PENERAPAN MODEL BRAIN-BASED LEARNING (BBL)

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

MATERI FUNGSI KOMPOSISI DAN INVERS

BAGI SISWA KELAS VIII -B SEMESTER 1 MTS NEGERI 1 KUDUS

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

 

Toni Akhlish

Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) meningkatkan sikap sosial siswa dalam pembelajaran matematika; dan 2) meningkatkan hasil belajar matematika materi fungsi Invers dan Komposisi bagi siswa kelas VIII -B semester 1 Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus tahun pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan pada semester 1 dengan subjek berupa siswa kelas VIII -B semester 1 tahun pelajaran 2016/2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan sikap sosial siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kompetensi sosial siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan; dan 2) penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi ‘Fungsi Invers dan Komposisi’.

Kata kunci:   Hasil belajar, model Brain-Based Learning (BBL), matematika fungsi komposisi dan invers.

 

PENDAHULUAN

Matematika adalah salah satu bidang ilmu dalam dunia pendidikan yang merupakan bidang studi yang sangat penting, baik bagi peserta didik maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Matematika memiliki arti penting dalam ilmu pengetahuan, karena matematika mengajarkan manusia untuk berpikir kritis, logis, sistematis, cermat, efektif, dan efisien dalam memecahkan masalah.

Komposisi fungsi tersebut pada dasarnya sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa. Sebagai misal adalah ketika siswa melakukan perjalanan dari rumah ke sekolah dengan naik kendaraan umum, maka akan terbentuk fungsi-fungsi perjalanan dari rumah ke halte jalur angkutan umum dengan berjalan kaki dan perjalanan dari halte keberangkatan di dekat rumah ke halte tujuan di dekat sekolah dengan naik angkutan umum. Dalam matematika, komposisi dua fungsi dinotasikan dengan yaitu jika dan , dan jika , maka komposisi fungsi adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan oleh  = , (Bartle dan Sherbert dalam Agustiani, 2012).

Dalam mempelajari komposisi fungsi tersebut, terdapat peluang di mana setiap siswa mengalami kesulitan atau hambatan belajar. Salah satu kesulitan yang dialami siswa adalah bahwa siswa tidak memahami bagaimana suatu fungsi dapat dikomposisikan. Hal ini berdampak pada adanya sebagian siswa yang menganggap bahwa komposisi adalah perkalian.

Kenyataan bahwa hasil belajar siswa masih rendah tersebut mendorong diperlukannya suatu perbaikan pembelajaran guna meningkatkan sikap sosial pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat mendorong berkembangnya sikap sosial pada siswa adalah model pembelajaran saintifik dengan model Brain-Based Learning (BBL).

Guna menghindari terjadinya bias dalam pembahasan, maka diperlukan adanya pembatasan masalah sebagai berikut: 1) Model pembelajaran dibatasi pada penerapan model Brain-Based Learning (BBL); 2) Materi pembelajaran dibatasi pada materi “Fungsi Komposisi dan Invers” yang diajarkan bagi siswa di kelas VIII -B pada semester 1; 3) Subjek dibatasi pada siswa kelas VIII -B semester 1 Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus tahun pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 27 orang siswa; dan 4) Kompetensi sosial dibatasi pada sikap sosial siswa dalam pembelajaran yang meliputi sikap bekerja sama, sikap disiplin, dan sikap toleransi.

Tujuan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut ini: 1) Untuk meningkatkan sikap sosial siswa dalam pembelajaran matematika melalui penerapan model Brain-Based Learning (BBL); dan 2) Untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapan model Brain-Based Learning (BBL).

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Pembelajaran matematika pada tingkatan MTs berbeda dengan tingkatan sebelumnya. Siswa pada tingkatan MTs rata-rata berada pada usia antara 15-19 tahun dan tergolong pada masa remaja madya. Berdasarkan tingkat perkembangan intelektual Piaget, anak SMP/MTs berada pada tingkat formal yaitu anak dapat menggunakan operasi konkret untuk membentuk operasi yang lebih kompleks, merumuskan hipotesis, mengkombinasikan gagasan, proposrsi yang mungkin, dan berpikir reflektif yaitu berpikir tentang berpikirnya yang termasuk kemampuan metakognisi (Dahar, 2006: 39).

