MENERAPKAN METODE KOOPERATIF MODEL JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU
MENERAPKAN METODE KOOPERATIF MODEL JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU PADA MATERI PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SDN 01 PASEBAN JUMAPOLO KABUPATEN KARANGANYAR SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Sardiyanto, S.Pd.
Kepala Sekolah SDN 01 Paseban Jumapolo Kabupaten Karanganyar
Abstrak
Tujuan penelitian ini ialah Meningkatkan Kinerja Guru Pada materi pelajaran Bahasa Indonesia di SDN 01 Paseban Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester Gnjil Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini didesain sebagai Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) yang terdiri dari tiga siklus tindakan, pada setiap siklus tindakan dibagi ke dalam empat kali pertemuan tatap muka. Subjek penelitian ini terdiri dari (1) subjek tindakan, yakni peneliti sendiri selaku Kepala SDN 01 Paseban Jumapolo, (2) subjek penelitian, yang terdiri dari guru- guru di SDN 01 Paseban Jumapolo. yang berupaya meningkatkan kinerja guru materi bahasa Indonesia. Data dikumpulan dengan metode pengamatan, yang dilaksanakan melalui instrumen lembar pengamatan. Data dianalisis dengan metode statistik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw di SDN 01 Paseban Kecamatan Jumapolo meningkatkan kinerja guru pada materi pelajaran bahasa Indonesia di SDN 01 Paseban dan efektif bagi guru di SDN 01 Paseban Kecamatan Jumapolo dalam Menerapkan Metode Kooperatif Model Jigsaw, yang ditunjukkan data tarakhir yaitu data siklus III yang hasilnya: 3 guru mencapai rata-rata kategori nilai sebesar 5 dengan kriteria sangat bagus. Tiga orang guru mencapai nilai kriteria bagus. Dari segi proses tindakan dan hasil tindakan penelitian ini telah mampu meningkatkan kinerja guru khususnya materi Bahasa Indonesia di SDN 01 Paseban Jumapolo dalam melaksanakan pembinaan kurikulum.
Kata Kunci : Metode Kooperatif Model Jigsaw, kinerja Guru Bahasa Indonesia, SDN 01 Paseban.
PENDAHULUAN
Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah proses pendidikan. Proses pendidikan sangat penting diperhatikan karena merupakan bagian dari sistem pelaksanaan pendidikan, seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Bab I Ayat 6, bahwa Standar Proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kemampuan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah tamat mengikuti pendidikan pada jenjang atau satuan pendidikan tertentu, yang selanjutnya disebut dengan standar kelulusan.
Pengajaran yang baik memerlukan perencanaan yang baik, melalui penyusunan perangkat pembelajaran di antaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Saat ini guru dianjurkan untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus yang menerapkan fase-fase eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Fasefase ini berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pembelajaran. RPP digunakan sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau lapangan. RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap kompetensi dasar yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat. Guru-guru di Indoensia sudah mengenal metode gotong royong telah menggunakan dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa untuk bekerja dalam kelompok.
Sayangnya, metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan negative memang bermunculan dalam pelaksaan metode kerja kelompok. Jika kerja kelompok tidak berhasil, guru cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Guru yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya, metode kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasaan dan kekecewaaan. Bukan hanya Kepala Sekolah dan Guru yang merasa pesimis mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang Pengawas pun merasa was-was jika guru mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan lain yang dianggap kurang seimbang.
Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelmpok tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang diperkanalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsru pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melihat pengaruh pembelajaran terstruktur dan pemberian balikan terhadap Kinerja Guru siswa dengan mengambil judul “Meningkatkan Kinerja Guru Pada Materi Pelajaran Bahasa Indonesia Dengan Menerapkan Metode Kooperatif Model Jigsaw di SDN 01 Paseban Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Rumusan Masalah
Merujuk pada uraian latar belakang di atas, dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:
- Apakah pembelajaran kooperatif model jigsaw berpengaruh terhadap Kinerja Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SDN 01 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016?
- Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran Bahasa Indonesia dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model jigsaw di SDN 01 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016?
Tujuan Penelitian
Berdasar atas rumusan masalaah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah:
- Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model jigsaw terhadap Kinerja Guru mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDN 01 Paseban Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016.
- Ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan mata pelajaran Bahasa Indonesia setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model jigsaw di SDN 01 Paseban Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016.
