KEKERASAN SIMBOLIK DALAM NASKAH DRAMA

ORKES MADUN SATU ALIAS MADEKUR DAN TARKENI

KARYA ARIFIN C. NOER (PENDEKATAN TEORI PIERRE BORDIEU)

Kristina Wanti

Wempianus Seda

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

ABSTRAK

“Madekur dan Tarkeni” merupakan bagian dari pentalogi Orkes Madun karya Arifin C Noer (ACN). “Madekur dan Tarkeni” merupakan cerita drama berbingkai. Drama “Madekur dan Tarkeni”menceritakan rombongan pemain sandiwara dan orkestra sedang memainkan atau mementeskan cerita. Cerita tersebut mengisahkan tentang Madekur dan Tarkeni yang sedang jatuh cinta. Mereka adalah kaum urban yang tinggal di kota besar. Madekur (pencopet) dan Tarkeni (pelacur) bertemu di pelacuran kota besar. Madekur ingin menikah dengan Tarkeni namun Tarkeni tidak mau menikah tanpa persetujuan orangtuanya. Madekur dan Tarkeni pulang ke desa untuk meminta restu kepada orangtua mereka. Baik orang tua Madekur maupun Tarkeni tidak mengijinkan anak mereka menikah dengan pencopet atau pelacur. Bahkan, orangtua Madekur akan memutuskan ikatan keluarga jika Madekur menikah dengan Tarkeni. Madekur tetap menikah dengan Tarkeni dan memilih untuk memutuskan tali keluarga dengan orangtuanya. Setelah menikah, Madekur mencukupi kebutuhan keluarganya dengan tetap mencopet dan Tarkeni tetap melacur. Orangtua Madekur yang sebelumnya hidup dari uang hasil copetan Madekur akhirnya menyesal. Mereka memutuskan untuk pergi ke kota mencari Madekur. Orangtua Madekur akhirnya hidup menggelandang karena tidak punya uang lagi sambil mencari anaknya. Tarkeni akhirnya menderita penyakit kelamin karena profesinya sebagai pelacur. Madekur tetap menerima istrinya apa adanya. Bahkan Madekur menunjukkan kesetiannya dengan berhubungan suami-istri walaupun sudah tahu istrinya menderita penyakit kelamin. Madekur dan Tarkeni meninggal dunia karena penyakit tersebut. Orangtua Madekur akhirnya menemukan anaknya meninggal dunia di dalam tumpukan sampah.konflik-konflik dan bentuk-bentuk ketidakak adilan perlakuan orang tua Madekur dan Tarkeni terhadap Madekur dan Tarkeni memungkinkan adanya tindakan kekersan secaara simbolik, sehingga drama ini perlu dan menarik untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang terjadinya kekerasan simbolik, pengaruh budaya, pengaruh kekuasaan, pemaksaan pemikiran dan persepsi terhadap anak, dan pemaksaan kehendak orang tua Terhadap anak dalam naskah drama Orkes Madun Satu Alias Madekur dan Tarkeni Karya Arifin C Noer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi kualitatif yaitu mendeskripsikan tentang bentuk-bentuk kekerasan simbolik dalam naskah drama Orkes Madun Satu alias Madekur Dan Tarkeni Karya Arifin C. Noer. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Piere Bordieu. Data penelitian ini adalah naskah drama Orkes Madun Satu Alias Madekur dan Tarkeni karya arifin C Noer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa madekur dan Tarkeni selalu mendapatkan tindakan kekerasan secara simbolik dari orang tau mereka. Kekerasan simbolik yang dimaksud seperti:Madekur dan Tarkeni sering mendapat cacian, makian dan hinaan, mereka sering dipaksa untuk mengakui sesuatu yang tidak wajar seperti Madekur dipaksa untuk mengaku sebagi gubernur Jakarta.

