MONITORING DAN PERCAKAPAN INDIVIDU

SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU

DALAM MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI

DI SD NEGERI 2 MAYAHAN KECAMATAN TAWANGHARJO

PADA SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2016/2017

 

L. Endang Sri Suciati

Kepala Sekolah SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo

 

ABSTRAK

 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran artikulasi setelah dilakukan tindakan berupa monitoring dan percakapan individu di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. Desain Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan model Kemmis & McTagart, yang secara singkat terdiri dari 4 langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi, dengan subjek penelitian semua guru di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo sebanyak 6 guru. Adapun objek penelitian ini adalah peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui oberservasi langsung, dan melakukan penilaian terhadap kegiatan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknik ini digunakan dengan cara membandingkan hasil penilaian kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran artikulasi. Hasil penelitian dikatakan berhasil apabila semua guru telah mencapai nilai kemampuan dengan kategori baik, dengan nilai rata-rata minimal lebih dari 4,7 (> 4,7), dengan prosentase penguasaan indikator telah mencapai lebih dari >85%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melelui monitoring dan percakapan individu dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai rata-rata dari kegiatan prasiklus hingga kegiatan siklus III sebesar 3,2, dan peningaktan prosentase ketercapaian indikator dari prasiklus ke siklus III sebesar 45,24%.

Kata kunci: Pembelajaran artikulasi, monitoring, percakapan individu.

 

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian pelaksanaan oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Pada kenyataan seringkali guru terlalu aktif di dalam proses pembelajaran, sementara siswa dibuat pasif, sehingga interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran tidak efektif. Jika proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, maka efektifitas pembelajaran tidak akan dapat dicapai.

Untuk bisa belajar efektif seharusnya guru memilih model pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Base Learning). Berbagai model pembelajaran yang berbasis keaktifan siswa, salah satu model yang mudah diterapkan di Sekolah Dasar adalah model pembelajaran artikulasi, yaitu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran, dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Model ini didesain agar siswa dapat menjelaskan konsep materi atau tema yang dibahas kepada temannya melalui cara komunikasi yang benar. Pembelajaran artikulasi prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan oleh guru, seorang siswa wajib meneruskan untuk menjelaskan kepada siswa lain dalam satu kelompok.

Walaupun di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan model artikluasi telah diperkenalkan kepada guru, namun model tersebut masih jarang diterapkan, dan saat semua guru diminta untuk menerapkan model pembelajaran tersebut, sebagian besar guru belum dapat menerapkan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa, kemampuan guru untuk menerapkan model artikulasi yang merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa masih rendah. Untuk itu maka perlu adanya pembinaan agar guru dapat menerapkan model pembelajaran tersebut dengan baik.

Berbagai teknik pembinaan guru dapat dilaksanakan namun, khusus untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi tersebut, kepala sekolah sebagai peneliti menggunakan model pembinaan melalui monitoring dan hasilnya dilanjutkan dengan percakapan individu. Hal ini dimaksudkan agar percakapan dengan guru tersebut lebih terfokus pada hasil monitoring.

 Kepala sekolah memiliki peran penting dalam pengembangan profesionalisme guru, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui pembinaan yang terus menerus. Untuk itu pada semester II Tahun Palajaran 2016/2017 ini pembinaan terfokus pada peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran artikulasi, dan sekaligus pembinaan ini sebagai kegiatan pengembangan profesionalisme dalam bentuk penelitian tindakan sekolah (PTS). Sesuai dengan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka PTS ini mengambil judul: “Monitoring dan Percakapan Individu Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Guru dalam Menerapkan Model Pembelajaran Artikulasi di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo Pada Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017.

Rumusan Masalah

Sesuai dengan permasalahan dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah monitoring dan percakapan individu dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran artikulasi setelah dilakukan tindakan berupa monitoring dan percakapan individu di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan.

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar pada setiap individu atau kelompok untuk merubah sikap dari tidak tahu menjadi tahu sepanjang hidupnya. Sedangkan proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang di dalamnya terjadi proses siswa belajar dan guru mengajar dalam konteks interaktif, dan terjadi interaksi edukatif antara guru dan siswa, sehingga terdapat perubahan dalam diri siswa baik perubahan pada tingkat pengetahuan, pemahaman dan keterampilan atau sikap (Hamalik, 2006: 48).

