Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
Chadar Fatonah
SMK Ma’arif Nu Doro Kab. Pekalongan
ABSTRAK
Penelitian tentang meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XII TKJ di SMK Ma’arif NU Doro Kab. Pekalongan. Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui bagaimana motivasi belajar siswa, 2) bagaimana proses penggunaan metode cooperative learning tipe think pair share (TPS) pada setiap siklus, 3) bagaimana meningkatkan motivasi belajar siswa setelah menggunakan metode cooperative learning tipe think pair share (TPS). Teknik penelitian menggunakan metode cooperative learning tipe think pair share (TPS) dengan melakukan penelitian pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Pada setiap siklus terdiri dari rencana (planning), tindakan (action), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Kesimpulan tersebut dapat dibuktikan dengan membandingkan data akhir siklus. Dari data hasil angket motivasi belajar pada akhir siklus diperoleh kenaikan nilai yang signifikan, artinya layanan bimbingan klasikal menggunakan model cooperative learning tipe think pair share (TPS) memiliki rata-rata perolehan skor motivasi belajar dengan hasil pra siklus = 64,12, siklus I = 76,29, siklus II = 83,5. Adanya peningkatan capaian Prosentase Motivasi Belajar Tinggi/Sangat Tinggi antar siklus melalui layanan bimbingan klasikal dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share (TPS) memiliki peningkatan capaian Prosentase Motivasi Belajar Tinggi/Sangat Tinggi, peningkatan tersebut pada pra siklus = 0%, siklus I = 56,25%, siklus II = 87,5%. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran layanan bimbingan klasikal menggunakan model cooperative learning tipe think pair share (TPS) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Kata Kunci: Motivasi Belajar, Cooperative Learning
Pengertian Motivasi Belajar
Menurut HamzahB. Uno (2011: 23) “motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur-unsur yang mendukung. Indikator-indikator tersebut, antara lain: adanya hasrat dan keinginan berhasil, dorongan dan kebutuhan dalam belajar, harapan dan cita-cita masa depan, penghargaan dalam belajar, dan lingkungan belajar yang kondusif.
A.M. Sardiman (2007:75) mengatakan dalam kegiatan pembelajaran, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjekbelajar itu dapat tercapai.Jadi motivasi adalah usaha atau daya yang disadari untuk mendorong keinginan individu dalam melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan tertentu. Motivasi merupakan daya penggerak dari dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar serta memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa tercapai.
Menurut WS. Winkel, motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak psikis didalam diri siswa yang mengakibatkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan.
Macam-macam Motivasi Belajar
Menurut Sardiman A.M (2007: 89-91) terdapat dua macam motivasi belajar, yaitu:
- Motivasi Intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif danberfungsinya tanpa harus diransang dari luar karena didalam seseorang individu sudah ada dorongan untuk melaksanakan sesuatu. Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik maka secara sadar akan melakukan kegiatan dalam belajar dan selalu ingin maju sehingga tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Hal ini dilatarbelakangi keinginan positif, bahwa yang akan dipelajari akan berguna di masa yang akan datang.
- Motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinyakarena ada perangsang dari luar. Motivasi dikatakan ekstrinsik bila peserta didik menempatkantujuan belajarnya diluar faktor-faktor situasi belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan agar siswatermotivasi untuk belajar. Sesuai dengan pendapat diatas, motivasi belajar yang ada pada diri seseorang dibedakan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik (dalam individu) dan motivasi ekstrinsik (luar individu)
Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar
A.M. Sardiman (2007: 92-95) mengemukakan beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, seperti berikut:
Memberi angka
Angka dalam hal ini adalah nilai. Banyak siswa yang beranggapan, belajar untuk mendapatkan angka atau nilai yang baik. Oleh karena itu, langkah yang perlu dilakukan seorang guru adalah bagaimana memberikan angka yang terkait dengan valuesyang terkandung dalam setiap pengetahuan siswa sehingga tidak hanya nilai kognitif saja tetapi juga keterampilan afeksinya.
Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut.
Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan antarindividual maupun klasikal dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Ego-involvent
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri adalah sebagai salahsatu bentuk motivasi yang cukup penting. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri bagi siswa.
Memberi ulangan
Memberi ulangan merupakan salah satu sarana motivasi. Tetapi dalam memberikan ulangan jangan terlalu sering, karena siswa akan merasa bosan dan bersifat rutinitas.
Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
Pujian
Pujian ini adalah bentuk reinforcementyang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan menciptakansuasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.
Hukuman
Hukuman sebagai reinforcementyang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.
Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, yaitu ada unsur kesengajaan. Hal ini lebih baik apabila dibandingkan dengan suatu kegiatan yang tanpa maksud. Berarti dalam diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
Minat
Proses belajar akan lancar apabila disertai dengan minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok.
Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, merupakan alat motivasi yang sangat tepat. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
Upaya meningkatkan motivasi belajar
Menurut D Decce dan Grawford yang dikutip oleh Syaiful Djamarah, ada 4 upaya guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara peningkatan motivasi belajar yaitu sebagai berikut:
Menggairahkan peserta didik
Dalam kegiatan rutin di kelas sehari-hari guru harus berusah menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat anak didik dalam belajar, yaitu dengan memberikan kebiasaan tertentu pada diri anak didik tentunya dengan pengawasan. Untuk dapat meningkatkan kegairahan anak didik, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai di posisi awal setiap anak didiknya.
Memberi harapan realistis
Guru harus memelihara harapan anak didik yang realistis dan memodifikasi harapan yang kurang realistis atau tidak realistis. Untuk itu guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan anak didik di masa lalu. Dengan begitu, guru dapat membedakan antara harapan yang realistis, pesimistis, atau terlalu optimis. Dengan demikian, guru dapat membantu siswa dalam setiap mewujudkan pengharapannya.
Memberikan insentif
Bila anak didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah kepada anak didik (dapat berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya) atas keberhasilannya, sehingga anak didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut.
Mengarahkan perilaku peserta didik
Guru dituntut untuk memberikan respons terhadap anak didik yang tak terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Cara mengarahkan perilaku anak didik adalah dengan memberikan penugasan, bergerak mendekati, memberikan hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap yang lemah lembut (Wahab, 2008).
Bimbingan Klasikal
Pengertian Bimbingan Klasikal
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau seklasikal orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirianmencakup lima fungsi, yaitu: (a) mengenal diri sendiri danlingkungannya, (b) menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, (c) mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri, dan mewujudkan diri (Prayitno, 1983,hlm.2).
Natawidjaja (1987,hlm.32) mendefinisikan konseling adalah suatu jenis pelayanan yang merupakaan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara konselor dan konseli untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dan hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi pada waktu yang akan datang.
Dengan demikian pengertian bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Bimbingan Klasikal atau dalam bahasa asing classroom guidance adalah layanan yang diberikan kepada sejumlah peserta didik atau konseli dalam satu rombongan belajar yang dilaksanakan di kelas dalam bentuk tatap muka antara guru bimbingan atau konselor dan peserta didik atau konseli yang bersifat pengembangan, pencegahan, dan pemeliharaan (Ditjen GTK, 2016,hlm.77)
Bimbingan Klasikal merupakan layanan bimbingan yang diberikan kepada peserta didik sejumlah satu kelas, atau suatu layanan bimbingan yang diberikan oleh guru bimbingan kepada konseli dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas sehingga para siswa dapat terkontroldan dapat lebih mengetahui langsung akan timbal balik (Winkel dan Hastuti, dalam Setiawan, 2015, hlm.15)
Cooperative Learning
Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiridari duasampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dan kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. (Rusman, 2011: 202).
Lebih lanjut Ethin Solihatin dan Raharjo, (2007: 4-5) menjelaskan bahwa model pembelajaran cooperative learning berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat yaitu “getting better together” atau “raihlah yanglebih baik secara bersama-sama. KemudianSharon (1990) mengemukakan, siswa yang belajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerjasama dan saling ketergantungan positif sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif. Siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong oleh rekan sebaya.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan utama dalam pengembangan model pembelajaran cooperative learning adalah belajar kelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya, dengan cara menyampaikan pendapat mereka pada saat berkumpul secara berkelompok. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar yang baik pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir, struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja sama atau kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.Salah satu penekanan dari model pembelajaran kooperatif adalah interaksi kelompok. Interaksi kelompok merupakan interaksi interpersonal (interaksi antar anggota), interaksi kelompok dalam pembelajaran kooperatif bertujuan mengembangkan intelegensi interpersonal. Intelegensi ini berupa kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, temperamen orang lain, kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat, dari orang lain juga termasuk dalam intelegensi. Secara umum intelegensi interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Interaksi kelompok dalam interaksi pembelajaran kooperatif bertujuan mengembangkan ketrampilan sosial (social skill). Komponen-komponen ketrampilansosial adalah kecakapan berkomunikasi, kecakapan berkooperatif dan kolaboratif serta solidaritas.
Unsur-unsur penting pembelajaran kooperatif
Unsur-unsur penting dalam pembelajaran kooperatif (Trianto, 2014: 112) adalah sebagai berikut:
- Saling ketergantungan yang bersifat positif antar siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompok sukses.
- Interaksi antar siswa semakin meningkat. Hal ini terjadi karena seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok.
- Tanggung jawab individual. Tanggung jawab siswa dalam hal membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan siswa tidak hanya sekedar membonceng pada hasil kerja teman kelompoknya.
- Ketrampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif siswa dituntut untuk belajar berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntu ketrampilan khusus.
- Proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka mencapai tujuan dan membuat hubungan kerja yang baik.
Pengertian Think Pair Share (TPS)
Menurut Trianto, 2014:108, pengertian Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. strategi ini berkembang dari penelitian kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland yang menyatakan bahwa TPS merupakan cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share:
Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau menjelaskan bukan bagian dari berpikir.
Berpasangan (Pairing)
Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang telah disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang didefinisikan. Secara normal, guru memberi waktutidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Berbagi (Sharing)
Langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar bagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan Arends, (1997) disadur Tjokrodihardjo, (2003) dalam Trianto, (2009: 81)
PEMBAHASAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran klasikal melalui model Think Pair Share (TPS) diperoleh beberapa temuan hasil tindakan sebagai berikut:
- Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran klasikal dengan menggunakan model Think Pair Share (TPS) berjalan dengan baik melalui berbagai perbaikan dari tiap refleksi pada tiap siklus. Pada siklus pertama, siswa diberikan motivasi melalui pemberian pujian yang turut aktif dalam pembelajaran klasikal. Selain itu penggunaan media pembelajaran klasikal berupa PPT dan video juga membantu untuk memunculkan minat dan perhatian siswa. pada siklus kedua, melalui perbaikan langkah-langkah pembelajaran, siswa kembali terpacu atau termotivasi dalam pembelajaran klasikal. Dari kegiatan diskusi berkelompok yang dilaksanakan pada siklus kedua tersebut, secara tidak langsung siswa terdorong untuk tetap menjaga minat dan perhatian dalam pembelajaran klasikal. Selain itu, motivasi siswa juga mulai terbentuk karena setiap siswa dituntut untuk aktif dalam kelompoknya.
- Data yang didapatkan tidak hanya terbatas pada dilaksanakannya siklus, namun juga didapatkan dari luar siklus yakni penyebaran kuesioner atau angket motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah tindakan.
Berikut akan disajikan tabel rekapitulasi hasil angket siswa pada saat sebelum diadakannya siklus hingga selesai dilaksanakannya siklus II.
Rekapitulasi Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa
Pra Siklus | Siklus I | Tingkat Kenaikan | Siklus
I |
Siklus II | Tingkat Kenaikan | |
Rata-rata Perolehan Skor Motivasi Belajar | 64,12 | 76,29 | 12,17 | 76,29 | 83,5 | 7,21 |
Prosentase Motivasi Belajar Tinggi/Sangat Tinggi | 0% | 56,25% | 56,25% | 56,25% | 87,5% | 31,25% |
- Berdasarkan analisis data, diperleh bahwa model pembelajaran kooperatif learning dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran klasikal yang dapat dilihat dari peningkatan hasil nilai rata-rata angket motivasi belajar siswa. hasil nilai rata-rata angket motivasi belajar awal 76,26 (Tinggi) dan meingkat menjadi 83,5 (Tinggi) pada angket motivasi belajar akhir setelah dilakukan indakan. Selain itu juga didapatkan data bahwa prosentase kenaikan motivasi belajar dengan kategori tinggi atau sangat tinggi dari pra siklus dan setelah dilaksanakannya siklus I adalah sebesar 56,25%. Kemudian hasil itu mengalami peningkatan setelah dilaksanakannya siklus II yakni sebesar 87,5%.
Dengan demikian, pembelajaran melalui model pembelajan Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran klasikal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa:
- Tingkat motivasi belajar siswa dalam proses bimbingan klasikal dengan model cooperative learning tipe think pair share dapat meningkat. Kesimpulan tersebut dapat dibuktikan dengan membandingkan data akhir siklus. Dari data hasil angket motivasi belajar pada akhir siklus diperoleh kenaikan nilai yang signifikan, artinya layanan bimbingan klasikal menggunakan model cooperative learning tipe think pair share (TPS) memiliki rata-rata perolehan skor motivasi belajar dengan hasil pra siklus = 64,12, siklus I = 76,29, siklus II = 83,5
- Adanya peningkatan capaian Prosentase Motivasi Belajar Tinggi/Sangat Tinggi antar siklus melalui layanan bimbingan klasikal dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share (TPS) memiliki peningkatan capaian Prosentase Motivasi Belajar Tinggi/Sangat Tinggi, peningkatan tersebut pada pra siklus = 0%, siklus I = 56,25%, siklus II = 87,5%
DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono. 2012. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
A.M, Sardiman. Interaksi dan Moivasi Belajar Mengajar, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Corey, G. (2013). Theory and Practice Counseling and Psychotheraphy. Belmont: Brooks/Cole-Thomson Learning
Ditjen GTIK. 2016(b). Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: Ditjen Kemendikbud RI
NanaSudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Sardiman. A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syaiful, Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. ALFABETA
W.S Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: PT. Gramedia, 1979)