KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP

JALUR OPERASI BENTOR

(Studi di Kantor Dinas Perhubungan

Kabupaten Halmahera Utara)

 

Bonny Datty

Frets Alfret Goraph

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Program Studi Ilmu Pemerintahan

Universitas Halmahera Tobelo

 

ABSTRACT

Kebijakan pemerintah diperlukan dalam mengatasi berbagai persoalan public. Kebijakan yang dibuat dapat dijalankan dengan baik untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Kebijakan pengalihan operasi bentok di Dinas perhubungan terkesan tidak berpihak pada pemilik bentor dan kebijakan tersebut dianggap merugikan kepentingan public. Pembuatan kebijakan haruslah bebas dari kepentingan politik, kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan agar menghasilkan sebuah kebijakan yang tepat dalam penyelesaian kompleksitas permasalahan yang sedang dihadapi.Dalam penelitian ini desain penelitian adalah Deskriptif Kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, angket dan pengamatan untuk memperoleh data. Penentuan informan yang di gunakan dalam penilitian ini adalah dengan teknik purposive sampling. Data yang diperoleh kemudian dianalisi menggunakan teknik mereduksi data, kemudian menyajikan data yang diperoleh selanjutnya menarik sebuah kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa alasan pemerintah membuat kebijakan pengalihan jalur operasi bentor adalah kemacetan dijalur utama kota dan bentor hanya angkutan alternatif. Kebijakan yang dibuat pemerintah berdampak pada pendapatan dan perekonomia para penarik bentor. Kebijakan tersebut dianggap merugikan kepentingan penarik, pengguna dan pemilik bentor karena perubahan pengalihan operasi bentor dinas perhubungan tidak melibatkan pemilik, penarik dan pengguna dalam pengambilan kebijakan.

Kata Kunci: Kebijakan Pemerintah Daerah, Jalur Operasi Bentor.

 

PENDAHULUAN

Kebijakan pemerintah diperlukan dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa ini. Namun disisi lain, sebelum membuat sebuah kebijakan haruslah dilakukan analisis kebijakan yang mendalam terhadap suatu masalah sehingga kebijakan yang dibuat dapat dijalankan dengan baik untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Proses pembuatan kebijakan haruslah bebas dari kepentingan politik, kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan agar menghasilkan sebuah kebijakan yang tepat dalam penyelesaian kompleksitas permasalahan yang sedang dihadapi.

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD sedangkan pemerintah daerah adalah gubernur, walikota, bupati dan perangkat daerah sebagai unsure penyelenggara pemerintah daerah. Secara umum pemerintah daerah terdiri dari: pertama unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan kordinasi, diwadihi dalam lembaga sekertariat. Kedua Unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik diwadahi dalam lembaga teknis daerah unsure pelaksanaan urusan daerah, diwadahi dalam lembaga dinas daerah berbentuk badan, kantor, rumah sakit. Ketiga urusan pelaksana urusan daerah, diwaahi dalam lembaga dinas daerah. Dinas daerah merupakan unsure pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh kepala dinas.[1]

Salah satu unsure pelaksana otonomi daerah adalah dinas perhubungan (Dishub). Sala satu tugas Dishub adalah untuk melaksanakan akses transportasi laut, udara dan darat. Disini penulis lebih cenderung ke transportasi darat, dimana Dishub memiliki kewenangan untuk mengatur jalur transportasi darat.

Transportasi masyarakat di kota tobelo (tobelo kota), terdiri dari milik sendiri dan angkutan kota (angkot). angkot terdiri atas migro, ojek dan bentor sebagai angkutan alternatif. Dari ketiga angkot ini yang paling diminati masyarakat dalam beraktifitas adalah bentor, pasalnya bentor lebih praktis dan nyaman. Praktis artinya muda didapat dan cepat berangkat berbeda dengan migro dimana harus menunggu penumpang diatas 4 orang. Nyaman disini maksudnya terlindungi dari panasnya matahari, hujan dan abu fulkanik (abu gunung).

