PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

MATERI HIMPUNAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) PADA SISWA KELAS VIIA

SMP NEGERI 5 WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2016/ 2017

 

Gatot Wibowo

SMP Negeri 5 Wonogiri

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada materi himpunan pada siswa kelas VIIA SMP Negeri 5 Wonogiri tahun pelajaran 2016/ 2017. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Wonogiri tahun pelajaran 2016/ 2017 sebanyak 22 siswa yang terdiri dari 4 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan, sebagai subjek penerima tindakan, sedangkan untuk subjek pelaku tindakan adalah guru matematika kelas VII A selaku guru, teman sejawat selaku subjek yang melakukan observasi proses pembelajaran, Kepala Sekolah selaku subjek sumber data. Metode pengumpulan data dilakukan melalui teknik tes, observasi dan dokumentasi. Penelitian Tindakan ini dilakukan dalam dua siklus, tiap-tiap siklus terdiri dari: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi Himpunan siswa kelas VIIA SMP Negeri 5 Wonogiri tahun pelajaran 2016/ 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pada prestasi balajar matematika siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata prestasi belajar matematika siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebelum tindakan sebesar 69,14, pada siklus I sebesar 74,1 dan pada siklus II sebesar 80,5. Selain itu, presentase ketuntasan belajar siswa, yaitu sebelum tindakan sebesar 59,1%, pada siklus I sebesar 77,2% dan pada siklus II sebesar 95,5%.

Kata Kunci: pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan prestasi belajar matematika

 

Pendahuluan

Proses pembelajaran matematika tidak selamanya berjalan efektif karena masih ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Banyak siswa memandang pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit sehingga kurang dinikmati dan bahkan dihindari oleh sebagian besar siswa. Siswa seharusnya sadar bahwa kemampuan berpikir secara logis, rasional, cermat dan efisien yang mejadi ciri utama matematika. Hal itu menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa.

Rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan karena aktivitas dalam pembelajaran matematika masih sangat rendah. Siswa jarang sekali mengajukan pertanyaan walaupun guru telah memancing dengan pertanyaan-pertanyaanyang sekirannya siswa belum jelas. Selain itu, aktivitas siswa dalam membaca, memahami materi, mengemukakan pendapat dan mengerjakan soal-soal latihan masih rendah.

Kendala lain dalam proses pembelajaran matematika adalah model pembelajaran yang dipakai guru dalam menyampaikan pelajaran. Namun dalam pembelajaran di sekolah, umumnya guru menggunakan modelpembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional untuk mata pelajaran matematika tentu tidak relevan dan akan menimbulkan kesenjagan bagi pemahaman siswa. Dalam pembelajaran menggunakan model konvensional sebenarnya bukan sejauh mana siswa paham dengan materi yang diajarkan tetapi sejauh mana guru bisa menyampaikan materi itu. Sehingga siswa hanya mendengar apa yang diterangkan oleh guru yang akhirnya siswa tidak terbiasa mengemukakan ide-ide atau gagasan yang ada dalam pikirannya. Inilah yang membuat siswa menjadi pasif dan akhirnya malas untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya. Rendahnya aktivitas siswa tersebut dapat mengakibatkan proses belajar yang telah disajikan oleh guru menjadi tidak tuntas dan tidak paham dengan materi tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang sama terjadi di SMP Negeri 5 Wonogiri dimana kegiatan pembelajaran hanya berpusat pada guru sehingga sebagian besar siswanya menjadi pasif dan tidak terlibat aktif. Berdasarkan hasil ulangan matematika materi Himpunan pada siswa kelas VIIA SMP Negeri 5 Wonogiri, dari 22 siswa yaitu 4 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan didapatkan 40,1% belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70.

Hal tersebut diduga karena motivasi belajar siswa yang masih kurang, siswa belum secara aktif terlibat dalam pembelajaran yang cenderung didominasi oleh guru. Selama ini materi pelajaran disampaikan dengan metode ceramah dan kurang divariasikan dengan metode pembelajaran lain yang bisa mendorong aktivitas belajar siswa. Sebagian siswa hanya duduk dengan manis mendengarkan penjelasan guru, kemudian mencatat yang disampaikan oleh guru tanpa bisa memahami apa arti konsep itu. Kemudian konsep yang biasanya sudah dalam bentuk persamaan matematika diterapkan pada kasus-kasus khusus. Saat latihan siswa mungkin bisa mengerjakan soal-soal yang setipe dengan yang dicontohkan guru, namun pada saat ada soal yang membutuhkan pemahaman konsep, siswa pun kesulitan dalam menyelesaikannya.

