik yang berkecerdasan tinggi ini ingin mendapat perhatian dari teman-temannya, dengan cara mengganggu teman lainnya di kelas. Jika guru tidak memahami kondisi atau permasalahan belajar semacam ini, biasanya guru menganggapnya sebagai peserta didik yang ‘nakal’ atau pengganggu kelas. Akibat pemahaman yang salah tersebut maka guru dapat melakukan pengatasan yang kurang tepat sehingga justru bukan mengatasi masalah tetapi justru menimbulkan masalah yang baru bagi diri si peserta didik tersebut.

Sangat lambat dalam belajar

Masalah sangat lambat dalam belajar yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapat pendidikan atau pengajaran khusus. Jika teman-temannya sudah dapat memahami suatu materi yang telah diajarkan guru, maka siswa yang lambat dalam belajar ini masih perlu bimbingan guru. Siswa yang mengalami kelambatan dalam belajar, dan bahkan gurunya sendiri perlu memberi waktu ekstra untuk menambah bimbingan belajar. Kondisi atau persoalan ini biasanya disebabkan memang karena kapasistas atau kecerdasan akademiknya untuk menyerap materi ajar memang tergolong rendah. Namun, ada kemungkinan pada bidang lainnya (misal kegiatan ekstra, olahraga, atau seni), siswa yang lambat belajar ini justru memiliki kelebihan.

Kemampuan siswa yang sangat lambat belajar ini dapat diidentifikasi dari perkembangan prestasi belajarnya. Pada umumnya perkembangan hasil prestasi bagi siswa yang mengalami keterlambatan belajar tidak menunjukkan adanya perbaikan, selalu dalam posisi yang rendah. Selain itu, untuk mengetahui kecerdasan akademiknya maka perlu dibuktikan melalui psiko tes (tes kecerdasan).

Kurang motivasi dalam belajar

Siswa yang kurang motivasi dalam belajar yaitu keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam belajar, yang diperlihatkan dari jera dan malas dalam kegiatan belajarnya. Biasanya malas belajar nampak ketika ada tugas tetapi tidak dikerjakan, kurang aktif dan tidak konsentrasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas, serta pernah atau bahkan sering melakukan bolos sekolah.

Rendahnya motivasi belajar dapat terjadi akibat beberapa faktor, antara lain karena tidak menyukai matapelajaran atau bahkan kurang menyukai gurunya. Faktor lainnya karena siswa belum memahami pentingnya kegiatan belajar untuk masa depannya kelak. Faktor kondisi dan permasalahan keluarga juga dapat menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa, misalnya jika keluarga kurang memberi perhatian dalam bidang bidang pendidikan anak, atau karena keluarga sedang mengalami cekcok (broken home).

Mengidentifikasi siswa yang kurang motivasi belajar dapat ditinjau dari presensi masuk sekolahnya, dan hasil prestasi belajarnya, yang biasanya perkembangan prestasinya mengalami banyak penurunan. Dalam hal ini dibutuhkan wawancara kepada siswa itu sendiri untuk mencari sumber penyebab kurangnya motivasi dalam belajarnya. Sebagai tambahan atau cross chek, maka guru sebaiknya juga melakukan home visit untuk membuktikan kebenaran informasi tentang siswa tersebut.

Bersikap dan kebiasaan buruk dalam belajar

Berkebiasaan buruk dalam belajar yaitu kondisi atau perilaku siswa sehari-harinya bersifat antagonistik dari pada kegiatan belajar seharusnya dilakukannya, seperti suka menunda-nunda atau mengulur-ulur waktu untuk mengerjakan tugas atau belajarnya, membenci guru, mengutamakan kegiatan lainnya daripada yang terkait dengan upaya belajarnya, tidak memperhatikan atau tidak terkonsentrasi pada penjelasan guru dalam pembelajaran di kelas tetapi malah sibuk berbicara atau malah bermain-main dengan temannya.

