Meningkatkan Disiplin Peserta Didik di Masa Pandemi
MENINGKATKAN DISIPLIN PESERTA DIDIK DI MASA PANDEMI
Hayu Miranti
SMK N 1 Cluwak Kabupaten Pati
ABSTRACT
Membangun sikap disiplin di tengah kondisi darurat Coronavirus disease seperti saat ini tidaklah mudah. Butuh kerja sama semua pihak. Dalam hal ini pemerintah harus bertanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada semua civitas akademika dan para orangtua untuk bekerja sama agar terus bersikap disiplin dan lebih independen dalam belajar. Di sisi lain, kerja sama para orangtua di rumah sangat dibutuhkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang seorang anak mempunyai kecenderungan untuk “berlehaleha” di rumah. Memang ini menjadi tantangan bagi para orangtua. Sebab, tidak semua orangtua mampu secara efektif dalam melakukan pendampingan dan pendisiplinan anak belajar di rumah. tujuan bimbingan klasikal adalah membantu individu agar mampu menyesuaikan diri, mampu mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri, mampu beradaptasi dalam kelompok, mampu menerima support atau memberikan support pada orang lain. Tujuan pemberian bimbingan klasikal bukan hanya berfokus pada permasalahan pribadi peserta didik saja namun juga berkaitan dengan hubungan perserta didik dengan lingkungan dan sesama. Metode tutor teman sebaya dipilih karena kebanyakan peserta didik lebih mudah menerima bantuan atau pengajaran dari teman-temannya daripada menerima bantuan atau pengajaran dari gurunya, meskipun guru sudah memilih metode mengajar yang lebih sesuai peserta didik-peserta didiknya. Peserta didik-peserta didik tersebut tidak memiliki rasa enggan atau rendah diri untuk bertanya atau meminta bantuan terhadap teman-temannya sendiri apalagi teman akrab. Bimbingan klasikal daring kooperatif tutor teman sebaya peserta didik mendapat informasi, dapat saling berinteraksi antar anggota kelompok dengan berbagai pengalaman, pengetahuan, gagasan, ide-ide, yang nantinya dapat diharapkan dapat meningkatkan disiplin khusunya disiplin peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran daring (PJJ)
Kata Kunci: Disiplin, Layanan Klasikal, Kooperatif tutor teman sebaya
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan harkat, martabat, dan kesejahteraan manusia yang dilaksanakan secara formal dan non-formal. Sekolah merupakan salah satu bentuk pendidikan formal yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Pendidikan formal diselenggarakan dalam rangka transfer of knowledge, pendidikan etika, mental dan spiritual untuk membentuk manusia seutuhnya. Agar pendidikan mencapai tujuannya, maka proses pendidikan perlu didukung oleh berbagai pihak, baik penyenggara pendidikan, masyarakat, guru, tendik, dan tentu peserta didik. Hal khusus yang perlu diperhatikan adalah kedisiplinan peserta didik.
Disiplin merupakan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku (Hurlock 1969: 82). Bagi peserta didik, kedisiplinan berbentuk kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku di sekolah dimana peserta didik mengikuti proses belajar mengajar. Kedisiplinan peserta didik menjadi salah satu kunci kelancaran dan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan.
Dalam kedaan normal, dimana proses pembelajaran dilakukan secara luring (tatap muka), kedisiplinan dapat dipantau secara langsung oleh guru dan pihak-pihak terkait di lingkungan sekolah. Namun pada masa pandemi, dimana pembelajaran dilakukan secara daring (on line) (Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19) kedisiplinan peserta didik lebih sulit untuk dipantau, padahal dalam proses pembelajaran daring kedisiplinan peserta didik sangat penting (Leidner, 1993), karena peserta didik tidak dapat didampingi secara langsung oleh guru sehingga kemandirian peserta didik sangat menentukan pencapaian tujuan pembelajaran (Wedemeyer, 1981).