Jumlah bentor berdasarkan data Desember 2015 berjumlah 113, masing – masing bentor biru 589 sedangkan bentor merah 542. Di mana jumlah bentor yang begitu banyak maka solusi yang diambil adalah pembagian jadwal operasi dengan cara kesepakatan antara penarik bentor dan dinas perhubungan. Hasil kesepakatannya adalah sehari untuk operasi bentor merah dan hari berikutnya untuk operasi bentor biru misalnya hari senin bentor merah bararti hari selasa untuk operasi bentor biru, rabu merah kamis biru dan seterusnya terkecuali tangal merah.

 Bentor tidak lagi melayani masayarakat yang beraktifitas di jalur utama kota, kenapa karena daerah jalan utama kota telah dipasang rambu – rambu lalu lintas/tanda larangan. Tanda larangan bentor yang dipasang oleh dishub diantaranya arah dari utara ke selatan Rumah sakit Bethesda, arah dari barat ke timur semua jalur di areal perkotaan terkecuali jalur depan toko tanjung raya, dan arah dari selatan ke utara depan Kantor Pajak.

Kebijakan pemerintah melakukan pengalihan jalur operasi bentor dengan tujuan untuk melakukan penertiban lalulintas. Penertiban ini sangatlah berpengaruh pada pendapatan bentor.

Berdasarkan masalah yang dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai, “Kebijakan Pemerintah Terhadap Jalur Operasi Bentor” studi kasus di Dinas perhubungan Kabupaten Halmahera Utara.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut a) Bagaimana proses kebijakan pemerintah melakukan perubahan jalur operasi.b) Apa dampak kebijakan bagi penarik, dan Pemilik bentor.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang penulis gunakan adalah Deskriptif Kualitatif. Penelitian kualitatif menggunakan motode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara atau penalaahan dokumen. Penelitian deskriptif kualitatif adalah data yang dikumpulkan berupa katakata, gambar dan bukan angka angka.[2]

Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara sistematis dan akurat mengenai fakta yang nampak serta mengambarkan hubungan antara fenomena sesuai dengan data-data yang di dapat melalui penelitian serta menjelaskan berkaitan dengan variabel penelitian yang akan di teliti. Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian di lakukan. Lokasi penelitian yaitu di Dinas Perhubungan kota tobelo kabupaten Halmahera utara.

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, maka penulis mengunakan dengan beberapa cara: 1) Wawancara, dan 2) Observasi. sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang tettapi objek – objek alam yang lain.

Teknik analisis yang di gunakan dalam penilitian ini adalah sebagai berikut: 1) Reduksi Data, 2) Peyajian Data dan 3) Verification/Conclusion Drawing.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penyebab Perubahan Jalur Operasi Bentor

Berdasarka hasil penelitian yang penulis lakukan di Dinas perhubungan Kabupaten Halmahera utara, bahwa yang menjasi alasan pemerintah untuk melakukan perubahan jalaur untuk operasi bentor adalah sebagai berikut:

Kemacetan dijalur utama Kota

Kemacetan merupakan masalah yang timbul akibat pertumbuhan dan kepadatan penduduk” sehingga arus kendaraan bergerak sangat lambat. Kemacetan merupakan situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melibihi kapasitas jalan.

Berdasarkan hasil penelitan penulis bahwa dengan jumlah bentor yang begitu banyak maka terjadilah kemacetan dijalur utama kota, dengan demikian pentingnya penertiban lalu lintas dengan melakukan perubahan jalur untuk operasi bentor.

Berdasarkan pemasalahan di atas yang diangkat pemerintah adalah kemacetan dijalur utama kota. Dari isu inilah pemerintah membuat kebijakan pengalihan jalur operasi bentor. Kebijakan pemerintah adalah keputusan yang diambil oleh pemerintah untuk memecahkan permasalahan baik dalam hal politik, ekonomi, social ataupun budaya. Keputusan pemerintah tentang perubahan jalur karena macet dijalur utama merupakan alasan yang tidak tepat. Berdasarkan pengamatan dan wawancara penulis dilapangan bahwa, kapasitas jalan di halut masih sepadan dengan jumlah kendaraan.