Siswa yang berkebiasaan buruk dalam belajar dapat diketahui atau dibuktikan melalui observasi terutama ketika pembelajaran sedang berlangsung. Selain itu, permasalahan berkebiasaan buruk dalam belajar ini dapat diketahui melalui penyebaran Daftar Cek Masalah, dan angket khusus yang terkait dengan kebiasaan belajar siswa. Pada umumnya siswa yang berkebiasaan buruk dalam belajar ini memiliki prestasi yang tidak pernah mengalami kenaikan, bahkan kecenderungan yang terjadi berupa penurunan prestasi.

Masalah berkebiasaan buruk dalam belajar dapat bersumber karena siswa belum memiliki pemahaman yang benar tentang pentingnya belajar. Siswa lebih mementingkan kegiatan lain yang lebih menyenangkan dari pada belajar. Akibat pergaulan yang salah dengan teman-teman yang tidak memilki visi yang jelas terhadap pendidikan maka pada umumnya siswa juga tidak mementingkan pendidikan.

Sering tidak sekolah

Masalah siswa sering tidak sekolah yaitu siswa yang sering tidak hadir di sekolah dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga sebagian besar kegiatan belajar di sekolah menjadi hilang. Siswa tidak masuk sekolah bisa diakibatkan karena sengaja membolos atau karena menderita sakit atau karena hal lain (misalnya takut terhadap temannya yang suka mengganggu).

Guru atau pihak sekolah dapat mengetahui siswa yang sering tidak sekolah ini dari presensi kelas. Namun untuk mengetahui faktor penyebabnya maka guru dapat memanggil orangtua ke sekolah untuk menanyakan perihal seringnya siswa tidak sekolah, atau melakukan home visit.

TEKNIK IDENTIFIKASI MASALAH BELAJAR

Identifikasi masalah belajar siswa pada umumnya dapat dilakukan melalui penggunaan instrumen dalam bentuk non-tes. Instrumen non-tes adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang sikap, perilaku, pendapat, pernyataan, dan spontanitas individu. Di samping itu, instrumentasi non-tes berupa pengumpulan data tentang hal-hal yang berada di luar diri individu dan penilaiannya atau persepsinya terhadap pihak lain seperti keluarga, sekolah, dan kegiatan lain di masyarakat.

Instrumen yang termasuk program non tes dan terkait dengan masalah belajar pada umumnya berupa angket, skala sikap, panduan observasi, panduan wawancara, dan daftar cek masalah (DCM). Di bawah ini dijelaskan secara singkat tentang beberapa jenis instrumen yang tergolong kelompok non-tes yang terkait dengan informasi masalah belajar.

1) Wawancara

Wawancara ialah tanya jawab antara pewawancara dengan yang diwawancara untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai suatu hal. Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara khusus dan terencana. Jika wawancara dilakukan lebih mendalam misalnya dalam penelitian kualitatif disebut wawancara mendalam (deepth interview). Dalam usaha membantu persoalan peserta didik di sekolah (antara lain masalah belajar siswa), maka lebih membutuhkan wawancara konseling, yaitu wawancara mendalam, diwarnai afektif, dan bersifat menyembuhkan atau membantu persoalan yang dialami siswa. Chaplin (1999) juga menyatakan bahwa jika tujuan wawancara terapeutis sifatnya maka khas akan lebih disukai penggunaan wawancara non-direktif, atas dasar asumsi bahwa subjek akan lebih bersedia membuka diri sendiri dalam satu suasana bebas dan tidak ditanyai. Dalam wawancara tersebut, kemudian diusahakan agar klien merasakan iklim kehangatan dan pengertian dari pihak pewawancara.

Nara sumber dari sebuah wawancara haruslah orang yang berkompeten dengan harapan informasi yang diberikan juga valid serta bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Wawancara terkait dengan masalah belajar lebih banyak menekankan (mementingkan) diperolehnya informasi tentang gejala atau kebiasaan belajar yang dapat menimbulkan masalah belajar bagi diri siswa. Selain itu, wawancara perlu dilakukan untuk mengidentifikasi sumber penyebab masalah belajar, sehingga informasi tersebut dapat digunakan untuk merancang pengatasan masalah belajar yang dialami siswa tersebut.

