Meningkatkan Kompetensi Membaca Nyaring Dengan Menggunakan Metode SAS
MENINGKATKAN KOMPETENSI MEMBACA NYARING
DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAS PADA SISWA KELAS 2
SD NEGERI TANJUNG 02, KECAMATAN NGUTER,
KABUPATEN SUKOHARJO
Sri Nuruningsih
SD Negeri Tanjung 02
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) dalam upaya meningkatkan kompetensi membaca nyaring pada siswa kelas 2 SD Negeri Tanjung 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini dilakukan dengan dua siklus serta menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) dengan langkah-langkah yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa metode SAS dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam membaca nyaring, dengan ditunjukkan melalui adanya peningkatan yang signifikan pada siklus kedua yang mencapai 86,7%, dibandingkan hasil siklus pertama yang hanya mencapai 60% dan kondisi sebelum tindakan yang baru mencapai 40%. Sedangkan untuk siswa yang belum tuntas dalam siklus kedua yakni sebanyak 13,3%, dinyatakan masih perlu menerima pembimbingan lebih lanjut.
Kata kunci: Membaca nyaring, SAS
PENDAHULUAN
Berdasarkan Standar Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembagan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (Depdiknas, 2006: 38).
Keterampilan berbahasa terdiri atas keterampilan berbahasa lisan dan keterampilan berbahasa tulis. Keterampilan berbahasa lisan meliputi keterampilan menyimak dan berbicara, sedangkan keterampilan berbahasa tulis meliputi keterampilan membaca dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut saling mendukung sehingga perlu diajarkan secara terpadu dan tidak terpisah-pisah.
Pembelajaran membaca menulis permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Sedangkan menulis adalah melahirkan pikiran atau gagasan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 968) menurut pengertian ini menulis merupakan hasil, yaitu melahirkan pikiran dalam perasaan ke dalam tulisan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca (Tarigan, 1986: 21).
Metode SAS merupakan singkatan dari “Struktural Analitik Sintetikâ€. Metode SAS merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran MMP bagi siswa pemula. Metode SAS ini bersumber dari ilmu jiwa Gestalt, suatu aliran dalam ilmu jiwa totalitas yang timbul sebagai reaksi atas ilmu jiwa unsuri. Psikologi Gestalt menganggap segala penginderaan dan kesadaran sebagai suatu keseluruhan. Artinya, keseluruhan lebih tinggi nilainya dari pada jumlah bagian masing-masing. Jadi, pengamatan pertama atau penglihatan orang-orang atas sesuatu bersifat menyeluruh atau global.
Berdasarkan hasil pra-survei yang dilakukan di kelas 1 SD N Tanjung 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa kelas 1 masih rendah yaitu rata-rata 60,2 sedangkan kriteria ketuntasan belajar minimum yaitu 65. Siswa masih mengalami kesulitan dalam membaca nyaring dan menulis kalimat dengan baik dan benar. Hal tersebut disebabkan oleh kurang aktifnya siswa dan antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Kesulitan membaca nyaring dan menulis kalimat dengan baik dan benar juga disebabkan oleh pola pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru antara lain adalah karena penggunaan metode pembelajaran menulis permulaan yang kurang tepat.
Berdasarkan refleksi awal yang dilakukan dengan tim kolaborasi yang dilakukan pada tanggal 1 Juni 2014 diketahui bahwa guru mengajar monoton, guru juga kurang menggunakan media yang variasi untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Sebagian siswa mogok tidak mau menulis atau pun membaca, sebagian siswa bermain sendiri mengganggu temannya. Tetapi beberapa siswa juga sudah bis membaca dan menulis senidiri baik dengan bimbingan maupun tanpa bimbingan. Hal tersebut didukung data dari hasil pencapaian belajar khususnya membaca dan menulis permulaan pada semester sebelumnya.