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika SMP/MTs adalah proses interaksi antara guru dan siswa dalam memperoleh pengetahuan matematika melalui berbagai kegiatan yang disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa melalui peristiwa memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk menghasilkan belajar matematika yang hendak dicapai pada tingkatan SMP/MTs.

Hasil Belajar

Hamalik (2012: 27 ) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto (2009: 2) berpendapat bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Pengertian belajar menurut Gagne (Sumantri & Permana, 2009: 16) belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan.

Berpijak dari pengertian belajar tersebut, maka hasil belajar dapat dimaknai sebagai perubahan tingkah laku individu yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Sudjana (2009: 38) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Sikap Sosial

Zan & Martino (2007: 158) menyatakan sikap sebagai perasaan positif atau negatif terhadap suatu persoalan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Nitko & Brookhart (2011: 433), yang menyatakan bahwa sikap merupakan sifat-sifat dari seseorang yang menggambarkan perasaan positif dan negatif terhadap suatu objek, situasi, institusi, orang, atau pendapat. Allport (Gable, 1986: 4) juga menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan mental dan syaraf yang diorganisasikan berdasarkan pengalaman atau sesuatu yang berpengaruh terhadap respon seseorang terhadap objek atau situasi yang dihadapinya.

Penilaian sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu program pembelajaran. Penilaian sikap juga merupakan aplikasi suatu standar atau sistem pengambilan keputusan terhadap sikap.

Pembelajaran Model Brain-Based Learning (BBL)

Brain based learning adalah sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa. Jadi brain based learning merupaan sebuah model pembelajaran siswa mengembangkan otaknya untuk memecahkan suatu permasalahan atau mengembangkan suatu informasi yang diperolehnya.

Brain Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat di integrasikan dengan pendidikan karakter siswa. Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral, yang tujuannya mengembangkan kemampuan siswa untuk mewujudkan karakter positif dalam kehidupan sehari-hari (Puskur, 2010). Oleh karena itu muatan pendidikan karakter difokuskan pada attitudes, behavior, emotions, dan cognitions (Berkowitz, 2005).

Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa di kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 masih kesulitan dalam memahami konsep fungsi komposisi dan invers. Hal ini terlihat ketika diberikan soal matematika menentukan fungsi pembentuk komposisi, sebagian besar siswa membagi fungsi komposisinya tersebut dengan fungsi pembentuk yang diketahui. Siswa juga kesulitan dalam menentukan komposisi tiga buah fungsi, karena pengetahuan siswa hanya terbatas pada mengkomposisikan dua buah fungsi.

Kesulitan memahami fungsi komposisi tersebut pada gilirannya berdampak pada kurang optimalnya hasil belajar siswa di kelas tersebut. Kurang optimalnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi fungsi komposisi dan invers di kelas VIII -B semester 1 Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus tahun pelajaran 2016/2017 diindikasikan dengan kurang optimalnya hasil belajar yang diperoleh siswa.

Melalui penerapan model BBL, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Melalui penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan sikap sosial siswa dalam pembelajaran matematika.
  2. Melalui penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 selama 4 (empat) bulan yaitu dari persiapan penelitian mulai dari bulan September 2016 sampai dengan bulan Desember 2016. Alasan pemilihan lokasi adalah karena peneliti mengajar di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam pelaksanaan tindakan.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 yang terdiri atas 27 orang siswa. Penentuan subjek dilandasi adanya alasan bahwa siswa di kelas kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 mengalami kesulitan dalam memahami materi fungsi komposisi dan invers sehingga memerlukan perbaikan dalam pembelajaran materi tersebut.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teknik observasi, tes dan dokumentasi. Observasi digunakan untuk mengamati proses pelaksanaan pembelajaran dan mengamati sikap sosial siswa. Tes digunakan untuk mengukur penguasaan materi pada siswa. Dokumentasi digunakan untuk mendokumentasikan gambar atau foto proses belajar mengajar saat penelitian dilaksanakan.

