PENERAPAN MODEL DISEL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI SISTEM TUBUH MANUSIA KELAS VIII C

SMP NEGERI 3 GETASAN SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2019/2020

 

Ahmad Hadziq Zaka

SMP Negeri 3 Getasan Kabupaten Semarang

 

ABSTRAK

DISEL merupakan akronim dari kata Discovery learning dan E-learning. DISEL dimaknai sebagai gabungan model Discovery learning (penyingkapan) dengan model e-learning. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran, memaparkan peningkatan keterampilan berpikir kritis, dan mendeskripsikan peningkatan hasil belajar materi sistem tubuh manusia dengan menerapkan model DISEL pada peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal tahun pelajaran 2019/2020. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri atas dua siklus. Data proses belajar dan keterampilan berpikir kritis diperoleh berdasarkan pengamatan observer dan penilaian diri sendiri (peserta didik), sedangkan data hasil belajar diperoleh melalui tes tertulis. Data yang diperoleh antar siklus dianalisis secara diskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan proses belajar dari 63% pada siklus I menjadi 86% pada siklus 2. Keterampilan berpikir kritis pada diri peserta didik mengalami peningkatan dariskor 2,4 berkategori kurang terampil pada prasiklus menjadi 3,32 berkategori cukup terampil. Pada siklus kedua meningkat lagi menjadi 3.64 dengan kategori terampil. Ketuntasan belajar juga terjadi kenaikan dari 32% (rerata nilai 59) pada prasiklus, menjadi 52% (rerata 67) pada siklus 1 dan pada siklus 2 naik menjadi 88% dengan rerata nilai 74. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model DISEL dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPA materi sistem tubuh manusia.

Kata kunci: Model DISEL, Keterampilan Berpikir Kritis, dan Hasil Belajar IPA

 

PENDAHULUAN

Sesuai dengan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran seperti dimaksud pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) (Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016) dan kegiatan pembelajaran yang diturunkan dari Standar Isi (Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016), maka guru harus merancang proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik yang membekali kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara holistik. Peserta didik perlu didorong untuk melakukan proses pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/ inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya kontekstual berbasis masalah (problem base learning).

Kurikulum 2013 mengutamakan pembelajaran yang mendorong aktivitas fisik dan mental peserta didik secara optimal. Praktek pembelajaran demikian mendukung tumbuhnya pembelajaran aktif (active learning). Pembelajaran ini menggerakkan seluruh aktivitas fisik dan mental peserta didik sehingga memiliki banyak pengalaman belajar melalui pemberdayaan potensi dirinya. Proses pembelajaran ini merupakan strategi untuk menumbuhkan metakognitif peserta didik. Peserta didik didorong untuk melakukan proses pembelajaran berbasis pemberdayaan potensi diri sehingga muncul strategi otomatis pada diri peserta didik. Pembelajaran ini melatih peserta didik mampu berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif sebagaimana dibutuhkan dalam kehidupan abad 21. Sejalan dengan hal tersebut maka diharapkan guru menerapkan pembelajaran dengan berbagai strategi pembelajaran yang meliputi pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran secara spesifik yang mampu melatih dan menumbuhkan kompetensi yang dibutuhkan dalam kehidupan abad 21.

Atas dasar fakta di atas diperlukan adanya refleksi pembelajaran pada materi sistem tubuh manusia agar sesuai dengan amanat pendidikan. Hasil refleksi menunjukkan bahwa peserta didik mengalami banyak kendala dalam menguasai materi. Keterampilan berpikir kritis yang merupakan ciri kompetensi abad 21 pada diri peserta didik masih kurang sehingga mengakibatkan rendahnya partisipasi dalam proses pembelajaran. Temuan dalam pembelajaran di kelas adalah sebagai berikut: (1) pembelajaran tidak menggunakan media yang disukai peserta didik, (2) kurangnya keberanian peserta didik untuk mengemukakan pendapat di depan kelas, (3) kurangnya keyakinan peserta didik tentang apa yang akan disampaikan, (4) kurangnya kesempatan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik saat pembelajaran berlangsung, dan (5) kurangnya pengalaman belajar yang benar-benar mampu memotivasi peserta didik.