Pembelajaran Artikulasi

Model pembelajaran artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam mode pembelajaran ini. Artikulasi adalah perangkat alat-alat ucap atau alat-alat bicara dimana hasil mekanisme kerjanya memproduksi suara atau bunyi bahasa yang memiliki sifat-sifat khusus. Sehingga bunyi yang dihasilkan antara satu dengan yang lainnya berbeda (Ngalimun, 2012: 174).

Artikulasi atau articulate, terjemahan dalam kamus diartikan sebagai hal yang nyata, sesuatu yang benar diujarkan. Ujaran atau ucapannya benar menurut pembentukan pola ucapan setiap bunyi bahasa untuk membentuk kata. Istilah artikulasi digunakan di lapangan dengan tidak dipermasalahkan, yang penting pelayanannya bisa dilakukan efektif kepada anak dengan tujuan agar upaya latihan ucapan dapat meningkatkan kekayaan dan kemampuan berbahasa anak. Kaitannya dengan pelaksanaan latihan/pembelajaran ucapan atau artikulasi tadi diartikan sebagai upaya agar anak pandai mengucapkan kata-kata atau bicara. Anak dilatih dengan harapan akan mampu dalam mengucapkan/mengujarkan kata-kata menjadi jelas pola ucapannya (Huda, 2013: 269).

Pembinaan Guru

Daradjat (2006: 78), “Pembinaan adalah upaya pendidikan baik formal maupun nonformal yang terlaksana secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan dan mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang utuh selaras”.

Tujuan dari pembinaan guru adalah untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang didalamnya melibatkan guru dan siswa, melalui serangkaian tindakan, bimbingan, dan arahan. Dalam memperbaiki proses belajar mengajar yang tercapai antara lain melalui peningkatan kemampuan professional guru tersebut, agar dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu pendidikan (Syarif. 2011: 88).

Menurut Ibrahim (2003: 40) dalam desertasinya memberikan arti bahwa, Pembinaan profesional guru adalah sebagai usaha yang sifatnya memberikan bantuan, dorongan dan kesempatan pada pegawai untuk meningkatkan profesionalnya agar mereka dapat melaksanakan tugas utamanya dengan lebih baik, yaitu memperbaiki proses belajar mengajar dan meningkatkan mutu hasil belajar mengajar.

Monitoring

Monitoring didefinisikan sebagai siklus kegiatan yang mencakup pengumpulan, peninjauan ulang, pelaporan, dan tindakan atas informasi suatu proses yang sedang diimplementasikan (Purwanto. 2010: 102). Umumnya, monitoring digunakan dalam checking antara kinerja dan target yang telah ditentukan. Monitoring ditinjau dari hubungan terhadap manajemen kinerja adalah proses terintegrasi untuk memastikan bahwa proses berjalan sesuai rencana (on the track). Monitoring dapat memberikan informasi keberlangsungan proses untuk menetapkan langkah menuju ke arah perbaikan yang berkesinambungan. Pada pelaksanaannya, monitoring dilakukan ketika suatu proses sedang berlangsung. Level kajian sistem monitoring mengacu pada kegiatan per kegiatan dalam suatu bagian (Wrihatnolo, 2008: 96), misalnya kegiatan pemesanan barang pada supplier oleh bagian purchasing. Indikator yang menjadi acuan monitoring adalah output per proses / per kegiatan.

Percakapan Pribadi

Percakapan pribadi antara seorang supervisor dengan seorang guru. Dalam percakapan itu kedua-duanya berusaha berjumpa dalam pengertian tentang mengajar yang baik. Yang dipercayakan adalah usaha-usaha untuk memecahkan problema yang dihadapi oleh guru. Adam dan Dickney mengatakan bahwa salah satu alat yang penting dalam supervisi adalah individual converence, sebab dalam individual converence seorang supervisor dapat bekerja individual dengan guru dalam memecahkan problema-problema pribadi yang berhubungan dengan jabatan mengajar (Piet Sahertian, 2000: 74).

Kerangka Berpikir

Agar proses pembelajaran dapat berjalan belajar efektif seharusnya guru memilih model pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Base Learning). Salah model yang mudah diterapkan di Sekolah Dasar adalah model pembelajaran artikulasi, yaitu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran, dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas.