KAJIAN PUSTAKA
Kinerja Guru Bahasa Indonesia
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kinerja diartikan sebagai cara, perilaku, dan kemampuan seseorang (Poerwadarminta, 2005 : 598) Sedangkan Hadari Nawawi (1996 : 34) mengartikan kinerja sebagai prestasi seseorang dalam suatu bidang atau keahlian tertentu, dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya yang didelegasikan dari atasan dengan efektif dan efesien. Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa kinerja adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam melakukan sesuatu pekerjaan, sehingga terlihat prestasi pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Dengan kata lain, kinerja adalah catatan outcome yangdihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu.Pengertian kinerja atau performance menurut The Seribner Bantam EnglishDictionary Amerika Serikat dan Canada tahun 1979 (dalam Suyudi Prawirosentono, 1999),“ performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompokorang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masingdalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan norma maupun etika.”Bernadin Kane dan Johnson (1995) mendefinisikan kinerja sebagai “outcome hasil kerjakeras organisasi dalam mewujudkan tujuan strategis yang ditetapkan organisasi.”
Sementara A.A. Anwar Prabu Mangkunegara mengatakan bahwa kinerja adalah hasilkerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuaidengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.Sedangkan Wahjosumidjo (1994) mengatakan kinerja adalah hasil interaksi yang terjadiantara persepsi dan motivasi pada diri seseorang yang dapat dilihat berupa perilaku seseorang.Untuk mengetahui kinerja guru, harus ditetapkan standar kinerjanya. Standar kinerjamerupakan tolok ukur bagi suatu perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apayang diharapkan/ditargetkan sesuai dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakankepada seseorang. Standar kinerja dapat juga dijadikan pertanggungjawaban terhadap apa yangtelah dilakukan.Pengukuran kinerja seharusnya mencerminkan masa lalu, bukan tujuan yang harus dicapai, melainkan sarana untuk memasuki masa depan yang lebih produktif. Agar penilaian kinerja mencapai potensinya harus bertindak menurut penilaian itu.
Di dalam istilah Kinerja Guru, terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar. Hasil merupakan suatu hasil yang telah dicapai pebelajar dalam kegiatan belajarnya (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya), sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995: 787). Dari pengertian ini, maka Kinerja Guru adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Pengertian tentang kinerja guru telah didefinisikan oleh beberapa ahli. Guru atau pengajar merupakan profesi profesional di mana mereka dituntut agar berupaya semaksimal mungkin dalam menjalankan profesinya. Guru sebagai seorang yang profesional maka bertugas sebagai pendidik sekaligus pengajar dan pelatih yang hendaknya bisa berimbas kepada muridnya. Untuk itu, pendidik hendaknya bisa terus meningkatkan kinerja guru yang menjadi modal bagi keberhasilan akan pendidikan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang Kinerja Guru sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa “hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur”.
Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya, Kinerja Guru dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Kinerja Guru yang berupa kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.
b. Kinerja Guru yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.
c. Kinerja Guru yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
Pengajaran Kooperatif
Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil guru/siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001).
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi guru bukan hanya buku ajar tetapi juga teman sejawat. Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain, karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Manusia satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (200: 78) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa/guru sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-79)
Model Jigsaw
Pembelajaran kooperatif jenis jigsaw adalah satu jenis pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Jigsaw menggabungkan konsep pengajaran pada teman sekelompok atau teman sebaya dalam usaha membantu belajar. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab untuk pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Model jigsaw pada hakekatnya model pembelajaran kooperatif yang berpusat pada guru . Kepala sekolah mempunyai peran dan tanggung jawab besar dalam Pembinaan ini. Kepala Sekolah berperan sebagai fasilisator dan motifator. Tujuan model Jigsaw ini adalah untuk mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif dan penguasaan pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh siswa apabila siswa mempelajari materi secara individual. Dalam metode Jigsaw ini guru dibagi menjadi dua kelompok yaitu “kelompok awal” dan “kelompok ahli”. Setiap guru yang ada dalam” kelompok awal” mengkhususkan diri pada satu bagian dalam sebuah unit pembelajaran. Guru dalam “kelompok awal” ini kemudian dibagi lagi untuk masuk kedalam “kelompoka ahli” untuk mendiskusikan materi yang berbeda. Guru kemudian kembali ke “kelompok awal” untuk mendiskusikan materi hasil “kelompok ahli” pada Guru “kelompok awal”. Dalam konsep ini siswa harus bisa mendapat kesempatan dalam proses belajar supaya semua kegiatan guru dapat diketahui.