Kata kunci:   Kekerasan simbolik, naskah drama, orkes madun satu alias mafekur dan tarkeni, Teori Pierre Bordieu

PENDAHULUAN

Sastra tidak diciptakan bagitu saja atau dalam bahasa puitik jatuh dari langit. sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dipelajari oleh masyarakat. Drama merupakan bagian dari karya sastra. Drama adalah semua teks yang bersifat dialog-dialog yang isinya membentangkan sebuah alur. Kekhasan drama adalah bentuknya yang berupa percakapan atau dialog. Dialog-dialog membentuk sebuah kepribadian sehingga drama sah sebagai karya sastra disamping puisi dan prosa. Karya sastra drama pada hakekatnya adalah suatu bentuk pengungkapan kehidupan melalui bahasa. Sastrawan orang yang menciptakan karya sastra menggunakan pengalaman kehidupannya sebagai bahan sastra. Dengan demikian, suatu kehidupan tentu yang dialami oleh sastrawan dengan sendirinya akan melahirkan suatu jenis karya sastra. Sastra sangat berkaitan erat dengan masyarakat.

Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan disebut sosiologi sastra. Sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda daripada yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut (soemanto, 1993; levin, 1973:56).

Pierre Felix Bourdieu adalah salah seorang pemikir Prancis paling terkemuka yang dikenal sebagai sosiolog, antropolog dan pada masa akhir hidupnya dikenal sebagai penggerak aksi anti globalisasi. Karyanya memiliki bahasan yang luas mulai dari etnografi dan seni, sastra, pendidikan, bahasa, selera cultural dan televisi. Pierre Felix Bordieu lahir pada tanggal 1 Agustus 1930 di Desa Denguin, distrik Pyreness-Antlantiques, Barat Daya Prancis putra seorang pegawai pos desa. Dia menjalani pendidikan SMA-nya (Lycee) di Pau sebagai siswa yang cemerlang dan terkenal disekolahannya sebagai bintang rugby. Dia kemudian pindah ke Lycee louis-le-Grand di Paris. Dari sinilah dia bisa diterima masuk Ecole Normale Superieure dan belajar filsafat kepada Louis Althusser. Pada saat itu Bourdieu tertarik pada pemikiran Marleau-Ponty, Husserl. Dan telah membaca karya Heiddegger Being and Time dan tulisan Marx muda untuk kepentingan akademisnya. Tesisnya pada tahun 1953 merupakan terjemahan dan ulasan Animadversiones karya Leibniz.

Pada tahun 1955 dia sebagai pengajar Lycee (SMA) di Moulins, kemudian bergabung dengan ketentaraan dan dikirim ke Aljazair selama dua tahun. Pada tahun 1958 dia menjabat sebagai pengajar di Universitas Aljazair. Disinilah Bordieu belajar bercocok tanam tradisional dan budaya Berber. Dia juga mempelajari benturan antara masyarakat Aljazair dengan kolonialisme Prancis dengan mengkonstruksi asal-usul struktur ekonomi dan sosial khusunya masyarakat Kabyle suku Berber dan menghasilkan sebuah buku pertamanya yang berjudul “ Sociologie de I Algerie atau The Algarians”. Jauh sebelum Mei-Juni 1968 Bordieu telah menfokuskan perhatiannya pada lembaga mahasiswa untuk keperluan penelitian yang memperluas bidang pengajaran dan profesoriat.

Adapun pemikiran-pemikiran Pierre Boerdieu adalah Habitus, Doxa, dan Kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik adalah mekanisme komunikasi yang ditandai dengan relasi kekuasaan yang timpang dan hegemonik di mana pihak yang satu memandang diri lebih superior entah dari segi moral, ras, etnis, agama ataupun jenis kelamin dan usia. Tiap tindak kekerasan pada dasarnya mengandaikan hubungan dan atau komunikasi yang sewenang-wenang di antara dua pihak. Dalam hal kekerasan simbolik hubungan tersebut berkaitan dengan pencitraan pihak lain yang bias, monopoli makna, dan pemaksaan makna entah secara tekstual maupun visual. Kekerasan simbolik pada dasrnya adalah pemaksaan kategori-kategori pemikiran dan persepsi terhadap agen-agen sosial terdominasi, yang kemudian menganggap tatanan sosial itu sebagai sesuatu yang adil. Kekersan simbolik dalam arti tertentu jauh lebih kuat dari pada kekerasan fisik, karena kekerasan simbolik itu melekat dalam setiap bentuk tindakan dan struktur kognisi individual, dan memaksakan momok legitimasi pada tatanan sosial.