Menurut Leidner (1993), peserta didik yang tidak memiliki keterampilan dasar dan disiplin diri yang tinggi dapat melakukan pembelajaran yang lebih baik dengan metode konvensional. Sedangkan peserta didik yang cerdas dan memiliki disiplin serta kepercayaan diri yang tinggi akan mampu secara efektif melakukan pembelajaran secara daring. Hal ini dikarenakan esensi pembelajaran jarak jauh adalah independensi (Wedemeyer, 1981).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wasi Aqnaa Sari (2009) “Upaya Meningkatkan Perilaku Disiplin Peserta didik Melalui Bimbingan Kelompok” Yang melakukan penelitian dengan Pendekatan penelitian tindakan dengan subyek penelitian peserta didik kelas 8 yang mempunyai kecenderungan perilaku disiplin yang rendah. Melalui Penelitian ini didapatkan hasil perubahan perilaku peserta didik antara lain memiliki pemahaman terhadap peraturan (tata tertib) sekolah, sikap mental dalam melaksanakan peraturan sekolah dan kesungguhan dalam menaati peraturan sekolah
Membangun sikap disiplin di tengah kondisi darurat Coronavirus disease seperti saat ini tidaklah mudah. Butuh kerja sama semua pihak. Dalam hal ini pemerintah harus bertanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada semua civitas akademika dan para orangtua untuk bekerja sama agar terus bersikap disiplin dan lebih independen dalam belajar. Di sisi lain, kerja sama para orangtua di rumah sangat dibutuhkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang seorang anak mempunyai kecenderungan untuk “berlehaleha” di rumah. Memang ini menjadi tantangan bagi para orangtua. Sebab, tidak semua orangtua mampu secara efektif dalam melakukan pendampingan dan pendisiplinan anak belajar di rumah.
Perilaku disiplin sangat dibutuhkan dalam pembinaan perkembangan peserta didik untuk belajar memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, pemberian layanan bimbingan klasikal dalam meningkatkan perilaku disiplin peserta didik sangat penting, peserta didik dengan disiplin yang tinggi cenderung lebih mampu memperoleh hasil belajar yang baik, peserta didik akan terdorong untuk melakukan suatu perbuatan yang sesuai norma-norma dan peraturan yang berlaku dan akan mengarahkan diri bagi kehidupan di masa depan, jadi perilaku disiplin akan menyatu dengan seluruh aspek kepribadian seseorang.
Secara umum tujuan bimbingan klasikal menurut Makhrifah & Nuryono (2014: 2) yaitu untuk meluncurkan aktivitas-aktivitas pelayanan yang mengembangkan potensi peserta didik atau mencapai tugas perkembangannya sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Sehingga tujuan bimbingan klasikal akan selalu selaras dengan tujuan pendidikan. Melengkapi pendapat tersebut, Winkel & Hastuti (2004:133) menjelaskan bahwa tujuan bimbingan klasikal adalah membantu individu agar mampu menyesuaikan diri, mampu mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri, mampu beradaptasi dalam kelompok, mampu menerima support atau memberikan support pada orang lain. Tujuan pemberian bimbingan klasikal bukan hanya berfokus pada permasalahan pribadi peserta didik saja namun juga berkaitan dengan hubungan perserta didik dengan lingkungan dan sesama.
Menurut Suharsimi Arikunto (1992: 62), metode tutor teman sebaya dipilih karena kebanyakan peserta didik lebih mudah menerima bantuan atau pengajaran dari teman-temannya daripada menerima bantuan atau pengajaran dari gurunya, meskipun guru sudah memilih metode mengajar yang lebih sesuai peserta didik-peserta didiknya. Peserta didik-peserta didik tersebut tidak memiliki rasa enggan atau rendah diri untuk bertanya atau meminta bantuan terhadap teman-temannya sendiri apalagi teman akrab.
Dengan bimbingan klasikal daring kooperatif tutor teman sebaya peserta didik mendapat informasi, dapat saling berinteraksi antar anggota kelompok dengan berbagai pengalaman, pengetahuan, gagasan, ide-ide, yang nantinya dapat diharapkan dapat meningkatkan disiplin khusunya disiplin peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran daring (PJJ)
DISIPLIN
Istilah disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang menunjuk kepada kegiatan belajar mengajar. Dalam bahasa Inggris “Disciple” yang berarti mengikuti orang untuk belajar di bawah pengawasan seorang pemimpin. Sehingga dapat diartikan merupakan kegiatan belajar untuk patuh dan taat pada peraturan- peraturan yang dibuat oleh pemimpin.