Hasil penilaian harian kelas VIII C semester gasal tahun pelajaran 2019/2020 pada KD 3.5.1 mengidentifikasi jenis-jenis bahan makanan, KD 3.5.2 menjelaskan fungsi bahan makanan dan KD 3.5.3 menganalisis kebutuhan energi sehari-hari diperoleh rerata hasil penilaian harian sebesar 59. Nilai rata-rata yang dicapai termasuk kategori rendah (di bawah KKM) karena KKM untuk nilai mata pelajaran IPA di kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal, tahun pelajaran 2019/2020 adalah 70. Jika dilihat dari segi ketuntasan belajar pada kompetensi ini juga termasuk sangat rendah karena ketuntasan belajar peserta didik baru mencapai 8 peserta didik (32%) dari 25 peserta didik. Sehingga 17 peserta didik (68%) belum tuntas KKM. Di samping itu, keterampilan berpikir kritis peserta didik selama proses pembelajaran masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan melalui observasi guru yang mempunyai nilai rata-rata 2.895 (kategori kurang).

Melihat rendahnya hasil belajar dan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran serta dalam rangka mempersiapkan peserta didik yang memiliki keterampilan berpikir kritis untuk menyongsong kehidupan abad 21 maka perlu dilakukannya penelitian tindakan kelas oleh guru untuk untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk mengatasi masalah dan kendala-kendala tersebut peneliti berusaha menggabungkan dua model pembelajaran dalam satu proses pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan adalah discovery learning (penyingkapan) dengan model e-learning. Dengan diterapkannya penggabungan dua model ini diharapkan pembelajaran akan lebih efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Gabungan antara discovery learning (penyingkapan) dengan model e-learning selanjutnya disebut DISEL dalam penelitian ini. DISEL merupakan singkatan dari Discovery learning dan E-learning.

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah proses pembelajaran materi sistem tubuh manusia dengan menerapkan model DISEL pada peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal tahun pelajaran 2019/2020? (2) Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model DISEL pada peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal tahun pelajaran 2019/2020? dan, (3) Bagaimanakah peningkatan hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model DISEL pada peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal tahun pelajaran 2019/2020?

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pembelajaran, memaparkan peningkatan keterampilan berpikir kritis dan mendeskripsikan hasil belajar materi sistem tubuh manusia dengan menerapkan model DISEL pada peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal tahun pelajaran 2019/2020.

KAJIAN PUSTAKA

Discovery learning menurut Hosnan (2014, hlm. 282) bahwa discovery learning adalah “suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan”. Sedangkan menurut Hamiyah dan Jauhar (2014) discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur pengajaran sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan dengan cara menemukan sendiri konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.

Pengertian e-learning menurut Michael (2013:27) adalah pembelajaran yang disusun dengan tujuan menggunakan sistem elektronik atau komputer sehingga mampu mendukung proses pembelajaran. Chandrawati (2010) mengatakan elearning adalah proses pembelajaran jarak jauh dengan menggabungkan prinsip-prinsip dalam proses pembelajaran dengan teknologi. Sedangkan Ardiansyah (2013) mengatakan elearning adalah suatu sistem pembelajaran yang digunakan sebagai sarana untuk proses belajar mengajar yang dilaksanakan tanpa harus bertatap muka secara langsung antara guru dengan peserta didik.

Dalam pembelajaran bermodel discovery learning peserta didik dituntut untuk dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri, sedangkan peran e-learning sebagai suatu sistem pemanfaatan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar. Sehingga jika discovery learning dan e-learning digabungkan akan bermakna sebagai suatu model pembelajaran yang mana peserta didik dituntut untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar. Pada model DISEL ini menggunakan handphone peserta didik sebagai sarana e-learning untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang harus dikuasai. Alasan pemilihan penggunaan handphone sebagai media pembelajaran adalah hampir tiap peserta didik memiliki handphone android yang mana anak memiliki ketergantungan dengan alat ini dan antusiasme peserta didik diharapkan akan meningkat jika pembelajaran menggunakan sesuatu yang mereka sukai.

Berpikir kritis menurut Rofiah dkk (2013) merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS). Berpikir kritis adalah sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan peserta didik mengevaluasi bukti, asumsi, logika dan bahasa yang mendasari pemikiran orang lain. Sedangkan menurut Surya (2011) berpikir kritis adalah kegiatan aktif, gigih, dan pertimbangan yang cermat mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan apapun yang diterima dipandang dari berbagai sudut alasan yang mendukung dan menyimpulkan.

