Partisipasi Pengelolaan Sampah
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
DI DUSUN SUKUNAN SLEMAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TAHUN 2009
Novita Razak
Pusat Pengelolaan Eco Region Jawa Ringroad Barat 100 Yogyakarta
Heribertus Soegiyanto
Guru Besar Prodi S2 PKLH, PPs-UNS
ABSTRAK
The research aims is to determine the form of community participation in waste management Sukunan seen from the perception of society Sukunan towards waste management, community motivation to participate and the activities of community participation in waste management.
This research used descriptive qualitative method. Data were collected using observation, indepth interview, and discussion. Triangulation technique was applied to obtain validity. The sampling technique was based on purposive sampling and snowball. Data were analyzed using interactive analysis.
The result shows that the form of community participation in waste management is Sukunan facilitation, a form of intentional community participation, designed and driven as a process of learning and doing by the public to complete an activity together. With facilitation, the community is positioned as himself, so he was motivated to participate and do his best. The result of interviews and observations indicate a positive perception of society Sukunan to waste management activities can be seen from the increasing awareness, willingness and ability of people to manage waste. Community motivation to participate, among other things: motivation of yourself to gain knowledge and insight, the reason for the economic, environmental hygiene factors, limited land and environmental preservation. Activities Sukunan community participation in waste management are: sorting, transporting, processing, develop and contribute to environmental conservation.
Kata kunci: sampah, partisipasi, pengelolaan sampah
PENDAHULUAN
Saat ini masalah sampah adalah sebuah isu penting yang memerlukan penanganan secara tepat. Pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Dan penggunaan kemasan berupa kertas, plastik, kaleng dan bahan-bahan lainnya masih tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah timbulan sampah perkotaan sebesar 2-4 persen/tahun. Namun hal itu tidak diikuti oleh sarana dan prasarana persampahan yang memadai sehingga sampah yang tidak tertangani menjadi salah satu sumber pencemaran lingkungan (Status Lingkungan Hidup Indonesia, 2004: 180).
Menurut Undang Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dijelaskan bahwa kondisi pengelolaan sampah di Indonesia umumnya belum sesuai dengan metode pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Untuk itu sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.
Sebagai upaya untuk menangani sampah tersebut, perlu dikembangkan metode-metode pengelolaan sampah yang lebih bermasyarakat. Bukan lagi menitikberatkan pada membuang sampah tetapi pada mengelola sampah. Hal ini dimulai dengan merubah paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir menjadi paradigma baru pengelolaan sampah yang memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri (Sudrajat, 2006: 56).
Salah satu daerah yang telah berhasil melaksanakan pengelolaan sampah yang melibatkan partisipasi masyarakat adalah dusun Sukunan. Atas keberhasilan dusun Sukunan menjadi “Kampung Wisata Lingkungan” maka dusun ini menjadi tempat percontohan untuk pengelolaan sampah mandiri berbasis masyarakat. Banyak kalangan yang telah berkunjung di dusun Sukunan ini, baik dari instansi pemerintah, sekolah,kelompok masyarakat lain, bahkan dari luar negeri. Dusun Sukunan merupakan salah satu daerah di kabupaten Sleman yang sebagian besar masyarakatnya telah melaksanakan sistem pengelolaan sampah swakelola dengan cara memisahkan sampah sesuai jenisnya dimulai dari rumah tangga masing-masing. Latar belakang profesi masyarakat di Sukunan ini sebagian besar adalah buruh tani, petani, buruh bangunan, pedagang, usaha kecil rumahan (tempe,tahu, sujen, emping mlinjo, bakpia, dll.) hanya sebagian kecil yang menjadi karyawan swasta, PNS dan TNI. Melalui pengelolaan sampah mandiri diharapkan masyarakat di daerah ini dapat memperoleh manfaat sampah secara ekonomi, peningkatan motivasi dan pengetahuan terhadap pelestarian lingkungan serta termotivasi mengembangkan sistem pengelolaan sampah mandiri dan produktif yang berbasis masyarakat (Tim Paguyuban Sukunan Bersemi, 2008: 9).