Tu’u (2004: 33) mengemukakan bahwa, disiplin sebagai upaya mengikuti dan menaati peraturan, nilai, dan hukum yang berlaku, serta pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya.
Beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa disiplin adalah suatu sikap mengikuti dan menaati semua peraturan dengan tertib dan teratur serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab.
Menurut Samsudin (1995: 85) disiplin dikelompokkan sebagai berikut:
- Kedisiplinan pribadi yaitu kerelaan untuk mematuhi peraturan pada setiap individu.
- Kedisiplinan sosial yaitu sikap mental masyarakat untuk memenuhi tugas kewajiban masing-masing secara taat dan sadar
- Kedisiplinan nasional yaitu kesadaran dan ketaatan setiap warga Negara untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berbagai macam disiplin menuntut orang yang bersangkutan bertanggungjawab dengan kepatuhan terhadap keputusan, perintah atau perlakuan yang diberlakukan bagi suatu sistem dimana ia berada. Seseorang yang dalam hatinya telah tertanam kedisiplinan akan terdorong untuk melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku dimana ia berada. Sikap dan perbuatan yang selalu taat pada peraturan yang berlaku tersebut merupakan perwujudan dari perilaku disiplin, jadi perilaku disiplin akan menyatu dengan seluruh aspek kepribadian seseorang.
Jenis perilaku disiplin menurut Lembaga Ketahanan Nasional (1997: 14) adalah sebagai berikut:
- Takwa kepada Tuhan YME
- Kepatuhan dinamis artinya bukan kepatuhan yang mati dalam mewajibkan seseorang untuk patuh
- Kesadaran artinya adanya kepatuhan yang sudah menyatu dengan hati dan perbuatan
- Rasional artinya kepatuhan melalui proses berpikir
- Sikap mental yang menyatu dalam diri, artinya kepatuhan yang sudah dijabarkan dalam setiap perilaku dan perbuatan, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga yang bertanggung jawab terhadap bangsa dan Negara
- Keteladanan artinya setiap orang harus dapat menjadi teladan atau contoh yang baik bagi orang lain
- Keberanian dan kejujuran artinya sikap yang tidak mendua, yaitu sikap tegas dan lugas dalam menerapkan aturan atau sanksi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, seseorang dikatakan memiliki kedisiplinan apabila:
- Melakukan suatu pekerjaan atau berperilaku dengan tertib dan teratur.
- Sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditetapkan.
- Dikerjakan dengan penuh kesadaran dan tidak ada paksaan.
Aspek-Aspek Disiplin
Menurut Prijodarminto (1994: 23-24) ada 3 aspek disiplin yaitu sebagai berikut:
- Sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dan latihan pengendalian pikiran dan pengendalian watak.
- Pemahaman yang baik mengenai sistem atau perilaku, norma, kriteria, dan standar yang sedemikian rupa sehingga pemahaman tersebut memberikan pengertian yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan norma, aturan, kriteria dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan.
- Sikap kelakuan secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.
Disiplin itu lahir, tumbuh dan berkembang dari sikap seseorang pada sistem nilai budaya yang telah ada didalam masyarakat, ada unsur yang membentukdisiplin yaitu sikap yang telah ada pada diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada didalam masyarakat.
Disiplin akan tumbuh dapat dibina melalui latihan-latihan pendidikan, penanaman kebiasaan dengan keteladanan-keteladanan tertentu. Disiplin akan mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri, peraturan yang ada dirasakan sebagai sesuatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan dirinya dan sesama, sehingga akan menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju arah disiplin diri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa aspek disiplin adalah mempunyai pemahaman yang baik mengenai sistem perilaku, mempunyai sikap mental, menunjukkan sikap kesungguhan hati, bertanggung jawab, mampu mengendalikan diri dan konsisten. Dalam penelitian ini aspek yang diambil yaitu pemahaman peserta didik terhadap peraturan, mempunyai sikap mental dan kesungguhan terhadap adanya peraturan yang harus dilakukan.