Penelitian dengan variabel penggunaan model discovery learning dan berpikir kritis telah banyak dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh Sapitri dkk (2016) melakukan penelitian dengan kesimpulan model discovery learning mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Hal senada disampaikan oleh Irmi (2018) penerapan model discovery learning mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Sementara Aminoto dan Pathoni (2014) melakukan penelitian yang senada dengan Muharto (2016) tentang elearning menyimpulkan bahwa penggunaan elearning sebagai media pembelajaran dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan metode dEskriptif kualitatif. Pelaksanaan tindakan pada bulan Aagustus sampai Desember 2019. Subyek dalam penelitian tindakan ini adalah peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan pada semester 1 tahun pelajaran 2019-2020. Siswa kelas VIIIC berjumlah 25 peserta didik.

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus, di mana tiap siklus terdiri atas planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Setiap siklus dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 4 kali pertemuan. Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil belajar peserta didik yang berupa nilai ulangan harian secara online dengan google form yang dikerjakan peserta didik khusus untuk aspek pemahaman konsep, sedangkan proses belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik sebagai data sekunder diperoleh berdasarkan pengamatan observer dan penilaian diri sendiri (peserta didik) saat tindakan berlangsung.

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan teknik tes dan non-tes. Teknik tes digunakan guru untuk mengukur sejauh mana pemahaman konsep peserta didik terhadap materi yang diberikan dalam bentuk tes tertulis yang dilaksanakan pada akhir siklus. Teknik non-tes berupa dokumentasi catatan peserta didik sebelum siklus dan lembar observasi yang berisi tentang catatan-catatan peserta didik pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Data-data penelitian dikumpulkan pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan bantuan pengumpul data oleh observer. Semua instrumen yang digunakan akan dilakukan validasi isi oleh tim peneliti, sebelum digunakan sebagai alat untuk pengambilan data penelitian. Sedangkan setelah proses pembelajaran, data diperoleh dari jawaban soal tes ulangan harian. Sebelum diberikan kepada peserta didik untuk dikerjakan, soal ulangan harian sebagai instrumen penelitian akan dilakukan uji validasi butir soal terhadap materi dan indikator kompetensi melalui kisi-kisi, meliputi tingkat kesukaran dan kesesuaian materi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan deskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan refleksi.

Indikator kuantitatif penelitian ini adalah ketercapaian target pengetahuan peserta didik. Indikator kuantitatif pengetahuan peserta didik terhadap materi sistem tubuh manusia dengan memberikan tes pemahaman kepada peserta didik, berupa pertanyaan terkait dengan materi sistem tubuh manusia. Tes ini bersifat tertulis dengan bentuk pilihan ganda. Tes dilaksanakan secara online melalui aplikasi google form dengan menggunakan handphone android milik peserta didik sebagai sarananya. Peserta didik dinyatakan berhasil mencapai kompetensi pengetahuan apabila nilai yang diperoleh sesuai dengan ketentuan. Sebagai mana nilai ketuntasan penelitian sebesar 70 dengan kategori cukup disesuaikan dengan KKM yang telah ditetapkan sekolah. Indikator kinerja secara klasikal jika 80% peserta didik telah tuntas KKM. Indikator data kualitatif penelitian ini adalah terjadinya peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam proses pembelajaran yang diketahui dari hasil non-tes dengan kategori cukup. Hasil non-tes berupa observasi, jurnal, dan dokumentasi foto.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pembelajaran Model DISEL

Data penelitian yang terdokumentasikan pada pengamatan proses pembelajaran diperoleh hasil pada siklus 1 memiliki rerata 63 dengan kategori kurang. Pada siklus kedua mengalami peningkatan sebesar 23 point menjadi 86 dengan kategori baik. Lebih detail hasil pengamatan proses pembelajaran selama penelitian ini terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Hasil Observasi Proses Pembelajaran pada Siklus 1 dan Siklus 2

No Aspek Siklus 1 Siklus 2
f % F %
1 Keantusiasan dan minat peserta didik terhadap pembelajaran bermodel DISEL 22 88 25 100
2 Kekondusifan pelaksanaan pembentukan kelompok 16 64 23,5 94
3 Kekondusifan pelaksanaan diskusi kelompok 18,5 74 21,5 86
4 Keintensifan pelaksanaan diskusi kelompok 16,5 66 19,5 78
5 Keintensifan pelaksanaan unjuk kerja 14,5 58 19,5 78
6 Reflektifitas kegiatan refleksi pada akhir pembelajaran sehingga peserta didik mengetahui kekurangan dan apa yang akan dilakukan selanjutnya 6,5 26 20,5 82
Rerata 63 86
Kategori Kurang Baik