Kemacetan merupakan masalah yang timbul akibat pertumbuhan dan kepadatan penduduk” sehingga arus kendaraan bergerak sangat lambat. Kemacetan merupakan situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melibihi kapasitas jalan. Ketika kita ukur menggunakan teori kemacetan maka alasan pemerintah adalah alasan yang tidak tepat dengan alasan sebagai berikut a) Perubahan jalur ini adalah usulan organda (radar halmahera, kamis 17 maret 2016); b)Bentor diijinkan masuk jalan utama kota disaat bulan puasa. (radar halmahera, selasa 07 Juni 2016); c) Bentor diijinkan operasi jalur arah pelabuhan.

Dari alasan inilah membuktikan bahwa dishub pemkab halut merubah jalur operasi bentor bukan alasan yang tepat. Alasan ini bukan menyelesaikan masalah tetapi menambah masalah. Seharusnya Kebijakan pemerintah diperlukan dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa ini. Namun disisi lain, sebelum membuat sebuah kebijakan haruslah dilakukan analisis kebijakan yang mendalam terhadap suatu masalah sehingga kebijakan yang dibuat dapat dijalankan dengan baik untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

Bentor Angkutan Alternatif

Pemahaman bentor hanyalah angkutan alternatif maka pemerintah seenaknya saja melakukan tindakan perubahan jalur operasi bentor tanpa berpikir dampak bagi penarik bentor. Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 08 Tahun 2006 Tentang Izin Operasi Kendaraan Bermotor Roda Tiga sebagai Angkutan dalam Daerah Kabupaten Halmahera Utara, tidak menjelaskan bahwa bentor adalah angkutan alternatif, dan hanya beroperasi dijalan alternatif/jalan belakang.

Proses Kebijakan Perubahan Jalur Operasi Bentor

Proses pembuatan kebijakan perubahan jalaur operasi bentor merupakan suatu proses yang kompleks karna perlu proses perumusan kebijakan. Michael Howlet dan M. Ramesh menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan yaitu Penyusunan agenda (Agenda setting), Formulasi kebijakan (Polici formulition), Pembuatan kebijakan (Decision making), Implementasi kebijakan (Polici Implementation) dan Evaluasi kebijakan (Polici Evalutation).[3] Proses yang dilakukan pemerintah dalam melakukan perubahan jalur operasi bentor adalah sebagai berikut:

Tahap Penyusunan agenda (Agenda setting)

Agenda setting merupakan tahap awal dari keseluruhan tahapan kebijakan. Tahap agenda setting adakalanya dianggap sebagai bagian formasi kebijakan. Formasi kebijakan yang maknanya secara khusus pada tahapan mengadopsi usulan tindakan pemeriantah yang dianggap sesuai dengan masalah publik Masalah – masalah itu bisa ditemukan melalui observasi lansung, media masa, forum – forum seminar dan sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa dishub memperoleh informasi dengan cara observasi lansung dilapangan dengan cara Identifikasi dan forum sosialisasi. Identivikasi masalah adalah suatu tahapan proses merumuskan masalah untuk mengenali masalah yang ingin diselesaikan. Salah satu cara untuk memudahkan seseorang mengungkapkan atau menyatakan identifikasi masalah dengan baik adalah dengan mengetahui secara jelas masalah yang dihadapi.

Bahwa untuk mengidentifikasi atau untuk mengetahui masalah, dinas perhubungan bagian darat cenderung melakukan pemantauan setiap hari di lapangan dimasing – masing pos. dalam pemantauan di lapangan dishub menemukan permasalah di lapanga yaitu kemacetan di jalan utama kota yang disebabkan oleh bentor.

Masalahmasalah yang muncul dalam masyarakat disebut Isu atau masalah kebijakan. Masalah kebijakan adalah kondisi yang menimbulkan ketidak puasan masyarakat sehingga perlu dicarikan penyelesaiannya. Dimana salah satu fungsi pemerintah adalah membentuk kebijakan publik yang berisi pedomanpedoman yang harus ditempu untuk mengatatasi masalahmasalah masyarakat.

