PENERAPAN METODE PENEMUAN UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG

BAGI SISWA KELAS VI SD NEGERI SOKO 4 SEMESTER II KECAMATAN MIRI KABUPATEN SRAGEN

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Rujiyati

SD Negeri Soko

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi bangun ruang bagi siswa kelas VI SDN Soko 4 kecamatan Miri semester I tahun 2015/2016. Penelitian tindakan kelas ini terdiri atas dua siklus, masing-masing siklus terdiri atas empat langkah kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun ruang dengan menggunakan metode penemuan, cukup menarik bagi siswa, serta cenderung hasil belajar yang diperoleh dari pengalaman belajar tersebut cukup menggembirakan, walaupun belum memuaskan. Hal tersebut terlihat dari hasil pengamatan ddiskusi dan hasil nilal post-test (nilai akhir). Data menunjukkan hasil pretest dari siklus I dengan rata-­rata nilai 59 meningkat setelah diadakan tindakan menjadi 70 (nilai post tes). Juga pada siklus II yang terlihat dalam hasil pas tes dengan rata-rata nilai 62 meningkat setelah diadakan tindakan menjadi 72.

Kata Kunci: Metode Penemuan, Hasil Belajar, Matematika, Bangun Ruang.

PENDAHULUAN

Masalah rendahnya mutu sekolah sudah sangat sering dikeluhkan masyarakat. Hal ini peranan guru merupakan salah satu unsur yang dianggap sangat menentukan. Dengan kata lain, rendahnya mutu sekolah dipandang mempunyai kaitan langsung dengan rendahnya mutu guru. Orangtua melihat sekolah, terutama dilihat mutu gurunya. Sebab mutu guru yang rendah menyebabkan mutu sekolah yang rendah pula. Sebagian besar guru dianggap mutunya rendah.

Tugas dan peranan guru antara lain menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan, dan mempersiapkan serta mengevaluasi kegiatan siswa. Artinya tugas guru dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar meliputi tugas paedagogis dan administrasi. Guru dalam melaksanakan KBM perlu mempertimbangkan beberapa hal diantaranya kemampuan memilih dan menggunakan metode yang tepat. Dalam hal ini ketepatan suatu metode pengajaran tergantung pada situasi dan materi pelajaran yang disajikan oleh sebab itu, guru harus mampu memahami sifat dan keunggulan berbagai metode pengajaran, agar mempermudah dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa.

Metode mengajar yang tepat harus memperhatikan kemauan, dorongan, minat, potensi, dan kemampuan siswa dalam melakukan suatu kegiatan dalam suatu proses pengajaran. Salah satu contoh kondisi pembelajaran yang seringkali disajikan guru dalam pembelajaran Matematika dinilai masih belum tepat sasaran. Hal yang perlu dikaji ulang adalah bagaimana teknik pengelolaan kelas yang tepat. Guru yang selalu menggunakan metode monoton, artinya dari tahun ke tahun tidak pernah mengalami perubahan karena adanya perubahan kondisi, mereka akan mengalami permasalahan yang yang tidak mereka sadari.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kebehasilan guru dalam mengajar, antara lain adalah penerapan metode yang tepat dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar. Teknik mengajar yang akhir­-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah “metode penemuan”. Penemuan sebagai metode mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini siswa menemukan sesuatu hal yang baru.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode penemuan sebagai suatu prosedur pengajaran serta komponen dari praktek pendidikan yang bertujuan memajukan cara belajar aktif yang bergorientasi pada keterampilan proses mencari dan menemukan yang baru secara sendiri dan reflektif. Di dalam pembelajaran matematika pelaksanaan pengajaran dengan metode penemuan guru harus betu-­betul memperhatikan siswa yang cerdas dan yang kurang cerdas untuk menghindari sikap bosan menunggu teman-temannya yang belum berhasil menemukannya.

Berdasarkan hasil ulangan harian ke I mata pelajaran matematika pada materi membuat bangun ruang dengan menggunakan perbandingan skala menunjukkan rendahnya tingkat penguasaan materi.Dari 10 siswa di kelas VI hanya 2 siswa yang mencapai tingkat penguasaaan materi sebesar 75% ke atas.Oleh karena itu, peneliti meminta bantuan kepada teman sejawat untuk mengidentifikasi kekurangan dalam pembelajaran.

