KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI BELAJAR

 

FX. Supriyono

Widyaiswara Madya PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta

 

ABSTRAK

Kepemimpinan dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang mulai dari teori klasik, teori kontingensi, sampai ke teori transformasional. Sebuah organisasi belajar adalah organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran system. Dalam organisasi belajar kepemimpinan dan pemimpin dapat sering berubah sesuai dengan keadaan serta tuntutan organisasi dan setiap orang siap menjadi pemimpin melalui proses pembelajaran yang terjadi dalam organisasi. Dewasa ini tantangan pemimimpin adalah mentransformasikan hirarki birokrasi dan memberdayakan setiap anggota sehingga kreatif serta inovatif melalui belajar sepanjang hayat.

Kata kunci: Kepemimpinan, organisasi belajar

 

Pendahuluan

Perkembangan zaman pada saat ini membuat organisasi dihadapkan pada suatu tantangan dalam menghadapi persaingan. Setiap organisasi dituntut untuk memiliki keunggulan bersaing agar dapat tetap bertahan yang didukung dengan intelegensi organisasi untuk mengelola pengetahuan melalui proses belajar berkelanjutan. Pada era tahun 1990an diperkenalkanlah suatu konsep organisasi belajar yang berperan membekali organisasi dengan basis pengetahuan dalam rangka memenangkan persaingan. Organisasi belajar sangat diperlukan terutama dalam menghadapi perubahan lingkungan yang sangat cepat. Pada dasarnya organisasi belajar ini merupakan suatu konsep dimana organisasi harus melewati proses belajar yang terus menerus secara mandiri untuk menghadapi hambatan baik dari dalam maupun dari luar organisasi untuk mencapai tujuan bersama.

Organisasi dapat dibedakan berdasarkan tujuannya dan tujuan itu mengandung nilai spesifik yang menjadi ciri khas organisasi itu dan membedakannya dengan organisasi lain. Organiasi komersial atau profit making organization berbeda dengan organisasi sosial atau non-profit making organization, karena tujuan serta nilai yang dianut dan diterapkan kedua jenis organisasi itu berbeda dan perbedaan nilai itu pula membuat prilaku masing-masing organisasi itu berbeda pula. Dalam membuat keputusan, organisasi komersial akan menjadikan keuntungan dan kerugian secara finansial/material sebagai kriteria penentu, sedangkan organisasi sosial akan menjadikan keuntungan dan kerugian aspek-aspek sosial sebagai acuan utama. Kedua jenis organisasi itu mengutamakan efisiensi dan efektifitas dengan menggunakan prinsip meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan, tetapi masing-masing organisasi itu menggunakan nilai dan standar ukuran yang berbeda.

Agar dapat mencapai tujuan secara efisien dan efektif serta dapat bertahan, tumbuh, dan berkembang maka organisasi perlu membenahi dirinya melalui belajar. Betapapun kuat dan besarnya, sebuah organisasi tidak akan mampu bertahan dan berkembang, serta akan punah apabila tidak melakukan penyesuaian diri selaras dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, teknologi, serta lingkungan. Kematian organisasi yang demikian tidak ubahnya seperti kepunahan dinosaurus, binatang raksasa purba, yang tidak mampu melakukan adaptasi terhadap perubahan dan perkembangan lingkungannya (Marquardt, 1996:1). Agar dapat bertahan, berkembang, dan mampu berkompetisi dan berkolaborasi dengan organisasi lain, organisasi perlu belajar.

Di dalam organisasi terdapat sejumlah orang yang fungsi, tugas, serta tanggung jawabnya diatur sesuai dengan pembagian wewenang (devision of authority) yang ditetapkan oleh organisasi. Pembagian wewenang dapat terlihat pada struktur organisasi dan uraian tugas dan fungsi masing-masing unit dalam organisasi. Setiap unit atau anggota organisasi berprilaku atau berimprovisasi dalam wilayah wewenang (discretion of authority) yang ditetapkan oleh organisasi itu. Sekecil apapun serta bagaimanapun bentuknya, setiap organisasi melakukan pembagian wewenang untuk menghindari tumpang tindih dan konflik dalam organisasi.