Menurut Purwanto (1990:84) “Belajar adalah suatu proses mental yang mengarah pada penguasaan pengetahuan, kecakapan atau skill, kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku progesif dan adaptif”.

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia yang mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan persepsi manusia (Arniyana, 2007:2)

Hasil belajar dari seseorang yang telah mengikuti pembelajaran disebut prestasi belajar, atau lebih tegas lagi prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai atau ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil pembelajarannya baik berupa angka maupun huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dapat dicapai masing-masing siswa pada periode tertentu didalam pembelajarannya (Bukhori, 1989).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Melalui model pembelajaran ini guru dapat menyajikan materi secara variatif, lebih menantang siswa untuk belajar secara aktif dan menarik sehingga akan berimplikasi pada hasil prestasi yang memuaskan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Think Pair Share berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank dan koleganya dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Mereka mengungkapkan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana pola diskusi kelas. Dengan anggapan bahwa semua resitasi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling membantu. Adapun tahapan – tahapan yang diterpkan pada Think Pair Share adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Thinking (berpikir), guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siswa untuk memikirkan pertanyaan/masalah secara mandiri dalam beberapa saat.

Langkah 2: Pairing (berpasangan), selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi.

Langkah 3: Sharing (berbagi), guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini dilakukan secara bergiliran dari pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan mendapat kesempatan melaporkan. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dilaksanakan beberapa tahap, berikut ini tabel pentahapan mengambil penggaan waktu 2 x 40 menit.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada materi himpunan pada siswa kelas VIIA SMP Negeri 5 Wonogiri tahun pelajaran 2016/ 2017.

Metode

 Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas (Arikunto, 2010: 130). Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Wonogiri. Tahap-tahap pelaksanaan kegiatan dilakukan selama kurang lebih lima bulan yaitu sejak bulan Desember 2016 sampai dengan bulan April 2017. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Wonogiri semester II tahun pelajaran 2016/ 2017 sebanyak 22 siswa yaitu 4 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan, sebagai subjek penerima tindakan, sedangkan untuk subjek pelaku tindakan adalah guru matematika kelas VII A selaku guru, teman sejawat selaku subjek yang melakukan observasi proses pembelajaran, Kepala Sekolah selaku subjek sumber data. Metode pengumpulan data dilakukan melalui teknik tes, observasi dan dokumentasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: (a) Tes, observasi, dan dokumentasi. Metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar matematika siswa sebelum penelitian, selama penelitian dan setelah penelitian dilaksanakan.Observasi yang digunakan adalah observasi sistematis, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: lembar observasi, tes, dan dokumentasi. Lembar observasi dugunakan peneliti sebagai pedoman melakukan observasi atau pengamatan guna memperoleh data yang akurat dalam pengamatan. Lembar observasi juga digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi setiap tindakan agar kegiatan observasi tidak terlepas dari konteks permasalahan dan tujuan penelitian. Tes digunakan untuk melihat seberapa besar penguasaan konsep matematika siswa terhadap materi yang diajarkan. Hasil tes dianalisis guna mengetahui penguasaan materi matematika setelah dilakukan model pembelajaran TPS.

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila nilai rata-rata siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Wonogiri memperoleh nilai ≥ 80,00 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70,00 dan persentase ketuntasan minimal 85%.

Hasil

Berdasarkan hasil pretest, dari 32 siswa yang mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70 sebanyak 13 siswa (59,1%) dan siswa yang tidak mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 9 siswa (40,9) dengan nilai rata-rata kelas sebesar 69,14. Guru hanya menerapkan model ceramah dan siswa hanya disuruh mendengarkan dan mencatat apa yang diperlukan.

Salah satu solusi yang dikembangkan adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan penggunaan model pembelajaran tersebut diharapkan akan menciptakan suasana belajar yang berbeda, bervariasi dan menyenangkan sehingga dapat menarik perhatian siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa.

