Pembelajaran Geometri Berbasis Etnomatematika Untuk Meningkatkan Kemampuan
PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS ETNOMATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH KELAS V SD
Nur Novianti 1)
Sumarno 2)
Mei Fita Asri Untari 3)
1)Mahasiswa PGSD, Fakultas Ilmu PendidikanUniversitas PGRI Semarang
2) 3)Dosen Universitas PGRI Semarang
ABSTRAK
Etnomatematika adalah geometri yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu, kelompok buruh atau petani, anak-anak dari masyarakat kelas tertentu, kelas-kelas profesional dan lain sebagainya. Bangun ruang di maerokoco merupakan salah satu bentuk dari etnomatematika. Berbagai bentuk bangun ruang di Maerokoco ini dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam proses pembelajaran geometri. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan data berupa angket dan tes. Data awal diuji dengan uji normalitas dan homogenitas. Sedangkan data akhir diuji dengan uji normalitas, homogenitas, uji gain dan uji t. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran denan menerapkan kegiatan pembelajaran etnomatematika berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa materi geometri bangun ruang kelas V SD Negeri 03 Kendaldoyong.
Kata Kunci: Etnomatematika, Pembelajaran Geometri, siswa Kelas V SD
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki beragam budaya yang tersebar di berbagai wilayah. Budaya perlu dilestarikan karena merupakan warisan leluhur yang menjadi ciri khas suatu bangsa. Beberapa benda produk budaya sudah mulai kehilangan popularitasnya karena tergantikan oleh benda hasil modernisasi. Pengaruh modernisasi terhadap kehidupan berbangsa tidak dapat dipungkiri lagi, hal iniberdampak padamengikisnya nilai budaya luhur bangsa. Terjadinya hal ini dikarenakankurangnya penerapan dan pemahaman terhadap pentingnya nilai budaya dalam masyarakat (Wahyu Fitroh, 2015). Pelestarian benda produk budaya dapat dilakukan melalui proses pembelajaran dalam pendidikan di sekolah. Tujuan pendidikan di Indonesia yaitu untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003). Pendidikan dan budaya merupakan dua hal yang saling berkaitan serta tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan kesatuan utuh dan menyeluruh yang berlaku dalam suatumasyarakat, dan pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap inidividu dalammasyarakat. Pembentukan karakter yang didasarkan pada nilai budaya yang luhur juga berawal dari peranan pendidikan dan budaya yang menumbuhkan dan mengembangkan nilai luhur bangsa.
Kearifan lokal dalam suatu masyarakat seperti tradisi, ritual dan budaya yang memiliki nilai dan moral dapat memunculkan karakter suatu wilayah. Budaya merupakan warisan dari nenek moyang terdahulu yang masih eksis sampai saat ini. Suatu bangsa tidak akan memiliki ciri khas tersendiri tanpa adanya budaya-budaya yang di miliki. Budaya itu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman yang semakin modern. Kebudayaan yang berkembang dalam suatu bangsa dinamakan kebudayaan lokal, karena kebudayaan lokal sendiri merupakan sebuah hasil cipta, karsa dan rasa yang tumbuh dan berkembang di dalam suku bangsa yang ada di daerah tersebut (Bauto, 2014). Salah satu ragam budaya yang masih dilestarikan sampai saat ini adalah budaya yang berkembang di masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah yang masih mengusung tema kebudayaan dalam berbagai hal. Keragaman bentuk budaya Jawa Tengah dapat ditemukan pada bangunan masjid, gerejea, klenteng, wihara dan rumah adat. Berbagai bentuk budaya tersebut merupakan produk 3 dimensi yang dikenal dengan geometri bangun ruang. Benda-benda produk budaya salah satunya yaitu rumah adat. Keragaman bentuk rumah adat di Jawa Tengah dapat dlihat secara lengkap di salah satu objek wisata Puri Maerokoco dalam bentuk miniatur anjungan. Puri Maerokoco memiliki konsep hampir sama dengan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Anjungan di Puri Maerokoco menampilkan wajah dari berbagai kabupaten dan kota di Jawa Tengah dengan total 35 Anjungan.
