Penerapan Metode Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS
PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS
TENTANG PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
PADA SISWA KELAS IV SDN 2 KARANGGENENG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Mulyono
SDN 2 Karanggeneng Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial materi perkembangan teknologi melalui penerapan metode Problem Solving pada siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SDN 2 Karanggeneng Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora dengan jumlah siswa 12 siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan pelaksanaan tindakan sebanyak 2 siklus. Dalam pelaksanaan tindakan, dibagi dalam empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumen, pengamatan, dan tes tertulis. Pengumpulan data diambil dari dokumentasi daftar nilai pra siklus, lembar pengamatan, dan rekapitulasi hasil belajar yang dilakukan pada akhir siklus. Untuk memvalidasi data yang dikumpulkan, dibuat lembar pengamatan dan kisi-kisi soal ulangan. Hasil penelitian, pada kondisi awal, jumlah siswa yang mampu mencapai KKM sebanyak 4 siswa (33,33%). Pada siklus I jumlah siswa yang mampu mencapai KKM menjadi 7 siswa (58,33%). Siklus II kembali terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Jumlah siswa yang mencapai KKM 10 siswa (83,33%). Jadi dapat disimpulkan penerapan metode Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial materi perkembangan teknologi pada siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng Kecamatan Kunduran Tahun Pelajaran 2016/2017.
Kata Kunci : hasil belajar, metode problem solving, pembelajaran IPS
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Visi pendidikan nasional Indonesia adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Adanya visi tersebut maka berakibat pada prinsip penyelenggaraan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yakni pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Untuk mewujudkan visi tersebut, harus diupayakan pembelajaran yang berkualitas. Dalam upaya menciptakan pembelajaran yang berkualitas, dibutuhkan sebuah standar yang menjadi tempat awal menyusun sebuah pembelajaran. Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi. Standart isi digunakan kepala sekolah, guru dan pengembang kurikulum untuk mengembangkan kurikulum. Kurikulum yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melalui KTSP pemerintah berusaha memenuhi tuntutan pembaharuan tersebut yang dijabarkan dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) di SD/MI.
Dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang pasal 1 ayat 3 dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut maka setiap satuan pendidikan yang berkewajiban menyeleng-garakan proses pembelajaran yang bermutu dan berkualitas guna tercapainya tujuan pendidikan. Peningkatan pendidikan memang sangat penting dilakukan dalam pembentukan sumber daya manusia. Masalah peningkatan mutu pendidikan sangat erat dan tidak lepas dari proses pembelajaran, sehingga guru harus mampu menjadi fasilitator dan motivator sehinggatercipta proses pembelajaran yang kondusif dan efektif. Untuk itu guru bertanggung jawab penuh pada pelaksanaan pembelajaran di kelas, dan guru harus pandai meramu berbagai komponen pembelajaran yang antara lain bisa memilih Metode pembelajaran yang tepat pada setiap materi yang ada pada kurikulum, termasuk dalam hal ini adalah materi pelajaran IPS.
Pemahaman guru terhadap SK-KD sangat beragam, karena latar belakang pendidikan, daerah, kapasitas, dan kompetensi yang juga sangat beragam. Sehingga, terkadang mengalami kesulitan untuk memahami dan memaknai SK-KD dalam implementasi pembelajaran. Kebiasaan guru yang â€taken for granted†dari pusat memperlemah kreativitas dan inovasi mereka dalam mengembangkan pembelajaran. Penilaian yang tidak komprehensif, padahal tuntutan penilaian IPS mencakup aspek pengetahun, sikap, dan perilaku sekaligus. Namun di sisi lain, banyak guru yang tidak mengerti bagaimana menilai aspek afektif, kognitif dan psikomotorik, bagaimana mengembangkan instrumen pengukurnya dan bagaimana menetapkan bobot nilainya. Sehingga, hal ini perlu panduan khusus untuk mata pelajaran yang menekankan aspek sikap dan perilaku dalam standar kompetensi lulusannya.