2) Observasi

Teknik pengamatan atau observasi merupakan salah satu bentuk teknik non tes yang biasa dipergunakan untuk mengumpulkan fakta-fakta sikap dan perilaku individu secara seksama, cermat dan sistematis. Melalui pengamatan memungkinkan untuk mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh seorang pengamat (observer) terhadap individu (observe) tanpa ia sadari bahwa sedang diamati. Observasi berarti pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap gejala yang diteliti. Menurut Slameto (1988), observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap peserta didik dengan memperhatikan tingkah lakunya. Sedangkan Chaplin (1999), menyatakan bahwa metode pengamatan (observation methods) adalah teknik untuk menambah kecermatan pengamatan, seperti penggunaan stopwatch, daftar cek, dan seterusnya.

Dalam kaitannya dengan masalah belajar, observasi lebih berguna dalam mengamati gejala-gejala masalah belajar yang nampak atau dialami diri siswa. Perilaku siswa terkait dengan upaya dan kebiasaan belajarnya dapat lebih diketahui secara nyata melalui observasi. Namun, hasil observasi tersebut tidak dapat menjawab secara runtut tentang sebab-akibat masalah belajar yang dialami siswa. Oleh karena itu, data atau informasi tentang penyebabnya harus melalui teknik pengumpulan data yang lain, misalnya wawancara, atau angket.

3) Angket

Angket seringkali juga disebut sebagai kuesioner. Menurut Chaplin (1999), questionary (kuesioner) merupakan satu set pertanyaan yang membahas suatu topik tunggal, atau set topik yang saling berkaitan, yang harus dijawab oleh subjek. Kuesioner ini telah dikembangkan untuk tujuan mengukur minat, masalah pribadi, dan pendapat, serta untuk mencatat informasi biografis.

Menurut Soesilo (2014) angket adalah suatu daftar pertanyaan tertulis yang terinci dan lengkap yang harus dijawab oleh responden tentang pribadinya atau hal hal yang diketahuinya. Melalui angket, hal-hal tentang diri responden dapat diketahui, misalnya tentang keadaan atau data dirinya seperti pengalaman, sikap, minat, kebiasaan belajar, dan termasuk pandangan diri responden terhadap suatu hal. Isi angket dapat berupa pertanyaan-pertanyaan kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh jawaban yang objektif. Dalam upaya pengumpulan data tersebut, perlu dijalin kerja sama antara pemberi angket dan responden melalui pengantar angket yang menjelaskan maksud dan tujuannya, sehingga responden terdorong bekerja sama dan rela mengisinya dengan jujur.

Salah satu kelebihan penggunaan angket adalah cukup banyaknya informasi yang diperoleh dengan menyebarkan suatu angket. Melalui angket dapat diketahui tentang identifikasi masalah belajar, penyediaan dan kondisi sarana belajar, kebiasaan belajar maupun sumber penyebab masalah belajar yang dialami siswa. Selain itu, dengan menggunakan angket dapat diperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan seperti di atas dari sejumlah siswa secara relatif cepat.

4) Skala Sikap

Sikap menggambarkan tentang kecenderungan berperilaku atau reaksi seseorang terhadap objek atau stimulus yang datang padanya. Sikap juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavourable) pada suatu objek.

Instrumen yang mengukur tentang sikap tersebut biasanya disebut sebagai skala sikap. Skala sikap hampir sama seperti angket. Perbedaannya hanya terdapat pada variabel yang ditanyakan kepada responden. Skala sikap hanya menanyakan tentang sikap responden yang terkait dengan suatu variabel atau objek, misalnya tentang kebiasaan belajar mandiri, motivasi belajar. Sedangkan angket dapat mengukur banyak variabel, dan jawaban responden tidak dapat di-skoring (nilai) dan juga tidak dapat diskalakan. Jawaban setiap item dalam skala sikap mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: Sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).