Walaupun di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan model artikluasi telah diperkenalkan kepada guru, namun model tersebut masih jarang diterapkan, dan saat semua guru diminta untuk menerapkan model pembelajaran tersebut, sebagian besar guru belum dapat menerapkan dengan baik. Untuk itu maka perlu adanya pembinaan agar guru dapat menerapkan model pembelajaran tersebut dengan baik yaitu melalui monitoring dan percakapan pribadi.

Hipotesis Tindakan

Hipotesis merupakan dugaan sementara hasil penelitian. Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: Monitoring dan percakapan individu dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, hingga mencapai kategori baik.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian Tindakan

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan sekolah (PTS). Hal ini atas pertimbangan bahwa penelitian ini merupakan upaya untuk mencari pemecahan permasalahan nyata yang terjadi di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, dan sekaligus untuk mencari jawaban ilmiah bagaimana masalah-masalah tersebut bisa dipecahkan melalui suatu tindakan perbaikan. Adapun permasalahan yang perlu dipecahkan yang mendorong dilakukan penelitian ini adalah: rendahnya penerapan pembelajaran artikulasi pada SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 yang disebabkan oleh pemahaman guru terhadap langkah-langkah pembelajaran artikulasi belum dikuasai dengan baik.

Adapun desain Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan model Kemmis & McTagart, yang secara singkat terdiri dari 4 langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Yang dilakukan dalam siklus-siklus penelitian sehingga permasalahan yang terjadi dapat teratasi.

Subjek dan Obyek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo sebanyak 6 guru. Hal ini disebabkan adanya permasalahan dimana guru kurang memperhatikan dan kurang memahami pentingnya menerapkan model pembelajaran artikulasi dengan baik, sehingga perlu adanya tindakan nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut. Objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2010: 56). Dalam penelitian ini yang menjadi titik perhatian (objek penelitian) adalah peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan yang beralamat di Dusun Kayen RT.06 RW.04, Mayahan, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. Penelitian ini dilaksanakan semester 2 tahun pelajaran 2016/2017, dimulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2017. Adapun jadwal kegiatan penelitian seperti terlampir (lampiran 1).

Prosedur Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto: 2006: 96), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui oberservasi langsung, dan melakukan penilaian terhadap kegiatan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi. Adapun teknik menilai adalah dengan cara memberikan skor pada masing-masing komponen/indikator, dengan menggunakan skor 0 dan 1 dengan ketentuan sebagai berikut: Skor 0 = jika guru tidak melaksanakan indikator dan Skor 1 = jika guru melaksanakan indikator. Selanjutnya agar data mudah dipahami, maka berdasarkan data hasil penilaian ketrampilan guru tersebut, dibuat kategorisasi. Adapun kategori penilaian ditentukan berdasarkan jumlah nilai seluruh indikator, dan dikelompokan dalam kurang, cukup, dan baik, dengan ketentuan: (1) Skor 0.1 – 2,3 kategori kurang, skor 2,4 – 4,6, kategori cukup, dan skor 4,7 – 7.0 kategori baik.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lembar observsi dengan mengacu pada langkah-langkah pembelajaran artikulasi (Huda (2013: 269).

Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknik ini digunakan dengan cara membandingkan hasil penilaian kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran artikulasi yang berupa skor rata-rata yang dicapai oleh guru dan prosentase ketercapaian indikator mulai dari prasiklus dengan siklus I, siklus I dengan siklus II, siklus II dengan siklus III, dan prasiklus dengan siklus III. Analisis data dilakukan selama proses tindakan dan sesudah penelitian.

Analisis data selama proses tindakan dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan guru dan sekaligus untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan guru setelah dilakukan tindakan. Sedangkan proses analisis sesudah penelitian penelitian dilakukan untuk menjawab hipotesis, dan membahas perbandingan peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran artikulasi secara keseluruhan.

Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan tindakan. Hasil penelitian dikatakan berhasil apabila semua guru telah mencapai nilai kemampuan dengan kategori baik, dengan nilai rata-rata minimal lebih dari 4,7 (> 4,7), dengan prosentase penguasaan indikator telah mencapai lebih dari >85%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prasiklus

Kegiatan prasiklus merupakan langkah awal sebelum dilaksanakan tindakan, dan merupakan tindakan untuk mengetahui kondisi yang senarnya tentang kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi. Untuk mengetahui sejahun mana guru menerapkan pembelajaran, maka pada tanggal 30 Januari 2017 dilakukan rapat guru untuk menyampaikan pentingnya model pembelajaran yang berbasis pada keaktifan siswa, termasuk salah satunya adalah pembelajaran artikulasi. Daftar hadir rapat guru seperti terlampir (lampiran 2). Dokumentasi kegiatan rapat guru seperti terlihat pada gambar terlampir (foto 1). Pada kesempatan tersebut kepala sekolah sebagai peneliti, menginstruksikan agar mulai tanggal 16 sampai dengan tanggal 20 Januari 2017, setiap jam pertama hingga istirahat pertama, guru diminta untuk menerapkan model pembelajaran artikulasi, dan pelaksanaannya akan dimonitor oleh kepala sekolah.