Unsur-unsur Disiplin
Menurut Hurlock (1969: 84-91) ada beberapa unsur disiplin yaitu sebagai berikut:
Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk perilaku. Pola tersebut dapat ditetapkan oleh guru dan sebagainya, tujuannya adalah untuk membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui bersama dalam kelompok, rumah, sekolah dalam situasi tertentu.
Hukum
Hukuman menurut para ahli pendidikan dipandang mempunyai tiga peranan penting dalam membantu anak menjadi insan bermoral, fungsinya yaitu:
- Fungsi pertama adalah menghalangi, hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat.
- Hukuman mempunyai fungsi mendidik, yakni menyadarkan anak bahwa setiap perbuatan itu mempunyai konsekuensi.
- Hukuman mempunyai fungsi memberi motivasi anak untuk menghindari kesalahan.
Penghargaan
Penghargaan yang diberikan orang tua kepada anak-anak sebenarnya tidak perlu selalu berupa materi, tetapi dapat juga berupa kata-kata, pujian, senyuman, tepukan punggung dan sebagainya.
Faktor-faktor Disiplin
Tu’u (2004: 48-50) menyebutkan bahwa,ada beberapa faktor disiplin, yaitu sebagai berikut:
- Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya, selain itu kesadaran diri menjadi motif kuat terwujudnya disiplin.
- Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individunya.
- Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.
- Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.
Melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalam praktik-praktik kehidupan sehari-hari, maka disiplin akan terbentuk dalam diri seseorang.
Pembiasaan disiplin di sekolah, dengan aturan yang dirasakan sebagai sesuatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan, bisa berkembang menjadi kebiasaan yang berpengaruh positif bagi kehidupan peserta didik di masa depan
Layanan Bimbingan Klasikal
Pengertian
Model pemberian layanan bimbingan klasikal ini tidak bersifat personal melainkan dalam satuan kelas. Seperti yang disampaikan Winkel & Hastuti (2004: 561) yang menjelaskan bahwa bimbingan klasikal adalah bimbingan yang diberikan kepada sejumlah peserta didik yang bergabung dalam satu satuan kegiatan pelajaran. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Makhrifah & Nuryono (2014: 1) yang menyatakan bahwa bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru BK atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas yang dilaksanakan secara terjadwal.
Topik pembahasan dalam bimbingan klasikal akan bersifat umum artinya permasalahan yang pasti dihadapi oleh semua peserta didik dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Makhrifah & Nuryono (2014: 12) bimbingan klasikal kadang terjadi saat konselor diminta hadir untuk memberikan topik mengenai harga diri, keterampilan komunikasi, keluarga sehat, resolusi konflik, keterampilan persahabatan dan pencegahan bullying.
Selain itu, menurut Santrock (2008: 39) bimbingan kelas (klasikal) juga meruapakan program yang dirancang yang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming.
Dalam pelaksanaan bimbingan klasikal agar lebih menarik dan lebih efektif juga dapat didukung dengan penggunakan teknik-teknik BK yang sesuai dengan topik.
Tujuan Bimbingan Klasikal
Secara umum tujuan bimbingan klasikal menurut Makhrifah & Nuryono (2014: 2) yaitu untuk meluncurkan aktivitas-aktivitas pelayanan yang mengembangkan potensi peserta didik atau mencapai tugas perkembangannya sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Sehingga tujuan bimbingan klasikal akan selalu selaras dengan tujuan pendidikan. Melengkapi pendapat tersebut, Winkel & Hastuti (2004:133) menjelaskan bahwa tujuan bimbingan klasikal adalah membantu individu agar mampu menyesuaikan diri, mampu mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri, mampu beradaptasi dalam kelompok, mampu menerima support atau memberikan support pada orang lain. Tujuan pemberian bimbingan klasikal bukan hanya berfokus pada permasalahan pribadi peserta didik saja namun juga berkaitan dengan hubungan perserta didik dengan lingkungan dan sesama.