 

Keterampilan Berpikir Kritis pada Pembelajaran Model DISEL

Hasil pengamatan keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran IPA nampak pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Hasil Observasi Keterampilan Berpikir Kritis

NO Interval Kategori Prasiklus Siklus 1 Siklus 2
f % f % f %
1 1 – 1,7 Tidak terampil 2 8  
2 1,8 – 2,5 Kurang terampil 17 68 4 16 4 16
3 2,6 – 3,3 Cukup terampil 6 24 10 40 2 8
4 3,4 – 4,1 Terampil 8 32 14 56
5 4,2 – 5 Sangat Terampil 3 12 5 20
Rerata nilai 2,4 3,32 3,64
Kategori Kurang terampil Cukup terampil Terampil

 

Berdasarkan tabel di atas terbaca bahwa hasil pengamatan keterampilan berpikir kritis pada tahap prasiklus terdapat 6 peserta didik (24%) berkategori cukup terampil, 17 didik (68%) berkategori kurang terampil, dan 2 peserta didik (8%) berkategori tidak terampil. Jika dilihat secara keseluruhan diperoleh rerata nilai sebesar 2,4 dengan kategori kurang terampil.

Hasil pengamatan keterampilan berpikir kritis pada siklus I terdapat 4 peserta didik (16%) berkategori kurang terampil, 10 didik (40%) berkategori cukup terampil, 8 peserta didik (32%) berkategori terampil, dan 3 peserta didik (12%) berkategori sangat terampil. Jika dilihat secara keseluruhan diperoleh rerata nilai sebesar 3,32 dengan kategori cukup terampil.

Hasil pengamatan keterampilan berpikir kritis pada siklus II menunjukkan 4 peserta didik (16%) berkategori kurang terampil, 2 didik (8%) berkategori cukup terampil, 14 peserta didik (56%) berkategori terampil, dan 5 peserta didik (20%) berkategori sangat terampil. Jika dilihat secara keseluruhan diperoleh rerata nilai sebesar 3,64 dengan kategori terampil.

Hasil belajar pada kondisi awal atau prasiklus diperoleh dari hasil ulangan harian pada KD 3.5.1 mengidentifikasi jenis-jenis bahan makanan, KD 3.5.2 menjelaskan fungsi bahan makanan dan KD 3.5.3 menganalisis kebutuhan energi sehari-hari. Hasil belajar peserta didik pada prasiklus diperoleh rerata hasil penilaian harian sebesar 59. Nilai rata-rata yang dicapai termasuk kategori rendah (di bawah KKM) karena KKM untuk nilai mata pelajaran IPA di kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal, tahun pelajaran 2019/2020 adalah 70. Jika dilihat dari segi ketuntasan belajar pada kompetensi ini juga termasuk sangat rendah karena ketuntasan belajar peserta didik baru mencapai 8 peserta didik (32%) dari 25 peserta didik. Sehingga 16 peserta didik (68%) belum tuntas KKM. Kategori hasil ulangan pada prasiklus adalah kurang. Hasil belajar peserta didik pada tahap prasiklus lebih lengkap terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. Hasil Ulangan Harian Sistem Tubuh Manusia

NO Interval Kategori Prasiklus Siklus 1 Siklus 2
% f % f %
1 90 – 100 A (Sangat Baik)
2 80 – 89 B (Baik) 1 4 3 12 6 24
3 70 – 79 C (Cukup) 8 32 10 40 16 64
4 < 70 D (Kurang) 16 24 12 48 3 12
Nilai terendah 30 50 53
Nilai tertinggi 80 83 87
Rerata nilai 59 67 74
Ketuntasan belajar 8 anak (32%) 13 anak (52%) 22 anak (88%)
Kategori Kurang Kurang Baik

 

Setelah pembelajaran sistem pencernaan pada siklus I selesai dilanjutkan dengan ulangan harian berbasis online dengan aplikasi google form. Diperoleh hasil seperti pada tabel di atas. Ketuntasan belajar peserta didik pada siklus I baru mencapai 13 peserta didik (52%) dari 25 peserta didik. Sehingga 12 peserta didik (48%) belum tuntas KKM (70). Kategori hasil ulangan pada siklus I adalah kurang.