Pembinaan model Jigsaw menuntut setiap guru untuk bertanggung jawab atas ketuntasan bagian pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lainnya.
Jigsaw adalah salah satu teknik cooperative learning yang pertama kali diterapkan oleh Elliiot Aronson tahun 1971 dan dipublikasikan tahun 1978. Pada awalnya penelitiannya kelas jigsaw ini dipakai untuk tujuan agar mengurangi rasa kompetisi pembelajar dan masalah ras yang terdapat disebuah kelas yang berada di Austin, Texas. Kota texas ini termasuk mengalami masalah rasis yang sangat parah, dan itu pun memunculkan intervensi dari sekolah – sekolah untuk menghilangkan masalah tersebut.
Di dalam suatu kelas banyak pembelajaran Amerika keturunan Afrika, keturunan Hispanik (latin), dan pembelajaran kulit putih Amerika untuk yang pertama kalinya berada dalam sebuah kelas bersama-sama. Situasi semakin memanas dan mangancam lingkungan belajar mereka. Dan pada tahun 1971 Aronson dan beberapa lulusan pembelajaran lainnya menciptakan jigsaw dan mencoba untuk menerapkannya didalam kelas. Dan usaha keras ini berhasil dengan sukses, pembelajar yang pada awalnya kurang berkomunikasi mulai berkomunikasi dan mulai bekerjasama.
Eksperimen ini membentuk kelompok pembelajaran (kelompok jigsaw) dimana tiap pembelajaran tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk lulus dalam ujian. Tanpa memandang ras, mereka digabungkan menjadi sebuah grup dan wajib berkerjasama diantara anggotanya agar mencapai sukses akademik. Ketika dibandingkan dengan kelas tradisional dimana pembelajar-pembelajar bersaing secara individu, pembelajar-pembelajar di dalam kelas.
METODE PENELITIAN
Setting Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SDN 01 Paseban Jumapolo Kabupaten Karanganyar. Subyek penelitiannya adalah guru di SDN 01 Paseban sebanyak 8 orang, terdirri dari 6 guru kelas, 1 Kepala Sekolah, dan 1 guru Penjaskes. Penelitian dilaksanakan pada Semester Gasal tahun pelajaran 2015/2016. Tindakan sebanyak 3 siklus dilaksanakan pada bulan September 2015.
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data dikumpulkan dengan metode pengamatan, dengan instrumen lembar pengamatan. Data yang diperoleh, dianalisis dengan teknik statistik kuantitatif deskriptif.
Prosedur Penelitian
Penelitian didesain sebagai penelitian tindakan sekolah (PTS), yang dilaksanakan dalam beberapa rangkaian kegiatan tindakan yang dilaksanakan di SDN 01 Paseban. Secara garis besar penelitian ini terdiri dari 3 siklus, dan setiap siklus terdiri dari empat pertemuan. Siklus tindakan didesain dengan empat tahap, yakni tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pengamatan dan tahap refleksi. Hasil prasiklus digunakan sebagai pertimbangan untuk merencanakan langkah-langkah yang akan ditmpuh pada siklus I dan Hasil refleksi siklus I digunakan sebagai pertimbangan untuk merencanakan langkah-langkah yang akan ditempuh pada siklus II dan seterusnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kondisi Awal
Kondisi awal menunjukkan bahwa guru kurang memahami dan kurang terampil dalam melaksanakan kinerjanya. Hal tersebut dapat dilihat pada indikator sebagai berikut (1) guru kurang memahami dan kurang terampil dalam menyusun silabus; (2) guru kurang memahami dan kurang terampil dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pelajaran; (3) guru kurang memahami dan kurang terampil cara menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; (4) guru kurang memahami dan kurang terampil cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; (5) guru kurang memahami dan kurang terampil cara menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai serta penyampaian cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus; (6) guru kurang memahami dan kurang terampil cara melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dari aneka sumber; (7) guru kurang memahami dan kurang terampil cara menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain; (8) guru kurang memahami dan kurang terampil cara memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; (9) guru kurang memahami dan kurang terampil cara melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; (10) guru kurang memahami dan kurang terampil cara memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik; (11) guru kurang memahami dan kurang terampil cara bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran; (12) guru kurang memahami dan kurang terampil cara melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram; (13) guru kurang memahami dan kurang terampil cara merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi dan program pengayaan, dan memberikan tugas balk tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; (14) guru kurang memahami dan kurang terampil cara menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya
Hasil pengamatan dan diskusi antara peneliti dan mitra kolaborasi menghasilkan informasi yang menunjukkan bahwa kinerja guru mengajar Bahasa Indonesia masih rendah, sehingga diperoleh hasil analisis pada prasiklus sebagai berikut :
Tabel 4.1
Analisis Hasil Evaluasi Pelaksanaan Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Prasiklus
Sebaran Skor |
Jumlah Subyek |
Prestasi Kelompok Nilai |
(A) |
(B) |
(A)(B) |
5 |
0 |
0 |
4 |
1 |
4 |
3 |
2 |
6 |
2 |
2 |
4 |
1 |
1 |
1 |
0 |
0 |
0 |
JML |
6 |
15 |
Nilai Rerata |
2,500 |
|
Kriteria Keberhasilan |
4,000 |
|
Jml subj skor ≥ 4 |
1 |
|
Daya Serap |
16,6 % |
Upaya yang dikerjakan oleh peneliti dan mitra kolaborasi mencari cara-cara yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Akhirnya disepakati untuk mengadakan Konsep dengan Metode Kooperatif Model Jigsaw di SDN 01 Paseban.
