Penerapan Model Pembelajaran Demonstrasi Dalam Meningkatkan Kreativitas
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEMONSTRASI
DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS BAHASA JAWA MATERI MENELAAH TEKS PIWULANG SERAT WULANGREH PUPUH DURMA SISWA KELAS IX SEMESTER II SMP NEGERI 1 SEDAN
KECAMATAN SEDAN KABUPATEN REMBANG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Tri Lestari
Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 1 Sedan Kabupaten Rembang
ABSTRAK
Pembelajaran bahasa jawa secara fungsional dan komunikatif adalah pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk belajar berbahasa, dalam kaitannya dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Siswa bukan sekedar belajar tentang pengetahuan bahasa, melainkan belajar menggunakan bahasa untuk keperluan berkomunikasi. Melalui pembelajaran bahasa Jawa diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk menangkap makna dari sebuah pesan atau informasi yang disampaikan serta memiliki kemampuan untuk menalar dan mengemukakan kembali pesan atau informasi yang diterimanya itu. Siswa juga diharapkan memiliki kemampuan untuk mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik. Kompetensi komunikatif itu dapat dicapai melalui proses pemahiran yang dilatihkan dan dialami dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian ini berdasarkan permasalahan: a. Bagaimanakah menerapkan model pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam penguasaan materi menelaah teks piwulang serat wulangreh pupuh durma di kelas IX Semester II SMP Negeri 1 Sedan Kecamatan Sedan? B. Apakah penerapan model pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam penguasaan materi dan mampu menelaah teks piwulang serta wulangreh pupuh durma di kelas IX Semester II SMP Negeri 1 Sedan, Kecamatan Sedan.Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: Meningkatkan penguasaan materi pelajaran tentang “menelaah teks piwulang serat wulangreh pupuh durmaâ€, Penyampaian materi akan lebih runtut, Meningkatkan kreatifitas siswa dalam pembelajaran, Perhatian siswa terkontrol karena media dan alat peraga menarik perhatian atau sesuai, Diskusi kelompok siswa lebih terkontrol dan melibatkan semua siswa, Meningkatkan kekongkritan terhadap konsep pembelajaran sesuai dengan perkembangan siswa. Melalui penelitian ini dapat diketahui peningkatan prestasi belajar siswa, yaitu pembelajaran awal dari sejumlah 33 siswa yang tuntas baru 21 (64%) sedangkan yang 12 (46%) masih belum tuntas. Pembelajaran siklus 1, pertemuan I yang tuntas 21 siswa (64%), pertemuan II 23 siswa (70%) dan pertemuan III 25 siswa (76%). Pembelajaran siklus 2, pertemuan I sejumlah 26 siswa (79%), pertemuan II 27 siswa (82%) dan pertemuan III 27 siswa (82%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa melalui metode demonstrasi dapat meningkatkan kreativitas belajar siswa dalam menelaah teks Piwulang Serat Wulangreh Pupuh Durma pada mata pelajaran Bahasa Jawa kelas IX semester II di SMP Negeri 1 Sedan Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang Tahun Pelajaran 2016/2017.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Demonstrasi, Kreativitas siswa
PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Jawa secara fungsional dan komunikatif adalah pembelajaran yang menekankan siswa belajar berbahasa, berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Siswa bukan sekedar belajar tentang pengetahuan bahasa, melainkan belajar menggunakan bahasa untuk keperluan berkomunikasi. Melalui pembelajaran bahasa Jawa diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk menangkap makna dari sebuah pesan atau informasi yang disampaikan dan memiliki kemampuan untuk menalar dan mengemukakan kembali pesan atau informasi yang diterimanya. Siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik. Kompetensi komunikatif dapat dicapai melalui proses pemahiran yang dilatihkan dan dialami dalam kegiatan pembelajaran.