Prosedur penelitian yang digunakan mengacu pada model yang ditawarkan oleh Kemmis dan Taggart (dalam Wiriaatmadja, 2006: 64) yang mengemukakan bahwa model yang didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Berdasarkan pendapat tersebut, maka prosedur penelitian tindakan ini dilakukan ke dalam empat tahapan tersebut.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penerapan Model Brain-Based Learning (BBL) dapat Meningkatkan Sikap Sosial Siswa dalam Pembelajaran Matematika

Hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa “Melalui penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan sikap sosial siswa dalam pembelajaran matematika” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya sikap sosial siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Salah satu penilaian pada ranah afektif adalah penilaian terhadap sikap sosial siswa. Penilaian ini dilakukan terhadap 3 (tiga) aspek, yaitu: 1) sikap kerjasama; 2) sikap disiplin; dan 3) sikap toleran. Berdasarkan hasil pengamatan pada kondisi awal, dapat diketahui bahwa siswa dengan skor sikap sosial kategori A (Sangat Baik) baru mencapai 2 orang siswa atau 7.41%. Jumlah siswa dengan skor sikap sosial kategori B (Baik) baru mencapai 8 orang siswa atau 29.63%. Jumlah siswa dengan skor sikap sosial kategori C (Cukup Baik) adalah sebanyak 10 orang siswa atau 37.04%. Jumlah siswa dengan skor sikap sosial kategori D (Kurang Baik) adalah sebanyak 7 orang siswa atau 25.93%. Dengan demikian, maka jumlah siswa dengan skor sikap sosial kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) baru mencapai 10 orang siswa atau 37.04%.

Merujuk pada kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan untuk meningkatkan sikap sosial siswa dalam pembelajaran. Tindakan perbaikan yang dilakukan guru dengan menerapkan pendekatan saintifik dengan model Brain-Based Learning (BBL) dalam pembelajaran matematika materi fungsi komposisi dan fungsi invers guna meningkatkan sikap sosial siswa.

Pembelajaran yang dilakukan guru pada tindakan siklus I adalah dengan membagi siswa ke dalam 4 kelompok, sehingga setiap kelompok terdiri dari 7 orang siswa dan ada 1 kelompok yang beranggotakan 6 orang siswa. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan mengikuti prosedur pembelajaran pendekatan saintifik model Brain-Based Learning (BBL) yang meliputi 7 tahapan, yaitu: 1) pra-pemaparan; 2) persiapan; 3) inisiasi dan akuisisi; 4) elaborasi; 5) inkubasi dan formasi memori; 6) verifikasi atau pengecekan keyakinan; dan 7) integrasi.

Berdasarkan hasil pengamatan pada tindakan Siklus I, dapat diketahui bahwa siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) mencapai 4 orang siswa atau 4.81%. Jumlah siswa dengan sikap sosial kategori B (Baik) mencapai 10 orang siswa atau 37.04%. Jumlah siswa dengan sikap sosial kategori C (Cukup Baik) adalah sebanyak 9 orang siswa atau 33.33%. Jumlah siswa dengan sikap sosial kategori D (Kurang Baik) adalah sebanyak 4 orang siswa atau 14.81%. Dengan demikian, maka jumlah siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) mengalami peningkatan dari sebanyak 10 orang siswa atau 37.04% pada kondisi awal, meningkat menjadi 14 orang siswa atau 51.85% pada tindakan Siklus I.

Peningkatan sikap sosial siswa yang diperoleh pada tindakan Siklus I dianggap belum optimal. Hal ini diindikasikan dengan belum terpenuhinya indikator kinerja yang menyebutkan bahwa jumlah siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) > 80.00% dari jumlah siswa, yaitu baru mencapai 51.85%. Untuk itu diperlukan perbaikan pada tindakan Siklus II.

Perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus II berhasil meningkatkan sikap sosial siswa dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengamatan pada tindakan Siklus I, dapat diketahui bahwa siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) mencapai 8 orang siswa atau 29.63%. Jumlah siswa dengan sikap sosial kategori B (Baik) mencapai 14 orang siswa atau 51.85%. Jumlah siswa dengan sikap sosial kategori C (Cukup Baik) adalah sebanyak 5 orang siswa atau 18.52%. Jumlah siswa dengan sikap sosial kategori D (Kurang Baik) sudah tidak ada lagi atau 0.00%. Dengan demikian, maka jumlah siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) mengalami peningkatan dari sebanyak 14 orang siswa atau 51.85% pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 22 orang siswa atau 81.48% pada tindakan Siklus II.

Peningkatan sikap sosial siswa dari kondisi awal hingga tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut.

Peningkatan Sikap Sosial Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II

No. Kategori Kondisi Awal Siklus I Siklus II
Jml % Jml % Jml %
1. A (Sangat Baik) 2 7.41% 4 14.81% 8 29.63%
2. B (Baik) 8 29.63% 10 37.04% 14 51.85%
3. C (Cukup Baik) 10 37.04% 9 33.33% 5 18.52%
4. D (Krng Baik) 7 25.93% 4 14.81% 0 0.00%
  Jumlah 27 100.00 27 100.00 27 100.00

 

Berdasarkan hasil pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada kondisi awal, jumlah siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) baru mencapai 10 orang siswa atau 37.04%. Jumlah siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) meningkat pada tindakan Siklus I hingga menjadi 14 orang siswa atau 51.85%. Jumlah siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) meningkat pada tindakan Siklus II hingga menjadi 22 orang siswa atau 81.48%. Atas dasar hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan sikap sosial siswa dalam pembelajaran matematika.

Penerapan Model Brain-Based Learning (BBL) dapat Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus Semester 1 tahun pelajaran 2016/2017

Hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa “Melalui penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus semester 1 tahun pelajaran 2016/2017” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Berdasarkan hasil ulangan harian yang dilakukan sebelum tindakan, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 50.00, dan nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah sebesar 85.00. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 68.80 (Klasifikasi C). Mengingat nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 68.80, maka penguasaan materi oleh siswa pada kondisi awal termasuk ke dalam klasifikasi C (Cukup Baik).

Ditinjau dari segi jumlah, siswa dengan nilai hasil belajar klasifikasi A (Sangat Baik) adalah sebanyak 3 orang siswa (11.111%); klasifikasi B (Baik) adalah sebanyak 11 orang siswa (40.74%); klasifikasi C (Cukup Baik) adalah sebanyak 7 orang siswa (25.93%); dan klasifikasi D (Kurang Baik) adalah sebanyak 6 orang siswa (22.22%). Dengan demikian, maka jumlah siswa dengan nilai kognitif klasifikasi A (Sangat Baik) dan B (Baik) pada kondisi awal adalah sebanyak 14 orang siswa (51.85%).

Merujuk pada kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan untuk meningkatkan hasil pengetahuan siswa sebagai penilaian hasil belajar. Tindakan perbaikan yang dilakukan guru dengan menerapkan pendekatan scientific model Brain-Based Learning (BBL) dalam pembelajaran matematika materi fungsi komposisi dan fungsi invers.

Pembelajaran yang dilakukan guru pada tindakan siklus I adalah dengan membagi siswa ke dalam 4 kelompok, sehingga setiap kelompok terdiri dari 7 orang siswa dan ada 1 kelompok yang beranggotakan 6 orang siswa. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan mengikuti prosedur pembelajaran pendekatan saintifik model Brain-Based Learning (BBL) yang meliputi 7 tahapan, yaitu: 1) pra-pemaparan; 2) persiapan; 3) inisiasi dan akuisisi; 4) elaborasi; 5) inkubasi dan formasi memori; 6) verifikasi atau pengecekan keyakinan; dan 7) integrasi.

Perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus I berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya nilai rata-rata pengetahuan siswa dan jumlah siswa dengan nilai hasil belajar klasifikasi A (Sangat Baik) dan B (Baik) dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.