Selanjutnya, Nurihsan (2006:8) lebih menjabarkan lagi mengenai tujuan bimbingan klasikal yaitu sebagai berikut:
- Memberikan arah agar individu dapat merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir, serta kehidupannya pada masa yang akan datang.
- Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan seoptimal mungkin.
- Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya
- Mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi.
Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan klasikal untuk membantu peserta didik mengerjakan tugas perkembangannya dalam bidang karir, sosial, belajar dan pribadi.
Tujuan itu juga dapat membawa perubahan positif bagi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada aspek kognitif berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman. Aspek afektif berkaitan dengan perasaan atau emosi peserta didik. Sedangkan pada aspek psikomotorik berkaitan dengan tingkah laku atau perilaku. Dengan hasil akhir yang diharapkan yaitu peserta didik mampu mengambil keputusan dengan benar dan membuat perencanaan dengan baik dalam kehidupananya.
Kooperatif Tutor Teman Sebaya
Pengertian Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran kooperatif dalam kacamata bimbingan konseling terkait kedisiplinan peserta didik adalah perwujudan perilaku peserta didik yang dengan sadar untuk mentaati tata tertib dan norma yang menjadi acuan dalam belajar dan sosial bermasyarakat dalam tiap elemen yang ada di lingkungan sekolah.
Sedangkan prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif (Muslimin dkk, 2000) dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Setiap anggota kelompok (peserta didik) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
- Setiap anggota kelompok (peserta didik) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
- Setiap anggota kelompok (peserta didik) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
- Setiap anggota kelompok (peserta didik) akan dievaluasi.
- Setiap anggota kelompok (peserta didik) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
- Setiap anggota kelompok (peserta didik) akan diminta untuk mempertanggungjawab-kan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
Unsur-Unsur Kooperatif
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif diperlukan ketersediaan unsur-unsur pendukung agar sistem kerja kelompok yang timbul dari pendekatan pembelajaran kooperatif ini dapat berjalan sesuai harapan.
Lungdren dalam Isjoni (2009: 13-14) mengemukakan bahwa unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
- Para peserta didik harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
- Para peserta didik harus memiliki tanggung jawab terhadap peserta didik atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
- Para peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
- Para peserta didik membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
- Para peserta didik diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
- Para peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
- Setiap peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur- unsur dalam model pembelajaran kooperatif antara lain: Persepsi sama, tanggung jawab bersama, tujuan sama, terdapat pemimpin, bertanggungjawab individual.
Tutor Teman Sebaya
Tutor sebaya adalah sekelompok peserta didik yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran, memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan pelajaran yang dipelajarinya (Suherman, dkk. 2003).
Dalam pelaksanaan pendekatan kooperatif tutor teman sebaya, agen yang memerankan diri sebagai tutor bagi temannya menjadi ujung tombak dari strategi ini. Maka diperlukan dasar dalam menentukan figure-figur yang tepat untuk diposisikan sebagai tutor bagi temannya.
Menurut Suharsimi Arikunto (1992: 62), metode tutor teman sebaya dipilih karena kebanyakan peserta didik lebih mudah menerima bantuan atau pengajaran dari teman-temannya daripada menerima bantuan atau pengajaran dari gurunya, meskipun guru sudah memilih metode mengajar yang lebih sesuai peserta didik-peserta didiknya. Peserta didik-peserta didik tersebut tidak memiliki rasa enggan atau rendah diri untuk bertanya atau meminta bantuan terhadap teman-temannya sendiri apalagi teman akrab.
Menurut Djamarah (2006: 25) menerangkan bahwa untuk menentukan siapa yang akan dijadikan tutor diperlukan pertimbanganpertimbangan sebagai berikut:
- Memiliki kepandaian lebih unggul dari pada yang lain
- Memiliki kecakapan dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru
- Mempunyai kesadaran untuk membantu teman yang lain
- Dapat menerima dan disenangi peserta didik yang mendapat program tutor sebaya, sehinggapeserta didik tidak enggan untuk bertanya
- Tidak tinggi hati, kejam, atau keras hati terhadap sesama kawan
- Mempunyai daya kreativitas yang cukup untuk memberikan bimbingan kepada kawannya.