Penulis dalam melaksanakan tugas sebagai guru mapel Bahasa Jawa tingkat sekolah menengah pertama masih banyak menemui berbagai masalah. Terutama dalam mata pelajaran Bahasa Jawa di kelas IX semester II tentang menelaah Teks Piwulang Serat Wulangreh Pupuh Durma. Berdasarkan penjelasan yang didengar, penguasaan materi siswa masih sangat rendah dilihat dari hasil tes formatif nilai rata-rata kelas IX dengan tingkat ketuntasan 17%. Jumlah siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran tersebut 19 siswa. Untuk itu perlu segera mendapat penanganan dan perhatian penulis. Selain rendahnya prestasi belajar siswa, sikap masa bodoh siswa terhadap pembelajaran juga perlu mendapat perhatian. Selama ini penulis banyak menggunakan metode ceramah tanpa menggabungkan dengan metode lain. Anggapan peneliti metode caramah merupakan metode yang paling sesuai dengan kondisi sekolah. Tanpa penulis sadari bahwa pola pembelajaran yang demikian sangat tidak mendukung prestasi belajar siswa.
Siswa kurang berminat untuk menerima konsep pembelajaran, jenuh dan bosan mengikuti pembelajaran guru karena dalam menyampaikan meteri pembelajaran kurang menggairahkan membangkitkan motivasi siswa. Latar belakang masyarakat lingkungan sekolah merupakan wiraswasta, petani dan berpendidikan rendah, banyak yang pergi bekerja ke kota besar untuk bekerja sebagai buruh bangunan. Kondisi orang tua murid yang demikian kurang mendukung peningkatan mutu pendidikan sekolah. Sehingga sangat sulit untuk mendukung tercapainya prestasi belajar siswa secara maksimal.
Dari berbagai masalah dan latar belakang yang dikemukakan di atas, yang dapat peneliti perbaiki hanyalah masalah yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar siswa dan perbaikan kesalahan pola pembelajaran dengan harapan siswa lebih mudah dalam menerima konsep materi pembelajaran Bahasa Jawa dalam menelaah Teks Piwulang Serat Wulangreh Pupuh Durma berdasarkan penjelasan yang di dengar. Untuk mengatasi masalah rendahnya prestasi siswa peneliti melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dalam pembelajaran awal dan dua siklus pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut peneliti meminta bantuan teman sejawat sebagai pengamat atau observator untuk memberi masukan sebagai langkah perbaikan pembelajaran berikutnya. Ternyata terdapat berbagai masalah dalam proses belajar yang dilakukan peneliti antara lain: rendahnya tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran terutama dalam menelaah teks piwulang serat wulangreh pupuh durma; penyampaian materi kurang runtut; masih banyak siswa yang pasif dan tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru; alat pembelajaran kurang menarik perhatian siswa; diskusi kelompok hanya dikuasai oleh anak yang pandai saja, anak yang kurang pandai bermain sendiri; penguasaan kelas masih kurang karena media dan model pembelajaran kurang menarik dan kurang melibatkan siswa untuk aktif..
Peneliti melakukan diskusi dan evaluasi dengan teman sejawat yang sekaligus sebagai supervisor. Ternyata menemukan beberapa faktor penyebab dari ketidakberhasilan pembelajaran, antara lain: rendahnya tingkat penguasaan materi pelajaran karena penjelasan guru terlalu abstrak, kurang menyajikan contoh-contoh yang kongkret yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa; percobaan untuk kerja kelompok hanya dilakukan dua anak yang mendemonstrasikan di depan kelas, anak yang lain tidak diberi kesempatan untuk mencoba mempraktekkan, sehingga dalam mengisi LKS hanya dikerjakan oleh anak yang pandai saja; bimbingan guru dalam mendemonstrasikan di depan kelas dan mengerjakan LKS kurang terarah; penyampaian materi kurang runtut karena penguasaan materi kurang; banyak siswa yang pasif karena terbatasnya penggunaan media dan alat peraga yang kurang menarik perhatian siswa sehingga siswa pun tidak semangat menjawab pertanyaan; penugasan kelas kurang karena perhatian siswa belum terkontrol dan kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan dari data-data yang terkumpul serta masukan dari teman sejawat sebagai pengamat maka peneliti dapat membuat rumusan masalah “Penerapan Model Pembelajaran Demonstrasi Dalam Meningkatkan Kreativitas Bahasa Jawa Materi Menelaah Teks Piwulang Serat Wulangreh Pupuh Durma pada Siswa Kelas IX Semester II SMP Negeri 1 Sedan Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang Tahun Pelajaran 2016/2017â€.