Pemikiran Pierre Bordieu tentang kekerasan simbolik inilah yang akan dipakai dalam mempelajari dan menganalisis drama “Madekur dan Tarkeni”. “Madekur dan Tarkeni” merupakan bagian dari pentalogi Orkes Madun karya Arifin C Noer (ACN). “Madekur dan Tarkeni” merupakan cerita drama berbingkai. drama “Madekur dan Tarkeni”menceritakan rombongan pemain sandiwara dan orkestra sedang memainkan atau mementeskan cerita. Cerita tersebut mengisahkan tentang Madekur dan Tarkeni yang sedang jatuh cinta. Mereka adalah kaum urban yang tinggal di kota besar. Madekur (pencopet) dan Tarkeni (pelacur) bertemu di pelacuran kota besar. Madekur ingin menikah dengan Tarkeni namun Tarkeni tidak mau menikah tanpa persetujuan orangtuanya. Madekur dan Tarkeni pulang ke desa untuk meminta restu kepada orangtua mereka. Baik orang tua Madekur maupun Tarkeni tidak mengijinkan anak mereka menikah dengan pencopet atau pelacur. Bahkan, orangtua Madekur akan memutuskan ikatan keluarga jika Madekur menikah dengan Tarkeni.Orang tua Madekur menginginkan anaknya untuk menjadi seorang gubernur, mereka memaksa Madekur untuk mengaku bahwa dia adalah seorang gubernur. Demi menyenangkan hati kedua orang tuanya maka Madekurpun terpaksa mengaku bahwa dia adalah gubernur Jakarta.

METODOLOGI

penelitian ini terdiri dari tiga tahap yakni; (1) tahap persiapan penelitian, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian. Pada masing-masing tahap terdapat beberapa tahap kegiatan yang dilakukan. Dalam tahap persiapan, peneliti melakukan (1) studi pustaka (2) penyusunan rencana penelitian.

Kegiatan studi pustaka dilakukan dengan maksud untuk menambah pengetahuan dan wawasan terhadap masalah yang akan diteliti serta mencari landasan teori dan metode yang relevan dengan tujuan penelitian. Rancangan penelitian dibuat secara proposional dan sistematis dengan tujuan agar dipakai sebagai pedoman kerja penelitian secara keseluruhan. Tahap pelaksanan pelaksanan meliputi kegiatan (1) pengumpulan data, (2) analisis data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan seluruh data berupa dialog para tokoh dalam teks naskah drama”Orkes Madun Satu Alias Madekur dan Tarkeni” karya Arifin C .Noer melalui analisis teks. Analisis data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut; (1) reduplikasi data, (2) penyajian data dan verifikasi , dan (3) penarikan kesimpulan. Tahap penyelesaian meliputi; (1) pembuatan konsep laporan, (2) revisi, (3) penulisan laporan, dan (4) penggandaan naskah laporan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang Kekerasan Simbolik

