IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF

DI SD NEGERI III GIRIWONO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2014/2015

 

Ikhsanudin Arief Prasetya

SD Negeri III Giriwono Wonogiri

 

ABSTRAK

Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam Program Pendidikan Inklusif di SD Negeri III Giriwono Wonogiri Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa guru pendidikan agama Islam telah melaksanakan program pendidikan inklusif ke dalam tiga aspek, yaitu: dalam aspek kurikulum guru PAI melakukan modifikasi kurikulum PAI, menyesuaikan materi pembelajaran pendidikan agama Islam, menerapkan metode pembelajaran pendidikan agama Islam yang interaktif, dan menggunakan media pembelajaran yang mendukung siswa berkebutuhan khusus menerima pelajaran. Sedangkan dalam aspek pengembangan metode pembelajaran, guru PAI melakukan koordinasi dengan tenaga pendidik lainnya yang telah mengikuti seminar, dan pelatihan mengenai pelaksanaan pendidikan inklusif. Kemudian dalam aspek pengawasan, guru PAI berkoordinasi dengan orang tua siswa berkebutuhan khusus..Selanjutnya saran yang dapat diberikan kepada kepala sekolah untuk memperlancar pelaksanaan pendidikan inklusif di SD Negeri III Giriwono adalah, diharapkan lebih meningkatkan hubungan kerjasama dengan berbagai pihak yang mendukung proses keberhasilan pendidikan inklusif untuk membahas segala sesuatu mengenai permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif. Selain itu kepala sekolah yang termasuk manajer dari program pendidikan inklusif diharapkan dapat berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelenggarakan seminar ataupun pelatihan kepada guru-guru yang belum mengikuti seminar dan pelatihan pendidikan inklusif khususnya guru pendidikan agama Islam..Kepada guru pendidikan agama Islam, mengingat keadaan karakteristik peserta didik yang heterogen dengan keunggulan, kekurangan, maupun keunikan masing-masing individu, diharapkan guru pendidikan agama Islam mampu menyikapi hal tersebut, dan mampu menanggapi, serta mengambil tindakan yang lebih baik dari pada sekarang dalam proses pembelajaran.

Kata Kunci: Implementasi Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Inklusif

 

Pendahuluan

Konsep pendidikan inklusif adalah pendidikan untuk semua, di mana pada pelaksanan proses belajar mengajarnya, siswa yang berkebutuhan khusus disatukan dengan siswa normal dengan perlakukan yang sama. Hal ini akan menambah kesulitan guru dalam mengajar, dikarenakan dengan kelas yang sangat heterogen tersebut akan terdapat karakteristik siswa yang berbeda-beda pula. Sehingga akan berpengaruh dengan pola dan strategi belajar para siswa tersebut. Karena guru pendidikan agama Islam adalah salah satu yang berperan aktif dalam pembentukan karakter siswa. Selain itu, di sekolah SD Negeri III Giriwono telah ditunjuk oleh pemerintah setempat untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Hal ini membuat guru harus berupaya agar tercipta proses belajar mengajar yang optimal. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi pendidikan agama Islam dalam program pendidikan inklusif di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mengambil lokasi di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri pada bulan Februari 2015 sampai dengan Maret 2015. Subjek penelitian yang akan dijadikan narasumber utama dalam penelitian ini adalah guru pendidikan agama Islam di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri. Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah sekaligus ketua program pendidikan inklusif, dan guru pendamping khusus di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri. Data dikumpulkan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh dengan cara triangulasi. Data terkumpul dianalisis melalui tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ditemukan bahwa guru PAI telah melaksanakan pendidikan inklusif di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri ke dalam tiga aspek, yaitu: dalam aspek kurikulum guru PAI melakukan modifikasi kurikulum PAI, menyesuaikan materi pembelajaran pendidikan agama Islam, menerapkan metode pembelajaran pendidikan agama Islam yang interaktif, dan menggunakan media pembelajaran yang mendukung siswa berkebutuhan khusus menerima pelajaran. Sedangkan dalam aspek pengembangan metode pembelajaran, guru PAI melakukan koordinasi dengan tenaga pendidik lainnya yang telah mengikuti seminar, dan pelatihan mengenai pelaksanaan pendidikan inklusif. Kemudian dalam aspek pengawasan, guru PAI berkoordinasi dengan orang tua siswa berkebutuhan khusus.

Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin meningkat. Oleh karena itu pembentukan sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi, dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Dengan demikian, pendidikan bagi difabel juga termasuk di dalam ranah tersebut. Karena difabilitas merupakan salah satu bentuk dari kemajemukkan bangsa. Artinya, dalam pelaksanaan sistem pendidikan difabel mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan-pelayanan yang berupa aksesibilitas baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Salah satu alternatif layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah sebuah konsep atau pendekatan pendidikan yang berupaya menjangkau semua anak tanpa terkecuali. Mereka semua memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan.

Berdasarkan konsep pendidikan tersebut, maka dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanan proses pembelajarannya, siswa yang berkebutuhan khusus akan disatukan dengan siswa normal melalui perlakuan yang sama pula. Hal ini pasti akan menambah kesulitan guru dalam mengajar akan meningkat dikarenakan dengan kelas yang sangat heterogen pastinya akan terdapat pula karakteristik siswa yang berbeda-beda pula. Hal ini pastinya berpengaruh dengan pola dan strategi belajar para siswa, karena karakteristik siswa berpengaruh pada pola dan strategi belajar itu sendiri. Hal ini tidak lepas pada guru pendidikan agama Islam. Karena guru pendidikan agama Islam merupakan salah satu yang berperan aktif dalam pembentukan karakter siswa.

Lokasi penelitian dilakukan di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri yang merupakan salah satu sekolah piloting penyelenggaraan pendidikan inklusif yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Kota Wonogiri. Hal yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam Program Pendidikan Inklusif di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri?”

KAJIAN PUSTAKA

Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Ramayulis (2008:50) guru pendidikan agama Islam adalah orang yang melaksanakan bimbingan terhadap peserta didik secara Islami dalam suatu situasi pendidikan Islam untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai ajaran Islam.

Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (1995:99) guru pendidikan agama Islam adalah guru yang memberitahukan pengetahuan keagamaan dengan cara pengajaran, pendidikan, dan pembinaan kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian, akhlak, serta mengembangkan keimanan dan ketakwaan peserta didik.

Kemudian menurut M. Arifin (1991:9) guru pendidikan agama Islam adalah seseorang yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh pejabat berwenang untuk mengajarkan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran agama Islam pada madrasah di lingkungan Departemen Agama.

Syarat Guru Pendidikan Agama Islam

Disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa seseorang bisa dikatakan sebagai guru, khususnya guru pendidikan agama Islam apabila memiliki syarat-syarat sebagai berikut, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (UU Guru dan Dosen, 2012:10).

Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Oemar Hamalik (2008:232-234) ada delapan peranan guru, yaitu:

1.      Pengelolaan administrasi

Pengelolaan administrasi adalah pengelolaan secara tercatat, teratur, dan tertib, sebagai penunjang jalannya pendidikan yang lancar.

2.      Pengelolaan konseling dan pengembangan kurikulum

Pengelolaan layanan bimbingan konseling dan pengembangan kurikulum merupakan hal yang mendesak dan diperlukan untuk menunjang pencapaian tujuan pendidikan.

3.      Guru sebagai tenaga profesi kependidikan

Jabatan guru adalah suatu profesi kependidikan yang mensyaratkan dikuasainya kemampuan profesional yang memadai.

4.      Berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum

Guru diharapkan berperan aktif dalam kepanitiaan atau tim pengembang kurikulum, bersama dengan guru lainnya, dan orang tua.

5.      Meningkatkan keberhasilan sistem instruksional

Keberhasilan mengajar bergantung kepada tiga faktor, yaitu kepribadian, pengetahuan, dan keahlian guru.