Berdasarkan hasil tes yang dilakukan pada akhir tindakan Siklus I, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 55.00, dan nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah sebesar 90.00. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 73.98 (Klasifikasi B).

Ditinjau dari segi jumlah, siswa dengan nilai hasil belajar klasifikasi A (Sangat Baik) adalah sebanyak 9 orang siswa (33.33%), klasifikasi B (Baik) adalah sebanyak 10 orang siswa (37.04%); klasifikasi C (Cukup Baik) adalah sebanyak 6 orang siswa (22.22%); dan klasifikasi D (Kurang Baik) adalah sebanyak 2 orang siswa (7.41%). Dengan demikian, maka jumlah siswa dengan nilai hasil belajar klasifikasi A (Sangat Baik) dan B (Baik) mengalami peningkatan dari 14 orang siswa (51.85%) pada kodisi awal, menjadi 19 orang siswa (70.37%) pada tindakan Siklus I.

Merujuk pada perolehan nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa sebesar 73.98 (Klasifikasi B), maka salah satu indikator kinerja penelitian berupa tercapainya nilai rata-rata hasil belajar dengan klasifikasi B (Baik) atau dengan nilai rata-rata > 70.00 sudah berhasil dilampaui. Akan tetapi ditinjau dari indikator bahwa jumlah siswa dengan nilai hasil belajar klasifikasi A (Sangat Baik) dan B (Baik) mencapai > 80.00% dari jumlah siswa belum terpenuhi, yaitu baru mencapai 70.37%. Untuk itu diperlukan perbaikan pembelajaran pada tindakan Siklus II.

Perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada tindakan Siklus II adalah berfokus pada pengurangan ketergantungan siswa pada anggota kelompok dan meningkatkan rasa percaya diri siswa. Langkah ini dilakukan dengan membagi siswa ke dalam 7 kelompok, sehingga setiap kelompok terdiri 4 orang siswa dan ada satu kelompok yang beranggotakan 3 orang siswa.

Perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya nilai rata-rata pengetahuan siswa dan jumlah siswa dengan nilai pengetahuan klasifikasi A (Sangat Baik) dan B (Baik) dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.

Berdasarkan hasil tes yang dilakukan pada akhir tindakan Siklus II, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 65.00, dan nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah sebesar 100.00. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 81.11 (Klasifikasi A).

Ditinjau dari segi jumlah, siswa dengan nilai hasil belajar klasifikasi A (Sangat Baik) adalah sebanyak 16 orang siswa (59.26%), klasifikasi B (Baik) adalah sebanyak 9 orang siswa (33.33%); klasifikasi C (Cukup Baik) adalah sebanyak 2 orang siswa (7.41%); dan klasifikasi D (Kurang Baik) sudah tidak ada lagi (0.00%). Dengan demikian, maka jumlah siswa dengan nilai hasil belajar klasifikasi A (Sangat Baik) dan B (Baik) mengalami peningkatan dari 19 orang siswa (70.37%) pada tindakan Siklus I, menjadi 25 orang siswa (92.59%) pada tindakan Siklus II.

Data peningkatan hasil belajar siswa dari tahap awal hingga akhir tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut.

Peningkatan Nilai Hasil Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Siklus II

No. Klasifikasi Nilai Awal Siklus I Siklus II
Jml % Jml % Jml %
1. Klasifikasi A 3 11.11% 9 33.33% 16 59.26%
2. Klasifikasi B 11 40.74% 10 37.04% 9 33.33%
3. Klasifikasi C 7 25.93% 6 22.22% 2 7.41%
4. Klasifikasi D 6 22.22% 2 7.41% 0 0.00%
  Jumlah 27 100.00% 27 100.00% 27 100.00%
Nilai Rata-rata 68.80 73.98 81.11
Kategori C B A
Cukup Baik Baik Sangat Baik

 