Hasil penilaian prasiklus, seperti terlihat pada lampiran 3, dan hasil rekapitulasi seperti terlihat pada lampiran (lampiran 4). Ringkasan hasil penilaian dapat diketahui bahwa dari enam guru yang dijadikan subjek penelitian, kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi tergolong cukup dengan skor rata-rata sebesar 3,33. Berdasarkan kategorisasi penilaian yang telah ditentukan dari enam guru, terdapat 1 guru dengan kategori kurang dan yang lainnya tergolong cukup.

Untuk mengetahui sejauh mana guru menguasai komponen kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi, maka berdasarkan penilaian dilakukan perhitungan prosentase ketercapaian komponen/indikator. Dari hasil penilaian yang terdiri dari 7 komponen, hasilnya dapat diketahui bahwa rata-rata prosentase ketercapaian yang diperoleh guru adalah 47.62%. Artinya pada saat dilakukan penilaian prasiklus, guru belum mampu melaksanakan langkah-langkah dalam melaksanakan pembelajarn artikulasi dengan baik, hal ini terlihat dari penguasaan indikator penilain yang belum maksimal (baru sebesar 47,62%). Sehingga perlu dilakukan tindakan perbaikan, dalam siklus penelitian.

Siklus I

Hasil penilaian kinerja guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi dicatat dalam lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya, seperti terlihat pada lampiran (lampiran 5). Berdasarkan hasil penilaian tersebut, selanjutnya peneliti melakukan rekapitulasi data hasilnya seperti terlihat pada lampiran (lampiran 6), ringkasan hasil rekapitulasi penilaian masing-masing guru dapat diketahui bahwa kinerja guru guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi tergolong cukup dengan skor rata-rata sebesar 4.5. Terdapat tiga guru dengan kategori baik dan yang lainnya tergolong cukup.

Berdasarkan rekapitulasi seperti terlihat pada lampiran 4, dapat dipaparkan ringkasan prosentase ketercapaian komponen/indikator penilaian yang terdiri dari 7 komponen, dari ke 6 guru, hasilnya dapat diketahui skor rata-rata prosentase ketercapaian indikator sebesar 64.29%, dengan skor tertinggi sebesar 83.33%, sedangkan skor terendah sebesar 50.00%, dari prosentase ketercapaian indikator dan skor rata-rata yang dicapai oleh guru, menunjukan bahwa sudah terjadi peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi yang cukup signifikan.

Berdasarkan hasil penilian terhadap guru, diketahui bahwa skor rata-rata sebesar 4.5 (kategori cukup), dengan prosentasi penguasaan indikator rata-rata sebesar 64.29% hal ini berarti kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi dibandingkan dengan kondisi prasiklus telah mengalami peningkatan, namun jika dibandingkan dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan, peningkatan tersebut belum mencapai indikator yang telah ditetapkan, maka perlu adanya tindakan lanjutan pada siklus II.

Siklus II

Hasil penilaian kinerja guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi dicatat dalam lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya, seperti terlihat pada lampiran (lampiran 7). Berdasarkan hasil penilaian tersebut, selanjutnya peneliti melakukan rekapitulasi data, hasilnya seperti terlihat pada lampiran (lampiran 8), berdasarkan rekapitulasi data tersebut, peneliti menghitung skor rata-rata, menganalisis berdasarkan capaian indikator. Skor rata-rata dan capaian indikator, nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan tindakan berikutnya (bahan refleksi).

Rekapitulasi nilai kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran artikulasi pada siklus II dapat diketahui bahwa dari tujuh guru yang dijadikan subjek penelitian, skor rata-rata sebesar 5,5 (baik). Berdasarkan kategori penilaian yang telah ditentukan dari enam guru, kesemuanya tergolong baik. prosentase ketercapaian indikator menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi telah meningkat dibanding tindakan pada siklus I.