6.      Pendekatan kurikulum

Guru yang bijaksana senantiasa berupaya mengembangkan kurikulum sekolah berdasarkan kepentingan masyarakat, kebutuhan siswa, serta ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.

7.      Meningkatkan pemahaman konsep diri

Guru dapat mengembangkan kurikulum dengan cara mempelajari lebih banyak tentang dirinya sendiri.

8.      Memupuk hubungan timbal balik yang harmonis dengan siswa

Tujuan utama guru adalah mengubah pola tingkah laku siswa menjadi lebih baik (Oemar Hamalik, 2008:232-234).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa peran guru pendidikan agama Islam tidak jauh berbeda dengan peran guru pada umumnya. Sehingga mengingat pentingnya peran guru pendidikan agama Islam dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam, maka hal itu tidak bisa digantikan oleh kemajuan teknologi apapun.

Tugas Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Moh. Uzer Usman (2001:6-7) ada tiga jenis tugas guru, yaitu:

1.         Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.

2.         Tugas guru dalam bidang kemanusiaan, di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua yang kedua. Guru harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar.

3.         Tugas guru dalam masyarakat, masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia seutuhnya.

Pendidikan Inklusif

Menurut J. David Smith (2006:45) pendidikan inklusif adalah usaha-usaha untuk menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh. Pendidikan yang menyeluruh diharapkan bisa menjamin strategi tentang “Pendidikan untuk Semua”. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif harus dapat memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi (Usman Abu Bakar, 2012:137). Pendidikan inklusif juga bertujuan untuk membantu mempercepat program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, serta mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik (Abdul Salim Choiri & Munawir Yusuf, 2009:79).

Model Kelas Inklusif

Menurut Direktorat PLB dalam Sutijan (2011:4) menjelaskan bahwa penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:

1.      Kelas reguler (inklusif penuh)

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal lainnya sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.

2.      Kelas reguler dengan cluster

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal lainnya di kelas reguler dalam kelompok khusus.

3.      Kelas reguler dengan pull out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal lainnya di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

4.      Kelas reguler dengan cluster dan pull out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal lainnya di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

5.      Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian.

Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak normal lainnya di kelas reguler.

6.      Kelas khusus penuh

Anak berkebutuhan khusus di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.

Komponen Keberhasilan Pendidikan Inklusif

1.      Fleksibilitas kurikulum

Kurikulum pendidikan inklusif menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik dan tingkat kecerdasannya (Mohammad Takdir Ilahi, 2013:171).

Adapun pengembangan bahan ajar perlu memerhatikan pengembangan aspek akademik, berorientasi pada kebutuhan pascasekolah, berorientasi pada kebutuhan siswa untuk pengembangan keterampilan fungsional/vokasional, dan pengembangan kemampuan perilaku adaptif. Strategi pembelajaran bersifat indvidual (Program Pembelajaran Terindividualisasi) dengan prinsip kemudahan, bertahap, kekonkretan, dan pengulangan. Penyajian isi materi dalam pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar serta dalam proses pembelajaran bekerja sama dengan pihak terkait (Mohammad Takdir Ilahi, 2013:171-172).

2.      Tenaga pendidik (guru)

Faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusif yang tidak kalah pentingnya adalah adanya tenaga pendidik atau guru profesional dalam bidangnya masing-masing untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus. Tenaga pendidikan atau guru yang mengajar hendaknya memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap tentang materi yang akan diajarkan/dilatih, serta memahami karakteristik siswa (Mohammad Takdir Ilahi, 2013:178).

3.      Input peserta didik

Kemampuan awal dan karakteristik siswa menjadi acuan utama dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajar serta penyelenggaraan proses belajar mengajar di sekolah inklusif. Dalam setiap pelaksanaan pembelajaran, peserta didik diatur sedemikian rupa agar mereka dapat ikut serta merealisasikan tujuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan zaman. Di lembaga pendidikan yang menyelenggarakan sekolah inklusif, semua peserta didik tanpa terkecuali harus terlibat aktif dalam mengelola kegiatan pembelajaran sehingga mampu menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang baik (Mohammad Takdir Ilahi, 2013:182-183).