Kekerasan simbolik pada dasarnya adalah pemaksaan kategori-kategori peikiran dan persepsi terhadap agen-agen sosial terdominasi, yang kemudian menganggap tatanan sosial itu sebagai sesuatu yang “adil.” Ini adalah penggabungan struktur tak sadar, yang cenderung mengulang struktur-struktur tindakan dari pihak yang dominan. Pihak yang terdominasi kemudian memandang posisi pihak yang dominan ini sebagai yang “benar.”Dalam naskah drama “Orkes Madun Satu Alias Madekur dan Tarkeni” karya Arifin C. Noer dipaparkan bahwa orang tua Madekur dan Tarkeni menginginkan anak-anak mereka untuk menjadi anak-anak yang sukses dan mempunyai jabatan yang bagus, sehingga bisa mengangkat harkat dan martabat mereka dilingkungan masyarakat desa. Mereka tidak mau menerima dan mengakui Madekur dan Tarkeni sebagai anak mereka karena Madekur dan Tarkeni hanyalah seorang Pencopet dan pelacur di kota Jakarta. Mereka mengangaap Madekur dan Tarkeni hanya akan membawa aib dan mala petaka bagi mereka.

”Coba, kamu bisa membayangkan apa kata orang-orang seluruh desa ini kalau Madekur/ Tarkeni kawin dengan Tarkeni atau Madekur. Aib, aib. Betapa sia-sianya dia kerja payah-payah di Jakarta. Kamu mimpi apa semalam?(LB 01).

Orang tua Madekur dan Tarkeni merasa malu karena anak mereka kawin dengan pencopet atau pelacur.bagi orang tua Madekur dan Tarkeni pencopet dan pelacur adalah sampah masyarakat yang tidak berguna dan hanya membawa malapetaka, musibaah, dan pencitraan yang buruk bagi mereka. Orang tua Madekur dan Tarkeni juga memandang pencopet dan pelacur merupakan penyakit masyarakat yang tidak pantas untuk dihargai atau tidak layak untuk mendapatkan perhatian dari orang sekitar karena bagi mereka itu hanya akan membawa hinaan dan cemoohan orang terhadap keluarga mereka.

Pemahaman Perilaku Sosial dan struktur mental Dalam Masyarakat

Drama hadir di tengah-tengah khazanah kesusastraan dengan cirinya tersendiri. karya sastra dengan genre drama hadir dari tengah-tengah masyarakat, maka tentu saja karya sastra sangat dipengaruhi oleh keadaan sosiologi masyarakat tersebut. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi adalah kenyataannya bahwa seorang sastrawan umumnya senantiasa dan niscaya hidup dalam ruang dan waktu tertentu. di dalamnya ia pun senantiasa akan terlibat dengan beraneka ragam permasalahan. Dalam bentuknya yang paling nyata, ruang dan waktu tertentu itu adalah masyarakat atau sebuah kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi. dalam konteks ini sastra bukanlah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat karya sastra itu dilahirkan.Dengan adanya penelitian ini diharapakan bisa memberikan manfaat bagi kita semua khususnya bagi para pencinta seni lakon atau drama, agar bisa memahami dan memperdalam ilmu tentang seni lakon atau drama. Khususnya mengenai perilaku sosial serta struktur mental yang terdapat dalam naskah drama” Orkes Madun Satu Alias Madekur Dan Tarkeni” Karya Arifin C. Noer.perilaku masyrakat yang diceritakan dalam naskah drama Orkes Madun Satu Alias Madekur dan Tarkeni ialah mengisahkan tentang Madekur dan Tarkeni yang sedang jatuh cinta. Mereka adalah kaum urban yang tinggal di kota besar. Madekur (pencopet) dan Tarkeni (pelacur) bertemu di pelacuran kota besar. Madekur ingin menikah dengan Tarkeni namun Tarkeni tidak mau menikah tanpa persetujuan orangtuanya. Madekur dan Tarkeni pulang ke desa untuk meminta restu kepada orangtua mereka. Baik orang tua Madekur maupun Tarkeni tidak mengijinkan anak mereka menikah dengan pencopet atau pelacur. Bahkan, orangtua Madekur akan memutuskan ikatan keluarga jika Madekur menikah dengan Tarkeni. Madekur tetap menikah dengan Tarkeni dan memilih untuk memutuskan tali keluarga dengan orangtuanya. Setelah menikah, Madekur mencukupi kebutuhan keluarganya dengan tetap mencopet dan Tarkeni tetap melacur. Orangtua Madekur yang sebelumnya hidup dari uang hasil copetan Madekur akhirnya menyesal. Mereka memutuskan untuk pergi ke kota mencari Madekur. Mereka menuju kantor gubernur karena dulu Madekur mengaku sebagai gubernur. Mereka tidak diterima dengan baik oleh penerima tamu di kantor Gubernur. Orangtua Madekur akhirnya hidup menggelandang karena tidak punya uang lagi sambil mencari anaknya. Tarkeni akhirnya menderita penyakit kelamin karena profesinya sebagai pelacur. Madekur tetap menerima istrinya apa adanya. Bahkan Madekur menunjukkan kesetiannya dengan berhubungan suami-istri walaupun sudah tahu istrinya menderita penyakit kelamin. Madekur dan Tarkeni meninggal dunia karena penyakit tersebut. Orangtua Madekur akhirnya menemukan anaknya meninggal dunia di dalam tumpukan sampah.sedangkan struktur mental dan kehidupan sosial yang terdapat dalam naskah drama “Orkes Madun Satu Alias Madekur dan Tarkeni ialah dalam drama “Madekur dan Tarkeni”, gambaran struktur sosial masyarakat kota sangat jelas terlihat. Gambaran masyarakat kota yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Gambaran yang paling jelas ditampilkan adalah masyarakat kecil, pemulung, pencopet, pelacur, dan gelandangan.