Materi ulangan harian setelah siklus II adalah materi sistem peredaran darah. Hasil ulangan harian berbasis online pada siklus II diperoleh nilai tertinggi 87, terendah 53 dan rerata nilai sebesar 74. Ketuntasan belajar dengan batas KKM 70 adalah 22 peserta didik atau sebesar 88% peserta didik tuntas KKM dan 12% atau 3 peserta didik tidak tuntas KKM.

Rendahnya hasil ulangan harian pada prasiklus didukung dengan rendahnya partisipasi dan aktivitas peserta didik saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari 25 peserta didik, 6 peserta didik mengikuti pelajaran dengan aktif sedangkan sisanya sejumlah 19 peserta didik tidak aktif mengikuti pembelajaran. Ketidakaktifan ini terlihat dengan ditemukannya: peserta yang tidak memperhatikan proses pembelajaran; ngantuk saat pelajaran; asyik bermain sendiri; diberikan pertanyaan tidak mampu atau tidak mau menjawab padahal sudah dibahas dan dijelaskan; bercerita dengan teman sebelahnya; peserta didik yang melamun; peserta didik asyik menggambar yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran; peserta didik yang mengganggu temannya bahkan ada juga yang acuh tak acuh terhadap proses pembelajaran.

Selain faktor peserta didik, faktor guru juga ikut berperan dalam terbentuknya aktivitas dan hasil belajar peserta didik yang rendah. Dalam pembelajaran KD 3.5.1 mengidentifikasi jenis-jenis bahan makanan, KD 3.5.2 menjelaskan fungsi bahan makanan dan KD 3.5.3 menganalisis kebutuhan energi sehari-hari di kelas VIII C, guru menyajikan pembelajaran dengan metode ceramah yang diselingi dengan tanya jawab. Pembelajaran lebih berorientasi pada guru (teacher centered) sehingga keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran masih kurang. Dominasi guru dalam pembelajaran kurang merangsang tumbuhnya budaya berpikir kritis pada diri peserta didik. Guru belum menggunakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif. Model pembelajaran yang digunakan belum mampu merangsang kemampuan berpikir kritis pada diri peserta didik. Guru belum menggunakan media pembelajaran yang disukai peserta didik. Guru belum memvariasikan media pembelejaran. Media pembelajaran yang digunakan masih sebatas presentasi berbahan powerpoint.

Siklus I dengan materi sistem pencernaan manusia dilaksanakan selama 4 kali pertemuan. Pembelajaran pada siklus satu digunakan model DISEL dengan anggota kelompok disusun sendiri oleh peserta didik. Peserta didik cenderung memilih teman yang disukai. Kesukaan disini kecenderungan mengarah pada grup yang cocok diajak ngobrol dan sehati dalam bermain. Asumsi pembentukan kelompok oleh peserta didik adalah dengan pengharapan ketika cocok dihati dalam berteman maka dalam pembelajaranpun akan sehati sehingga tujuan pembelajaran akan dapat berjalan lancar. Pembentukan kelompok dengan model ini ternyata diperoleh pola penyebaran jumlah anggota kelompok yang tidak merata, ada yang terdiri dari 3 peserta didik, ada yang 4 peserta didik dan ada yang 5 peserta didik. Pengelompokan dengan cara ini juga diperoleh anggota kelompok yang berjenis kelamin yang sama dalam arti laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dalam kelompok perempuan.

Pembelajaran siklus 1 terobservasi ada 2 kelompok yang aktif dan terampil berpikir kritis selama pembelajaran. Keaktivan ini teramati dengan munculnya kerjasama antar anggota kelompok untuk menyelesaikan pembelajaran, munculnya keberanian untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang terlontarkan, mampu memilah dan mempertimbangkan sumber literasi yang dapat dipercayai ataukah tidak. Ketersediaan handphone yang ada di kelompok dimanfaatkan semua untuk mencari materi yang dibahas. Dua kelompok ini cenderung mendominasi selama pembelajaran karena memang terdiri atas anak-anak yang atraktif saat pembelajaran.