Model pendekatan kooperatif, menurut Agus Suprijono (2011:65) dalam pelaksanaannya dibutuhkan enam langkah atau fase-fase. Adapun fase-fase atau tahapan-tahapannya sebagai berikut:
- Fase 1: Present goals and set. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
- Fase 2: Present information. Menyajikan informasi. Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal.
- Fase 3: Organize students into learning teams Mengorganizir peserta didik ke dalam tim-tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.
- Fase 4: Assist team work and study. Membantu kerja tim-tim belajar selama mengerjakan tugasnya
- Fase 5: Test on the materials.Mengevaluasi dan menguji kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
- Fase 6: Provide Recognition.Memberikan pengakuan atau penghargaan untuk mengakui usaha atau prestasi peserta didik. a pemilihan tutor teman sebaya diperlukan pertimbangan-pertimbangan yaitu: memiliki kemampuan akademis yang lebih unggul, mampu bekerja sama, memiliki kedisiplinan tinggi, bersikap toleransi, ramah dan bertanggung jawab, serta memiliki daya kreatifitas untuk membantu sesamanya.
Untuk menumbuhkan atmosfer yang kondusif demi ketercapaiannya sasaran dan tujuan dari suatu proyek pembelajaran maka diperlukan pengembangan metode dan pendekatan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru dalam proses pembelajaran ialah mengembangkan pembelajaran kooperatif (kooperatif).
Kepada peserta didik diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, peserta didik yang pandai membantu yang lebih lemah, dan sebagainya
Jadi dapat diberikan gambaran bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pendekatan pembelajaran dimana setiap peserta didik belajar bekerja sama dalam kelompok-kelompok dengan menekankan terbentuknya hubungan antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya.
Teman sebaya atau peers adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga.
Melalui kelompok teman sebaya anak-anak menerima umpan balik dari temanteman mereka tentang kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya). (Santrock, 2004: 287).
Pengajaran dengan tutor sebaya adalah kegiatan belajar peserta didik dengan memanfaatkan teman sekelas yang mempunyai kemampuan lebih untuk membantu temannya dalam melaksanakan suatu kegiatan atau memahami suatu konsep (Winataputra, Udin S. 1999: 380).
Dalam upaya menjadikan teman sebaya sebagai tutor untuk masuk dalamsebuah kelompok-kelompok yang telah terorganisir, maka dibutuhkan mentalitas yang mendukung pola kerjasama antar tiap anggota berupa ketaatan atas prinsip-prinsip kerja dalam kelompoknya dan sikap tanggung jawab dari tiap-tiap pribadi dalam mencapai tujuan yang ditentukan.
Korelasi antara pembelajaran kooperatif dengan metode tutorial teman sebaya bisa dianalogikan bahwa pembelajaran kooperatif menjadi wadah dan ruang kerja dari tutor teman sebaya dalam upaya memberikan injeksi berupa pengaruh positif dengan melibatkan unsur kerjasama, kepatuhan, solidaritas dan tanggung jawab dari masing-masing pribadi yang tergabung dalam kelompok tersebut.
Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa kooperatif tutorial teman sebaya merupakan suatu metode bimbingan dan pembelajaran yang dilakukan dengan cara memberdayakan peserta didik sebagai agen khusus untuk memberikan daya tekan dan pengaruh yang positif terhadap teman sejawat mereka melalui bingkai kerja kelompok untuk mencapai tujuan yang telah telah ditentukan
DAFTAR PUSTAKA
Goleman, Daniel. 1997. Emotional Intellegence., Kecerdasan
Emosional, Mengapa EI lebih penting dari pada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
https://www.gurupendidikan.co.id/pembelajaran-kooperatif/
Hurlock. 1969. Perkembangan Anak. Jilid II Alih Bahasa Meistasari Tjandra. Jakarta: PT. Erlangga.
https://www.google.com/amp/s/bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/07/21/pembelajaran-tutor-sebaya/amp/
Lemhanas. 1997. Disiplin Nasional. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Prijodarminto, Sugeng. 1994. Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Balai Pustaka