Berbagai jenis bangun datar dan bangun ruang yang termasuk ke dalam geometri dapat ditemukan dalam anjungan yang ada di Puri Maerokoco di Jawa Tengah. Geometri menjadi bagian dari kebudayaan, diterapkan dan digunakan untuk menganalisis yang sifatnya inovatif. Paradigma geometri digunakan sebagai thingking skills dan tools untuk mengembangkan budaya unggul. Geometri cenderung menggunakan berpiikir linier terkait teorema namun ketika diintegrasikan dengan sesuatu yang soft seperti budaya maka pemikiran itu menjadi lentur. Misalnya memikirkan bentuk-bentuk keindahan arsitektur. Struktur bangunan dipikirkan dengan geometri tetapi ornamennya dengan estetika. Kelenturan tersebut muncul ketika memikirkan struktur bangunan tidak semata dari aspek bentuk (geometri tiga dimensi), tetapi juga harus menimbang rasa keindahan bentuk tersebut (Wulandari dkk, 2016). Konsep geometri yang ada dipikiran manusia terkadang berbeda dengan geometri yang ada dikenyatan. Hal ini sejalan dengan sinyalemen hiebert dan Carpenter dalam Zaenuri (2018), pengajaran geometri di sekolah dan geometri yang ditemukan anak dalam kehidupan sehari-sehari sangat berbeda. Pembelajaran geometri sangat perlu memberikan muatan atau menjembatani muatan antara geometri dalam dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan geometri sekolah.
Etnomatematika adalah geometri yang diterapkan diterapkan oleh kelompok budaya tertentu, kelompok buruh atau petani, anak-anak dari masyarakat kelas tertentu, kelas-kelas profesional dan lain sebagainya (Gerdes dalam Zaenuri 2018). Para pakar etnomatematika berpendapat bahwa pada dasarnya perkembangan mageometria sampai kapanpun tidak terlepas dari budaya dan nilai yang telah ada pada masyarakat (Zaenuri dkk, 2018). Berbagai bentuk bangun ruang yang ada di peta puri maerokoco merupakan salah satu bentuk etnomatematika. Pembelajaran geometri tidaklah mudah dan sejumlah siswa gagal dalam mengembangkan pemahaman konsep geometri, penalaran geometri dan keterampilan memecahkan masalah-masalah geometri. Faktor yang menyebabkan pembelajaran geometri itu sulit yaitu bahasa geometri, kemampuan visualisasi dan pembelajaran yang kurang efektif yang menyebabkan rendahnya penguasaan terhadap fakta, konsep dan prinsip geometri (Idris 2011).
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V SD N 04 Temuireng pembelajaran geometri materi bangun ruang masih mengalami kesulitan. Salah satunya siswa belum mampu menerapkan solusi pada soal-soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Hal ini sejalan dengan hasil survey Programme for International Student Assesment (PISA) oleh OECH mengenai kemampuan pemecahan masalah siswa pada domain pemecahan masalah matematis menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara peserta (Putri dalam Widodo 2017). Guru juga belum mengaitkan pembelajaran geometri dengan kehidupan sehari-hari secara kompleks. Padahal pembelajaran geometri dapat dikaitkan dengan benda-benda produk budaya yang ada di lingkungan sekitar.
METODE
Dalam tulisan ini, penulis mengumpulkan data melalui beberapa metode penelitian kuantitatif. Data sekunder dengan studi kepustakaan, serta pendapat-pendapat para ahli yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. Selain itu data juga diperoleh dari angket dan tes.
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data awal, diperoleh hasil bahwa kondisi awal kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan hasil belajar yang berimbang yaitu pada criteria baik. Data ini didukung dengan rata-rata pemerolehan awal yang dimiliki kelas eksperimen yaitu 63 dan kelas kontrol 65, selain itu uji t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara data awal kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan data awal yang dimiliki oleh kelas eksperimen dan kelas kontrol, masing-masing kelas diberikan perlakuan yang berbeda dalam kegiatan pembelajaran yaitu penerapan kegiatan pembelajaran berbasis etnomatematika dengan menggunakan miniature bangun ruang maerokoco pada kelas eksperimen dan kegiatan pembelajaran tanpa etmomatematika pada kelas kontrol untuk mengetahui pengaruh kegiatan pembelajaran berbasis etnomatematika dengan menggunakan miniatur bangun ruang maerokoco terhadap hasil belajar siswa. Adanya perlakuan kegiatan pembelajaran yang berbeda terhadap masing-masing kelas, diperoleh data akhir berupa rata-rata nilai posttest yaitu 64,5 untuk kelas kontrol dan 78 untuk kelas eksperimen. Dari data rata-rata nilai posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen, dan dengan dilakukan uji t diketahui bahwa nilai rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki perbedaan yang signifikan, data pretest dan posttest baik kelas eksperimen dan kelas kontrol mengalami peningkatan yang dibuktikan dengan adanya uji N-Gain. Uji N-Gain menunjukkan bahwa hasil posttest hasil belajar kelas eksperimen mengalami peningkatan dengan kriteria sedang dan kelas kontrol mengalami peningkatan hasil belajar pada kriteria rendah.