Dengan adanya kemampuan yang merupakan tujuan dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), maka akan memberikan kemudahan bagi siswa dalam menghadapi tantangan serta perubahan terhadap lingkungan dan dapat berinteraksidengan lingkungannya yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. Agar pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat digunakan oleh siswa dan diaplikasikan nantinya dalam kehidupan sehari-harinyaâ€. Disamping itu, materi yang akan diajarkan oleh guru di Sekolah Dasar (SD) hendaknya disesuaikan dengan kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial yang kita pergunakan untuk melihat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang akan di rancang dengan melahirkan Indikator-indikator yang ingin dicapai dalam pembelajaran sehingga tercapailah tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh dunia pendidikan saat ini tidak lepas dari rendahnya hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar terjadi karena kurangnya pemahaman siswa pada setiap materi yang diberikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran, pemahaman siswa merupakan salah satu faktor yang sangat memberikan dorongan ataupun motivasi kepada siswa dalam belajar agar tercipta suatu interaksi antara siswa dengan guru. Dalam keadaan ini siswa akan lebih terdorong dalam belajar yang tentunya akan memberikan implikasi secara positif pada hasil-hasil belajar yang dimiliki oleh siswa.
Keaktifan siswa selama kegiatan pembelajaran merupakan salah satuindikator adanya keinginan siswa untuk belajar tetapi peran serta siswa dalam proses pembelajaran di sekolah masih kurang yakni hanya sedikit siswa yang menunjukkan keaktifan berpendapat dan bertanya. Pendapat dan pertanyaan yang dibuat siswa juga belum mengarah kepada pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Kurangnya kemampuan pemecahan masalah siswa dan aktivitas belajar dalam proses pembelajaran, dikarenakan guru belum menggunakan pembelajaran berbasis masalah untuk melatih siswa dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari.
Aspek kognitif merupakan aspek yang mudah dilihat hasilnya karena ranah ini menilai hasil belajar yang meliputi pengetahuan siswa. Hasil belajar ini dibuktikan dengan perolehan nilai siswa setelah evaluasi pembelajaran. Namun, jika guru hanya melakukan upaya peningkatan ranah kognitif tanpa mempedulikan ranah afektif dan psikomotor, hal ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan pada ketiga ranah tersebut. Ranah afektif yang meliputi keaktifan, kesungguhan, keberanian siswa sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran. Penerapan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan bagian dari ranah afektifyang penting untuk diperhatikan. Tidak berbeda dengan kedua ranah sebelumnya, ranah psikomotor juga tidak dapat diabaikan. Aspek ini berkenaan dengan sikap dan keterampilan yang dikuasai siswa sebagai bentuk unjuk kerja. Jadi, penguasaan materi siswa di kelas tidak hanya ditunjukkan dengan kemampuan kognitif yang menonjol, tetapi harus diseimbangkan dengan kemampuan afektif dan psikomotor. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di jenjang pendidikan dasar di arahkan untuk memberi kontribusi positif dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran IPS khususnya di SD dituntut untuk lebih mengarah ke pembelajaran yang bermakna.
Namun dari dalam kenyataannya yang telah dipaparkan di atas, ternyata masih terdapat beberapa masalah yang terjadi di kelas baik dari sisi guru maupun dari sisi siswa. Masalah yang timbul dari guru tersebut antara lain adalah: 1) kurangnya wawasan guru tentang cara memilih dan menerapkan Metode pembelajaran serta terbatasnya waktu; 2) guru hanya menggunakan metode ceramah tanpa adanya inovasi terhadap kegiatan pembelajaran; 3) proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru; 4) kurangnya interaksi antara siswa yang satu dengan yang lain dan siswa dengan guru. Siswa juga memegang peranan yang penting dalam kegiatan pembelajaran, sukses atau tidaknya suatu pembelajaran tergantung pada mereka. Masalah yang timbul dari siswa dalam pembelajaran IPS di kelas IV SDN 2 Karanggeneng Iman Menganti antara lain adalah: 1) siswa hanya bertindak sebagai objek dalam kegiatan pembelajaran; 2) siswa hanya menerima materi yang diberikan dan kurang melakukan aktivitas dalam pembelajaran; 3) siswa kurang fokus dalam menerima materi yang diberikan dan tidak memperhatikan penjelasan dari guru; 4) siswa jenuh dalam mengikuti pembelajaran, dan 5) siswa asyik mengobrol dengan siswa yang lain. Semua tindakan siswa itu mengakibatkan hasil belajar siswa kurang, baik dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dari proses pembelajaran yang tidak efektif berdampak pada hasil belajar siswa. Dari 12 siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng hanya 4 siswa atau 33,33% yang tuntas belajar dengan KM 70.