Pada pertemuan pertama di kelompok yang atraktif ada yang semua membawa handphone sebagai media untuk model e-leraning sehingga tuntutan pembelajaran dapat berjalan sesuai target. Di kelompok lain yang masih tergolong atraktif juga meskipun tidak semua membawa handphone atau semisal hanya membawa satu handphonepun proses berselancar di dunia maya dapat dilakukan bersama-sama, dan semuanya ikut berpartisipasi dengan pembagian tugas. Ada yang bertugas memegang handphone untuk berselancar di dunia maya, ada yang membuka buku paket untuk menambah wawasan dan ada yang bertugas untuk mencatat hasil pencarian akan materi. Pada kelompok ini mampu menemukan materi yang diinginkan dalam pembelajaran di mesin pencari dengan cepat. Kecepatan menemukan materi ini disebabkan ketepatan penggunaan kata kunci saat mencari materi di mesin pencari.

Namun 4 kelompok yang lain adalah kumpulan anak-anak yang selama ini pasif dan tertinggal saat proses pembelajaran. Hal ini menjadi kendala saat pembelajaran dengan target waktu dan materi. Empat kelompok ini mengalami kesulitan saat mencari materi di internet yang akan digunakan sebagai bahan literasi pembelajaran. Sikap yang diambil guru pada saat pembelajaran harus memberikan dampingan khusus saat mencari materi atau kata kunci apa yang harus digunakan. Keterampilan berpikir kritis pada kelompok ini masih rendah atau bahkan belum muncul, kemampuan menganalisis argumen belum muncul. Kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan belum muncul dan bahkan pada saat menentukan suatu tindakan yang harus diambilpun saling lempar tangan tidak mau mengambil alih.

Pada kelompok yang pasif meskipun membawa handphone semua, lebih banyak waktu yang terbuang karena bermain, ngobrol, melamun, dan atau bengong sendiri. Sehingga kelompok ini proses penemuan atau penyingkapan materi pembelajaran berjalan lambat. Keterlambatan ini berdampak waktu pembelajaran sudah selesai tetapi tuntutan pembelajaran belum tuntas. Sikap guru pada kelompok ini harus ekstra, selalu mendekati, memantau dan mengingatkan agar kembali pada apa yang menjadi tugasnya dan bahkan guru harus menunjuk salah satu agar mau mewakili kelompoknya.

Pada saat pertemuan ketiga dengan percobaan uji makanan sangat terlihat jelas perbedaan antara kelompok yang atraktif dengan kelompok yang pasif. Kelompok yang atraktif membawa semua alat dan bahan yang ditugaskan dengan berbagi tugas sesama anggotanya. Tetapi berkebalikan dengan kelompok yang pasif, satu kelompok membawa alat dan bahan seadanya alias tidak lengkap, sementara yang lain malah sama sekali tidak membawa alat dan bahan. Akhirnya kebijakan guru membelajarkan karakter untuk berbagi dan meminta bahan dari kelompok yang atraktif. Ketidaksiapan alat dan bahan ini cukup menguras waktu untuk saling pinjam dan meminjam antar kelompok.

Proses pembelajaran dapat berjalan dengan beberapa kendala. Peserta didik mengalami kesulitan saat mencari materi yang akan dicari. Hal ini disebabkan banyaknya alamat pencarian yang muncul ketika dituliskan kata kunci pencarian di google. Peserta didik mengalami kesulitaan mana yang harus dibuka, mana yang isinya sesuai dengan materi yang harus dipelajari. Peserta didik mencoba membuka satu bacaan pada suatu bab setelah selesai ternyata tidak ada yang sesuai sehingga mencari ulang lagi di alamat web yang lain. Waktu pembelajaran cukup tersita karena terlalu banyak yang dibuka dan kadang dibaca tapi belum juga ditemukan apa yang dimau dari proses pembelajaran. Peserta didik banyak yang terkecoh dengan memasukkan kata kunci pencarian di mesin browser tetapi ketika muncul dan diklik ada yang materi minta diunduh terlebih dahulu, ada juga yang harus melewati iklan dulu, dan ada juga yang ternyata isinya tidak sesuai yang diinginkan.