Acuan pembelajaran Drama

Karya sastra adalah karangan imajinatif yang mengungkapkan pikiran dan pengalaman hidup dan batin manusia secara inten dan sublim, menggunakan bahasa yang estetis dan eksprsis serta memperhatikan asas manfaat. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan akan keindahan manusia. Hal inilah yang harus dijadikan acuan bagi guru bahasa dan sastra Indonesia dalam memberikan materi kepada siswa khususnya materi sastra, agar tidak keluar dari konsep sastra sebagai karangan imajinatif yang mengungkapkan pikiran dan pengalam hidup bagi manusia, dan agar siswa dapat memahami maksud dari karya sastra sehingga dapat diamalkan dalam kehidup sehari-hari.

Pengapresiasian Drama Orkes Madun Satu

Sastra sebagai karya imajinatif yang diciptakan oleh pengarang ataupun penyair merupakan salah satu bentuk keburuhan manusia akan keindahan yang diaplikasikan dalam bentuk karya tulis. Perenungan hidup lewat karya sastra lebih berpengaruh daripada perenungan yang dilakukan oleh masing-masing penikmat. (Wellek dan Weren, 1990:26). Bagi mahasisiwa bahasa dan sastra Indonesia penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber untuk memperdalam materi sastra khususnya drama, terutama untuk mengetahui tentang latar belakang dan bentuk-bentuk kekersan simbolik yang terdapat dalam naskah drama”orkes Madun Satu Alias Madekur Dan Tarkeni Karya Arifin C Noer.