Dalam proses pembelajaran guru menjadi pemeran utama dalam menciptakan situasi interaktif yang edukatif, yakni interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan belajar.Untuk terwujudnya proses belajar mengajar seperti itu sudah tentu menuntut upaya guru untuk mengaktualisasikan kompetensinya secara profesional, terutama aspek metodologis. Karena aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran, terutama pembelajaran IPS yang dalam pelaksanaannya masih kurang bervariatif.
Mata pelajaran IPS sebagai salah satu bidang studi yang memiliki tujuan untuk membekali siswa dalam mengembangkan aspek penalaran di samping aspek nilai dan moral. Dalam pengembangannya banyak memuat materi sosial yang bersifat hapalan sehingga pengetahuan dan informasi yang diterima siswa sebatas pengetahuan hapalan semata. Sifat pelajaran IPS tersebut membawa konsekuensi terhadap proses belajar mengajar yang didominasi oleh pendekatan ekspositoris, terutama guru menggunakan metode ceramah, penugasan dan tanya jawab. Dalam proses pembelajarannya siswa masih kurang terlibat secara aktif bahkan pasif. Padahal, dalam proses belajar mengajar keterlibatan siswa harus secara totalitas, artinya melibatkan pikiran, penglihatan, pendengaran, dan psikomotor (keterampilan, salah satunyasambil menulis). Jadi, dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus mengajak siswa untuk mendengarkan, menyajikan media yang dapat dilihat, memberi kesempatan untuk menulis dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan sehinga terjadi dialog kreatif.
Pendidikan IPS diharapkan dapat menjadi wadah bagi siswa untuk mempelajari lingkungan sekitar berkaitan dengan hubungan antarmanusia, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan pembelajaran IPS siswa dapat dibawa langsung ke dalam lingkungan alam dan masyarakat. Dengan lingkungan alam sekitar, siswa akanakrab dengan kondisi setempat, sehingga mengetahui makna serta manfaat ilmu pengetahuan sosial secara nyata.
Guru dituntut untuk memahami secara benar kurikulum yang berlaku, karakteristik siswa, fasilitas dan sumber daya yang ada, sehingga semuanya dijadikan komponen-komponen dalam menyusun rencana dan desain pembelajaran. Selain itu, harus bisa memilih metode pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif Metode pembelajaran yang memungkinkan dikembangnya keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah pembelajaran berbasis masalah .
Berdasarkan kondisi diatas maka diperlukan adanya perbaikan pembelajaran IPS kelas IV SDN 2 Karanggeneng Kecamatan Kunduran terutama pada pemilihan dan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran yang ingin dicapai.Salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran adalah keaktifan siswa dalam menjalani proses pembelajaran. Dalam upaya untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran, maka diperlukan metode pembelajaran inovatif yang dapat memacu semangat siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan menerapkan metode problem solving.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah dalam penelitan ini yaitu: “Apakah metode Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar IPS tentang perkembangan teknologi pada siswa kelas IV SN 2 Karanggeneng tahun pelajaran 2016/2017?â€
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah adalah meningkatkan hasil belajar IPS materi perkembangan teknologi bagi siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapan metode Problem Solving.
Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat mendeskripsikan peningkatan aktivitas guru, aktivitas siswa, hasil belajar siswa setelah menggunakan metode problem solving. Selain itu penelitian inidapat memberikan manfaat kepada siswa yaitu dapat menumbuhkan dan memotivasi siswa dalam proses pembelajaran, memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran khususnya tentang mengenal perkembnagan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi dimasyarakat. Sedangkan kepada guru yaitu dapat menjadi masukan bagi guru tentang pentingnya menggunakan metode problem solving.