Hasil Tindakan Siklus I
Hasil upaya peningkatan kompetensi guru di SDN 01 Paseban UPT PUD NFI dan SD Kecamatan Jumapolo dalam pemahaman dan keterampilan guru dalam melaksanakan standar proses dilaporkan dalam bentuk hasil evaluasi yang tertuang dalam lampiran, kemudian hasil evaluasi tersebut dianalisis dan dituangkan dalam tabel berikut.
Tabel 4.1
Analisis Hasil Evaluasi Pelaksanaan Penerapan
Metode Kooperatif Model Jigsaw Siklus I
Sebaran Skor |
Jumlah Subjek |
Prestasi Kelompok Nilai |
(A) |
(B) |
(A)(B) |
5 |
0 |
0 |
4 |
2 |
8 |
3 |
2 |
6 |
2 |
2 |
4 |
1 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
JML |
6 |
18 |
Nilai Rerata |
3,000 |
|
Kriteria Keberhasilan |
4,000 |
|
Jml subj skor ≥ 4 |
2 |
|
Daya Serap |
33,3% |
Nilai rerata hasil upaya Pelaksanaan Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw baru menunjukkan skor 3,0 posisi ini masih jauh di bawah kriteria keberhasilan sebesar 4. Jumlah subjek yang mampu meraih skor 4 ada 2, dengan demikian daya serap menunjukkan angka 33,3%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pelaksanaan Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Di SDN 01 Paseban dalam pemahaman dan keterampilan guru dalam meningkatkan kinerja pada siklus I belum mencapai hasil.
Hasil evaluasi pelaksanaan Konsep Pembelajaran Dengan Pemberian Balikan Di SDN 01 Paseban menunjukkan bahwa pelaksanaan metode ini kurang diapresiasi oleh guru. Pada siklus II peneliti mengupayakan agar pelaksanaan Konsep Pembelajaran Dengan Pemberian Balikan Di SDN 01 Paseban dapat diparesiasi oleh guru, antara lain dengan cara (1) meningkatkan penjelasan mengenai pengertian dan manfaatnya; (2) menjelaskan langkah-langkahnya secara lebih sederhana, dan (3) meningkatkan fasilitas pelaksanaannya agar lebih kondusif bagi semua guru.
Hasil Tindakan Siklus II
Hasil upaya peningkatan pemahaman dan keterampilan guru dalam melaksanakan Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Di SDN 01 Paseban pada siklus II dilaporkan dalam bentuk hasil evaluasi yang tertuang dalam lampiran, kemudian hasil evaluasi tersebut dianalisis dan dituangkan dalam tabel berikut.