Oleh karena itu, peneliti menawarkan metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) dengan harapan permasalahan tersebut dapat segera diatasi. Diskusi yang telah dilaksanakan oleh peneliti dan guru kelas 1 SD N Tanjung 02 mengenai permasalahan tersebut, tim kolaborasi antara Kepala Sekolah sebagai peneliti dan guru kelas 2 menetapkan alternatif tindakan guna meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia utamanya untuk meningkatkan kemampuan membaca nyaring dan menulis kalimat dengan baik dan benar, maka peneliti menggunakan salah satu metode yaitu metode SAS.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti membatasi dan merumuskan masalah, apakah metode SAS dapat meningkatkan kompetensi membaca nyaring pada siswa Kelas 2 SDN Tanjung 02, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, Tahun Pelajaran 2014 / 2015. Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman guru tentang sejumlah metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas rendah pada Sekolah Dasar sehingga para guru kelas rendah mampu menyiapkan siswanya untuk terampil membaca guna mematangkan siswa untuk penguasaan ilmu pengetahuan yang diajarkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode PTK (Penelitian Tindakan Kelas), dimana dalam tahapannya terdiri dari beberapa langkah, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Dalam tahapannya, penelitian ini dilakukan melalui dua siklus, yakni Siklus I dan Siklus II, yang mana masing-masing memuat keempat langkah dalam PTK yang dilakukan.
Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas 2 di SD N Tanjung 2. Subjek penelitian berjumlah 15 orang, terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Selain siswa, guru kelas 2 yang mengajar juga menjadi subjek penelitian. Selanjutnya, variabel dalam penelitian ini mencakup sejumlah hal, yaitu: 1) kemampuan membaca yang nyaring; 2) aktivitas siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode SAS; 3) keterampilan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode SAS.
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data yang berasal dari siswa, guru, data dokumen, dan catatan lapangan. Sedangkan untuk jenis data yang digunakan, data berasal dari data jenis kuantitatif yang berasal dari nilai hasil belajar siswa serta data kualitatif yang didapat melalui hasil observasi dengan menggunakan lembar pengamatan atau instrumen pengamatan terhadap aktivitas subjek penelitian. Data jenis kualitatif ini juga mengarah pada catatan lapangan dan hasil wawancara. Untuk pengumpulan data dilakukan melalui dua teknik, yaitu: teknik tes dan teknik non-tes (observasi, dokumentasi, wawancara, dan catatan lapangan).
Sehubungan dengan jenis data yang digunakan, peneliti menggunakan teknik analisis data secara kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif siswa diukur dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan mean atau rerata.
Sedangkan untuk data kualitatif, data ini diperoleh berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran membaca nyaring dengan menggunakan metode SAS, hasil catatan lapangan, hasil wawancara, dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Data kualitatif dipaparkan dalam bentuk kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori (kurang, cukup, baik, baik sekali) untuk memperoleh kesimpulan.
Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode SAS dapat meningkatkan kemampuan membaca nyaring pada siswa kelas 2 SD Negeri Tanjung 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo dengan indikator sebagai berikut:
1. 85% siswa kelas 2 SD Negeri Tanjung 02 mengalami ketuntasan belajar membaca nyaring dengan menggunakan metode SAS dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan kriteria ketuntasan belajar siswa yang dikelompokkan ke dalam dua kategori tuntas (≥65) dan tidak tuntas (<65).
2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran membaca nyaring dengan menggunakan metode SAS meningkat dengan kriteria baik.
3. Aktivitas guru dalam pembelajaran membaca nyaring dengan menggunakan metode SAS meningkat dengan kriteria baik.
METODE SAS
Metode SAS merupakan singkatan dari “Struktural Analitik Sintetikâ€. Metode SAS merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran Membaca Manulis Permulaan (MMP) bagi siswa pemula. Pembelajaran dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan dua tahap, yakni menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep “kebermaknaan†pada diri anak. Akan lebih baik jika struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran MMP dengan metode ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri. Untuk itu, sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) MMP yang sesungguhnya dimulai, guru dapat melakukan pra-KBM melalui berbagai cara. Sebagai contoh, guru dapat memanfaatkan gambar, benda nyata, tanya jawab informal untuk menggali bahasa siswa. Setelah ditemukan suatu struktur kalimat yang dianggap cocok untuk materi MMP dimulai dengan pengenalan struktur kalimat.