Tindakan Siklus I

Pembelajaran dilaksanakan dengan pedoman Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) selama 2 jam pelajaran (2 x 40 menit). Kompetensi Dasar yang disampaikan pada siklus I adalah memahami pengertian, dan notasi himpunan serta penyajiannya. Setelah langkah apersepsi dilanjutkan dengan penyampaian materi dengan model pembelajaran tipe TPS.

Model pembelajaran tipe TPS dilaksanakan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Pendahuluan berisi kegiatan guru memberi salam, mengkondisikan kelas, dan mengecek presensi siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memberi motivasi belajar; (2) Kegiatan inti tentang pelaksanaan kegiatan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sebagai berikut: (a) Think ( 10 menit ), mengajukan pertanyaan secara klasikal (think ). Guru memberikan pertanyaan atau permasalahan berupa soal, dan siswa diberi kesempatan untuk berpikir dan mencoba menjawab secara mandiri, (b) Pair (30 menit), siswa diminta berpasangan atau membentuk kelompok dengan cara dua meja siswa jadi satu kelompok (5-6 siswa). Sehingga terbentuk 4 kelompok. Kemudian semua anggota kelompok pada kelompoknya masing-masing berdiskusi tentang persoalan yang telah disampaikan oleh guru. Pada tahap pair guru berperan sebagai fasilitator, (c) Share (20 menit), memanggil wakil kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi atau berbagi hasil diskusi. Wakil kelompok 1 mempresentasikan jawaban no. 1 kelompok lain menanggapi. Wakil kelompok 5 mempresentasikan no.2 kelompok lain menanggapi, begitu seterusnya hingga semua soal terpecahkan. Kepada kelompok yang telah berhasil dalam mempresentasikan hasil diskusi diberikan tepuk tangan. Guru memberikan penegasan pada beberapa hal yang pada saat diskusi dan presentasi yang tidak secara tegas disampaikan oleh wakil-wakil kelompok; (3) Penutup, berisi kegiatan guru memberikan kesempatan siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas. Kemudian guru memberikan postest, dan memberikan tugas rumah.

Hasil observasi menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan cukup baik, yaitu guru mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas. Namun ketika guru menyampaikan materi dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, beberapa siswa tampak masih kurang memperhatikan, dan beraktivitas sendiri. Selain itu tidak semua kelompok dapat berdiskusi dengan baik.

Berdasarkan hasil evaluasi pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 74,1, sebanyak 17 siswa (77,2%) mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM), dan sebanyak 5 siswa (82,8%) tidak mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa proses pembelajaran pada siklus pertama sudah meningkatkan prestasi belajar tetapi belum berjalan dengan cukup baik serta belum mencapai indikator kinerja yang diharapkan.

Keberhasilan yang dicapai setelah siklus I hanya sebagian siswa yang menunjukkan partisipasi yang meningkat sementara siswa lainnya masih pasif. Refleksi terhadap faktor-faktor yang menjadi penyebab kurangnya partisipasi siswa adalah: (1) Sebagian siswa belum bisa mengikuti langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe TPS; (2) Kerjasama dalam kelompok berdiskusi belum maksimal; (3) Hanya siswa tertentu saja yang dapat memahami materi dan soal yang diberikan kepada setiap kelompok.

Tindakan Siklus II

Pembelajaran dilaksanakan dengan pedoman Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) selama 2 jam pelajaran (2 x 40 menit). Kompetensi Dasar yang disampaikan pada siklus II adalah Memahami Konsep Himpunan. Setelah langkah apersepsi dilanjutkan dengan penyampaian materi dengan model pembelajaran tipe TPS. Pada pelaksanaan siklus II ini, kegiatan pembelajaran dilaksanakan sama seperti proses pembelajaran siklus I, yang membedakan pada pembagian kelompok, jumlah anggota kelompok 3 – 4 siswa.

Berdasarkan kegiatan observasi, secara garis besar diperoleh gambaran pelaksanaan tindakan siklus II ada peningkatan hasil belajar siswa. Dalam pertemuan ini banyak siswa mampu menjawab soal-soal yang diberikan dengan benar dan baik. Sebagian siswa aktif dalam bertanya dan mengemukakan ide mereka. Siswa juga dapat memahami materi yang telah diajarkan hal ini terlihat dari cara siswa menyelesaikan soal-soal.

