KEBUTUHAN PELATIHAN MANAJEMEN PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK PADA GURU SEKOLAH DASAR

Wahira

PGSD-FIP Universitas Negeri Makassar

ABSTRACT

The institutions of school in order to organize their the educational management of cultural values​​, and for teachers primary school which they do not have a background talents in art so that they will be interested in learning art of dance training based on scientific, which correlated to the value of education management strategies that involving local cultures of all educators are included in the curriculum in 2013.The Implementation of dance education in primary schools are stil not effective, The working system that used participatory management is not optimal, because of the efforts of school motivation for educators are still low. Oversight performed by monitoring, observing, supervising, and communicate, and through reports and evaluations is not maximized, so that the attitudes and behaviors of learners do not all reflect of local values ​​and spiritual values intact. Subjects Art Culture and Craft intended that learners have the following capabilities; (1) Understand of the concept and the importance of arts cultural and skills; (2) Showing the attitude of appreciation in arts cultural and skills; (3) Showing creativity throught arts cultural and skills (4) Showing participation in arts cultural arts and skills into the local, regional, and global.

Key word; Training model, Learning arts dance, Scientific approach, Teachers of primary school.


PENDAHULUAN

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013,dinyatakan bahwa: untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.

Studi pendahuluan yang dilakukan melalui angket kebutuhan pelatihan manajemen pembelajaran seni tari berbasis saintifik didapatkan data bahwa: pertama mulai dari kebutuhan akan materi pelatihan, bentuk pelatihan, bentuk program, instruktur, sarana dan prasaran, serta CD pembelajaran berbasis saintifik kebutuhannya sangat tinggi dengan rerata skor dari setiap komponen kebutuhan 4,00. Hal ini menunjukkan secara umum bahwa kebutuhan komponen tersebut dalam pelatihan manajemen pembelajaran seni tari berbasis saintifik sangat dibutuhkan.

Kedua kondisi pembelajaran seni tari di sekolah dasar termasuk kurang baik. Hal ini menunjukan bahwa kondisi pembelajaran yang dilakukan guru pada mata pelajaran seni budaya dan keterampilan khususnya seni tari pada standar kompetensi kurikulum 2013 yang berbasis saintifik tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ketiga materi bahan ajar seni tari yang sudah pernah dilaksanakan oleh guru termasuk kategori kurang. Hal ini menujukkan bahwa bahan ajar yang dilakukan oleh guru khususnya pelaksana-an pembelajaran berbasis saintifik kurang dilaksanakan di sekolah. Menurut kete-rangan guru hal ini karena guru tidak berlatar belakang pendidikan seni tari, kurangnya buku atau CD pembelajaran seni tari di sekolah dasar.

Pelatihan pembelajaran seni tari berbasis saintifik bagi guru sekolah dasar di Kabupaten Gowa dan Takalar belum pernah dilaksanakan sehingga belum ada model dan pedoman pelatihan yang terse-dia. Guru secara khusus belum pernah mendapat pelatihan manajemen pembela-jaran seni tari berbasis pendekatan saintifik sebagaimana seharusnya, sehingga perlu kebijakan yang lebih operasional khusus-nya pada guru Sekolah Dasar yang mengajarkan mata pelajaran seni budaya dan prakarya dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas khususnya jenjang pendidikan dasar. Alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran seni budaya dan prakarya sangat terbatas sehingga, pembelajaran tari di Sekolah Dasar belum bisa mewujudkan pemahaman, penghayatan, apresiasi, dan kreatifitas peserta didik.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan suatu pelatihan yang efektif dan efesien bagi guru Sekolah Dasar, tentunnya diperlukan kegiatan pengelolaan (manajemen) yang profesional pengembangan kompetensi guru Sekolah Dasar dengan sistem pelatihan akan efektif apabila dilakukan dengan model atau sistem pelatihan yang berpedoman pada prinsip-prinsip dasar manajemen.

Manajemen

Terry (2006:1) bahwa “Manejemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Daft (2002:8), manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencana-an, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya organisasi. Manajemen adalah suatu proses atau usaha bersama dari orang-orang guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dari uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses yang melibatkan semua fungsi manajemen dari dua orang atau kelompok dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien.

Pada bagian ini, kajian penulis menggunakan manajemen dalam pende-katan Terry (2006:73) dimana empat elemen fungsi manajemen yaitu: (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pelaksanaan, (4) evaluasi. Pendapat di atas menunjukkan adanya beberapa aspek utama dalam fungsi-fungsi manajemen, sehingga penulis lebih cenderung berpedoman pada pendapat Terry yang akan dijadikan pedoman dalam pemba-hasan selanjutnya. Fungsi-fungsi manajeri-al yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi.