Mengingat permasalahan tersebut adalah masalah yang bermuara dari dan dirasakan oleh guru kelas, maka peneliti berupaya mencoba cara yang paling efektif dalam memperkenalkan konsep kepada anak didik mencari yang paling mudah, dekat dengan diri siswa sehingga pelajaran Matematika menjadi menyenangkan, maka dari itu penulis mengajukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Penemuan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Ruang Bagi Siswa Kelas VI SD Negeri Soko 4 Semester I Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2015/2016”.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: (1) Apakah penerapan metode penemuan dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi bangun ruang bagi siswa kelas VI SD Negeri Soko 4 semester I kecamatan Miri kabupaten Sragen tahun pelajaran 2015/2016? (2) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran metode penemuan dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi bangun ruang bagi siswa kelas VI SD Negeri Soko 4 semester I kecamatan Miri kabupaten Sragen tahun pelajaran 2015/2016?

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengupayakan penerapan metode penemuan secara tepat dan efektif dalam penyelenggaraannya pembelajaran matematika, sehingga guru mengetahui persis kelebihan dan kekurangan dari suatu metode secara akurat.

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi bangun ruang bagi siswa kelas VI SD Negeri Soko 4 semester I kecamatan Miri kabupaten Sragen tahun pelajaran 2015/2016 melalui penerapan metode penemuan; (2) Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika materi bangun ruang bagi siswa kelas VI SD Negeri Soko 4 semester I kecamatan Miri kabupaten Sragen tahun pelajaran 2015/2016 melalui penerapan metode penemuan

KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA

Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berusaha tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996:14)

Sependapat dengan pernyataan tersebut Soetomo (1993:68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain (Soetomo, 1993:120)

Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada siatuasi tertentu.

Pengertian Belajar Matematika

Menurut Nana Sujana, (2005: 28) “Proses belajar berlangsung dalam waktu tertentu dan merupakan proses yang panjang dari satu fase ke fase berikutnya. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, bukan menghafal atau mengingat”.

Herman Hudoyo, (1979: 89). Begitu juga dengan belajar matematika karena melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat tertinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Ros Effendi, (1990: 148). Belajar matematika berarti mempelajari fikiran-fikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Mohammad Soleh, (1998: 3). Belajar matematika adalah belajar tentang bilangan, belajar menjumlah, mengurangi dan membagi yang terdapat dalam aljabar, aritmatika, dan geometri.

Jadi belajar matematika adalah melibatkan diri yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran yang semuanya telah tersusun secara hirarki dari konsep-konsep yang rendah sampai konsep-konsep yang lebih tinggi.

Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan)

Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajarandiscovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Hasil Belajar

Hasil belajar siswa adalah nilai yang diperoleh siswa selama kegiatan belajar mengajar. Belajar diartikan sebagai gejala perubahan tingkah laku yang relatif permanen dari seseorang dalam mencapai tujuan tertentu De Cecco (dalam Witjaksono, 1985:6). Menurut Gagne (dalam Witjaksono, 1985:6) belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam disposisi atau kapabilitas seseorang, dalam kurun waktu tertentu, dan bukan semata-mata sebagai proses pertumbuhan. Pendapat senada juga diutarakan oleh Susanto (1991:1) yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana otak atau pikiran mengadakan reaksi terhadap kondisi-kondisi luar dan reaksi itu dapat dimodifikasi dengan pengalaman-pengalaman yang dialami sebelumnya. Melalui proses belajar anak dapat mengadaptasikan dirinya pada lingkungan hidupnya. Adaptasi itu dapat berupa perubahan pikiran, sikap, dan ketrampilan.

Sedangkan menurut Kibler, Barker, dan Miles (dalam Dimyati dan Mudjiono, 1999:195-196) ranah psikomotor mempunyai taksonomi berikut ini: (a) Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang menekankan kepada kekuatan, kecepatan, dan ketepatan tubuh yang mencolok. (b) Ketepatan gerakan dikordinasikan, merupakan ketrampilan yang berhubungan dengan gerakan mata, telinga, dan badan; (c) Perangkat komunikasi non verbal, merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata; (d) Kemampuan berbicara, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan Untuk kemampuan berbicara, siswa harus mampu menunjukkan kemahirannya memilih dan menggunakan kata atau kalimat sehingga informasi, ide, atau yang dikomunikasikannya dapat diterima secara mudah oleh pendengarnya.