Pembagian wewenang membedakan antara pemimpin dan anggota organisasi. Pemimpin memegang peranan yang sangat menentukan dalam kehidupan organisasi. Pemimpin, menurut Thomas E. Cronin yang dikutip oleh Nanus dan Dobbs (1999:7), adalah orang yang memahami apa yang diperlukan, apa yang benar dan bagaimana memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan dilihat dari fungsi dan hubungannya dengan orang lain, menurut Howard Gardner yang juga dikutip oleh Nanus dan. Dobbs (1999: 7), pemimpin adalah individu yang secara signifikan mempengaruhi pikiran, prilaku dan/atau perasaan orang lain. Dengan demikian, dapat juga dimaknai bahwa pemimpin menempati kedudukan startegis dan memegang peranan menentukan dalam organisasi belajar. Lebih jauh lagi, prilaku dan kinerja pemimpin menentukan kehidupan dan nasib organisasi.

Permasalahan

Pemimpin memegang peranan yang menentukan dalam keberhasilan organisasi belajar. Dengan demikian, agar organisasi tidak hanya dapat bertahan, tetapi berkembang dan mampu bersaing, Bagaimana cara memimpin organisasi belajar?

Pembahasan

Kepemimpinan dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang mulai dari teori klasik, teori kontingensi, sampai ke teori transformasional. Kepemimpinan dapat dikaji sebagai suatu proses sosial yang terjadi di antara sekelompk orang. Kepemimpinan muncul dalam hubungan sosial jadi bukan tergantung pada satu orang/pihak saja, tetapi bagaimana sekelompok orang bekerja sama untuk membuat situasi yang mereka hadapi menjadi bermakna dan proses yang demikian terjadi secara terus menerus.

Dalam teori organisasi kepemimpinan dibedakan dengan pengelolaan/ manajemen; kepemimpinan melekat pada pemimpin dan pengelolaan/ manejemen melekat pada manajer. Pemimpin memiliki gambaran pandangan ke depan yang menjadi inspirasi bagi setiap orang dalam organisasi sedangkan manajer berurusan dengan proses/kegiatan sehari-hari organisasi (Abraham Zalezink (dalam Shelton, 1997). Dilihat dari bidang tugasnya, pemimpin berhadapan dan berurusan dengan orang-orang di dalam organisasi, sedangkan manajer menghadapi tugas-tugas operasional yang harus dilaksanakan (Birch dalam Shelton, 1997). Sejumlah pakar teori organisasi dan manajemen, antara lain Warren Bennis (dalam Shelton, 1997: 14) dan Nanus dan Dobbs(1999) membedakan pemimpin dan manajer secara lebih rinci sehingga jelas perbedaannya dilihat dari peranan, tugas, fungsi, tanggung jawab, cara bekerjanya, serta ukuran keberhasilannya. Sungguhpun dapat dibedakan secara nyata, akan tetapi kemampuan memimpin dan kemampuan mengelola perlu dimiliki oleh seorang atasan untuk dapat berhasil mencapai tujuan organisasi atau tujuan kelompok/unit kerjanya. Dalam saat tertentu ia perlu bertindak sebagai pemimpin sehingga kemampuan memimpinya lebih diperlukan dan pada kesempatan lain ia bertindak sebagai manajer sehingga kemampuan manejerialnya yang diutamakan.