Formulasi Kebijakan

Formulasi merupakan tahapan yang terjadi setelah suatu isu dianggendakan. Jones menjelakan formulasi adalah turunan dari formula yang berarti untuk mengembangkan rencana.

Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa, setelah pemerintah dalam hal ini dishub memperoleh informasi baik itu pementauan dilapangan, keluhan dari organda dan media massa, maka pemerintah lansung melakukan tindakan selanjutnya yaitu melakukan (rapat internal tanpa melibatkan pihak lain) untuk melakuakan pembahasan tentang permasalah yang terjadi.

Dari hasil penelitian dapat dianalisis proses formulasi kebijakan pemerintah dalam hal ini Dishub Pemkab Halut menggunakan pendekatan model institusional, yang mana lembaga pemerintah secara otonom tanpa melibatkan interaksi dengan linkungan. Dalam model ini tugas pembuat kebijakan adalah tugas pemerintah dan publik selaku pelaksana kebijakan yang dibuat oleh institusi pemerintah. Dan jenis kebijakan yang dipakai adalah Regulatory Policies. kebijakan yang berkenan dengan pembatasan atas tindakan terhadap seseorang atau sekelompok orang. Misalnya pembatasan pada pemakaian jalan pada jalur tertentu.

Keputusan Kebijakan

Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa dalam rapat internal, Keputusan yang dimbil pemerintah adalah melakukan rekayasa lalulintas untuk operasi bentor yaitu bentor tidak lagi beroperasi dijalur utama kota.

Hasil rekayasa diantaranya dari utara keselatan batas Rumah sakit bethesda kemudian belok ke barat dan melewati jalan belakang, dari selatan ke utara kantor pajak kemudian harus belok ketimur melewati jalan TPI pisangpisang. Sedang dari barat ke timur dan timur ke barat satu jalur yaitu jalan pelabuhan.

Ketika keputusan ini dikeluarkan, maka pada tahap berikutnya adalah mengimplementasikan kebijakan. Dalam melakukan implementasi kebijakan dan apabila kedapatan para penarik bentor melanggar keputusan diatas maka akan ditindak berdasarkan hukum.

Dari pembahasan diatas dapat dianalisis bahwa keputusan kebijakan yang dibuat pemkab halut adalah keputusan yang tidak memilik regulasi yang jelas. Karena outputnya tidak berupa surat keputusan, atau peraturan perundangundangan. Menurut branzenly kebijakan pubik dalam bentuk yang konkrit adalah sebagai peraturan perundangundangan telah dipandang sebagai hal yang menyangkut kepentingan publik, walaupun dalam banyak hal pemerintah sering kali gagal menghasilkan hasil yang diinginkan, jika dilihat dari kepentingan publik.

 

Implemetasi kebijakan

Van Meter dan Van Horn mendevinisikan implementasi kebijakan, merupakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau pejabat – pejabaT atau kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan untuk tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Tujuan pemerintah mengalihkan jalur operasi bentor adalah agar tercipta kenyamanan, kelancaran dan keselamatan dalam berlalulintas.

Sehari Setelah Keputusan Diambil Tepatnya Tanggal jumat 18 maret 2017 Pemerintah dalam hal ini Dishub melakukan pemasangan rambu di masing masing titik yang suda direkayasa. Setelah pemasangan rambu di jalur utama kota/jalan kemakmuran, dishub lansung mengarahkan bentorbentor untuk tidak lagi beroperasi dijalan kemakmuran.

Sesudah keputusan dibuat pemerintah, maka langka selanjutnya adalah melakukan implementasi, dari pembahasan diatas maka dapat dianalisis bahwa pemerintah dalam mengimplementaikan kebijakan,tanpa memiliki aturan hukum, dimana pemerintah melakukan tahapan setelah implementasi tahap selanjutnya adalah membuat aturan hukum. Implementasi yang dilaksanakan adalah keliru, seharusnya setelah aturan hukum dibuat tahap selanjutnya adalah implementasi, sebagaimana diungkapkan oleh Laster dan stewart, implementasi adalah suatu tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalui proses politik.