METODE PENELITIAN

Seting Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VI SD Negeri Soko 4 tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa 10 anak terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan. Tempat penelitian tindakan kelas di laksanakan di SD Negeri Soko 4 Miri, yang beralamat di Ringinanom, Desa Soko, Kecamatan Miri. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VI semester II tahun pelajaran 2015/2016. Terdapat 2 siklus, pada Siklus I terdapat 2 pertemuan yaitu pertemuan I dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 9 Februari 2016, Pertemuan II dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 12 Februari 2016. Sedangkan pada siklus II, pertemuan I dilaksanakan pada hari Selasa, Tanggal 23 Februari 2016, dan pertemuan II dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 26 Februari 2016.

Metode Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan kegiatan yang ditetapkan dalam menggali data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Adapun kegiatan-­kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data ini dilakukan melalui: Tes, dan non Tes. Untuk Tes berupa pilihan danda dan uraian singkat. Sedangkan non Tes berupa catatan Lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi pra siklus

Berikut ini adalah daftar nilai hasil ulangan pra siklus siswa kelas VI. Nilai terendah 40, nilai tertinggi 80, nilai rata-rata 57. Jika mengacu pada nilai KKM sebesar 70, maka dari 10 siswa, 4 siswa tuntas belajar, sisanya yang 6 siswa belum tuntas.

Deskripsi hasil Tindakan Siklus I

Adapun perolehan nilai dari pelaksanaan siklus I pada pembelajaran pertama adalah sebagai berikut: nilai terendah 40, nilai tertinggi 80, nilai rata-rata 59. Jika mengacu nilai KKM 70, maka siswa yang tuntas 5 siswa, belum tuntas 5 siswa dari total 10 siswa.

Pada saat berlangsungnya kegiatan diskusi kelompok dan pengerjaan LKS pada siklus I pertemuan kedua, peneliti juga mengadakan penilaian dengan hasil berikut: Nilai terendah 60, nilai tertinggi 90, nilai rata-rata 70.

Pembahasan

Berdasarkan tampilan data yang diperoleh penulis, baik dari hasil observasi selama kerja kelompok dalam bentuk keterampilan proses, maupun data hasil nilai post tes, sehingga pada akhirnya penulis mendapat kesimpulan sebagai berikut:

Unsur siswa

Selama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa dianggap sudah cukup baik hanya ada beberapa siswa yang kurang

Unsur Guru sebagai penyaji

Secara garis besarnya kelemahan penulis dalam menyajikan materi masih belum bisa menyentuh keseluruh siswa yang ada, dan cenderung membiarkan siswa yang lemah yang justru seharusnya mendapat perhatian. yang penuh,

Unsur ketertiban siswa dalam diskusi

Selama diskusi berlangsung, penulis menilai masih jauh dari yang diharapkan, dikarenakan belum adanya pemerataan dalam keaktifan siswa dalam berdiskusi. Hal ini terlihat dari lontaran pertanyaan, serta. sanggahan berbagai pendapat dikuasai oleh siswa-siswa tertentu saja.

Dengan kondisi-kondisi yang tersebut di atas, maka beberapa hal yang perlu diperbaiki adalah sebagai berikut:

Perbaikan bagi Siswa

Siswra yang mengalami kesulitan belajar disarankan untuk lebih giat belajar agar tidak terlalu jauh ketinggalannya, dengan cara diberikan remideal sebagi upaya untuk mengejar katinggalan belajar. Dalam hal ini penyaji memberikan bimbingan khusus, serta diberikannya tes ulang dengan bobot yang tidak sama dengan siswa-siswa yang lainnya.

Terobosan yang lainya penulis menyarankan agar teman yang dianggap sudah bisa untuk senantiasa membatu dalam istilah lain tutor sebaya, sampai betul-betul mereka dapat memahami pokok materi yang disampaikan.

Perbaikan bagi guru

Tidak hanya siswa guru dalam hal ini sekaligus penulis sebagi pelaksana langsung, juga mendapat sorotan dari rekan sejawat selama kegiatan berlangsung, sebagimana disebutkan dalam kelemahan, maka unsur-unsur yang harus diperbaiki oleh penulis (guru) penyaji dalam pelaksanaan tindakan adalah sebagi berikut: (1) Guru harus senantiasa adil dalam memperlakukan siswa, dalam keadaan apapun, sehingga perhatianpun tidak hanya pada siswa yang aktif saja. (2) Guru harus lebih teliti dalam memperlakukan siswa yang kurang agar merekapun mendapat dan merasa diperhatikan sebagaimana siswa-siswa yang lainnya, (3) Guru harus jeli terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi untuk meminimalisasi kegagalan dalam proses pembelajaran.