KAJIAN TEORI
Metode Problem Solving
Ketepatan penggunaan metode pembelajaran bergantung pada kesesuaian metode pembelajaran dengan beberapa faktor, yaitu tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas, situasi, kondisi dan waktu diperlukan. Problem Solving juga didasarkan pada konsep konstruktivisme yang dikembangkan oleh ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Pembelajaran masalah terletak di atas paham perspektif kognitif-konstruktivis yang dirintis oleh Piaget.
Berdasarkan uraian tentang macam-macam metode pembelajaran, peneliti menggunakan langkah-langkah melaui metode pembelajaran Problem Solving dengan alasan adalah sebagai berikut: (1) Dengan menggunakan metode problem solving, siswa belajar lebih aktif, dan (2) Siswa tidak hanya bergantung pada apa yang disampaikan oleh guru, tetapi dapat memecahkan masalah sendiri.
Problem solving merupakan metode kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri maupun bersama-sama (Muhammad Thobroni, 2011:333).
Kelebihan dari penggunaan Problem Solving menurut Hamdani ( 2011:272) antara lain: a) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan, b) Berfikir dan bertindak kreatif, c) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis, d) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan, e) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan., f) Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat, g) Mendidik siswa untuk berfikir secara sistematis.
Kekurangan dari penggunaan Problem Solving menurut Hamdani ( 2011: 272) , antara lain: a) Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain., b) Kalau di dalam kelompok itu kemmapuan anggotanya heterogen, maka siswa yang pandai akan mendominasidalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja.
Tujuan problem solving menurut John Dewey dalam Hamdani (2011:85) yang telah dimodifikasi diantaranya: (1) mencari jalan keluar dalam menghadapi masalah-masalah secara rasional, (2) memecahkan masalah secara individual maupun secara bersama-sama,(3) Mencari cara pemecahan masalah untuk meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri, (3) Untuk memotivasi siswa, emembangkitkan perhatian siswa pada topik atau prosedur khusus dalam menyediakan kegunaan kehidupan nyata, (4) Sebagai latihan, penguatan keterampilan dan konsep yang telah diajarkan langsung.
Menurut Hamdani (2011:85) metode problem solving terdiri dari 6 langkah utama dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Adapun sintaks dari metode problem solving dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap 1: Identifikasi Permasalahan
– Kegiatan Guru: Memberi permasalahan pada siswa dan Membimbing siswa dalam melakukan identifikasi permasalahan
– Kegiatan Siswa: Memahami permasalahan dan Melakukan identifikasi terhadap masalah yang dihadapi
2. Tahap 2: Penyajian Permasalahan
– Kegiatan Guru: Membantu siswa untuk merumuskan dan memahami masalah secara benar
– Kegiatan Siswa: Merumuskan dan pengenalan permasalahan
3. Tahap 3: Perencanaan Pemecahan
– Kegiatan Guru: Membimbing siswa melakukan perencanaan pemecahan masalah
– Kegiatan Siswa: Melakukan perencanaan pemecahan masalah
4. Tahap 4: Menerapkan/Mengimplementasikan Perencanaan
– Kegiatan Guru: Membimbing siswavmenerapkan perencanaan yang telah dibuat
– Kegiatan Siswa: Menerapkan rencana pemecahan masalah
5. Tahap 5: Menilai Perencanaan
– Kegiatan Guru: Membimbing siswa dalam melakukan penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah
– Kegiatan Siswa: Melakukan penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah
6. Tahap 6: Menilai Hasil Pemecahan
– Kegiatan Guru: Membimbing siswa melakukan penilaian terhadap hasil pemecahan masalah
– Kegiatan Siswa: Melakukan penilaian terhadap pemecahan masalah
Dengan beberapa langkah metode problem solving di atas siswa diajak untuk belajar secara aktif dengan melibatkan mental dan fisik, baik di dalam maupun di luar kelas. Dengan demikian peserta didik akan merasakan pengalaman belajar yang menyenangkan sehingga termotivasi untuk belajar dan hasil belajarpun dapat dimaksimalkan.
Metode problem solving merupakan metode yang mampu membantu siswa untuk berpikir aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Dimana dengan menggunakan metode ini, siswa akan dihadapkan pada suatu masalah yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari yang selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah. Metode problem solving juga mampu merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa dalam menemukan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi saat belajar.