Kepekaan Menganalisis Drama Orkes Madun Satu

Apa yang ditampilkan dalam drama “Madekur dan Tarkeni” merupakan potret masyarakat urban. Kota terlalu angkuh terhadap masyarakat yang tinggal di dalamnya. Banyak orang yang ingin menaklukkan kota namun pada akhirnya masyarakat tersebut terjebak dalam keangkuhan kota. Orang yang kuat akan terjebak arus keangkuhan kota. Mereka merasa dapat menaklukan kota namun sebenarnya mereka hanya diperalat oleh kota. Orang atau masyarakat yang kuat akan merasa angkuh. Mereka menganggap orang atau masyarakat yang lemah yang tidak bisa berkompromi dengan keangkuhan kota sebagai sampah-Sampah yang harus disingkirkan untuk menjaga kota agar tetap indah. Dalam sudut pandang masyarakat lemah, kota adalah harapan. Mereka akan terus berusaha berkompromi dengan kota, dengan cara mereka sendiri. Harapan-harapan hidup layak di kota yang mereka bawa dari daerah asal lambat laun akan sirna. Keterbatasan keahlianlah yang membawa masyarakat lemah ini menyerah pada keangkuhan kota. Masyarakat lemah ini kemudian hanya menjadi sampah masyarakat gelandangan, pencopet, pelacur, pemulung, dan lain sebagainya. Sebenarnya mereka tidak menginginkan menjadi sampah namun kota memaksa mereka untuk menyerah. Permasalahan ekonomi adalah masalah paling pelik yang menimbulkan struktur ekonomi. Struktur ekonomi mempengaruhi hubungan antar individu dalam bermasyarakat. Hubungan-hubungan antar individu tersebut akan menghasilkan struktur social. Dalam drama ini memperlihatkan kekejaman kehidupan kota, sehingga kita diharapkan untuk dapat mengambil hikmah yang ada dalam cerita drama Orkes Madun Satu Alias Madekur Dan Tarkeni, untuk disesuiakan dalam kehidupan kita di jaman modern ini.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan temuan dan hasil penelitian dalam naskah drama “Orkes Madun Satu Alias Madekur Dan Tarkrni”karya Arifin C Noer maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. latar belakang terjadinya kekersan simbolik dalam naskah drama “Orkes Madun Satu Alias Madekur Dan Tarkeni adalah pengaruh budaya. Oarang tua Madekur dan Tarkeni adalah contoh masyrakat desa yang hidupnya selalu dipenuh dengan syarat adat istiadat dan budaya yang dianggap sebagai pegangan dan penuntun dalam menjalani hidup. Rasa gengsi dan malu yang berlebihan apabila melihat anaknya tidak sukses atau kurang beruntung untuk mendudki sebuah jabatan, dan keinginan merubah hidup untuk menjadi lebih baik membuat orang tua Madekur dan Tarkeni melakukan tindakan pemaksaan kepada Madekur dan Tarkeni untuk tidak menikah dengan seorang pencopet atau pelacur, karena bagi mereka hal ini hanya akan membawa aib bagi keluarga.

2. Pengaruh kekuasaan, Orang tua Madekur dan Tarkeni mengalami kekuasaan simbolik dan sistem pemaknaan sebagai sesuatu yang sah. Mereka merasa memiliki kekuasaan penuh terhadap anak-anak mereka, jadi Madekur dan Tarkeni wajib memenuhi tuntutan mereka. Apa yang diucapkan oleh mereka adalah benar dan harus dilaksanakan apabsila dilanggar maka Madekur dan Tarkeni akan tidak dianggap sebagai bagian dari keluarga. Dalam naskah drama “Orkes Madun Satu Alias Madekur dan Tarkeni” karya ARifin C. Noer, dipaparkan bahwa Madekur dan Tarkeni selalu mendapatkan tekan dari orang tua mereka, bahkan orang tua Madekur memaksa Madekur untuk mengakui bahwa dirinya adalah Gubernur Jakarta agar dapat mengangkat harkat dan martabat mereka.

3. Bentuk-bentuk kekersan simbolik, Ayah Tarkeni mencambuk Tarkeni dengan ikat pinggang karena tarkeni kedapatan berjalan bersama Madekur di pematang sawah. Bentuk kekerasan tersebut merupaka tindakan portes dari orang tua Tarkeni yang tidak merestui hubungan antara Tarkeni dan Madekur. Selain itu kebebasan berbicara dari Madekur dan Tarkenipun tidak pernah dihargai, mereka tidak boleh mengutarakan pendapat. Selain itu Orang tua Madekur dan Taekeni juga selalu memaksakan kehendak, apa yang mereka katakana harus dituruti oleh Madekur dan Tarkeni.sampai-sampai Madekur dipaksaa untuk mengaku sebagai gubernur Jakarta.