Perbaikan terhadap berlangsungnya Diskusi Kelompok

Agar diskusi dapat berjalan dengan tertib serta terjalin kerja sama antar kelompok, guru sebagai fasilitator harus dapat mengatur jalannya diskusi dengan cara memberi tugas kepada siswa yang dianggap kurang mampu/kurang aktif sebagi pembaca hasil diskusi, dengan demikian tugas ini akan memberi kekuatan pada siswa tersebut merasa diperlukan dan mempunyai tanggung jawab yang sama dengan teman-teman yang lainnya

Deskripsi Hasil Tindakan Siklus II

Dari data diatas dapat diperoleh data bahwa rata-rata nilai siswa hasil tes awal menunjukan ada 30% siswa memperoleh nilai katagori baik, 10% siswa memperoleh nilai sedang dan 60% siswa memperoleh nilai dibawaah angka lulus (65). Selanjutnya kondisi awal ini menjadi dasar untuk perbaikan pembelajaran yang tepat bagi siswa, sekaligus memberikan informasi pada penulis bahwa persiapan siswa dalam sajian pembelajaran dengan pokok bahasan Menggambar Skala masih relatif kurang, sehingga dengan pelaksanaan tindakan diharapkan adanya peningkatan hasil belajar.

Langkah berikutnya siswa dalam kelompok mengadakan diskusi kelompoknya untuk menemukan bagaimana menggambar dengan skala serta menentukan skala pada sebuah peta yang disajikan dengan pola-­pola permainan serta media alat peraga dalam bentuk gambar peta, dan ukuran-ukuran bangun ruang dan hangun datar dari bentuk yang besar ke bentuk yang kecil, dengan perbandingan skala yang sudah ditentukan. Setelah itu masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusinya untuk dipersentasekan secara bergilir di depan kelas, sekaligus mengadakan tanya jawab untuk mempertanggungjawabkan hasil diskusi kelompoknya masing-masing. Sementara itu guru harus mampu membagi arus tanya jawab dengan pemerataan yang lebih bijaksana, sehingga terkesan adanya pemerataan dalam arus diskusi tanya jawab.

Kegiatan berikutnya merupakan kegiatan akhir pada kegiatan inti pelaksanaan tindakan siklus kedua dengan mengadakan kembali tes akhir (post rest). setelah siswa betul-betul memahami materi yang sudah disampaikan dengan penerapan metode penemuan. Dari hasil pos tes diperoleh data sebagai berikut: nilai tertinggi 90, nilai terendah 60, nilai rata-rata 72. Dari data KKM 60, maka semua siswa tuntas belajar setelah siklus II.

Pembahasan

Berdasarkan tampilan data yang diperoleh penulis, baik dari hasi! observasi selama kerja kelompok dalam bentuk keterampilan proses, maupun data hasil nilai post tes, sehingga pada akhirnya penulis mendapat kesimpulan sebagai berikut:

Unsur siswa

Selama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa dianggap sudah cukup baik hanya ada beberapa siswa yang justru mengalami nilai yang turun dari hasil nilai pada siklus kesatu, serta masih ada beberapa siswa yang belum mengalami kemajuan dalam belajar dan belum tampak ada keinginan dalam berdiskusi kelompak.

Kegiatan yang harus diperbaiki adalah ; (1) Mengadakan wawancara dengan siswa yang mengalami penurunan nilai hasil post tes, serta siswa disarankan untuk membuka kembali pelajaran dan soal latihan yang sudah diberikan, (2) Memberikan tugas rumah dengan bentuk kegiatan memperbaiki jawaban-jawaban yang salah, (3) Lebih mengefektifkan tutor sebaya agar betul-betul dilaksanakan dalam rangka membantu temannya yang menigalami kesulitan belajar.

Unsur Guru

Secara garis besarnya kelemahan penulis dalam menyajikan materi masih belum bisa menyentuh keseluruh siswa yang ada, dan cenderung membiarkan siswa yang lemah yang justru seharusnya mendapat perhatian yang penuh.

Penggunaan alat peraga dinilai masih belum memenuhi syarat sehingga masah terjadi verbalisme terhadap suatu materi dengan tayangan alat peraga tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh guru relatif mengundang jawaban serempak, sehingga materi­menjadi tidak efektif.