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk partisipasi masyarakat Sukunan dalam pengelolaan sampah. Partisipasi ini akan dilihat dari tiga aspek, yaitu: persepsi masyarakat Sukunan terhadap pengelolaan sampah, motivasi masyarakat Sukunan untuk ikut serta dalam pengelolaan sampah dan kegiatan partisipasi masyarakat Sukunan dalam pengelolaan sampah.
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat Sukunan dalam pengelolaan sampah yang dilihat dari persepsi masyarakat Sukunan terhadap pengelolaan sampah, motivasi masyarakat untuk ikut serta dan kegiatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu model partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Selain itu mampu memberikan pengetahuan atau wawasan tentang pengelolaan lingkungan hidup khususnya cara pengolahan sampah swakelola. Sedangkan untuk bidang pendidikan dapat digunakan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan hidup.
Menurut UU No. 18 th 2008 Pasal I ayat (1) definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola berdasarkan UU No. 18 tahun 2008 terdiri atas sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga dan sampah spesifik. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari alam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. Sedangkan sampah spesifik meliputi: sampah yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau sampah yang timbul secara tidak periodik.
Teknik pembuangan sampah dapat dilihat mulai dari sumber sampah sampai pada tempat pembuangan akhir sampah. Usaha pertama adalah mengurangi sumber sampah, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan: meningkatkan pemeliha-raan dan kualitas barang sehingga tidak cepat menjadi sampah, meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, dan mening-katkan penggunaan bahan yang dapat terurai secara alamiah, misalnya pembungkus plastik diganti dengan pembungkus kertas. Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran sertanya.
Secara sistematis pengelolaan sampah di kota besar dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Kedua sistem ini masing-masing terdapat kelebih-an dan kekurangan sebagai berikut:
Pengelolaan Sistem Sentralisasi
Kebanyakan pemukiman masih menerapkan pola pengelolaan sampah secara sentralistik. Sistem sentralisasi pengolahan sampah adalah pengolahan sampah yang terpusat dari daerah yang cakupannya luas. Pengolahan sampah yang dilakukan di tingkat TPA. Di setiap sub-area tidak diadakan pengolahan sampah, hanya aktivitas pengumpulan sampah. Kelebihan sistem ini terlihat dari bisa dikelolanya sampah dengan beberapa sistem anaerob dan aerob. Kelemahan pada pengolahan sampah sistem sentralisasi yaitu biaya pengangkutan sampah cukup besar dan lahan yang dibutuhkan untuk pengumpulan dan pengolahan cukup luas.
Pengelolaan Sistem Desentralisasi
Berbeda dengan sistem sentralisasi, sistem desentralisasi mensyaratkan pengolahan sampah pada daerah hulu atau penghasil sampah pertama. Pada sistem ini, di setiap di setiap sub-area tidak hanya aktivitas pengumpulan sampah, tetapi juga pengolahannya sampai menjadi produk yang bisa dimanfaatkan lagi. Kelebihan sistem desentralisasi memungkinkan luas lahan yang dibutuhkan untuk pengumpulan dan pengolahan tidak terlalu luas. Selain itu, biaya pengangkutan sampah yang besarnya rata-rata 75% dari total biaya untuk mengolah sampah bisa dikurangi. Sentra pengumpulan dan penampungan sampah dilakukan pada tingkat cakupan daerah yang lebih kecil, misalnya tingkat kelurahan, atau tingkat kecamatan (Purwendro, 2006:11-12).
Sebagaimana dijelaskan Sudrajat (2006:52) Sistem yang cocok diterapkan di Indonesia adalah sistem desentralisasi, karena sistem ini bertujuan mengurangi arus sampah ke TPA dengan membagi-bagi pengolahan sampah tersebut di beberapa titik, yaitu: pengolahan langsung dari sumber sampah, pengolahan di TPS dan pengolahan di TPA.