Berdasarkan hasil-hasil tersebut di atas, selanjutnya dapat diperoleh simpulan bahwa melalui penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus semester 1 tahun pelajaran 2016/2017. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa meningkat dari sebesar 68.80 (Kategori Cukup Baik) pada kondisi awal, meningkat menjadi 73.98 (Kategori Baik) pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 81.11 (Kategori Sangat Baik) pada tindakan Siklus II. Jumlah siswa dengan nilai hasil belajar kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) meningkat dari sebesar 51.85% pada kondisi awal menjadi sebesar 70.37% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar 92.59% pada tindakan Siklus II.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang sudah dipaparkan pada bagian sebelumnya, penelitian ini menghasilkan simpulan-simpulan sebagai berikut:

Penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan sikap sosial siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya sikap sosial siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Jumlah siswa dengan sikap sosial kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) meningkat dari sebesar 37.04% pada kondisi awal menjadi sebesar 51.85% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 81.48% pada tindakan Siklus II.

Penerapan model Brain-Based Learning (BBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VIII -B Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kudus semester 1 tahun pelajaran 2016/2017. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata hasil belajar siswa meningkat dari sebesar 68.80 (Kategori Cukup Baik) pada kondisi awal, meningkat menjadi 73.98 (Kategori Baik) pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 81.11 (Kategori Sangat Baik) pada tindakan Siklus II. Jumlah siswa dengan nilai hasil belajar kategori A (Sangat Baik) dan B (Baik) meningkat dari sebesar 51.85% pada kondisi awal menjadi sebesar 70.37% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar 92.59% pada tindakan Siklus II.

Saran

Merujuk pada hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, selanjutnya dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

Bagi siswa, penerapan pembelajaran yang berbasis otak (brain based learning) dapat mengoptimalkan kerja otak. Untuk itu disarankan kepada siswa agar terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang dilakukan.

Bagi guru, penerapan pembelajaran yang berbasis otak (brain based learning) dapat mengoptimalkan kerja otak. Untuk itu disarankan pada guru agar dapat merancang proses pembelajaran yang dapat memberikan wadah atau ruang bagi siswa untuk mengekspresikan dan mengeksplorasi potensi otak yang dimilikinya.

Bagi sekolah, penerapan pembelajaran yang berbasis otak (brain based learning) bertujuan mengembalikan proses pembelajaran kepada hakikatnya, yaitu pembelajaran yang sesuai dengan cara otak bekerja sehingga hasilnya optimum karena kerja otak menjadi optimum. Oleh karena itu disarankan kepada pihak sekolah untuk menyediakan dan memberikan tempat produktif untuk melepaskan frustrasi dan memberikan perhatian kepada siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. 2013. Sikap manusia: teori dan pengukurannya. Edisi Kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Berkowitz, M. W. 2005. The Education of Complete Moral Person. Dalam buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.Borg, W.R., & Gall, M. D. (1998). Educational Research, an introduction. New York: Longman.

Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Gable, R. K. 1986. Instrument development in the affective domain. Boston: Springer Science+Business Media.

Hamalik, Oemar. 2012. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Jensen, Eric. 2011. Pembelajaran Berbasis Otak (Cetakan I). Terjemahan oleh Benyamin Molan. 2011. Jakarta: PT. Indeks.

Nitko, Anthony. J., & Susan M. Brookhart. 2011. Educational Assesment of Students (6th Edition). New Jersey: Pearson Education

Ruseffendi, E.T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Slameto. 2009. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Suherman, Turmudi, Suryadi, Herman, Suhendra, & Prabawanto. 2001. Common Texs Book (Edisi Revisi) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UPI JICA.

Sumantri, Mulyani., & Johar Permana. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Maulana

Suparwoto. 2004. Kemampuan Dasar Mengajar. Yogyakarta: FIP Universitas Negeri Yogyakarta

Syafa’at, Asep. 2007. Brain Based Learning. (Online),(http://matematika.upi.edu/ index. php/ brain-based-learning), Diakses pada tanggal 10 April 2016.

Upton, Penney. 2012. Psikologi. Jakarta: Erlangga.