Kemudian melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh dijadikan tonggak dasar untuk pembelajaran membaca permulaan ini diuraikan kedalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan ini terus berlanjut hingga sampai pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf. Dengan demikian, proses penguraian/penganalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS meliputi: 1) kalimat menjadi kata-kata; 2) kata menjadi suku-suku kata, dan 3) suku kata menjadi huruf-huruf.
Metode SAS ini bersumber dari ilmu jiwa Gestalt, suatu aliran dalam ilmu jiwa totalitas yang timbul sebagai reaksi atas ilmu jiwa unsuri. Psikologi Gestalt menganggap segala penginderaan dan kesadaran sebagai suatu keseluruhan. Artinya, keseluruhan lebih tinggi nilainya daripada jumlah bagian masing-masing. Jadi, pengamatan pertama atau penglihatan orang-orang atas sesuatu bersifat menyeluruh atau global. Pengembangan metode SAS dilandasi oleh filsafat strukturalisme, psikologi Gestalt, landasan pedagogik, dan landasan kebahasaan (Subana, tanpa tahun: 178-180).
Beberapa keunggulan dari metode SAS, diantaranya adalah:
1. Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni suku kata, kata, dan akhirnya fonem (huruf-huruf).
2. Menyajikan bahan pelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan pengalaman bahasa siswa yang selaras dengan situasi lingkungannya.
3. Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri. Murid mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Dengan begitu murid akan lebih percaya diri atas kemampuannya sendiri, sikap seperti ini akan membantu murid dalam mencapai keberhasilan belajar.
Menilik pada uraian di atas, terkait pembelajaran Bahasa Indonesia di SD yang diteliti, guru masih mendominasi proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan konvensional. Pada umumnya guru memulai pembelajaran langsung pada penjelasan materi, pemberian contoh secara sekilas, dan selanjutnya mengevaluasi siswa melalui tes tertulis. Guru dalam mengajar juga masih monoton, kurang menggunakan keterampilan variasi untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan menarik bagi siswa. Hal tersebut membuat siswa pasif, kurang berkonsentrasi bahkan tidak jarang siswa mencari kegiatan bermain dengan temannya. Akibatnya kemampuan membaca nyaring dan menulis kalimat masih relatif rendah.
Berdasarkan kondisi yang dihadapi di lapangan, maka peneliti dengan tim kolaborasi menggunakan metode SAS dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Metode SAS merupakan salah satu metode yang dirasa tepat digunakan dalam pembelajaran MMP bagi siswa pemula. Dengan menggunakan metode SAS, siswa akan diajak untuk mengenal kalimat, kata, suku kata, dan huruf.
Terkait penggunaan metode penelitian dan sejumlah uraian di atas, dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode SAS akan dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis pada siswa kelas 2 SD Negeri Tanjung 02 Kecamatan Nguter, Sukoharjo.
KONSEP BELAJAR
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Gagne dan Berliner (1983: 252) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Morgan et.al. (1986: 140) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. Slavin (1994; 152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku yang diperoleh dari pengalaman dan perubahan perilaku tersebut bersifat permanen. Lamanya perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang adalah sukar untuk diukur. Belajar juga merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur. Gagne (1994: 4) menyebutkan unsur-unsur dalam belajar adalah:
1. Pembelajar, dapat berupa peserta didik, pembelajar, warga belajar, dan peserta pelatihan. Pembelajar memiliki organ penginderaan yang digunakan untuk menangkap rangsang, otak yang di gunakan untuk mentransformasikan hasil penginderaannya ke dalam memori yang kompleks; dan syaraf atau otot yang digunakan untuk menampilkan kinerja yang menunjukkan apa yang telah dipelajari.