Untuk itu beban pemerintah dalam hal pengelolaan sampah harus dibantu melalui peran aktif masyarakat untuk mengolah sampah yang dihasilkan dengan cara swakelola. Pengelolaan sampah diusahakan semakin dekat dengan sumber penghasil sampah (masyarakat), maka semakin efisien biaya yang dikeluarkan. Dalam pengelolaan sampah di tingkat permukiman diperlukan suatu sistem pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat, artinya semua cara atau langkah yang terdapat dalam sistem tersebut dilakukan secara mandiri oleh masyarakat.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Tujuan pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah mendidik dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat melakukan pengelolaan sampah secara mandiri, produktif, komprehensif dan ramah lingkungan, sehingga dapat meningkatkan kebersihan, kenyamanan dan kesehatan lingkungan (PPLH Reg. Jawa:356).
Pengertian partisipasi menurut Robert Chambers dalam Daniel (2005: 59) adalah partisipasi dalam arti bahwa masyarakat terlibat langsung dalam setiap tahapan proses Partisipasi adalah proses pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya. Pengertian partisipasi (participation dalam kamus Inggris) adalah pengambil-an bagian, pengikutsertaan. Dengan demikian pengertian partisi-pasi adalah pengambilan bagian/ pengikutsertaan atau masyara-kat terlibat langsung dalam setiap tahapan proses pembangunan mulai dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organi-zing), pelaksanaan (actuating) sampai kepada monitoring dan evaluasi (controlling) selanjutnya disingkat dengan POAC.
Ada beberapa bentuk partisipasi, antara lain: (1) inisiatif/spontan, yaitu masyarakat secara spontan melakukan aksi bersama. Ini adalah bentuk partisipasi paling alami. Bentuk partisipasi spontan ini sering terjadi karena termotivasi oleh suatu keadaan yang tiba-tiba, seperti bencana atau krisis, (2) fasilitasi, yaitu suatu partisipasi masyarakat disengaja, yang dirancang dan didorong sebagai proses belajar dan berbuat oleh masyarakat untuk menyelesaikan suatu kegiatan bersamasama, (3) induksi, yaitu masyarakat dibujuk berpartisipasi melalui propaganda atau mempengaruhi melalui emosi dan patriotisme, (4) koptasi, yaitu masyarakat dimotivasi untuk berpartisipasi untuk keuntungan-keuntungan materi dan pribadi yang telah disediakan untuk mereka, (5) dipaksa, yaitu masyarakat berpartisipasi di bawah tekanan atau sanksi-sanksi yang dapat diberikan penguasa. Bentuk partisipasi yang diharapkan adalah inisiatif/spontanitas, namun sering tidak terjadi, sehingga diperlukan upaya dari luar. Memilih proses No. 3, 4, dan 5 hasilnya akan relatif bersifat sementara. Dan partisipasi tidak akan banyak bermanfaat bagi masyarakat. Yang paling baik adalah melalui fasilitasi. Dengan fasilitasi, masyarakat diposisikan sebagai dirinya, sehingga dia termotivasi untuk berpartisipasi dan berbuat sebaik-baiknya (Daniel, 2005: 60).
Dalam pelaksanaan pengelolaan sampah mandiri diperlukan upaya-upaya yang dapat merubah persepsi masyara-kat yang dahulu beranggapan bahwa sampah itu merupakan barang yang tidak berguna dan harus-dibuang menjadi pandangan baru bahwa sampah itu dapat digunakan kembali dan bisa menghasilkan. Dari perubahan persepsi tersebut akan menimbulkan pengaruh positif pada masyarakat terhadap kegiatan pengolahan sampah mandiri. Dengan persepsi yang benar, diharapkan akan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan sampah. Sikap positif yang mempertimbangkan etika lingkungan, serta bermanfaat baik ekonomi, sosial maupun lingkungan, akan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian hasil partisipasi ini tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat Sukunan, tetapi juga meningkatkan kemampuan masyarakat dalam ilmu pengetahuan, pengelolaan lingkungan hidup, khususnya dalam mengelolah sampah yang dihasilkan setiap rumah tangga dan juga dalam pengendalian pencemaran lingkungan hidup yang terjadi akibat dari kegiatan sehari-hari, serta pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi, wawancara mendalam, dan diskusi. Untuk menjamin validitas data digunakan teknik triangulasi sumber data. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dan snowball dan data dianalisis dengan menggunakan metode interaktif.