Metode problem solving dapat diterapkan berdasarkan pendekatan konstruktivisme dengan memusatkan pembelajaran pada siswa. Dimana guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.
Masalah dapat diartikan sebagai ketidakcocokan atau perbedaan anatara keadaan yang nyata dengan keadaan yang dikehendaki. Masalah adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diinginkan. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang ditetapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru.
Metode pemecahan masalah (Problem Solving) adalan suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Metode pemecahan masalah (Problem Solving) merupakan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama.sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yangpada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Hasil Belajar
Menurut Suprijono ( 2011: 5-6), hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Suatu hasil belajar memerlukan kondisi belajar internal dan kondisi belajar eksternal yang berbeda. Oleh karena itu metode pembelajaran harus sesuai dengan materi yang diajarkan. Karena hasil belajar berkesinambungan dengan prestasi belajar sebagai siswa ukuran untuk menilai ketercapaian hasil.
Menurut Sardiman (2011), tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental dan nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar. Peningkatan hasil belajar menurut Bloom (dalam Sudjana, 2008) di klasifikasikan menjadi tiga ranah, antara lain: (1) Ranah Kognitif, ranah ini berkenaan dengan hasil belajar yang memiliki enam aspek, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Hasil belajar diambil dari evaluasi akhir, (2) Ranah Afektif (keterampilan sosial), berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian , organisasi dan internalisasi. Hasil belajar diambil dari pengamatan yang di lakukan oleh guru yaitu kerjasama siswa, kejujuran, tanggung jawab dan keberanian, (3) Ranah Psikomotor, aspek ini berkenaandengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Menurut Gagne dalam Muhammad Thobroni (2011: 138). Indikator Hasil belajar merupakan uraian kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam berkomunikasi secara spesifik serta dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil belajar. Siswa hendaklah diberi keterampilan, pengetahuan atau sikap yang sudah mereka kembangkan selama pembelajaran dalam menyelesaikan tugas–tugas yang sudah ditentukan. Selama proses ini guru dapat menilai apakah siswa telah mencapai beberapa indikator dari hasil belajar tersebut.
Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Maka dengan kata lain hasil belajar dapat dikatakan sebagai perubahan perilaku yang terjadi setelah belajar. Dalam hal ini hasil belajar tidak hanya ditunjukkan melalui tes hasil belajar kognitif saja, namun dalam segi afektif dan psikomotor pun menjadi acuan penilaian hasil belajar siswa.
Karakteristik anak usia SD ada pada tahap operasional konkret. Mereka membutuhkan kegiatan-kegiatan nyata yang sekaligus dapat direkam dalam memorinya untuk mencapai kompetensi tertentu.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang membuat siswa aktif dan menikmati seluruh kegiatan yang terjadi di kelas. Salah satu Metode pembelajaran alternatif yang dapat membantu siswa mengkonstruksikan pengalaman belajarnya sendiri adalah strategi pemecahan masalah. Berbagai macam strategi pemecahan masalah dapat dipakai dalam proses pembelajaran, namun stategi pemecahan masalah yang dipilih oleh peneliti dalam pembelajaran ini yaitu problem solving.
Menurut Ngalim Purwanto, (2006:102) faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar digolongkan menjadi 2, yaitu faktor intern dan faktor ekstern: 1). Faktor Intern atau yang disebut faktor individual yang ada pada diri individu itu sendiri, antara lain kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan pribadi, dan 2). Faktor ekstern atau yang disebut faktor sosial yang ada diluar individu, antara lain keluarga, guru, dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial.