Tabel 4.2
Analisis Hasil Evaluasi Upaya Pelaksanaan Penerapan
Metode Kooperatif Model Jigsaw Siklus II
Sebaran Skor |
Jumlah Subjek |
Prestasi Kelompok Nilai |
(A) |
(B) |
(A)(B) |
5 |
1 |
5 |
4 |
3 |
12 |
3 |
2 |
6 |
2 |
0 |
0 |
1 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
JML |
6 |
23 |
Nilai Rerata |
3,800 |
|
Kriteria Keberhasilan |
4,000 |
|
Jml subj skor ≥ 4 |
4 |
|
Daya Serap |
66,6% |
Nilai rerata hasil upaya peningkatan kinerja guru dalam pemahaman dan keterampilan guru dalam melaksanakan standar proses baru menunjukkan skor 3,800 posisi ini masih di bawah kriteria keberhasilan sebesar 4. Jumlah subjek yang mampu meraih skor 4 ada 4 orang, dengan demikian daya serap menunjukkan angka 66,6%. Semua skor tadi sudah menunjukkan peningkatan bila dibandingkan pada siklus I, walau masih di bawah kriteria keberhasilan.
Nilai rerata hasil penggunaan Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw pada siklus II menunjukkan skor 3,800. Jumlah subjek yang mampu meraih skor 4 ada 4 orang, dan daya serap menunjukkan angka 66,6%. Semua skor tersebut masih di bawah kriteria keberhasilan, namun sudah lebih baik bila dibandingkan pada siklus I.
Hasil Tindakan pada Siklus III
Nilai Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Di SDN 01 Paseban pada siklus III dilaporkan dalam bentuk hasil evaluasi yang tertuang dalam tabel hasil evaluasi pada lampiran, kemudian hasil evaluasi tersebut dianalisis dan dituangkan dalam tabel analisis hasil evaluasi pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Analisis Hasil Evaluasi Upaya Pelaksanaan Penerapan
Metode Kooperatif Model Jigsaw Siklus III
Sebaran Skor |
Jumlah Subjek |
Prestasi Kelompok Nilai |
(A) |
(B) |
(A)(B) |
5 |
3 |
15 |
4 |
3 |
12 |
3 |
0 |
0 |
2 |
0 |
0 |
1 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
JML |
6 |
27 |
Nilai Rerata |
4,500 |
|
Kriteria Keberhasilan |
4,000 |
|
Jml subj skor ≥ 4 |
6 |
|
Daya Serap |
100% |
Nilai rerata hasil penggunaan Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw baru menunjukkan skor 4,500. Jumlah subjek yang mampu meraih skor 4 ada 6 orang, daya serap mencapai angka 100%. Semua skor sudah menunjukkan peningkatan bila dibanding pada siklus I dan II namun masih di bawah kriteria keberhasilan.
Hasil evaluasi pelaksanaan Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Di SDN 01 Paseban yang tertuang lampiran jelas menunjukkan bahwa pelaksanaan metode ini masih kurang diapresiasi oleh guru. Pada siklus III peneliti mengupayakan agar pelaksanaan Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Di SDN 01 Paseban dapat diparesiasi oleh guru, antara lain dengan cara (1) lebih meningkatkan penjelasan mengenai pengertian dan manfaatnya; (2) lebih meningkatkan menjelaskan mengenai langkah-langkahnya, dan (3) lebih meningkatkan fasilitas pelaksanaannya agar makin kondusif bagi semua guru.
Dengan mencermati semua skor pencapaian yang dapat diraih pada siklus III, maka hasil tindakan pada siklus III sudah mencapai sasarannya, keberhasilan itu ditunjukkan dengan terlampauinya kriteria keberhasilan. Hal ini mengandung arti bahwa untuk proses pembinaan berikutnya perlu diupayakan tindakan yang berkesinambungan, dan diperluas kepada tindakan pembinaan pada aspek-aspek yang lain.
Pembahasan
Semua data hasil tindakan menunjukkan ada peningkatan yang konsisten dan signifikan, baik dalam upaya peningkatan pemahaman dan keterampilan guru dalam melaksanakan standar proses, upaya peningkatan Kualitas, maupun mutu Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Guna Meningkatkan Kinerja Gurumateri pelajaran Bahasa Indonesia Di SDN 01 Paseban.
Rekapitulasi analisis hasil evaluasi yang tertuang pada tabel berikut ini menunjukkan hal itu.