Penelitian ini diadakan di Dusun Sukunan Desa Banyuraden Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, karena Sukunan ini adalah daerah yang banyak mendapat penghargaan dan meraih prestasi dalam bidang pengelolaan sampah. Penghargaan tingkat nasional adalah pemenang lomba daur ulang sampah tingkat nasional. Oleh karena itulah Sukunan dijadikan tempat percontohan kegiatan pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat.
Observasi dilaksanakan pada masyarakat Sukunan. Pengamatan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi secara langsung tentang prasarana pengolahan sampah, kegiatan masyarakat Sukunan khususnya dalam pengelolaan sampah, atau aktifitas masyarakat dalam berbagai hal yang berkaitan dengan kebersihan lingkungan, kondisi lingkungan dusun Sukunan yang membuktikan sampah terolah melalui keberadaan pra sarana dan hasil olah sampah. Selain itu sumber data berupa hasil wawancara dengan masyarakat Sukunan, antara lain: tim pengelola sampah, pelopor kegiatan pengelolaan sampah, Ketua RW, Ketua RT dan Ketua Paguyuban Sukunan Bersemi. Sumber data yang lain adalah jumlah penduduk, denah wilayah Sukunan, sistem pengelolaan sampah Sukunan dan kliping perkembangan program pengelolaan sampah Sukunan.
Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan teknik cuplikan yang bersifat selektif, dengan memilih narasum-ber/informan yang dianggap mengetahui proses dan perkem-bangan program pengelolaan sampah di Sukunan, sehingga kemungkinan pilihan informasi dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Teknik sampling semacam ini menggunakan teknik “purposive sampling” yang bersifat internal, yang memberi kesempatan bahwa keputusan bisa diambil begitu peneliti mempunyai suatu pikiran umum yang muncul mengenai apa yang sedang dipelajari, dengan siapa akan bicara, kapan perlu melakukan observasi yang tepat (time sampling) dan juga berapa jumlah serta macam dokumen yang ditelaah (Sutopo,1996:35).
Dalam penelitian ini dilakukan analisis interaktif yang berbentuk siklus (Matthew, 2002: 20). Analisis data dilakukan secara terus menerus dari awal pengumpulan data hingga proses verifikasi yang berlangsung mulai dari awal penelitian sampai dengan penelitian selesai. Model interaktif ini meliputi komponen-komponen yakni: pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
Hasil yang diperoleh untuk persepsi masyarakat Sukunan terhadap pengelolaan sampah erat kaitannya dengan penilaian masyarakat tentang sampah, cara melakukan pengolahan sampah, maksud dan tujuan pengelolaan sampah, manfaat sampah serta bagaimana mengembangkannya. Dari hasil wawancara dengan para informan didapatkan informasi bahwa pada ada umumnya mereka mengetahui tentang sampah dan cara pengolahannya. Namun hal ini mereka ketahui setelah mendapatkan sosialisasi tentang sampah sejak tahun 2004. Hal yang mereka ketahui adalah jika sampah yang dihasilkan dari rumah bisa menghasilkan uang dari penjualan sampah organik maupun sampah anorganik. Untuk sampah organik, masyarakat memilah sampah dapur kemudian memasukkan dalam komposter agar bisa dijadikan kompos. Keuntungannya kompos yang akan dihasilkan bisa untuk dipakai buat tanaman di halaman rumah atau pun dijual. Sama halnya dengan sampah anorganik, plastik, kaca logam, kertas, yang bisa dikumpul dan dan dijual ke pengumpul. Selain itu, masyarakat juga pada umumnya mengerti bahwa salah satu dampak dari kegiatan pengolahan sampah tersebut juga untuk pelestarian lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan masyarakat yang menambah tanaman pot di sepanjang jalan RT mereka dengan tujuan untuk menambah penghijauan di lingkungan mereka agar kampung terlihat asri.