Sejalan dengan perkembangan teori organisasi dan manajemen, teori kepemimpinan pun berkembang. Kedudukan, tugas, dan fungsi pemimpin pemimpin disesuaikan dengan jenis, budaya, serta iklim organisasi. Secara garis besar, kepemimpinan yang dianut sebelum berkembangnya organisasi belajar (1990) dianggap sebagai kepemimpinan teradisional yang menganggap pemimpin sebagai seseorang yang istimewa dan berfungsi untuk menentukan arah organisasi, membuat keputusan-keputusan penting, memberikan kekuatan dan motivasi kepada semua anggota organisasi sehingga keluar dari pandangan yang sempit menjadi berwawasan yang luas. Kepemimpinan diidentifikasi menurut pola dan gaya yang diterapkan sampai dengan yang disebut kepemimpinan situasional/ kontingensi dan belakangan ini dikenal pula kepemimpinan bersama (shared leadership). Definisi-definisi kepemimpinan tradisional mengandung kata-kata kunci seperti maksud, harapan, inspirasi, pengaruh, pengaturan sumber-sumber dan membuat perubahan.

Senge (1990:340) berpendapat organisasi belajar memerlukan pandangan baru tentang kepemimpinan. Ia berpendapat bahwa kepemimpinan tradisional didasari anggapan bahwa manusia adalah lemah dan tidak bertenaga, kurang memiliki visi pribadi dan tidak menguasai kekuatan perubahan, serta kekeurangan-kekurangan mereka hanya dapat diatasi oleh pemimpin yang besar. Sedangkan organisasi belajar menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan bersama untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki dan mengembangkan kemampuan kepemimpinan pada diri setiap orang. Pemimpin bertanggung jawab membangun orgnisasi yang memungkinkan setiap orang mengembangkan kemampuannya memahami kompleksitas dan visi serta memperbaiki model mental. Singkatnya, pemimpin bertanggung jawab atas terjadinya proses belajar dalam organisasi. Dengan demikian, pemimpin berfungsi lebih sebagai perancang, guru, dan pelayan. Kesan bahwa pemimpin adalah pakar, penunjuk arah, dan pengendali berubah menjadi katalist, penyalur/pembagi informasi, dan koordinator. Kepemimpinan dalam organisasi dilandaskan pada pendekatan kolegial yang kooperatif dan kolaboratif.

Konsep Learning Organization (LO) menjadi populer setelah Peter Senge melontarkan gagasannya dalam buku fifth Discipline. Sejak itu jargon LO atau kalau diterjemahkan adalah Organisasi Belajar (OB) banyak disebutkan dan menginspirasi organisasi untuk menerapkannya. Organisasi belajar menurut Peter Senge yang mengatakan bahwa learning organizations [are] organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together. Organisasi belajar adalah organisasi-organisasi dimana orang mengembangkan kapasitas mereka secara terus-menerus untuk menciptakan hasil yang mereka inginkan, dimana pola pikir yang luas dan baru dipelihara, dimana aspirasi kolektif dipoles, dimana orang-orang belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama. Dasar pemikiran organisasi semacam itu adalah dalam situasi perubahan yang sangat cepat hanya organisasi yang fleksibel, adaptif, dan produktif yang akan unggul. Agar ini terjadi, organisasi perlu menemukan bagaimana memberi jalan kepada munculnya komitmen dan kapasitas orang untuk bisa belajar di semua level.

Sebuah organisasi belajar adalah organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran system. Lima disiplin (lima pilar) yang membuat sebuah organisasi dikatakan sebagai organisasi belajar, yaitu:

1.     Personal Mastery (Penguasaan Pribadi): Dalam organisasi belajar, individu dan profesinya dipandang sebagai faktor yang krusial untuk membawa keberhasilan organisasi. Oleh karena itu individu tidak boleh berhenti belajar. Dia harus memiliki visi (mimpi) pribadi, harus kreatif, dan harus komit pada kebenaran.

2.     Mental Models (Model Mental): Respon atau perilaku kita atas lingkungan dipengaruhi oleh asumsi yang ada dalam pikiran kita tentang pekerjaan dan organisasi. Kognitif. Persoalannya muncul ketika mental kita terbatas atau bahkan tidak berfungsi, sehingga menghalangi perkembangan organisasi. Dalam organisasi belajar model mental menjadi tidak terbatas, melainkan bebas dan selalu bisa berubah. Jika organisasi menginginkan berubah menjadi organisasi belajar maka harus bisa mengatasi ketakutan-ketakutan atau kecemasan-kecemasan untuk berpikir.