4.      Lingkungan penyelenggaraan sekolah inklusif

Ada banyak faktor pendukung yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan. Dalam kaitan dengan sistem dukungan, terdapat beberapa peran orang tua, sekolah khusus (SLB), dan pemerintahan yang perlu diperhatikan. Beberapa komponen terkait dengan lingkungan sekitar juga sangat menentukan keberhasilan anak berkebutuhan khusus dalam menjalankan aktivitas pembelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Mohammad Takdir Ilahi, 2013:184).

5.      Sarana dan prasarana

Sebagai salah satu komponen keberhasilan, tersedianya sarana dan prasarana tidak serta merta mudah diperoleh dengan mudah, tetapi membutuhkan kerja keras dari pemerhati pendidikan untuk mengupayakan fasilitas pendukung yang mendorong peningkatan kualitas anak berkebutuhan khusus (Mohammad Takdir Ilahi, 2013:186).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu “penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian… secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah” (Lexy J. Moleong 2012:6). Penelitian ini mengambil lokasi di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri pada bulan Februari 2015 sampai dengan Maret 2015. Subjek penelitian yang akan dijadikan narasumber utama dalam penelitian ini adalah Bapak Heru Sutardi, S.Ag selaku guru pendidikan agama Islam di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri. Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah Ibu Sri Rahayuningsih, S.Pd selaku kepala sekolah sekaligus ketua program pendidikan inklusif, serta Ibu Anjar Lestari, S.Pd dan Ibu Mamik Sugiarti, S.Pd selaku guru pendamping khusus di SD Negeri III Giriwono, Wonogiri. Data dikumpulkan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh dengan cara triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Dijelaskan oleh Patton yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2002:178), triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Sedangkan tringaluasi dengan teknik menurut Sugiyono (2012:127) berarti menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Data terkumpul dianalisis melalui tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

HASIL PENELITIAN

1.      Kurikulum

Kurikulum yang diberlakukan di SD Negeri III Giriwono adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum tersebut juga digunakan dalam pembelajaran siswa berkebutuhan khusus. Karena SD Negeri III Giriwono merupakan sekolah percontohan pendidikan inklusif di wilayah Wonogiri. Hanya saja kurikulum yang diberlakukan kepada siswa berkebutuhan khusus masih dilakukan beberapa modifikasi berdasarkan karakteristik siswanya. Hal ini dilakukan agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Sehingga guru pendidikan agama Islam dalam pengembangan kurikulum berupaya untuk menyusun kurikulum yang mampu diberlakukan untuk siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus. Karena seorang guru dinilai lebih mengetahui karateristik siswa dan materi yang akan diajarkannya.

Sehigga bisa dikatakan bahwa kurikulum pendidikan inklusif juga menggunakan kurikulum sekolah reguler atau kurikulum nasional yang dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik dan tingkat kecerdasaanya.

a.   Materi Pembelajaran

Materi pendidikan agama Islam antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa reguler disatukan dalam satu kelas berdasarkan jenjang kelasnya. Sehingga materi yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler sama. Tetapi apabila siswa berkebutuhan khusus memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dari siswa reguler, maka materi yang disampaikan untuk siswa berkebutuhan khusus lebih ringan. Dengan kata lain, materi pembelajaran harus relevan dengan tujuan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Untuk siswa berkebutuhan khusus yang mempunyai inteligensi di atas normal, maka materi pembelajaran dapat ditambah dengan materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum, tetapi tetap berguna terhadap bakat siswa. Sementara untuk siswa berkebutuhan khusus dengan inteligensi rata-rata, maka materi yang diajarkan dapat dipertahankan ataupun diturunkan sedikit tingkat kesulitannya. Kemudian untuk siswa berkebutuhan khusus dengan inteligensi di bawah rata-rata, maka tingkat kesulitan materi pembelajaran dapat diturunkan bahkan dihilangkan.