Tabel 4.4
Rekapitulasi Analisis Hasil Evaluasi
Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Siklus I, II dan III
Komponen |
Siklus I |
Siklus II |
Siklus III |
|
Nilai Rerata |
3,000 |
3,800 |
4,500 |
|
Kriteria Keberhasilan |
4,000 |
4,000 |
4,000 |
|
Jml subjek dg skor > 4 |
2 |
4 |
6 |
|
Daya Serap |
33,3% |
66,6% |
100% |
Grafik.4.1
Rekapitulasi Analisis Hasil Evaluasi
Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Siklus I, II dan III
Tabel 4.5
Rekapitulasi Analisis Hasil Evaluasi
Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw
Prasiklus ,Siklus I, II dan III
Komponen |
Pra Siklus |
Siklus |
Siklus |
Siklus III |
Nilai Rerata |
2,500 |
3,000 |
3,800 |
4,500 |
Kriteria Keberhasilan |
4,000 |
4,000 |
4,000 |
4,000 |
Jml subjek dg skor > 4 |
1 |
2 |
4 |
6 |
Daya Serap |
16,6 % |
33,3% |
66,6% |
100% |
Grafik 4.2
Rekapitulasi Analisis Hasil Evaluasi
Konsep pembelajaran dengan Metode Kooperatif Model Jigsaw
Prasiklus, Siklus I, II dan III
Peningkatan kinerja tersebut disebabkan oleh serangkaian tindakan yang diambil peneliti dalam menyikapi kekurangan-kekurangan yang masih terjadi pada siklus-siklus sebelumnya. Penyempurnaan demi penyempurnaan dalam semua aspek upaya telah membuahkan hasil tindakan yang mampu mencapai atau bahkan melebih kriteria keberhasilan.
PENUTUP
Simpulan
Permasalahan nyata yang dihadapi peneliti selaku Kepala Sekolah di SDN 01 Paseban UPT PUD NFI dan SD Kecamatan Jumapolo dalam memantau, menilai dan membina guru, disikapi dengan melakukan tindakan perbaikan. Di antara permasalahan yang diupayakan pemecahannya dalam penelitian ini adalah rendahnya pemahaman dan keterampilan guru dalam melaksanakan standar proses, yang akan diupayakan peningkatannya dengan menggunakan Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw.
Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw ini diasumsikan bahwa dengan adanya even saling memberikan asasmen akan terjadi kompetisi yang sehat dalam aktivitas dinamika kelompok, sehingga diharapkan mampu memberi kenyamanan dan keakraban .
Pada upaya tindakan siklus I sampai dengan siklus II hasilnya belum nampak, tetapi ketika menginjak siklus III terjadilah perubahan yang signifikan, dari keadaan semua guru kurang memahami dan belum terampil melaksanakan standar proses, berubah semuanya menjadi memahami dan terampil melaksanakan standar proses. Hal tersebut ditunjukkan oleh analisis hasil evaluasi yang mengindikasikan daya serap guru terhadap materi pembinaan mencapai 100%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Konsep penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Di SDN 01 Paseban antar guru efektif untuk meningkatkan kompetensi guru-guru SDN 01 Paseban UPT PUD NFI dan SD Kecamatan Jumapolo dalam memahami dan melaksanakan standar proses secara signifikan.
Saran
1. Kepada Rekan Guru.
a. Rekan guru disarankan agar menjadikan hasil penelitian untuk memperluas pemahaman, meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan interaksi antarsesama.
c. Memanfaatkan hasil penelitian ini untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang disajikan kepada peserta didik.
e. Memanfaatkan hasil penelitian ini untuk meningkatkan kinerja pembelajaran, pendidikan dan pembimbingan.
2. Kepada Rekan Kepala Sekolah
a. Disarankan agar hasil penelitian ini digunakan untuk memperjelas dan mempermudah pelaksanaan fungsi evaluasi dan supervisi terhadap proses dan hasil belajar.
b. Hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk memperjelas objek evaluasi dan supervisi , sehingga menjadi lebih konkret dan objektif.
c. Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan pembanding untuk mempermudah pemilihan dan penggunaan strategi, metode, teknik dan pendekatan evaluasi dan supervisi terhadap pembelajaran.
d. Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan untuk memudahkan penyusunan laporan hasil evaluasi dan supervisi sekaligus mempermudah perumusan dan penyusunan rencana tindak lanjut.
3. Kepada Pengawas dan Pemerintah
a. Disarankan agar hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memudahkan pencapaian standar kelulusan.
b. Disarankan agar hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan mempermudah monitoring pelaksanaan mutu pembelajaran.
c. Disarankan agar hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mempermudah penyusunan peta permasalahan pendidikan.
d. Disarankan agar hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mempermudah pengolahan hasil pelaksanan pembelajaran.
e. Disarankan agar hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mempermudah penyusunan rencana tindak lanjut dan penentuan metode pembenahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta: Erlangga.
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Hamalik, Oemar. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.
Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah PanitianPelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.
Mursell, James ( – ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.