Kegiatan perbaikan yang harus dilakukan adalah: (1) Memberikan sajian alat peraga yang lebih mengesankan, (2) Guru harus dapat menggiring siswa tepat sasaran sesuai dengan metode yang digunakannya, (3) Guru harus tetap teliti memperhatikan kegiatan siswa sehingga meminimalisasi siswa yang cenderung diam (4) Guru harus dapat menghindari uraian-uraian materi yang tidak diperlukan oleh siswa.

Unsur Keterlibatan Siswa dalam Diskusi

Selama diskusi berlangsung penulis menilai masih jauh dari yang diharapkan, dikarenakan belum adanya pemerataan dalam kaktifan siswa dalam berdiskusi. Hal ini terlihat dari lontaran pertanyaan, serta sanggahan berbagai pendapat dikuasai oleh siswa-siswa tertentu saja.

Dengan kondisi-kondisi yang tersebut di atas, maka beberapa hal yang perlu diperbaiki adalah sebagai berikut: (1) teknik-teknik diskusi yang harus lebih diketahui oleh siswa, (2) guru harus pandai menanggulangi siswa yang dianggap kurang aktif agar menjadi aktif, (3) guru harus menyiapkan perkanyaan-pertanyaan penggiring yang selanjutnya mengundang pertanyaan susulan dari siswa, (4) guru harus menghindari pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengundang jawaban secara serentak.

Adapun perbaikan-perbaikan yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:

Perbaikan bagi Siswa

Siswa yang mengalami kesulitan belajar disarankan untuk lebih giat belajar agar tidak terlalu jauh ketinggalannya, dengan cara diberikan remideal sebagi upaya untuk mengejar ketinggalan belajar. Dalam hal ini penyaji memberikan bimbingan khusus, Serta diberikannya tes ulang dengan bobot yang tidak sama dengan siswa-siswa yang lainnya. Terobosan yang lainya penulis menyarankan agar teman yang dianggap sudah bisa untuk senantiasa membantu dalam istilah lain tutor sebaya, sampai betul-betul mereka dapat memahami pokok materi yang disampaikan.

Perbaikan bagi guru

Tidak hanya siswa guru dalam hal ini sekaligus penulis sebagi pelaksana langsung, juga mendapat sorotan dari rekan sejawat selama kegiatan berlangsung, sebagimana disebutkan dalam kelemahan, maka unsur-unsur yang harus diperbaiki oleh penulis (guru) penyaji dalam pelaksanaan tindakan adalah sebagi berikut: (1) Guru harus senantiasa adil datam memperlakukan siswa, dalam keadaan apapun, sehingga perhatianpun tidak hanya pada siswa yang aktif saja, (2) Guru harus lebih teliti dalam memperlakukan siswa yang kurang agar merekapun mendapat dan merasa diperhatikan sebagaimana siswa-siswa yang lainnya, (3) Guru harus jeli terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi untuk meminimalisasi kegagalan dalam proses pembelajaran.

Perbaikan terhadap Kedalaman Materi dalam Evaluasi

Secara umum bobot materi yang disampaikan sekaligus butir soal pada tes evaluasi sudah singkron dan sejalan dengan rumusan tujuan pembelajaran, hanya perlu adanya soal alternatif pengganti untuk diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan dengan bobot yang lebih rendah, namun tidak harus merubah tujuan yang sudah dirumuskan.

Perbaikan terhadap berlangsungnya diskusi kelompok

Agar diskusi dapat berjalan dengan tertib serta terjalin kerja sama antar kelompak, guru sebagi fasilitator harus dapat mengatur jalannya diskusi dengan cara memberi tugas kepada siswa yang dianggap kurang mampu/kurang aktif sebagi pembaca hasil diskusi, dengan demikian tugas ini akan memberi kekuatan pada siswa tersebut merasa diperlukan dan mempunyai tanggung jawab yang sama dengan teman-teman yang lainnya.