Kemajuan masyarakat Sukunan ini tentang arti sampah, cara pengolahan sampah dan tujuan pengolahan sampah ini menunjukkan persepsi masyarakat yang positif. Persepsi yang positif tentang pengolahan sampah berimplikasi baik terhadap pengembangan program-program pengelolaan sampah yang dilaksanakan di Sukunan. Hal ini terbukti dengan berkembangnya Sukunan menjadi Desa Wisata Lingkungan pada awal 2009. Antusias masyarakat Sukunan terhadap perkembangan kampung mereka menjadi desa wisata lingkungan membawa rasa bangga. Apalagi yang datang di kampung ini dari seluruh Indonesia bahkan dari luar negeri.
Keikutsertaan beberapa orang dalam kegiatan pengolah-an sampah karena dilatar belakangi motif psikologis, yaitu mendapatkan ilmu dan wawasan baru. Adisasmita (2004: 150) menjelaskan bahwa motif psikologis, yaitu motivasi adanya kepuasan pribadi, pencapaian prestasi, atau rasa mencapai sesuatu, meskipun tidak menghasilkan uang atau barang. Untuk meningkatkan partisipasi berarti memberikan kesempatan kepada setiap warga masyarakat untuk mengekspresikan diri dan mengatakan aspirasinya serta keleluasaan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia.
Dari hasil wawancara didapatkan penjelasan mengenai motivasi mereka untuk ikut serta dalam pengelolaan sampah di Sukunan. Alasan pertama adalah karena faktor pengetahuan atau tertarik karena mendapatkan pengetahuan baru tentang cara olah sampah. Dengan bertambahnya pengetahuan, maka mereka diberi kesempatan untuk bisa menerapkan pengetahuan tersebut, dalam hal ini sampah yang berada di sekitar rumah (terdekat).
Alasan lain yang menjadi dorongan mereka untuk melakukan pengolahan sampah adalah motif ekonomi, yaitu adanya keuntungan yang seringkali mendorong orang untuk mengambil keputusan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Pengambilan keputusan berpartisipasi dalam masyarakat bila menghasilkan manfaat keuntungan bagi diri/kelompoknya dan kerugian yang diperoleh lebih kecil akibat ikut berpartisipasi dari pada tidak ikut berpartisipasi.
Mendaur ulang sampah bisa menambah income (pemasukan) bagi mereka, karena dengan membuat kerajinan daur ulang dari plastik dan kerajinan dari kain perca sehingga bisa menghasilkan barang yang bisa dipakai lagi, misalnya tas, dompet, tempat pensil, tempat koran/majalah dan lain-lain. Barang-barang tersebut dijual dan hasilnya diberikan kepada orang yang membuatnya sekaligus bisa menyumbang untuk menambah kas. Karena telah berhasil melakukan pengolahan sampah organik, daur ulang plastik, daur ulang kertas, maka untuk pengembangannya masyarakat Sukunan ternyata termotivasi untuk lebih kreatif lagi dalam mengolah sampah. Tidak hanya terhenti untuk sampah-sampah rumah tangga, mereka mulai merambah jenis sampah lain untuk mencari solusi bagaimana mengurangi volume sampah yang timbul.
Berdasar hal tersebut masyarakat Sukunan berinisiatif utnuk melakukan daur ulang (pemakaian ulang styrofoam) dalam pembuatan bataco. Tujuannya untuk menunda penumpukan sampah styrofoam yang ternyata tidak laku terjual. Pembuatan bataco dengan menggunakan bahan campuran styrofoam merupakan hasil kreasi mereka sendiri.