Karena proses pembelajaran pendidikan agama Islam berada dalam satu kelas dengan siswa reguler dengan materi yang sama juga, maka guru pendidikan agama Islam berupaya untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dengan cara menyamaratakan siswa berkebutuhan khusus dengan siswa reguler agar dapat berbaur satu sama yang lainnya dalam proses pembelajaran. Sehingga diharapkan siswa reguler dapat memancing sekaligus membantu siswa berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran. Selain itu diharapkan siswa berkebutuhan khusus bisa termotivasi dengan diakuinya keberadaan mereka.

b.   Metode Pembelajaran

Metode yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam bagi siswa berkebutuhan khusus juga sama dengan metode yang digunakan untuk mengajar siswa reguler. Hanya saja untuk siswa berkebutuhan khusus metode yang digunakan lebih banyak dan bervariasi yang disesuaikan pula dengan keadaan siswa, selain itu guru yang mengajar dituntut harus lebih sabar, dan perhatian. Hal ini yang diupayakan oleh guru pendidikan agama Islam, karena siswa berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian dan kemudahan dalam menerima materi pembelajaran yang lebih dalam proses pembelajaran dari pada siswa reguler lainnya.

Pemilihan metode harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu materi pelajaran, lingkungan belajar, keadaan siswa, dan keadaan guru. Pemilihan metode pembelajaran yang baik akan membangkitkan motivasi siswa untuk belajar sehingga dapat meningkatkan hasil pembelajaran.

c.   Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan dalam menyampaikan materi ke siswa berkebutuhan khusus sama dengan media yang dipakai ke siswa reguler. Tetapi perlu diperhatikan bahwa media yang digunakan sebaiknya mendukung dan memudahkan dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Mengingat bahwa siswa berkebutuhan khusus membutuhkan perlakuan yang khusus. Hal ini yang diupayakan oleh guru pendidikan agama Islam dalam menyampaikan materi pendidikan agama Islam kepada siswanya.

Penggunaan media pembelajaran harus mampu menampilkan rangsangan yang dapat diproses dengan berbagai indera oleh peserta didik. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan. Dengan demikian siswa diharapkan akan dapat menerima dan menyerap dengan mudah dan baik pesan-pesan dalam materi yang disajikan.

2.      Tenaga Pendidik

Pendidik merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran. Sehingga diperlukan upaya-upaya guru dalam menciptakan proses pembelajaran yang baik. Upaya guru pendidikan agama Islam dalam hal ini adalah berkoordinasi dan bertanya kepada rekan guru lainnya yang sudah pernah mengikuti seminar dan pelatihan pendidikan inklusif mengenai pelaksanaan pendidikan inklusif, karena selama ini guru mata pelajaran khususnya guru pendidikan agama Islam belum pernah mendapatkan seminar maupun pelatihan mengenai pendidikan inklusif. Selain itu guru pendidikan agama Islam juga berupaya membuat RPP termodifikasi yang disesuaikan dengan karakteristik siswa berkebutuhan khusus maupun siswa reguler.

Hal ini sesuai dengan faktor keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, di mana guru yang mengajar harus memiliki kompetensi dasar yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesionalisme. Dengan kompetensi tersebut, guru diharapkan mampu merancang proses pembelajaran dengan baik. Guru juga harus menjadi contoh yang baik bagi siswanya. Selain itu guru harus dapat menjalin kerja sama dengan semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan pembelajaran.

3.      Lingkungan Penyelenggaraan Sekolah Inklusif

Dibutuhkan dukungan yang baik oleh pihak orang tua, SLB, dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan penyelenggaraan pendidikan inklusif yang baik di sekolah. Lingkungan penyelenggaraan pendidikan inklusif yang baik akan berdampak langsung juga kepada proses pembelajaran di sekolah dan perkembangan siswa berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, guru pendidikan agama Islam berupaya melibatkan peran orang tua dengan cara mendatangi orang tua dari siswa berkebutuhan khusus untuk mengajak agar mau proaktif dalam membimbing dan mengawasi putra-putrinya saat di rumah. Selain itu, guru pendidikan agama Islam juga berupaya menghimbau para siswa reguler yang dinilai mempunyai kemampuan kognitif yang bagus untuk mau mengajak temannya yang berkebutuhan khusus maupun teman reguler lainnya untuk bermain dan membuat kelompok belajar. Hal ini diharapkan supaya siswa berkebutuhan khusus dapat lebih percaya diri dan terbantu dalam proses pembelajarannya.