Pembelajaran adalah suatu kegiatan agar proses belajar seseorang atau sekelompok orang yang berkaitan dengan suatu usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, di dalam proses pembelajaran terdapat beberapa komponen penting, yakni guru, media belajar, metode belajar, kurikulum/standar kompetensi dan lingkungan belajar, dimana ini akan mempengaruhi cara guru dalam menyampaikan pelajaran yakni dengan menggunakan metode yang cocok. Peran metode pengajaran yang digunakan yakni problem solving agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar dan variatif.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila para siswa dapat memaknai pesan yang disampaikan oleh guru. Metode problem solving dapat mengajarkan pada siswa bagaimana cara menghadapi dan memecahkan suatu permasalahan sehingga didapat jalan keluarnya, disini siswa dilatih untuk berfikir dan memberikan pandangan secara luas dengan cara memecahkan suatu permasalahan. Dengan cara demikian diharapkan dapat meningkatkan minat, motivasi, dan hasil belajar siswa
Pembelajaran IPS
Menurut Nani Rosdijati ( 2012: 58), Banyak definisi tentang IPS yang telah dirumuskan oleh para ahli. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD/MI/SDLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, konsep, fakta, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga masyarakat yang menghargai nilai-nilai sosial, bertanggung jawab, mencintai lingkungan alam, dan menjadi warga dunia yang cinta damai. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi.
Penerapan pembelajaran IPS dengan menggunakan metode Problem Solving dapat membuat siswa lebih terampil dalam menemukan dan memilih informasi-informasi yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah dalam pokok bahasan pembelajaran IPS. Dengan menggunakan Metode Problem Solving juga akan melatih siswa untuk belajar menemukan informasi-informasi baru yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam pokok bahasan pembelajaran IPS.
Kerangka Berpikir .
Pada kondisi awal, hasil belajar siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng masuk kategori rendah. Dari berbagai teori tentang metode pembelajaran, peneliti memilih metode Problem Solving untuk mengatasi rendahnya hasil belajar IPS. Melalui metode pembelajaran Problem Solving membuat siswa lebih aktif karena dalam pembelajaran Problem Solving siswa dituntut untuk memecahkan masalahnya sendiri. Guru hanya mengarahkan sesuai dengan tahapan-tahapan pembelajaran Problem Solving.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teoritis dan kerangka berpikir, hepotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah penerapan metode pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi materi perkembangan teknologi pada siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng tahun pelajaran 2016/2017..
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IV SDN 2 Karanggeneng Kecamatan Kunduranyang berjumlah 12 siswa yang terdiri atas 7 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan. Penelitian ini difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS khususnya materi mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi di masyarakat.
Pelaksanaan penelitian ini telah dilaksanakan 2 siklus, setiap siklusnya terdiri dari 4 tahapan syang telah dikemukakan oleh Kemmis dan MC Taggart (dalam Arikunto, 2009:93) antara lain: 1) perencanaan, 2) Tindakan , 3) Observasi, 4) Refleksi.
Teknik pengumpulan data yang digubakan dalam penelituian ini adalah observasi aktivitas guru, aktivitas siwa dan hasil belajar siswa. analisis hasil observasi diperoleh dari pengamat (penelitui dan guru kelas) untuk mengisi lembar observasi saat mengamati proses mengajar pada setiap siklus.
Indikator keberhasilan penelitian yang dilakukan ditunjukkan apabila minimal 80% siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng mampu tuntas belajar dengan KM 70 pada kondisi akhir.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pra Siklus
Data hasil belajar pra siklus dapat dideskripsikan sebagai berikut: siswa yang mendapat nilai 40 adalah 1 siswa, siswa yang mendapat nilai 50 adalah 2 siswa, siswa yang mendapat nilai 60 adalah 5 siswa, siswa yang mendapat nilai 70 adalah 3 siswa, dan siswa yang mendapat nilai 80 adalah 1 siswa. Rata-rata nilai ulangan pada pembelajaran pra siklus adalah 60,83. Dari 12 siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng yang tuntas belajar dengan mencapai nilai > 70 adalah 4 siswa atau 33,33%. Sejumlah 8 siswa atau 66,67% nilai ulangan hariannya masih di bawah KKM.
Siklus I
Hasil belajar siklus I adalah hasil belajar yang diambil dari nilai ulangan setelah pembelajaran siklus I. Data hasil ulangan pada siklus I adalah sebagai berikut: siswa yang mendapat nilai 50 adalah 1 siswa, siswa yang mendapat nilai 60 adalah 4 siswa, siswa yang mendapat nilai 70 adalah 5 siswa, siswa yang mendapat nilai 80 adalah 1 siswa, dan siswa yang mendapat nilai 90 adalah 1 siswa. Rata-rata nilai ulangan pada pembelajaran siklus I adalah 67,50. Dari 12 siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng yang tuntas belajar dengan mencapai nilai > 70 adalah 7 siswa atau 58,33%. Sejumlah 5 siswa atau 41,67% nilai ulangan hariannya masih di bawah KKM.