Berdasarkan hasil penilian terhadap guru, diketahui bahwa skor rata-rata sebesar 5,5 (kategori baik), dengan prosentasi ketercapaian indikator rata-rata sebesar 78,57%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan tindakan berupa monitoring yang ditindaklanjuti dengan percakapan individu teknik causal conference, kinerja guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut belum maksimal, artinya belum dapat mencapai indikator kinerja yang ditetapkan. Untuk itu masih perlu upaya perbaikan dengan melakukan tindakan siklus III.

Siklus III

Observasi siklus III dilaksanakan mulai tanggal 8 sampai dengan tanggal 13 Mei 2017. Seperti yang dilakukan pada siklus-siklus sebelumnya, observasi dilakukan dengan cara langsung, artinya peneliti mengamati secara langsung proses pembelajaran artikulasi yang dilakukan oleh buru. Pada kegiatan ini peneliti menilai kinerja guru dengan menggunakan pedoman lembar observasi yang telah disusun sebelumnya. Kegiatan penelitin saat melakukan observasi siklus III, seperti terlihat pada dokumentasi terlampir (foto 15 s/d. 18).

 Hasil penilaian kinerja guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi dicatat dalam lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya, seperti terlihat pada lampiran (lampiran 9). Berdasarkan hasil penilaian tersebut, selanjutnya peneliti melakukan rekapitulasi data hasilnya seperti terlihat pada lampiran (lampiran 10), ringkasan hasil rekapitulasi penilaian masing-masing guru seperti terlihat pada tabel berikut.

Hasil penilaian siklus III dapat diketahui bahwa skor rata-rata sebesar 6,5 (baik). Adapun prosentase ketercapaian indikator dapat diketahui bahwa kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi mencapai nilai rata-rata sebesar 92,86%, skor tertinggi mencapai 100%, sedangkan nilai terendah sebesar 83,33%.

Berdasarkan hasil penilian siklus III, diketahui bahwa skor rata-rata sebesar 6,5 (kategori baik), dengan prosentasi ketercapaian indikator rata-rata sebesar 92,86%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru dalam menerapkan pembelajaran artikulasi, telah meningkat hingga melebihi indikator kinerja yang telah ditetapkan yaitu skor rata-rata sebesar 6,5 yang artinya lebih dari 4,7, dengan prosentase penguasaan indikator sebesar 92,86% lebih dari 85%.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan di atas, maka dapat diketahui perbandingan hasil penilaian kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi dan perbandingan prosentasi penguasaan indikator kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi seperti di bawah ini.

Perbandingan Hasil Penilaian Kemampuan Guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi

Perbandingan nilai kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi prasiklus dengan siklus I menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari prasiklus ke siklus I mengalami peningkatan sebesar 1,2. Peningkatan terjadi pada semua guru.

Perbandingan nilai kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi siklus I dengan siklus II, menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 1,0. Peningkatan terjadi pada semua guru.

Perbandingan nilai kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi siklus II dengan siklus III, menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari siklus II ke siklus III mengalami peningkatan sebesar 1,0. Peningkatan terjadi pada semua guru.

Perbandingan nilai kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi prasiklus dengan siklus III, menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari prasiklus ke siklus III mengalami peningkatan sebesar 3,2. Peningkatan terjadi pada semua guru.

Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Kemampuan Guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi

Perbandingan prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi prasiklus dengan siklus I, menunjukkan bahwa prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi prasiklus ke siklus I mengalami peningkatan sebesar 16,67%.

Perbandingan prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi siklus I dengan siklus II, menunjukkan bahwa prosentase penguasaan indikator kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 14,29%. Peningkatan terjadi pada sebagian indikator.

Perbandingan prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi siklus II dengan siklus III, menunjukkan bahwa prosentase penguasaan indikator kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi dari siklus II ke siklus III mengalami peningkatan sebesar 14,29%. Peningkatan terjadi pada semua indikator.

Perbandingan prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi prasiklus dengan siklus III, menunjukkan bahwa prosentase penguasaan indikator kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi dari prasiklus ke siklus III mengalami peningkatan sebesar 45,24%. Peningkatan terjadi pada sebagian indikator.