4. Pemaksaan pemikiran dan persepsi terhadap anak, Pemaksaan kategori-kategori pemikiran dan persepsi terhadap agen-agen sosial terdominasi dianggap sebagai tatanan sosial yang adil. Seperti yang terdapat dalan naskah drama “Orkes Madun Satu Alias Madekur dan Tarkeni” karya Arifin C. Noer,terlihat bahwa orang tua Madekur dan Tarkeni cendrung memaksakan pemikiran dan persepsi mereka agar dituruti oleh Madekur dan Tarkeni. rorang tua Madekur dan Tarkeni beranggapan bahwa ide dan pemikiran mereka adalah yang paling baik untuk Madekur dan Tarkeni.

5. pemaksaan kehendak orang tua terhadap anak, Kekerasan simbolik yang dilakukan orang tua terhadap anak membuat anak-anak ikut terlibat dalam ketundukannya sendiri. Rasa kewajiban anak untuk mematuhi semua perintah orang tuanya membuat orang tua semakin bertndak sewenang-wenang terhadap anak-anaknya.hal ini yang terdapat dalam naskah drama “Orkes Madun Satu Alias Madekur dan Tarkeni” karya Arifin C. Noer. Orang tua Madekur dan Tarkeni selalu memaksakan kehendak mereka kepada Madekur dan Tarkeni, bahkan Madekur dipaksa untuk mengakuibahwa dirinya adalah gubernur Jakarta demi menyenangkan hati orang tuanya.

SARAN

Karya sastra adalah karya imjinatif yang memiliki nilai seni dan tersusun atas komponen-komponen pembangun yang merupakan satu kesatuan yang totalitas. Oleh karena itu utuk memahami sebuah karya sastra, erang pembaca tidak hanya melihat tampilan luar karya sastra yang bersifat tersurat tapi dibalik itu seorang penikmat sastra dituntut untuk memahami arti sebuah karya sastra secara totalitas dan mendalam dengan menghubungkan seluruh elemen pembangun karya sastra tersebut. Secara tersirat karya sastra menyimpan sejulah fungsi karena pada dasarnya karya sastra diciptakan untuk memenuhi fungsi menghibur dan menididk (dulce at ulite).

Agar dapat mengapresisikan sebuah karya sastra dengan tepat seorang pembaca tidak hanya bermodalkan teori kesustraan atau dasar-dasar ilmu sosial tetapi harus disertai dengan pengetahuan praktis lainnya penunjang dalam memahami sebuah karya sastra.

Saran Untuk Guru Pengajar Sastra

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam pengembangan pembelajaran sastra khususnya drama.

Saran Untuk Peneliti Selanjutnya

Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya. Mengingat keterbatasan penelitian yang hanya berfokus pada latar belakang dan bentuk-bentuk kekersan simbolik, diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar memperluas penelitianya dari sudut pandang yang berbeda untuk melengkapi penelitian sebelumnya dengan tujuan penyempurnaan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Bourdieu. Pierre. 1987. Uraian dan Pemikiran Bordieu.(Terjemahan Ninik Rochani). Bantul. Kreasi Wacana

Harker. Richard. 1990. Pengantar Pemikiran Pierre Bordieu.(Terjemahan Pipit Maizier). Yogyakarta.Jalasutra

Narwoko, Dwi J.2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta. Kencana Prenada. Media Group

Noer, Arifin C. 2000.Orkes Madun. Jakarta. Pustaka Firdaus

Rafiek. M. 2010. Teori Sastra. Bandung. PT Refika Aditama

Sartika, Ithas. 2011. “Analisis Sosiologi Sastra Drama” (online)

Siswanto. Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra.Jakarta. PT Grasindo

Wanti, Kristina. 2009. Watak Tokoh Dalam Naskah Sandek Pemuda Pekerja

Karya Arifin C. Noer. Skripsi tidak diterbitkan. Malang.Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Progran Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kanjuruhan Malang.

 

Yudiono. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta. PT. Grasindo

http://ithasartika91.blogspot.com/2011/04/analisis-sosiologi-sastra-drama- oedipus.html