Tahap Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan sebuah organisai atau unit kerja dalam melakukan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Lester dan Stewart evaluasi kebijakan pada hakekatnya mempelajari konsekuensikonsekuensi kebijakan publik.

Dalam perkembangannya, ada kesenjangan antara apa yang diharapkan pemerintah dengan yang terjadi dilapangan dalam hal nyaman, lancar dan selamat dalam berlalulintas, terlebih khusus daerah jalan pelabuhan. Jalur jalan pelabuhan jalur ekstrim, dimana sering terjadi macet di perempatan jalan pelabuhan dan tingginya resiko kecelakaan karena jalur/arah yang berlawanan

Perempatan pelabuhan adalah arah yang tidak wajar bagi bentor untuk keluar masuk, karena merupakan arus yang berlawanan, dan tingginya akan kecelakaan. Maka perlu diadakan pembenahan, bisa saja arus ini dipakai terkecuali lampu merah masih aktif kalau tidak arus ini sangatlah berbahaya.

Pemerintah dalam hal ini Dishub yang memiliki kewenangan untuk mengatur arus taransportasi. Ketika pemerintah melihat kondisi dilapangan, pemerintah melakuakan evaluasi. Evaluasi yang dilakuakan pemerintah tepatnya tanggal 16 desember 2016. Keputusan yang diambil pemerintah adalah merubah arus jalan masuk pelabuhan bentor yaitu harus melewati jalan depan toko tanjung raya kemudian belok kanan, sampai perempatana pelabuhan bentor hanya diperbolehkan belok kiri ke pelabuhan atau belok kanan menuju jalan belakang. Kebijakan susulan ini mulai berlaku pada tanggal 17 desember 2016.

 

Dari pembahasan diatas dapat dianalisis bahwa evaluasi yang dilakuakan pemerintah adalah hanya melihat sejauh mana program berjalan, tanpa melihat apa dampak bagi lingkungan masyarakat/khusus bentor dengan adanya program ini. Menurut Michael Borus tiga tipe kebijakan yaitu: a) Evaluasi proses, yaitu evaluasi yang berusaha menjawab pertanyaan bagaimana program berjalan; b) Evaluasi dampak evaluasi yang menjawab pertanyan apa yang telah dilakukan suatu program, Atau akibat apa yang terjadi dengan adanya suatu program; c) Analisis startegi yaitu berupaya menjawab pertanyaan seberapa jauh evektifitas program dalam mengatasi masalah.[4]

Dampak kebijakan bagi penarik bentor

Dimana ada pemerintah disana pasti ada kebijakan baik itu kebijakan politik, ekonomi, kebijakan sosial dll. Kebijakan pemerintah pengalihan jalur operasi bentor berdmpak pada pendapatan bentor menurun.

Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa Pendapatan menurun bagi penarik bentor adalah efek dari Pemasanngan rambu – rambu lalulintas dijalur utama kota (pengalihan jalur operasi bentor). Efek/dampak yang terjadi adalah pendapatan para penarik bentor menurun.

Dengan adanya pemasangan rambu maka ruang gerak bentor terbatas, hanya diperbolehkan dijalan belakang di tempat sepi penumpang. Pendapatan para penarik bentor tergantung pada penumpang.

Pendapatan awalnya sehari panarik bentor bisa mencapai Rp.200.000. Sekarang pendapatan berjumlah Rp. 100,000, perhari.

Dengan ada rambu yang dipasang jarak tempu parah penarik bentor semakin jauh, Misalnya dari TPI atau Wosia menuju ke Galaxi, Nirwana, Pasar Modern dll. Seharusnya hanya lewat depan kantor pajak menuju selatan sampai perempatana kemudian belok kiri menuju barat pasar modern, kemudian belok kanan, menuju selatan Nirwana, kemudian belok kanan menuju timur Galaxi. Tetapi karena adanya rambu/tanda larangan maka para penarik bentor menempu jarak tiga kali lipat perjalanan, dimana mereka harus melewati jalan belakang PDAM.