Hal tersebut diupayakan oleh guru karena mengingat peran yang sangat menentukan bagi peningkatan motivasi, dan kepercayaan diri anak agar tetap tidak putus asa dalam menjelani kehidupan adalah berasal dari orang tua. Orang tua dituntut dapat berpartisipasi aktif dalam pembuatan rencana pembelajaran, pengadaan alat, media, dan sumber daya yang dibutuhkan sekolah. Aktif komunikasi dan berkonsultasi tentang permasalahan dan akemajuan belajar anaknya, kolaborasi dalam mengatasi hambatan belajar anaknya, serta pengembangan potensi anak melalui program-program lain di luar sekolah.

PENUTUP

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa guru pendidikan agama Islam telah melaksanakan program pendidikan inklusif ke dalam tiga aspek, yaitu: dalam aspek kurikulum guru PAI melakukan modifikasi kurikulum PAI, menyesuaikan materi pembelajaran pendidikan agama Islam, menerapkan metode pembelajaran pendidikan agama Islam yang interaktif, dan menggunakan media pembelajaran yang mendukung siswa berkebutuhan khusus menerima pelajaran. Sedangkan dalam aspek pengembangan metode pembelajaran, guru PAI melakukan koordinasi dengan tenaga pendidik lainnya yang telah mengikuti seminar, dan pelatihan mengenai pelaksanaan pendidikan inklusif. Kemudian dalam aspek pengawasan, guru PAI berkoordinasi dengan orang tua siswa berkebutuhan khusus.

Selanjutnya saran yang dapat diberikan kepada kepala sekolah untuk memperlancar pelaksanaan pendidikan inklusif di SD Negeri III Giriwono adalah, diharapkan lebih meningkatkan hubungan kerjasama dengan berbagai pihak yang mendukung proses keberhasilan pendidikan inklusif untuk membahas segala sesuatu mengenai permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif. Selain itu kepala sekolah yang termasuk manajer dari program pendidikan inklusif diharapkan dapat berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelenggarakan seminar ataupun pelatihan kepada guru-guru yang belum mengikuti seminar dan pelatihan pendidikan inklusif khususnya guru pendidikan agama Islam.

Kepada guru pendidikan agama Islam, mengingat keadaan karakteristik peserta didik yang heterogen dengan keunggulan, kekurangan, maupun keunikan masing-masing individu, diharapkan guru pendidikan agama Islam mampu menyikapi hal tersebut, dan mampu menanggapi, serta mengambil tindakan yang lebih baik dari pada sekarang dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Salim Choiri & Munawir Yusuf. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus secara Inklusif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Lexy J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

M. Arifin. 1999. Filfasat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Moh. Uzer Usman. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mohammad Takdir Ilahi. 2013. Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasi. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Oemar Hamalik. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara

Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Smith, J. David. 1998. Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua. Terjemahan oleh Denis & Ny. Enrica. 2006. Bandung: Nuansa.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.

Sutijan. 2011. Mengajar Peserta Didik Lambat Belajar di Sekolah Dasar. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi (JRR), (Online), Vol. 21, No. 2, (http:// lppm.uns.ac.id/kinerja/, diakses 20 Oktober 2014)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 2012. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Usman Abu Bakar. 2012. Pendidikan Islam Inklusif-Integratif, Manifestasi HAM. Dalam Toto Suharto & Purwanto (Ed.), Prosiding Seminar Internsional Pendidikan Islam dan Hak Asasi Manusia (115-156). Surakarta: Fataba Press.

Zakiah Daradjat. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: PT RemajaRosdakarya.