3.     Shared Vision (Visi bersama): Tujuan, nilai, misi akan sangat berdampak pada perilaku dalam organisasi, jika dibagikan dan dipahami bersama, dan dimiliki oleh semua anggota organisasi. Gambaran masa depan organisasi merupakan juga mimpi-mimpi indah kelompok dan individu. Visi bersama akan menghasilkan komitmen yang kokoh dari individu ketimbang visi yang hanya datang dari atas.

4.     Team Learning (Belajar beregu): Tim senantiasa ada dalam setiap organisasi. Sebutannya bermacam-macam:departemen, unit, divisi, panitia, dan lain sebagainya. Seringkali seorang individu berfungsi di beberapa tim. Dalam organisasi individu harus mampu mendudukan dirinya dalam tim. Dia harus mampu berpikir bersama, berdialog, saling melengkapi, saling mengoreksi kesalahan. Individu melihat dirinya sendiri sebagai satu unit yang tidak bisa terpisahkan dari unit lain, dan saling tergantung.

5.     System Thinking (Berpikir sistem): Orang dalam organisasi belajar bekerja dalam lingkungan sistemik. Jantung berpikir sistem adalah kesadaran akan keterkaitan dirinya dalam tim, keterkaitan tim dengan organisasi, keterkaitan organisasi dengan lingkungan yang lebih luas lagi.

Abad ke 21 menuntut paradigma baru tentang kepemimpinan dan Warren Bennis (dalam Shelton 1997: 13 – 20) berpendapat pemimpin dalam generasi ini perlu membuat inovasi, melakukan trobosan-trobosan pengembangan, memberikan inspirasi dan memperluas pandangan ke depan, giat bertanya dan menantang sehingga mereka sungguh-sungguh melakukan hal-hal yang benar. Tugas pemimpin tidak lagi hanya sebatas merumuskan visi, membuat keputusan strategis, serta mengarahkan semua sumber daya untuk mewujudkan visi itu atau memberikan perintah lalu mengawasinya. Dewasa ini tantangan pemimimpin adalah mentransformasikan hirarki birokrasi dan memberdayakan setiap anggota sehingga kreatif serta inovatif melalui belajar sepanjang hayat. Dalam konteks ini memberdayakan mengandung makna menyediakan lebih banyak informasi kepada lebih banyak orang pada lebih banyak lini melalui lebih banyak alat dan saluran, mendorong terjadinya kolaborasi untuk membangun koalisi pemecahan masalah, dan melakukan desentralisasi sumber daya sehingga tersedia dan dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah-masalah setempat Ken Shelton, 199t:6). Pemberdayaan yang demikian akan berfungsi dengan baik serta berhasil apabila pemimpin memberikan kepercayaan kepada orang-orang dalam organisasi dan melonggarkan pengawasan dan penilaian yang ketat atas kinerja mereka. Kepercayaan yang diberikan oleh pemimimpin akan memotivasi mereka mengawasi dan mengendalikan dirinya sendiri serta menilai kinerjanya secara bertanggung jawab. Melalui pemberdyaan yang demikianlah akan memunculkan rasa kepemilikan (sense of belonging/ownership). Pemimpin membimbing dan memberikan bantuan tanpa menghilangkan tanggung jawab.

Perlunya kepemimpinan menganut prinsip-prinsip baru dalam organisasi juga dekemukakan oleh John W. Humphrey (dalam Shelton 1997:31– 34)) dengan mengatakan bahwa kepemimpinan perlu meluas dan mendalam pada setiap fungsi serta diterapkan di seluruh lini organisasi. Apabila ingin berkembang dan mampu bersaing, organisasi hendaknya memberikan kepercayaan pada kepemimpinan personal yang dimiliki setiap individu di setiap lini. Dengan perkataan lain bahwa orgaisasi belajar membelajarkan setiap orang menjadi pemimpin dirinya sendiri dan pada waktunya nanti siap memimpin orang lain dan organisasi menghindari kepemimpinan berpusat kepada sesorang atau kelompok tertentu dalam organisasi.