Motivasi dalam melakukan kegiatan tertentu dilandasi oleh suatu motivasi dalam dirinya sebab motivasi merupakan penggerak utama untuk mempengaruhi turut sertanya seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Demikian halnya dengan motivasi masyarakat Sukunan untuk mau berpartisipasi dalam pengelolaan sampah karena didorong oleh keinginan dari dalam diri sendiri untuk mendapat pengetahuan atau ilmu, serta keinginan untuk meningkatkan ekonomi. Selain itu pencapaian kepuasan karena berhasil mendapat solusi atas masalah lahan sampah dan keikutsertaan dalam pelestarian lingkungan hidup.
Secara garis besar ada tiga tahapan dalam partisipasi, yaitu partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan peman-faatan hasilnya. Dan diantara ketiga tahapan itu yang paling tinggi tingkatannya,diukur dan derajad keterlibatannya adalah partisipasi pada tahap perencanaan. Dalam tahap perencanaan orang sekaligus turut membuat keputusan. Dalam penelitian ini analisis partisipasi masyarakat dikaitkan dengan kegiatan masyarakat yang menunjukkan sering tidaknya masyarakat melakukan kegiatan yang mendukung usaha pelestarian ling-kungan; sering tidaknya masyarakat ikut melakukan pemilahan, pengomposan, dan daur ulang sampah yang lain, memperhatikan ada tidaknya keikutsertaan anggota masyarakat dalam pengembangan program pengelolaan sampah di Sukunan, dan memberikan masukan terhadap pelaksanaan program pengelolaan sampah di Sukunan, apakah perlu perbaikan yang lebih soal prasarana, ide atau hal lain atau perlunya perbaikan dalam hal manajemen program pengelolaan sampah.
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang persepsi masyarakat sebelumnya menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang pengelolaan sampah positif, hal ini berdampak pada peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah secara benar sejak dini pada tingkat rumah tangga, menjaga kebersihan dan melestarikan lingkungan. Seperti pendapat Dwi (2006: 23) syarat tumbuhnya partisipasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu: adanya kesempatan untuk ikut dalam pembangunan, adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan dan ada kemauan untuk berpartisipasi.
Di Sukunan terdapat organisasi masyarakat yang dikenal dengan Paguyuban Sukunan Bersemi (PSB) sebagai wadah bagi masyarakat untuk mengembangkan program pengelolaan sampah. Dengan adanya organisasi ini masyarakat bisa teroganisir untuk melaksanakan pengelolaan sampah secara optimal. Masingmasing orang diberikan peran sehingga memiliki kesempatan untuk ikut dalam pengembangan program sampah. Selain itu lembaga ini memberikan kemampuan kepada masyarakatnya untuk bisa memperluas pengetahuan tentang sampah dan cara pengolahannya, sehingga masyarakat dapat berbagi (sharing) ilmu kepada pengunjung yang datang ke Sukunan.
Tidak hanya memberikan informasi di tempat, beberapa orang dari anggota PSB sudah sering kali menjadi narasumber di berbagai tempat untuk berbagi pengalaman pengolahan sampah kepada masyarakat di luar Dusun Sukunan. Hal ini karena keberhasilan Sukunan dalam pengelolaan sampah, sehingga beberapa orang sering diundang oleh pihak luar untuk memberikan materi tentang pengolahan sampah. Tentunya ini menjadi kesempatan yang baik bagi mereka untuk berbagi ilmu.