2. Rangsangan (stimulus). Peristiwa yang merangsang penginderaan pembelajar disebut situasi stimulus.
3. Memori. Memori pembelajar berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari aktivitas belajar sebelumnya.
4. Respon. Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon.
Keempat unsur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: aktivitas belajar akan terjadi pada diri pembelajar apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari waktu sebelum dan setelah adanya situasi stimulus tersebut. Perubahan perilaku pada diri pembelajar itu menunjukkan bahwa pembelajar telah melakukan aktivitas belajar.
Berkenaan dengan konsep belajar di atas, terdapat aspek mengenai kompetensi belajar yang berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten/mampu. Kompetensi juga merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur (http://rbaryans.wordpress.com/2007/05).
Ciri-ciri belajar yang berbasis kompetensi dijelaskan dalam Depdiknas (2002: 2-3) yaitu sebagai berikut: 1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal; 2) berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman; 3) penyampaian dalam belajar menggunakan metode yang bervariasi; 4) sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lain yang memenuhi syarat edukatif dan; 5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan dan pencapaian kompetensi.
Bertolak dari konsep dan kompetensi belajar di atas, merujuk pada tujuan awal pembelajaran bahasa Indonesia, bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum bertujuan agar peserta didik memiliki keterampilan sebagai berikut (Depdiknas, 2006):
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tertulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Terkait uraian di atas, dapat dirumuskan mengenai ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia yang mencakup komponen kemampuan berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Depdiknas, 2006), yakni: 1) mendengarkan; 2) berbicara; 3) membaca; dan 4) menulis.
MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN
Membaca Menulis Permulaan disingkat MMP. Sesuai dengan kepanjangannya itu, MMP merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan membaca dan menulis permulaan di kelas-kelas awal pada saat anak-anak mulai memasuki bangku Sekolah Dasar. Kedua kemampuan ini akan menjadi landasan dasar untuk pemerolehan dan penguasaan bidang-bidang ilmu lainnya di sekolah.
Kemampuan menulis permulaan tidak jauh beda dengan kemampuan membaca permulaan. Pada tingkat dasar/permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik. Anak-anak dilatih untuk dapat menuliskan (mirip dengan kemampuan melukis atau menggambar) lambang-lambang tulis yang jika dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi bermakna. Selanjutnya, dengan kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan anak-anak digiring pada kemampuan menuangkan gagasan, pikiran, perasaan kedalam bentuk-bentuk bahasa tulis melalui lambang-lambang tulis yang sudah dikuasainya (www.scribd.com/Pengertian-MMP.htm).
Terkait penggunaan metode SAS yang dilakukan, pembelajaran membaca permulaan di SD dapat dilakukan melalui dua tahapan, yakni belajar membaca tanpa buku dan belajar membaca dengan menggunakan buku. Mengenai hal itu, Momo dalam Zuchdi (1997:55) mengemukakan beberapa cara, yaitu:
1. Langkah-langkah pembelajaran membaca permulaan tanpa buku. Langkah pembelajaran ini dapat dilakukan dengan cara: a) merekam bahasa murid; b) menampilkan gambar sambil bercerita; c) membaca gambar; d) membaca gambar dengan kartu kalimat; e) membuat kalimat secara struktural/S; f) proses analitik/A; g) proses sintetik/S.
2. Langkah-langkah pembelajaran membaca permulaan menggunakan buku. Langkah ini dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) murid diberi buku (paket) yang sama dan diberi kesempatan untuk melihat-lihat isi buku tersebut; b) murid diberi penjelasan singkat mengenai buku tersebut, tentang warna, jilid, tulisan/judul luar, dan sebagainya; c) murid diberi penjelasan dan petunjuk tentang bagaimana cara membuka halaman-halaman buku agar buku tetap terpelihara dan tidak cepat rusak; d) murid diberi penjelasan tentang fungsi dan kegunaan angka-angka yang menunjukkan halaman-halaman buku; e) murid diajak untu memusatkan perhatian pada salah satu teks/bacaan yang terdapat pada halaman tertentu; f) jika bacaan itu disertai gambar, sebaiknya terlebih dahulu guru bercerita tentag gambar yang dimaksud; g) selanjutnya, barulah pembelajaran membaca dimulai dan guru dapat mengawali pembelajaran ini dengan cara yang berbeda-beda.