Berdasarkan hasil observasi siklus 1 jika dikomparasikan dengan tahap prasiklus terdapat kenaikan skor dari 2,4 dengan kategori kurang terampil menjadi skor 3,32 dengan kategori cukup. Hasil belajar pada prasiklus ke siklus 1 mengalami kenaikan dari rerata 59 dengan persentase ketuntasan sebesar 32% menjadi rerata 67 dengan persentase ketuntasan sebesar 52%. Jika kedua variabel ini diperbandingkan dengan indikator keberhasilan penelitian diperoleh kesimpulan variabel keterampilan berpikir kritis telah memenuhi indikator. Variabel hasil belajar belum memenuhi standar indikator. Sehingga penelitian dilanjutkan kesiklus kedua.

Berdasarkan temuan kekurangan pada proses pembelajaran, belum tercapainnya indikator penelitian, peneliti melakukan refleksi perbaikan perencanaan pada siklus kedua. Perbaikan tersebut berupa: (1) pembagian kelompok diatur oleh guru dengan mempertimbangkan homogenitas anggota kelompok. Kelompok buatan guru ini dengan menyebarkan peserta didik tiap kelompok. Tiap kelompok ada peserta didik kategori higher, lower dan middle. Hal ini bertujuan agar tiap kelompok dapat bekerja lebih maksimal dan saling membantu dalam upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis, (2) perbaikan yang kedua adalah adanya pemberian alamat web yang harus diutamakan untuk dibuka pada setiap pertemuan dengan menyesuaikan sub materi ditiap pertemuan. Hal ini bertujuan agar searching peserta didik lebih terarah dan lebih menghemat waktu. Dengan adanya penghematan waktu saat mencari di internet maka alokasi waktu untuk indikator yang lain bisa lebih termunculkan. Pemberian alamat web ini adalah materi minimal yang harus digali peserta didik. Selebihnya peserta didik dianjurkan untuk membuka di alamat lain.

Berdasarkan hasil observasi siklus 2 jika dikomparasikan dengan tahap siklus 1 terdapat kenaikan proses pembelajaran sebesar 23 point. Yakni dari skor 63 pada siklus 1 naik menjadi 86 pada siklus 2. Kategori proses pembelajarannyapun juga naik dari kategori kurang menjadi berkategori baik pada siklus 2. Pada variabel keterampilan berpikir kritis diperoleh skor 3,64 pada siklus 2, naik sebesar 0,32 point. Kenaikan ini juga diiringi kenaikan pada level kategorinya dari kategori cukup pada siklus 1 menjadi kategori terampil pada siklus 2. Hasil belajar pada siklus 2 dengan materi sistem peredaran darah mengalami kenaikan dari rerata 67 menjadi 74. Ketuntasannyapun juga mengalami kenaikan dari 52% sejumlah 13 peserta didik menjadi 88% sebanyak 22 peserta didik.

Hasil pada siklus 2 dikomparasikan dengan indikator keberhasilan penelitian diperoleh hasil keterampilan berpikir kritis sudah memenuhi standar, begitupula pada variable hasil belajar sudah memenuhi ketuntasan belajar yang ditargetkan dalam penelitian ini. Sehingga penelitian ini dihentikan hanya sampai pada siklus 2.

Perbaikan yang dilakukan pada siklus kedua dengan perbaikan berupa pembentukan kelompok berdasarkan heteroginitas kemampuan peserta didik dan pemberian alamat web membuahkan hasil dengan pembelajaran yang lebih kondusif. Hasil observasi varabel keterampilan berpikir kritis oleh observer diperoleh data bahwa pembelajaran pada siklus kedua pada aspek memfokuskan pertanyaan mendapatkan skor 71.2 dengan kategori baik, aspek menganalisis argument mendapatkan skor 68 dengan kategori baik, aspek bertanya dan menjawab pertanyaan berskor 76.8 dengan kategori baik, aspek Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercayai atau tidak mendapatkan skor 72.8 dengan kategori baik, aspek Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi mendapatkan skor 64.8 dengan kategori baik, aspek Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi mendapatkan skor 64 dengan kategori baik, aspek menentukan suatu tindakan berskor 73.6 dengan kategori baik dan aspek berinteraksi dengan orang lain berskor 92 dengan kategori sangat baik. Berdasarkan data dari tiap aspek jika diakumulasi maka pada variabel berpikir kritis diperoleh skor 72.9 dengan kategori baik.