Arismunandar (2005:35) prinsip-prinsip manajemen, meliputi: (1) pembagi-an kerja bila ada kejelasan tentang siapa, mengerjakan apa, maka kelompok, akan lebih berhasil guna dan berdaya guna karena baik cara kerjanya, (2) disiplin ketaatan kepada peraturan yang telah disepakati bersama dan kesadaran anggota yang tinggi untuk bertanggung jawab akan tugas-tugasnya sangat menentukan keber-hasilan manajemenn, (3) kesatuan perintah perlu adanya kesatuan perintah untuk menghindari kesimpangsiuran, (4) kesatu-an arah kesepakatan tentang tujuan meru-pakan hal yang mengikat kelompok dan mencegah perselisihan, (5) mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, (6) rantai berjenjang dan rawang kendali manajemen dilakukan bertingkat-tingkat dan merupakan mata rantai yang berjenjang.

Pelatihan yang dikenal dengan istilah in service training merupakan salah satu bentuk kegiatan program pengem-bangan sumber daya manusia (personal development). Pengembangan sumber daya manusia sebagai salah satu mata rantai (link) dari suatu pengolaan personil. Abdurrahman (2007:5) mengemukakan, bahwa pendidikan dan pelatihan kompetensi professional, pedagogik dan kompetensi sosial diperoleh para guru melalui perkuliahan dan pelatihan-pelatihan. Pelatihan akan efektif apabila dilaksanakan dan berpedoman pada prinsip-prinsip dasar manajemen pelatihan. Irianto (2001:27) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) tahapan yang harus dilaksanakan dalam setiap kegiatan pelatihan yaitu: tahapan analisis kebutuhan pelatihan (assessment phase), tahapan implementasi program pelatihan (implementation phase), dan tahap evaluasi program pelatihan (evaluation phase). Wahjosumidjo (2001: 361) mengemukakan pelatihan dapat diartikan sebagai proses perbaikan staf melalui berbagai macam pendekatan yang menekan realisasi diri (kesadaran), pertumbuhan pribadi dan pengembangan diri. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa pelatihan merupakan proses pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan dengan tujuan mengarah kepada peningkatan pola pikir, tingkah laku, pengetahuan, kecerdas-an, keterampilan, sehingga mampu menye-suaikan diri dengan lingkungan secara dinamis. Pelatihan merupakan usaha mengurangi atau menghilangkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan karyawan dengan yang dikehendaki organisasi.

Setiap sekolah/organisasi, perlu mengadakan program pelatihan bagi guru, karyawan untuk kemajuan sekolah atau organisasi. Ditinjau dari masa pelaksanaan-nya, pelatihan sebagai bagian dari tugas pengembangan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Pre-service training (pelatihan pra-tugas) adalah pelatihan yang diberikan kepada calon karyawan yang akan mulai bekerja, atau karyawan baru yang bersifat pembekalan, agar mereka dapat melaksanakan tugas yang nantinya dibebankan kepada mereka.

2. In service training (pelatihan dalam tugas) adalah pelatihan dalam tugas yang dilakukan untuk karyawan yang sedang bertugas dalam organisasi dengan tujuan meningkatkan kemam-puan dalam melaksanakan pekerjaan.

3. Post service training (pelatihan pur-na/pasca tugas) adalah pelatihan yang dilaksanakan organisasi untuk mem-bantu dan mempersiapkan karyawan dalam menghadapi pensiun. (Sudjana, 2002:10).

Model Pelatihan

Model-model pelatihan yang ada, dapat dilihat diantaranya sebagaimana di ungkapkan Nedler (1982:12), yang dikenal dengan The Critical Events model (CEM) atau disebut dengan model terbuka yang langkahnya adalah: Model yang dikem-bangkan Nedler ini dimulai dari: (1) menentukan kebutuhan organisasi, (2) menentukan spesifikasi pelaksanaan tugas, (3) menentukan kebutuhan pembelajar, (4) merumuskan tujuan, (5) menentukan kurikulum, (6) memilih strategi pembelajar-an, (7) mendapatkan sumber belajar, dan (8) melaksanakan pelatihan, dan selanjut-nya kembali lagi ke menentukan kebutuhan. Goad, dalam Nedler (1982:11) menggambarkan model pelatihan melalui beberapa tahapan yang siklus pelatihannya terdiri dari: (1) Analisis kebutuhan pelatih-an (analyze to determine training require-ments), (2) Desain pendekatan pelatihan (design the training approach), (3) Pengembangan materi pelatihan (develop the training materials), (4) Pelaksanaan pelatihan (conduct the training), dan (5) Evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate and update the training).

Seni Tari

Seni tari mempunyai wujud atau ekpresi dari isi jiwa. Ada yang mengartikannya sebagai ungkapan rasa keindahan. Unsur utama yang paling pokok dalam tari adalah gerak tubuh manusia yang sama sekali lepas dari unsur ruang, waktu, dan tenaga (wahira,2012:83). Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Haukins dalam Sorell (1993:37) mengemukakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis sebagai ungkapan si pencipta. Secara tidak langsung di sini Haukin memberikan penekanan bahwa tari ekspresi jiwa menjadi sesuatu yang dilahirkan melalui media ungkap yang disamarkan.