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Deskripsi Tiap Siklus
Pra Siklus
Hasil survey awal sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan tes awal dengan hasil bahwa berdasarkan rekap nilai awal hasil tes sebelum tindakan sebanyak 15 orang siswa diperoleh data sebagai berikut:
– Siswa tuntas: 6 anak dengan prosentasi 40%
– Siswa belum tuntas: 9 anak dengan prosentasi 60%
Selanjutnya data tersebut dibuat garfik sebagai berikut:
Siklus 1
Rekap perolehan data siklus 1
a) Siswa tuntas : 9 orang dengan prosentasi 60%
b) Siswa belum tuntas : 6 orang dengan prosentasi 40%
Siklus 2
Rekap perolehan data siklus 1
1) Siswa tuntas : 13 orang dengan prosentasi 86,7%
2) Siswa belum tuntas : 2 orang dengan prosentasi 13,3%
Melalui hasil rekap di atas dapat disimpulkan bahwa pada tes awal sebelum dilakukan tindakan terdapat 9 orang siswa yang belum tuntas dalam membaca nyaring, terdapat 6 orang siswa yang sudah tuntas membaca nyaring. Selanjutnya pada siklus ke 1 ada sedikit peningkatan yaitu ada 6 orang yang belum tuntas membaca nyaring dan 9 orang siswa sudah tuntas. Pada siklus ke 2 kenaikan lebih signifikan yaitu siswa yang belum tuntas hanya 2 orang dan yang sudah tuntas ada 13 orang siswa. Bila dibuat rekap prosentase kenaikan adalah sebagai berikut:
Dari hasil pembahasan di atas dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa ternyata dengan menggunakan metode SAS dapat meningkatkan kompetensi siswa kelas dua dalam membaca nyaring. Hal ini dapat dilihat dari tabel maupun grafik di atas bahwa ada kenaikan yang signifikan kemampuan membaca nyaring siswa dari awal sebelum tindakan, pada siklus 1 maupun pada siklus 2. dengan demikian, dapat dikatakan metode SAS efektif dalam meningkankan kemampuan membaca nyaring pada siswa kelas 2 Sekolah Dasar khususnya di SD Negeri Tanjung 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada tahun pelajaran 2014/2015.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan Metode SAS dapat meningkatkan kompetensi membaca nyaring pada siswa kelas dua SD Negeri Tanjung 02 tahun pelajaran 2014 / 2015. Terkait hasil simpulan di atas dapat disampaikan sejumlah saran bagi guru dan kepala sekolah. Saran bagi guru adalah hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan referensi untuk melaksanakan pembelajaran membaca di kelas rendah khususnya kelas dua dengan menggunakan metoda SAS. Selanjutnya, bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi Kepala Sekolah Dasar untuk melaksanakn pembinaan dan supervise klinis kepada para guru khususnya guru kelas rendah dalam melaksankan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya membaca menulis permulaan.
DAFTAR PUSTAKA
Dwiyanti, Nurti. 2009. Penggunaan Metode SAS Dapat Meningkatkan Kesulitan Belajar Menulis Permulaan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas II SDN Saradan 1 Tahun Pelajaran 2009/2010. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Departemen Pendidikan Nasional.2006.Menteri Sosialisasi dan Pelatihan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Ditjen Dikdasmen. 2003. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas.
Oemar Hamalik .1990. Pengembangan Kurikulum.Dasar-Dasar dan Perkembangannya. Bandung: Maju Mundur.
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006. Standar Isi
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI Nomor 23 Tahun 2006. Standar Kompetensi Lulusan.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Gramedia
Santoso, Puji dkk. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tri Anni, Catharina dkk. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
Wardhani, IGAK dan Wihardhit Kuswaya. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.