Dari segi partisipasi masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam proses pemanfaatan sejak tahap perencanaan sampai tahap monitoring dan evaluasi meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan program pengelolaan sampah melalui pendidikan, pelatihan, dan program pengembangan usaha. Dalam perencanaan pada dasarnya tingkat kehadiran masyarakat cukup banyak, dalam arti bahwa tingkat keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pengelolaan sampah masih tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk partisipasi masyarakat Sukunan dalam pengelolaan sampah adalah fasilitasi, yaitu suatu bentuk partisipasi masyarakat yang disengaja, yang dirancang dan didorong sebagai proses belajar dan berbuat oleh masyarakat untuk menyelesaikan suatu kegiatan bersama-sama. Dengan fasilitasi, masyarakat diposisikan sebagai dirinya, sehingga dia termotivasi untuk berpartisipasi dan berbuat sebaik-baiknya. Hasil wawancara dan observasi menunjukkan persepsi positif masyarakat Sukunan terhadap kegiatan pengelolaan sampah terlihat dari tumbuhnya kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk mengelola sampah. Motivasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi, antara lain: motivasi dari diri sendiri untuk mendapatkan ilmu dan wawasan, alasan ekonomi, faktor kebersihan lingkungan, keterbatasan lahan dan pelestarian lingkungan. Kegiatan partisipasi masyarakat Sukunan dalam pengelolaan sampah yaitu: memilah, mengang-kut, mengolah, mengembangkan serta turut berperan dalam pelestarian lingkungan hidup.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka implikasi bentuk partisipasi ini adalah sebagai berikut: bentuk partisipasi fasilitasi dalam kegiatan pengelolaan sampah dibutuhkan pendekatan aktif, kreatif dan efektif terhadap suatu kelompok masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan minat, respon yang baik serta memotivasi anggota masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan pengelolaan sampah di Sukunan. Sebagai konsekuensinya agar anggota masyarakat turut berpartisipasi, Tim Pengelola Sampah Sukunan harus dapat mengembangkan sistem pengelolaan sampah ini dengan cara menerapkan inovasi dan kreasi baru serta teknologi baru, sehingga dalam pelaksanaan lebih efektif dan diterima oleh anggota masyarakat serta dapat dilestarikan.
Berdasarkan implikasi di atas, maka saran untuk bentuk partisipasi ini adalah diperlukan fasilitator yang baik dan loyal. Peran fasilitator bukanlah guru atau pembina, akan tetapi mendukung masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya, berbagi pengetahuan, menyusun rencana dan mengembangkan sistem pengelolaan sampah. Selain itu fasilitator juga mengingatkan kepada masyarakat agar tetap eksis menjalankan program ini hingga bisa diwariskan kepada generasi penerus. Untuk mempertahankan agar kegiatan pengolahan sampah tetap eksis, maka perlu memperhatikan pemeliharaan fasilitas pengolahan sampah, agar kegiatan tetap berjalan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo, 2006, Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Graha Ilmu. Yogyakarta.
Daniel,M., Darmawati, dan Nieldalina, 2005. Participatory Rural AppraisalMemahami Desa Secara Partisipatif. PT. Bumi Aksara.Jakarta.
Dwi, N.K. Hidayat, Wisnu, Nogi, S.T.Hessel.2006. Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Partisipatif. Yayasan Pembaharuan Administrasi Republik Indonesia.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2004, STATUS Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta.
Matthew, Miles and Huberman Mitchael, 2002. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode Metode Baru. Penerjemah: Tjetjep Rohidi, pendamping: Mulyarto.Universitas Indonesia.
Moleong, L.J. 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan keduapuluhenam (edisi revisi) Februari 2009. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Purwendro, Setyo, Nurhidayat, 2006, Mengolah Sampah: Untuk Pupuk & Pestisida Organik. Jakarta: Penebar Swadaya
Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa, 2008, Profil Lingkungan Hidup Regional Jawa. Yogyakarta.
Sudrajat, 2006, Mengelola Sampah Kota. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sutopo, 1996, Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Tim Paguyuban Sukunan Bersemi. 2008. Makalah Panduan Sistem Pengelolaan Sampah Mandiri & Produksi Berbasis Masyarakat-Dusun Sukunan. Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008, Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.