Berdasarkan perbandingan yang disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik seperti tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa melalui monitoring dan percakapan individu dapat meningkatkan kemampuan guru secara perorangan dan kelompok. Peningkatan terjadi pada seluruh aspek penilaian. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tindakan berupa monitoring dan percakapan individu mampu meningkatkan pemahaman guru terhadap komponen/aspek-aspek penilaian kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan sekolah yang dilakukan di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dapat disimpulkan bahwa, terjadi peningkatan nilai rata-rata dari kegiatan prasiklus hingga kegiatan siklus III sebesar 3,2. Secara rinci, peningkatan nilai rata-rata adalah: (1) dari prasiklus sebesar 3,3 setelah dilakukan tindakan pada siklus I menjadi 4,5 (meningkat sebesar 1,2). (2) Dari siklus I sebesar 4,5 pada siklus II meningkat menjadi 5,5 (meningkat sebesar 1,0). (3) Dari siklus II sebesar 5,5 ke siklus II meningkat menjadi 6,5 (meningkat sebesar 1,0).

Peningkatan prosentase ketercapaian indikator dari prasiklus ke siklus III meningkat yaitu dari 47,62% meningkat menjadi 92,86% (meningkat sebesar 45,24%). Secara rinci peningkatan prosentase ketercapaian indikator dari prasiklus ke siklus I, siklus I kesiklus II, dan siklus II ke siklus III, adalah: (1) dari prasiklus sebesar 47,62%, pada siklus I meningkat menjadi 64,29% (meningkat sebesar 16,67%). (2) dari siklus I sebesar 64,29%, siklus II meningkat menjadi 78,57% (meningkat sebesar 14,29%). (3) dari siklus II sebesar 78,57%, siklus III menjadi 92,86% (meningkat sebesar 14,29%).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui monitoring dan percakapan individu dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi di SD Negeri 2 Mayahan Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017.

Implikasi

Monitoring dan percakapan pribadi terbukti mampu meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran artikulasi, hal ini menunjukkan bahwa pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan data hasil pengamatan dapat mengubah perilaku guru menjadi lebih baik. Meningkatnya kemampuan guru tersebut merupakan dampak dari bertambahnya pengetahuan guru yang diperoleh melalui masukan dan saran yang diberikan sebagai langkah untuk memperbaiki kelemahan yang ada pada guru. Dengan demikian, jika pembinaan profesionalisme guru dilaksanakan berdasarkan kondisi riel, maka pelaksanaan pembinaan lebih terfokus, dan hasilnya lebih maksimal.

Saran-Saran

Untuk UPTD Pendidikan Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan

Sebaiknya dalam melaksanaan pembinaan profesionalisme guru, khususnya pembinaan yang dilakukan oleh Pengawas, sebaiknya didahului dengan monitoring, sehingga pembinaan yang dilaksanakan nantinya berjalan secara bertahap dan berkesinambungan berdasarkan kondisi masing-masing guru, dengan teknik kelompok maupun individu tergantung dari jenis permasalahan yang diperoleh dari hasil monitoring. Apabila permasalahan bersifat umum, dapat dilakukan secara kelompok, namun apabila bersifat khusus, maka dapat dilakukan melalui pembinaan individu.

Untuk Kepala Sekolah Lain

Sebaiknya pembinaan dan monitoring pelaksanaan tugas guru, dilakukan secara rutin, namun jangan sampai menggangu proses pembelajaran, hal ini dimaksudkan agar kepala sekolah sedini mungkin dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru khususnya dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Untuk Guru

Sebaiknya guru selalu mengkomunikasikan permasalahan yang ada di kelas dengan kepala sekolah dan guru lain setiap saat, khususnya terkait dengan perkembangan siswa. Hal ini dimaksudkan untuk memupuk kerjasama antar guru dan mengembangkan sikap saling mendukung dalam pelaksanan tugas.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Daradjat, Z. 2006. Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamalik Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara

Huda, M. 2015. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelaja

Ibrahim Bafadal. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru SD. Jakarta: Bumi Aksara

Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin: Aswaja. Pressindo

Piet. A. Sahertian. 2000, Konsep Dasar dan Tehnik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Mengembangkan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto, Ngalim, 2010, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung

Syarif, R. 2011. Manajemen Latihan dan Pembinaan. Bandung: Angkasa

Wrihatnolo, R. (n.d.) 2008, Monitoring, evaluasi, dan pengendalian: Konsep dan pembahasan. Jakarta: Alex Media Computindo