Organisasi harus mengubah dari kepemimpinan kelompok kerbau, paradigma lama, menjadi kepemimpinan kelompok angsa, paradigma baru (James A. Belasco dalam Shelton 1997:35 – 40). Kerbau sangat patuh kepada pemimpinnya serta selalu siap menunggu perintah dan melaksanakannya. Apabila pemimpin tidak ada maka kerbau anggota kelompok itu bingung dan tidak tahu berbuat apa-apa, sehingga mudah menjadi korban pihak lain. Sedangkan kelompok angsa yang terbang membentuk formasi V dengan pemimpin pada ujung depan. Apabila kelelahan, pemimpin yang berada pada posisi terdepan itu mengubah posisinya dan segera digantikan oleh angsa lain serta mantan pemimpin itu segera menempatkan dirinya pada posisi yang sesuai sehingga tetap tidak mengubah formasi V tersebut. Dalam organisasi belajar kepemimpinan dan pemimpin dapat sering berubah sesuai dengan keadaan serta tuntutan organisasi dan setiap orang siap menjadi pemimpin melalui proses pembelajaran yang terjadi dalam organisasi.

Simpulan

Perkembangan zaman saat ini organisasi dihadapkan pada suatu tantangan dalam menghadapai persaingan. Agar dapat bertahan, berkembang dan mampu berkompetensi dan berkolaborasi dengan organisasi lain, organisasi perlu belajar sedangkan organisasi belajar menerapkan prinsip prinsip kepemimpinan bersama untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki. Singkatnya pemimpin bertanggung jawab atas terjadinya proses belajar dalam organisasi. Sebuah organisasi belajar adalah organisasi yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya dengan mengacu pada lima disiplin (lima pilar) yaitu personal mastery, mental model, shared vision, team learning dan system thinking.

DAFTAR PUSTAKA

Beardwell,       Ian     &    Holden, Len,           (2001)      Human      Resource Management: A Contemporary Apprach, London: Prentice Hall.

Belt, S. (1997). Emerging vision of an information age education, http://www.pnx.com/gator.

Braham, Barbara J,(2003), Creating A Learning Organisation, Terjemahan dari Fast-Track MBA Series, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Fullan, M. (Introduction). (2007). Educational Leadership. San Fransisco: Jossey-Bass.

Gilley, Jerry W & Maycunich, Ann,(2000), Beyond the Learning Organization, Massachusetts: Persus Books.

Marquardt, M.J. (1996). Building the learning organization. New York: McGraw-Hill.

Moeljono, Djokosantoso, (2003), Beyond Leadership, 12 Konsep Kepemimpinan, Jakarta: Elex Media Komputindo Gramedia.

Nanus, B. & Dobbs, A.M. (1999). Leaders who make a difference. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Reigeluth, C.M. & Garfinkle, J.G. (Eds). (1994). Systemic change in education.

Englewood Cliffs, N.J.: Educational Technology Publications.

Reigeluth, C.M. (1999). What is instructional-design theory and how is it changing?. Dalam Instructional-design theories dan models. Volume II: A new paradigm of instructional theory. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Robbins, Stephen P,(2002) Perilaku Organisasi, Versi Bahasa Indonesia, Jakarta:PT Prenhallindo,.

Senge, P. (1990). Fifth discipline. New York: Doubleday.

Senge, P., Cambron-McCabe, N., Lucas,T., Smith, B., Dutton, J., & Kleiner, A. (2000). Schools that learn: A fifth disciplinefieldbook for educators, parents, and everyone who cares about education. New York: Doubleday.