Pada siklus I sebesar 74,1 dan pada siklus II sebesar 80,5. Selain itu, presentase ketuntasan belajar siswa, yaitu sebelum tindakan sebesar 59,1%, pada siklus I sebesar 77,2% dan pada siklus II sebesar 95,5%.

Berdasarkan hasil evaluasi pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 80,5, sebanyak 21 siswa (95,5%) mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM), dan sebanyak 1 siswa (4,5%) tidak mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Hasil ini dapat ditampilkan pada grafik berikut.

Sebagian siswa menunjukkan partisipasinya meningkat dari siklus II. Keberhasilan yang dicapai setelah siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan penelitian ini, sehingga tindakan ini tidak diteruskan atau dihentikan pada siklus II.

Pembahasan

Dari hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa, ini berarti juga menunjukkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal mengalami peningkatan. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil penelitian pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 74,1 dengan rincian siswa yang tuntas belajar sebanyak 17 siswa dan yang tidak tuntas sebanyak 5 siswa. Sehingga diperoleh ketuntasan belajar klasikal 74,1%. Sedangkan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 80,5 dengan rincian siswa yang tuntas belajar sebanyak 21 siswa dan yang belum tidak tuntas sebanyak 1 siswa. Sehingga diperoleh ketutasan belajar klasikal 95,5%. Hal ini menunjukkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I.

Menurut pendapat siswa, berdasarkan hasil terakhir dalam pembelajaran kooperatif tipe think pair share (kesan dan pesan) pada umumnya menyatakan senang, seru, mudah dipahami sedangkan untuk ketrampilan kooperatifnya siswa lebih merasa berani mengungkapkan pendapatnya, serta dapat saling bertukar pemikiran dengan temannya.

Berdasarkan hasil test dan pengamatan pada siklus I dan siklus II secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut. (1) Nilai rata-rata prasiklus adalah 69,14, siklus I adalah 74,1 dan siklus II adalah 80,5. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal pada prasiklus sebesar 59,1%, kemudian siklus I 77,2% dan siklus II sebesar 95,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pada tiap tahapan mengalami peningkatan; (2) Persentase aktivitas siswa pada siklus I adalah 71,87% dan siklus II adalah 90,63%. Dari hasil pengamatan ini dapat dilihat bahwa aktifitas siswa selama pembelajaran sudah sangat baik dan mengalami peningkatan; (3) Guru menunjukkan kinerja yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang diperoleh pada siklus I sebesar 79,55% dan siklus II sebesar 90,91%.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada materi himpunan pada siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Wonogiri terdapat peningkatan. Peningkatan prestasi belajar siswa ini dimungkinkan karena adanya variasi dalam proses pembelajaran yang berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share , dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share guru lebih memberikan kesempatan kepada siswa agar terlibat langsung secara aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan menerapkan diskusi dalam kelompok-kelompok kecil dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain, saling bertukar pendapat dan argumentasi sehingga pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah diterima akan saling melengkapi satu sama lain.

Kesimpulan

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi Himpunan siswa kelas VIIA SMP Negeri 5 Wonogiri tahun pelajaran 2016/ 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pada prestasi balajar matematika siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata prestasi belajar matematika siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebelum tindakan sebesar 69,14, pada siklus I sebesar 74,1 dan pada siklus II sebesar 80,5. Selain itu, presentase ketuntasan belajar siswa, yaitu sebelum tindakan sebesar 59,1%, pada siklus I sebesar 77,2% dan pada siklus II sebesar 95,5%.

Daftar Rujukan

Arikunto, Suharsimi. 2006. Pembelajaran Kooperatif. http// blogspot.com. Diakses pada 31 Januari 2012.

Arniyana, Putu. 2007. Buku Ajar Strategi Bellajar Mengajar. Singaraja: FPMIPS Universitas Pendidikan Ganesha.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP (2006) Mata Pelajaran Matematika.

Fogarti dan Robin. 1996. Think Pair Share. http//www.browardkl2.fl.us/Ci/Whatsnew/strategi and such/strategis/thinkpairshare.html. Diakses pada 2 November 2016.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Metode Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwanto Ngalim. 1990. Belajar Berhubungan dengan Perubahan Tingkah Laku. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Suyadi. 2010. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: DIVA Press.