Dalam pembelajaran keterampilan berpikir kritis dari tiap kelompok sudah mulai muncul. Terlihat dengan adanya aktivitas pembagian tugas, keterampilan berkomunikasi dan menyampaikan argumen tiap kelompok dapat berjalan. Keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan dari tiap kelompok terlihat. Meskipun pada keterampilan berkomunikasi atau menyampaikan pendapat masih didominasi oleh peserta didik tertentu, namun dengan adanya penyebaran peserta didik yang mampu berkomunikasi ada di tiap kelompok, mampu mengkondisikan tiap kelompok bisa berpartisipasi dalam pembelajarn secara aktif. Dengan adanya heteroginitas anggota kelompok mampu menciptakan kondisi pembelajaran dengan tutor sebaya. Peserta didik yang memiliki kemampuan diatas rata-rata mampu menggerakkan timnya agar mau terkondisi belajar bersama dan mampu mempengaruhi peserta didik yang tidak aktif menjadi lebih aktif. Peserta didik kategori higher mampu merangkul peserta didik kategori middle dan lower sehingga mampu ikut berperan dalam upaya menumbuhkembangkan keterampilan berpikir kritis. Keaktifan dan tumbuhnya keterampilan berpikir kritis ini berbuah hasil dengan meningkatnya hasil belajar pada siklus 2. Dengan penggunaan model DISEL dalam pembelajaran juga mampu sebagai wahana untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik.

SIMPULAN

  1. Proses pembelajaran materi sistem tubuh manusia dengan menerapkan model DISEL pada peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal tahun pelajaran 2019/2020 dapat mengaktifkan pembelajaran dengan naiknya skor 63 pada siklus 1 dengan kategori kurang menjadi skor 86 dengan kategori baik
  2. Keterampilan berpikir kritis peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model DISEL pada peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal tahun pelajaran 2019/2020 mampu meningkat dari skor 3,32 dengan kategori cukup menjadi skor 3,36 dengan kategori
  3. Hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model DISEL pada peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 3 Getasan semester gasal tahun pelajaran 2019/2020 mengalami peningkatan kenaikan dari rerata 67 menjadi 74. Ketuntasan belajar peserta didik juga mengalami kenaikan dari 52% sejumlah 13 peserta didik menjadi 88% sebanyak 22 peserta

REKOMENDASI

Dari kesimpulan di atas maka dengan menerapkan model secara optimal disertai dengan pengelolaan kelas yang baik dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik. Selain itu dalam pembelajaran hendaknya guru telah mempersiapkan kerangka materi yang akan dipelajari peserta didik seingga dapat menggunakan waktu secara efisien dan dapat mencapai hasil yang maksimal.

 

DAFTAR PUSTAKA

Aminoto, Tugiyo dan Hairul Pathoni. 2014. Penerapan Media E-Learning Berbasis Schoology Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Usaha dan Energi Di Kelas XI SMA N 10 Kota Jambi. Jurnal Sainmatika. Vol. 8 No. 1, 14-29

Ardiansyah, Ivan. 2013. Eksplorasi Pola Komunikasi dalam Diskusi Menggunakan Moddle pada perkuliahan Simulasi Pembelajaran Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Indonesia.

Chandrawati, Sri Rahayu. 2010. Pemanfaatan E-learning dalam Pembelajaran. No.2 Vol. 8. http://jurnal.untan.ac.id/

Hamiyah, N. dan Jauhar, M. 2014. Strategi Belajar-Mengajar di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia. Hal. 282.

Irmi. 2018. Penerapan Model Discovery Learning Melalui Game Gets Lucky Pada Materi Hidrokarbon dan Minyak Bumi Dalam Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI MIPA 2 SMAN Unggul Aceh Timur. Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA. Vol. 2, No. 01, hal 15-20.

Michael, Allen. 2013. Michael Allen’s Guide to E-learning: Jhon Wiley & Sons.

Muharto dan Ambarita, A. 2016. Metode Penelitian Sistem Informasi: Mengatasi Kesulitan Mahasiswa dalam Menyusun Proposal Penelitian. Yogyakarta: Deepublish.

Rofiah, Emi., Aminah, Nonoh Siti dan Ekawati, Elvin Yuslina. 2013. Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Peserta didik SMP. Jurnal Pendidikan Fisika. Vol.1 No.2:17.

Sapitri, Elly U., Kurniawan, Yudi., Sulistri, Emi. 2016. Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kristis Siswa Kelas X pada Materi Kalor. Jurnal Ilmu Pendidikan Fisika. Vol. 1No. 2 September 2016. Hal 64-66.

Surya, Hendra. 2011. Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar. Jakarta: Gramedia.