Guru harus pandai dalam meyebarkan pertanyaan-perkanyaan sebagai upaya penggiring. Jadi pertanyaan sebaiknya jangan bebas serta mengundang jawaban yang bersama-sama. Begitupula dengan siswa yang mengangkat tangan bukan berarti harus itu, namun diusahakan yang yang belum dulu, baru kemudian apabila tidak ada sama sekali boleh dilontarkan kepada siswa yang meminta. Dengan demikian akan terlihat pemerataan dalam keaktifan bertanya jawab.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil temuan dari penelitian tindakan kelas yang diiakukan oleh penulis di SD Negeri Soko 4 dengan penerapan metode penemuan dalam pembelajaran matematika di SD kelas VI ternyata memberikan kesan yang positif bagi siswa dalam mengenai lebih jauh tentang penggunaan metode penemuan dalam pembelajaran matematika di kelas VI.

Gambaran tersebut memberikan kontribusi yang cukup bagus bagi pengembangari pola berpikir yang baru pada siswa, sehingga nampak adanya kemandirian dalam belajar, sekaligus membekali siswa untuk dapat belajar, tanpa mengenai batas waktu, tempat, maupun kondisi yang dihadapinya.

Pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun ruang dengan menggunakan metode penemuan, cukup menarik bagi siswa, serta cenderung hasil belajar yang diperoleh dari pengalaman belajar tersebut cukup menggembirakan, walaupun belum memuaskan. Hal tersebut terlihat dari hasil pengamatan ddiskusi dan hasil nilal post-test (nilai akhir). Data menunjukkan hasil pretest dari siklus I dengan rata-­rata nilai 59 meningkat setelah diadakan tindakan menjadi 70 (nilai post tes). Juga pada siklus II yang terlihat dalam hasil pas tes dengan rata-rata nilai 62 meningkat setelah diadakan tindakan menjadi 72.

Dengan demikian kesimpulan secara umum dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut: (1) Bahwa penerapan metode penemuan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa. (2) Bahwa penerapan metode penemuan terbukti dapat meningkatkan motivasi dan aktifitas belajar siswa. (3) Dalam penerapan metode penemuan. diperlukan langkah-langkah pembelajaran yang ideal serta persiapan yang matang dengan berbagai kemungkinan yang sudah disiapkan.

Saran

Saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:

1. Dengan rendahnya pemahaman guru terhadap keterampilan penggunaan metode penemuan, maka perlu disikapi oleh semua kalangan pendidik agar berusaha untuk memperbaiki kelemahan yang ada tanpa harus mempunyai rasa malu dan canggung. Sesungguhnya kelemahan yang ada pada diri kita merupakan anugrah agar kita senantiasa berusaha untuk memerangi dan menggantikan kelemahan tersebut dengan sesuatu yang labih baik.

2. Jadikan pengalaman itu sebagai guru yang paling berharga dalam upaya menerpa diri, dengan itikad bahwa hal ini harus lebih baik dari hari yang kemarin. Serta hari esok harus lebih baik dari hari ini, demikian Seterusnya.

3. Kedewasaan, kemandirian, serta kemajuan akan tumbuh dari proses perenungan diri kita atas apa yang sudah kita perbuat, kita laksanakan, dan kita lupakan.

4. Penulis sangat sadar bahwa segala sesuatu akan terjadi, manakala kita mau berbuat, berusaha, dan mau bertindak atas dasar pengabdian.

Akhirnya secara umum penulis menyarankan kepada semua jajaran pendidikan untuk senantiasa merupaya dengan segenap kemampuan yang ada sesuai dengan porsinya masing-masing, untuk sanantiasa melaksanakan amanat mulya ini dengan penuh rasa tanggungjawab.

DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, C.Asri.2005.Belajar Dan Pembelajaran.Jakarta:Rineka Cipta

Depdikbud.1996.Kamus Besa Bahasa Indonesia,Jakarta:Balai Pustaka

Dimyati dan Mudjiono.1999.Belajar Dan Pembelajaran.Jakarta:PT Rineka Cipta

Hudoyo,Herman.1979.Pengembangan Kurikulum Matematika.Surabaya:usaha Nasional

Nana, Sudjana,2005. Dasar-dasar Proses BelajarMengajar, SinarBaru Bandung

Ruseffendi (1990).Macam-macam Metode. Jakarta: Bina Aksara.

Soetomo.1993.Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Cetakan ke 1.Surabaya:Usaha Nasional

Sholeh, Muhammad.1998.Pokok-pokok Pengajaran Matematika Di Sekolah. Jakarta:Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI

Suherman, dkk. (2001). Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.

Susanto.1991. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta:Yudistira

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003.Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta:CV Eko Jaya

Winkel W.2005.Psikologi Pengajaran,Jakarta:Gramedia Pustaka Tama