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan miniatur bangun ruang maerokoco berbasis etnomatematika juga mendapatakan respon positif dari siswa kelas eksperimen. Hal ini didukung oleh data angket respon yang menunjukkan bahwa sebagian besar dari kelas eksperimen tidak setuju bahkan sangat tidak setuju apabila kegiatan pembelajaran dengan menggunakan miniature bangun ruang maerokoco berbasis etnomatematika mempersulit siswa dalam mengerjakan soal. Hampir setengah dari kelas eksperimen sangat setuju dan sebagian besar siswa merasa setuju apabila kegiatan pembelajaran dinilai sebagai kegiatan pembelajaran yang memudahkan siswa untuk memahami materi. Sebagian besar siswa kelas eksperimen juga setuju dengan pernyataan bahwa kegiatan pembelajaran mempermudah siswa untuk memahami materi.
Peningkatan hasil belajar yang diperoleh oleh kelas eksperimen ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan miniature bangun ruang maerokoco berbasis etnomatematika mampu meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini sesuai dengan penelitian Soedjito dan Sukara (2006), yang mengatakan bahwa kebudayaan lokal manfaatnya sering mengatasi persoalan masyarakat sehari-hari. Kajian ilmiah kebudayaan lokal yang ada di masyarakat mampu mempermudah guru dan siswa dalam proses pembelajaran karena kebudayaan local merupakan hal yang dialami dan ditemui oleh guru dan siswa pada kehidupan sehari-hari sehingga siswa mampu memperoleh pembelajaran yang bermakna melalui etnomatematika.
Pembelajaran geometri berbasis etnomatematika dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning sesuai dengan teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan suatu aliran yang berasal dari teori belajar kognitif. Tujuan penggunaan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran adalah untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi atau materi pelajaran. Konstruktivisme memiliki keterkaitan yang erat dengan model pembelajaran penemuan (discovery learning). Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain. Manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi dan hal yang diperlukan guna mengembangkan dirinya (Thobroni, 2015:91).
Keunggulan dari pembelajaran geometri berbasis etnomatematika yaitu siswa mampu menyelesaikan ke-4 tahap pemecahan masalah matematika dengan bantuan miniatur bangun ruang maerokoco. Selain itu pembelajaran lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru, dengan kata lain siswa lebih didorong untuk mengkontruksisen diri pengetahuan mereka melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi. Sedangkan kelemahannya yaitu siswa dengan tingkat pemahaman yang kurang akan sulit dalam memahami pembelajaran.
Nilai karakter yang terkandung dalam pembelajaran geometri berbasis etnomatematika antara lain disiplin, gotong-royong, kerja keras, jujur, mandiri yang merupakan karakter bangsa yang terintegrasi melalui nilai-nilai budaya lokal dalam bangun ruang Maerokoco. Pembangunan karakter bangsa melalui budaya lokal sangat dibutuhkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasid Yunus (2013) bahwa pembangunan karakter bangsa dapat ditempuh dengan cara mentransformasi nilai-nilai budaya lokal sebagai salah satu sarana untuk membangun karakter bangsa.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan kegiatan pembelajaran etnomatematika berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa materi geometri bangun ruang kelas V SD Negeri 03 Kendaldoyong, dibuktikan dengan hasil uji t yang menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, pembelajaran berbasis etnomatematika ini juga mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dibuktikan dengan hasil uji N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematika yang mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan kegiatan pembelajaran berbasis etnomatematika berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 03 Kendaldoyong, dibuktikan dengan hasil uji t yang menunjukan adanya perbedaan signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, pembelajaran berbasis etnomatematika ini juga mampu meningkatkan kemapuan pemecahan masalah matematika siswa dibuktikan dengan hasil uji N-Gain hasil belajar yang mengalami peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bauto, L. M. 2014. Perspektif Agama dan Kebudayaan dalam Kehidupan Masyarkat Indonesia.
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar). Jakarta: Depdiknas.
Idris, Noraini. 2011. The Impact of Using Geometers’ Sketchpad on Malaysia Students’ Achievement and van Hiele Geometric Thinking. Journal for Mathematics Education Vol.2, No.2 pp 94-107. University of Malaya, Malaya.
Mursalin. 2016. Pembelajaran Geometri Bidang Datar di Sekolah Dasar Berorientasi Teori Belajar Piaget
Putri, L. I. 2017. Eksplorasi Etnomatematika Kesenian Rebana sebagai Sumber Belajar Mageometria Pada Jenjang MI.
Sanjaya, Wina. 2013. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Subarinah, Sri. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi ke-6. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods).Bandung: Alfabeta.
Suharjana, Agus. (2008). Pengenalan Bangun Ruang dan Sifat-Sifatnya di SD. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik danTenaga Kependidikan Matematika.
Sumiyati, W. (2017). Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Geometri Berbasis Etnomatematika Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis (Critical Thingking) Siswa SMP.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003.
Wahyu Fitroh. (2015). Identifikasi Pembelajaran Mageometria dalam Tradisi Melemang Di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi.
Wulandari dkk. (2016). Budaya dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Mageometria yang Kreatif.
Zaenuri dkk. (2018). Menggali Etnomatematika: Mageometria sebagai Produk Budaya.