Soedarsono (2002:126) mengemu-kakan bahwa tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diubah melalui gerak ritmis yang indah. Sejalan dengan pendapat tokoh tersebut, pada prinsipnya masalah ekspresi jiwa masih menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar Soeryodiningrat dalam Kussudiardja (2000:21) mengemu-kakan bahwa tari lebih menekankan kepada gerak tubuh yang berirama. Hal ini seperti terpetik bahwa tari adalah gerak anggota tubuh yang selaras dengan bunyi musik atau gamelan diatur oleh irama sesuai dengan maksud tujuan tari. CurtSach (1978) dalam Sorell (1993:4) bahwa tari merupakan gerak yang ritmis.

Komalasari (2007) menyatakan pembelajaran seni tari di sekolah dasar menekankan pada kegiatan rekreatif dan edukatif dengan pembinaan apresiasi dan kreatifitas melalui keluwesan gerak. Idealnya pendidikan seni tari di sekolah umum diharapkan dapat menumbuhkan sensitivitas dan kreativitas peserta didik. Artinya seni dengan berbagai aspek yang membangunnya diharapkan dapat dijadikan sebagai media untuk menumbuh-kan kedua hal ini.

Pendekatan Ilmiah (Scientific Ap-poach) Pembelajaran Seni Tari Di Sekolah Dasar

Memahaman model dan strategi pembelajaran seni tari perlu dipahami oleh guru sekolah dasar, dengan pemahaman proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan il-miah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali infor-masi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.

Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat non ilmiah.

Pendekatan saintifik dalam pembe-lajaran dilakukan sebagai berikut:

1. Mengamati (observasi)

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembela-jaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mende-ngar, dan membaca. Guru memfasili-tasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

2. Menanya

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajar-an sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan ten-tang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambah-an tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengem-bangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

3. Mengumpulkan Informasi

Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperi-men, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadi-an/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kom-petensi yang diharapkan adalah me-ngembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerap-kan kemampuan mengumpulkan infor-masi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

4. Mengasosiasikan/ Mengolah In-formasi/Menalar

Kegiatan “mengasosiasi/mengolah in-formasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampai-kan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengum-pulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.

Pengolahan informasi yang dikumpul-kan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembang-kan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelom-pokkan beragam ide dan mengasosiasi-kan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengala-man yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

5. Menarik kesimpulan

Kegiatan menyimpulkan dalam pembe-lajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar infor-masi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan.

6. Mengkomunikasikan

Pada pendekatan scientific guru diha-rapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomu-nikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah me-nyampaikan hasil pengamatan, kesim-pulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Simpulan

1. Pendidikan di sekolah merupakan upaya yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat, bangsa, dan negara dengan tujuan menyiapkan generasi muda agar menjadi warga negara yang berkualitas dan meneruskan cita-cita bangsa. Namun untuk mewujudkannya banyak menemui kendala. Situasi umum pendidikan kita banyak menyemai perilaku tidak adil dan kekerasan, baik karena intervensi dari pihak luar maupun dari kalangan insan pendidikan sendiri. Sekolah yang semestinya memberikan harapan yang optismis malah menjadikan peserta didik kita trauma dan putus harapan.

2. Kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan manajemen pembelajaran seni tari di sekolah dasar adalah me-ngembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistema-tis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengem-bangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

3. Memahaman model dan strategi pem-belajaran perlu dipahami oleh guru, dengan pemahaman proses pembe-lajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekat-an ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi meng-gali informasi melalui pengamat-an, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menya-jikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemu-dian menyimpulkan, dan mencipta

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2007. Kompetensi Kepribadian Guru. Bandar Lampung: Universitas`lampung Press.

Arismunandar.2005. Manajemen Pendidikan. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Daft, Richard L, 2002. Manajemen, Jakarta: Erlangga.

Irianto, J. 2001. Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen Pelatihan: Dari analisis             Kebutuhan Sampai Evaluasi Program Pelatihan. Surabaya: Penerbit Insan       Cendekia.

Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Kussudiardjo, Bagong. 2000. Dari Kalsik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Padepokan Press.

Nadler.L.1982. Designing Training Programs: The Critical Events Model. Philippines: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Sedyawati, Edi. 2007. Budaya Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sudjana, Nana 2002. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Suara Baru Algesindo.

Sorell, Walter. 1993. Tari Dari Berbagai Pandangan. Diterj. Agus Tasman.            Surakarta (tanpa penerbit).

Terry, G.R.2006. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahjosumidjo. 2001. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Raja Grapindi        Persada.

Soedarsono. 2000. Tari-Tarian Indonesia I. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Wahira. 2012. Pengembangan Model Pelatihan Apresiasi seni tari Tradisi Lokal pada Guru Sekolah dasar. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.