Melalui skala sikap guru dapat mengetahui kondisi sikap, dan kebiasaan serta motivasi belajar siswa. Dengan demikian, terkait dengan masalah belajar, skala sikap hanya dapat digunakan untuk mengetahui atau mendeskripsikan kondisi sikap, dan kebiasaan serta motivasi belajar siswa. Berdasar data tersebut, masing-masing siswa dapat dikategorikan ke dalam kelompok atau golongan berkondisi baik, atau sebaliknya bermasalah tentang sikap, dan kebiasaan serta motivasi belajarnya. Setidak-tidaknya data tersebut sebagai informasi awal untuk mengetahui siapa saja siswa yang bermasalah dalam kaitannya dengan belajar. Sedangkan informasi mengenai sumber penyebabnya dapat diperoleh melalui kegiatan wawancara. Dengan data tersebut diharapkan pihak sekolah dapat mengupayakan usaha yang terbaik untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar siswa.

5) Daftar Cek Masalah

Masalah peserta didik merupakan suatu hal yang penting diketahui oleh guru, karena adanya masalah tersebut dapat menyebabkan hambatan kelancaran studi peserta didik. Oleh karena itu, masalah belajar yang menimpa diri siswa harus segera dipecahkan (diatasi) agar tidak menganggu aktivitas belajar yang bersangkutan.

Daftar Cek Masalah (DCM) merupakan instrumen (sejenis angket) yang khusus disusun untuk merangsang atau memancing pengutaran masalah-masalah yang pernah atau sedang dialami seseorang. DCM sebagai sejenis angket yang berisikan item-item pernyataan permasalahan yang kemungkinan terjadi pada diri responden. DCM terdiri sekitar 12 bidang permasalahan (kesehatan, keuangan, pergaulan/social, agama/kepercayaan, pekerjaan/jabatan, keluarga, kepribadian/emosional, penyesuaian terhadap kurikulum, penyesuaian terhadap sekolah, kebiasaan belajar, rekreasi, asmara/percintaan) dimana setiap bidang disajikan sekitar 20 item pernyataan permasalahan, sehingga total item dalam suatu instrument DCM sekitar 240 butir. Responden hanya memberikan tanda centang (Ö) pada item yang dimaksud, jika mengalami masalah seperti yang diuraikan dalam item tersebut.

Di bawah ini adalah contoh data masalah belajar siswa SMP yang mendapatkan bantuan biaya studi dari pihak Gereja Kristen Jawa Salatiga. Pengumpulan data tersebut melalui pengembangan DCM khusus tentang Masalah Belajar yang dikembangkan secara sederhana oleh penulis berdasar atas jenis masalah belajar. Adapun instrumen DCM tentang masalah belajar dapat dilihat di lampiran.

Tabel 1. Masalah Belajar Siswa Berdasar Jenis Kelamin, dan Usia

Nama

Jenis Kelamin

Usia

Masalah-masalah belajar yg dialami

Lr

P

17

lambat dalam belajar

CA

P

13

EZ

P

12

AA

L

13

OM

L

14

keterlambatan akademik, lambat dalam belajar, kurang motivasi, berkebiasaan buruk dlm belajar

DN

P

14

JK

L

15

lambat dalam belajar

LM

P

14

lambat dalam belajar

EP

P

13

Crst

L

16

lambat dalam belajar

BA

L

15

YY

P

12

EF

P

13

NI

P

14

lambat dalam belajar

MJ

L

12

berkebiasaan buruk dlm belajar

Art

L

14

EH

L

14

GS

L

13

YA

L

14

KS

P

14

keterlambatan akademik, lambat dalam belajar, kurang motivasi

YT

L

14

lambat dalam belajar, berkebiasaan buruk dlm belajar

SS

L

15

kurang motivasi

MV

L

13

ketercepatan akademik, lambat dlm belajar

JA

L

15

lambat dlm belajar

CW

L

12

lambat dlm belajar

DA

L

13

DC

L

15

WA

L

15

keterlambatan akademik, kurang motivasi, berkebiasaan buruk dlm belajar

TD

P

13

kurang motivasi, berkebiasaan buruk dlm belajar

MR

L

14

Lv

L

14

Sumber: Data Primer, 2015

Di antara 31 siswa SMP di atas, terdapat 15 siswa yang diduga memiliki masalah belajar. Masalah belajar yang dialami siswa dominan berupa masalah lambat belajar, kurang motivasi, dan berkebiasaan buruk dalam belajar.