 Jarak tempu yang semakin jauh maka pemakaian BBM semakin banyak dengan tarif untuk umum Rp 5000/orang dan anak sekola Rp 2. 500 (SK Bupati No 550/289/HU/2014).

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan pada bab sebelumnya ,maka penulis mencoba mengambil kesimpulan sebagai berikut: a) Alasan pemerintah untuk membuat kebijakan adalah kemacetan dijalan kemakmuran dan bentor hanyalah angkutan alternatif adalah alasan yang tidak tepat; b) Kebijakan pemerintah tentang perubahan jalur adalah kebijakan yang sifatnya hanya sementara, singga tidak melibatkan stakholder dan tidak dimuat dalam bentuk peraturan atau keputusan yang tertulis. c) Hasil dari kebijakan yang dibuat pemerintah adalah berdampak bagi para penarik bentor yaitu pendapatan menurun.

 

 

SARAN

Target saran disampaikan kepada:

a) Ketika pemerintah membuat sebuah kebijakan, harus melihat apa masalahnya dan bagaimana penyelesaiannya, supaya kebijakan yang dikeluarkan mampu minimanilis permasalahan yang terjadi dimasyarakat; b)Setiap kebijakan yang dikeluarkan dalam proses formulasi sampai pada tahap evaluasi seharusnya melibatkan stakholder dan sebelum implementasi dilakuakan seharusnya sebuah aturan terlebih dahulu dibuat; c) Pemerintah ketika melukan perubahan jalur operasi bentor, perlu juga melakukan perubahan tentang tarif bentor, karena pendapatan menurun dengan adanya kebijakan maka perlu menaikan tarif bentor.

Daftar Pustaka

Agustino Leo, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung 2008.

Ebyhara, Abu Bakar, Pengantar Ilmu Politik, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta 2010.

H. Makmur, Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan, Refika Aditama, Jakarta 2010.

Kusumanegara Salahudin, Modal dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik, Gava Media Jogjakarta 2009.

Labolo Muhamad, Memahami Ilmu Pemerintahan, rajawali pers , Jakarta, 2008.

Moloeng Lexi. J. Metodologi penelitian kualitatif, Rosdakarya, Bandung, 2006.

Nugroho Riant, Public Policy, Elex Media Komputindo, Jakarta 2008.

Nawawi Ismail M.Si. PUBLIC POLICI analisis, strategi advokasi teori dan praktik, ITS PRES, Surabaya, Januari 2007.

Surisyah Murhaini, Kewenangan Pemerintah Daerah, Laksbang Justitian, Surabaya 2009.

Syafiie Inu kencana., Ilmu Pemerintahan, mandar maju, bandung, 2007.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B, Alfabeta, Bandung, 2013.

Sarwono Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006.

Taliziduhu Ndraha, Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), Rineka cipta , Jakarta 2011.

Winarno Budi,, Kebijakan Publik (Teori, Proses, dan Studi Kasus), CAPS, Yogyakarta 2011.

Koran radar Halmahera 17 mei 2016.

Peraturan Bupati Nomor 08 Tahun 2006 Tentang Izin Operasi Kendaraan Bermotor Roda Tiga sebagai Angkutan dalam Daerah Kabupaten Halmahera Utara SK Bupati No 550/289/HU/2014.



[1] H. Surisyah Murhaini. Kewenangan Pemerintah Daerah, Laksbang Justitian, Surabaya 2009 (hal 1)

[2] Lexy J. Moleong. Metodologi penelitian kualitatif: Prosdakarya, bandung , 2006 (hal 9 &11)

[3] H. Ismail Nawawi. PUBLIC POLICI analisis, strategi advokasi teori dan praktik: ITS PRES,. Surabaya., Januari 2007 hal 16

[4] Salah uddin Kusumanegara, op.,cit. h. 124 – 125