Siklus II
Pada akhir siklus II juga dilakukan ulangan untuk mendapatkan data hasil belajar siklus II. Data hasil ulangan pada siklus II adalah sebagai berikut: siswa yang mendapat nilai 60 adalah 2 siswa, siswa yang mendapat nilai 70 adalah 3 siswa, siswa yang mendapat nilai 80 adalah 3 siswa, siswa yang mendapat nilai 90 adalah 2 siswa, dan siswa yang mendapat nilai 100 adalah 2 siswa. Rata-rata nilai ulangan pada pembelajaran siklus II adalah 79,17. Dari 12 siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng yang tuntas belajar dengan mencapai nilai > 70 adalah 10 siswa atau 83,33%. Sejumlah 2 siswa atau 16,67% nilai ulangan hariannya masih di bawah KKM.
Pembahasan
Berikut ini adalah tabel peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN 2 Karanggeneng pada pembelajaran pra siklus, siklus I, dan siklus II:
No |
Uraian |
Pra Siklus |
Siklus I |
Siklus II |
Keterangan |
1. |
Ketuntasan |
33,33% |
58,33% |
83,33% |
Meningkat |
2. |
Rata-rata Nilai |
60,83 |
67,50 |
79,17 |
Meningkat |
3. |
Nilai Tertinggi |
40 |
50 |
60 |
Meningkat |
4. |
Nilai Terendah |
80 |
90 |
100 |
Meningkat |
Tabel di atas menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa dari semua aspek. Ketuntasan belajar meningkat dari kondisi awal 33,33% menjadi 83,33% pada kondisi akhir. Rata-rata nilai ulangan juga mengalami peningkatan dari 60,83 pada kondisi awal menjadi 79,17 pada kondisi akhir. Demikian juga dengan nilai tertinggi dan terendah. Nilai tertinggi pada kondisi awal adalah 80 menjadi 100 pada kondisi akhir. Sementara nilai terendah meningkat dari 40 pada kondisi awal menjadi 60 pada kondisi akhir.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar IPS tentang perkembangan teknologi pada siswa kelas IV SN 2 Karanggeneng tahun pelajaran 2016/2017.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telahdilakukan, dapat diketahui bahwa penerapan metode pembelajaran aktif dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa, serta respon siswa. Oleh karena itu, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:1) Hendaknya para guru khususnya di SDN 2 Karanggeneng menerapkan metode problem solving sebagai variasi penyampaian materi pembelajaran IPS untuk meningkatkan aktivitas guru dalam proses pembelajaran; 2) disarankan kepada siswa SDN 2 Karanggeneng Iman untuk mengikuti Tahapan-tahapan dalam metode problem solving yang disampaikan oleh guru sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran IPS berlangsung; 3) untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS, disarankan para guru untuk menerapkan metode problem solving dengan seluruh tahapan-tahapan yang terdapat di dalam metode pembelajaran tersebut dan diseingi dengan media pembelajaran yang menunjangdalam penyampaian materi kepada siswa; 4)meningkatnya respon siswa terhadap proses pembelajaran IPS dengan menerapkan metode problem solving, maka disarankan kepada pihakguru untuk mengelola kelas dengan efektif, inovatif dan kreatif dengan mengeksplor variasi metode pembelajaran yang ada sehingga dapat terjadi suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Depdiknas. 2006. Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
Purwanto, Ngalim. 2006. Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdaya Karya
Rosdijati Nani 2012. Panduan Pakem IPS SD. Jakarta: Erlangga
Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers
Sudjana. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Bandung: Raja Grafindo Persada
Suprijono. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
Thobroni, Mohammad. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: ArRuzzmedia.
Undang-Undang RI no. 20 Tahun 2003. 2005. Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung: CV. Nuansa Aulia