BIMBINGAN BELAJAR

Berbagai persoalan belajar yang dijelaskan di atas, tentu perlu penanganan oleh guru matapelajaran atau guru kelas maupun guru BK melalui kegiatan bimbingan belajar. Penanganan tersebut melalui kegiatan bimbingan belajar yang berbeda-beda satu dengan yang lain, tergantung dari persoalan belajar yang dialami oleh peserta didiknya. Bahkan, penanganan permasalahan belajar pada satu peserta didik dapat berbeda dengan peserta didik yang lain, meskipun jenis masalah belajarnya sama. Hal ini tergantung dari sumber penyebab masalah belajar.

Bimbingan belajar yang dilakukan terhadap peserta didiknya tergantung dari tujuan ingin dicapai. Sedangkan tujuan bimbingan tentang masalah belajar di sekolah antara lain sebagai berikut:

a. Membantu pemahaman peserta didik tentang pentingnya beraktivitas belajar bagi dirinya saat ini maupun masa depannya kelak

b. Memotivasi peserta didik agar bersemangat dalam belajar sesuai gaya belajar dan potensi serta karakteristiknya sendiri

c. Membantu peserta didik agar dapat memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia di lingkungannya secara optimal untuk kegiatan belajarnya

d. Menumbuhkan atau meningkatkan perkembangan sikap dan kebiasaan yang baik dari peserta didik, terutama dalam mengerjakan tugas dalam mengembangkan keterampilan serta dalam bersikap terhadap guru.

e. Menumbuhkan disiplin belajar dan terlatih, baik secara mandiri maupun kelompok.

f. Mengembangkan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, social dan budaya di lingkungan sekolah/alam sekitar untuk pengembangan pengetahuan, keterampilan dan pengembangan pribadi.

Sedangkan bentuk-bentuk bimbingan yang akan diberikan kepada peserta didik tergantung dari kebutuhan dan permasalahan yang dihadapinya. Setiap peserta didik membutuhkan bantuan atau bimbingan yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang masih perlu memahami tentang pentingnya kegiatan belajar bagi dirinya, tetapi ada pula peserta didik yang membutuhkan tentang cara menajemen waktu belajar. Bahkan, meskipun peserta didik memiliki masalah yang nampak sama, misalnya malas belajar, tetapi ada kemungkinan bantuan bimbingan yang diberikan menjadi berbeda, karena hal ini tergantung dari sumber masalahnya, dimana masing-masing peserta didik dapat memiliki sumber masalah belajar yang berbeda-beda juga.

PENUTUP

Dalam menunaikan tugasnya, guru bukan hanya bertugas untuk transfer knowledge belaka tetapi juga perlu melakukan identifikasi masalah belajar yang dialami siswanya, dan mencari sumber penyebab masalahnya. Oleh karena itu, guru perlu menggunakan beragam instrumen agar mendapat informasi yang lebih mendalam dan akurat tentang masalah dan sumber penyebab masalah belajar yang dialami siswa agar dapat merancang solusi dalam membantu masalah belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Keke T. 2008. Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jakarta: Jurnal Pendidikan Penabur (No 10, tahun 7).

Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi. (terj. Kartini Kartono) Jakarta: Rajawali Press, 2001

Djiwandono, SEW. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hamalik, Oemar. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Irwanto. 2002. Psikologi Umum. Jakarta: PT Prenhallindo

Koestoer, P, Suparto, Hadi. 1986. Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar. Jakarta: Erlangga

Makmun, Abin Syamsudin. 2000. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta

Soesilo, T Danny. 2013. Psikologi Pendidikan. Salatiga: Griya Media

Soesilo, T Danny, dan Padmomartono, S 2014. Asesmen Non-Tes dalam Bimbingan dan Konseling. Salatiga: FKIP UKSW

Suryabrata, Sumadi. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 

Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan: dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosda Karya