Dalam pembelajaran Bahasa Jawa dengan materi pokok menelaah teks piwulang serat wulangreh pupuh durma berdasarkan penjelasan latar belakang di atas maka dapat disimpulkan rumusan masalah, sebagai berikut: bagaimanakah menerapkan model pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam penguasaan materi dan menelaah teks piwulang serat wulangreh pupuh durma di kelas IX semester II SMP Negeri 1 Sedan Kecamatan Sedan dan apakah penerapan model pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam penguasaan materi dan mampu menelaah teks piwulang serta wulangreh pupuh durma di kelas IX Semester II SMP Negeri 1 Sedan, Kecamatan Sedan?
Setelah mengidentifikasi masalah, penulis menganalisis masalah dan merumuskan masalah. Untuk mengetahui sejauh mana hasil atau peningkatan prestasi belajar, peneliti mengadakan perbaikan pembelajaran dengan menyusun langkah-langkah dengan melakukan diskusi dan menyusun LKS yang dapat mengaktifkan siswa serta memilih model pembelajaran bermain peran dan demonstrasi yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan sebagai berikut: meningkatkan penguasaan materi pelajaran tentang menelaah teks piwulang serat wulangreh pupuh durma; penyampaian materi lebih runtut; meningkatkan kreativitas siswa dalam pembelajaran; dapat menjawab pertanyaan dengan benar; perhatian siswa terkontrol karena media dan alat peraga menarik perhatian atau sesuai; diskusi kelompok siswa lebih terkontrol dan melibatkan semua siswa; meningkatkan kekonkretan terhadap konsep pembelajaran sesuai dengan perkembangan siswa.
Dari hasil penelitian yang penulis buat memiliki manfaat bagi siswa seperti meningkatkan proses dari hasil pembelajaran bagi peserta didik, membantu siswa mengatasi kesulitan belajarnya dan siswa merasa mendapat perhatian khusus dari guru karena guru bersikap kritis terhadap hasil belajarnya sehingga guru dapat dijadikan model bagi siswa. Manfaat bagi guru antara lain: sebagai dokumen penelitian dan dapat dimanfaatkan oleh guru untuk diajukan sebagai bahan kenaikan tingkat; dengan membuat dan melakukan penelitian, guru lebih percaya diri dan berkembang secara profesional, karena mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya; dan melalui penelitian, guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri. Manfaat bagi sekolah seperti: memberi sumbangan positif terhadap kemajuan sekolah yang tercermin dari peningkatan profesional guru, perbaikan proses dan hasil belajar siswa serta kondusifnya iklim pendidikan di sekolah; jika kualitas belajar meningkat maka meningkat pula hasil belajar dan nama baik sekolah.
KAJIAN PUSTAKA
Metode demonstrasi ialah metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada siswa. Metode demonstrasi ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan metode demonstrasi adalah perhatian anak didik dapat dipusatkan dan titik berat yang dianggap penting oleh guru dapat diamati; perhatian anak didik lebih terpusat pada yang didemonstrasikan, sehingga proses anak didik lebih terarah dan mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain; dapat merangsang siswa lebih aktif dalam mengikuti proses belajar; menambah pengalaman anak didik; bisa membantu siswa mengingat lebih lama tentang materi yang disampaikan; dapat mengurangi kesalahpahaman karena pengajaran lebih jelas dan konkret; dan dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap siswa karena ikut serta berperan secara langsung;
Adapun segi kelemahan metode demonstrasi adalah memerlukan waktu yang cukup banyak; apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi menjadi kurang efisien; memerlukan tenaga yang tidak sedikit dan apabila siswa tidak aktif maka metode demonstrasi menjadi tidak efektif.
Kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. Kreativitas berasal dari kata kreatif. Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia karya WJS Poerwadarminta, kreatif berarti (1) memiliki daya cipta; mempunyai kemampuan mencipta; (2) bersifat mencipta (2011: 619). Menurut Hamalik (2001: 180-182) prosedur kreativitas dikembangkan dengan cara mengklasifikasikan jenis masalah yang akan disajikan kepada siswa, mengembangkan dan menggunakan keterampilan – keterampilan pemecahan masalah dan ganjaran bagi prestasi belajar kreatif.
Bahasa Jawa adalah bahasa daerah yang digunakan penduduk Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Bahasa (Depdiknas, 2005: 3) pada hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasan manusia secara teratur yang mempergunakan bunyi sebagai alatnya. Harun Rasyid, Mansyur & Suratno (2009: 126) menyatakan bahasa merupakan struktur dan makna yang bebas dari penggunanya sebagai tanda yang menyimpulkan suatu tujuan. Berdasar Kamus Besar Bahasa Jawa (Hasan Alwi, 2002: 88) bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri dalam bentuk percakapan yang baik, tingkah laku dan sopan santun yang baik.
Bahasa Jawa mengenal undhak-undhuk basa dan menjadi bagian integral dalam tata krama (etiket) masyarakat Jawa dalam berbahasa. Dialek Surakarta biasanya menjadi rujukan dalam hal ini. Terdapat tiga bentuk utama variasi, yaitu ngoko (kasar), madya (biasa), dan krama (halus). Di antara bentuk ini terdapat bentuk penghormatan (ngajengake, honorific) dan perendahan (ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah registernya pada suatu saat tergantung status yang bersangkutan dan lawan bicara.
Tujuan umum pengajaran Bahasa Jawa adalah siswa menghargai dan membanggakan bahasa Jawa sebagai komunikasi bagi orang jawa; siswa memahami bahasa Jawa dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif, untuk bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan; siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan social; siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis); siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, dan meningkatkan pengetahuan serta kemampuan berbahasa.
Tujuan khusus pengajaran bahasa Jawa adalah tujuan yang hendak dicapai di setiap jenjang pendidikan yang rumusannya mengacu pada kemampuan/ keterampilan berbahasa siswa. Hal ini mencakup tiga segi kemampuan, yaitu kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Tujuan kelas mempunyai pengertian tujuan yang hendak dicapai di setiap jenjang kelas.
Penerapan metode demonstrasi pada pelajaran bahasa jawa meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Perencanaan meliputi merumuskan tujuan yang baik dari sudut kecakapan atau kegiatan yang diharapkan dapat tercapai setelah metode demontrasi berakhir; menetapkan garis – garis besar langkah – langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan dan memperhitungkan waktu yang dibutuhkan.
Pelaksanaan dilakukan dengan memeriksa perencanaan dengan cermat; melakukan demonstrasi untuk menarik perhatian siswa; mengingat pokok – pokok materi yang didemonstrasikan agar mencapai sasaran; memperhatikan keadaan siswa, apakah semuanya mengikuti demonstrasi dengan baik; memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif dan menghindari ketegangan. Evaluasi dapat berupa pemberian tugas, seperti membuat laporan, menjawab pertanyaan, mengadakan latihan lebih lanjut, baik di sekolah ataupun di rumah.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sedan Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang dengan subjek penelitian siswa kelas IX dengan jumlah 33 siswa dan waktunya semester 2 tahun pelajaran 2016/ 2017 dengan menggunakan 2 siklus yang meliputi pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/ pengumpulan data, dan refleksi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN PRA SIKLUS
Berdasarkan hasil tes formatif tahap pra siklus, siswa mempunyai nilai rata-rata 68. Tingkat ketuntasan sebanyak 64% dan taraf seraf 36%. Hal itu bisa dilihat pada tabel berikut.
NO |
NILAI |
BANYAK SISWA |
1 |
50 |
2 |
2 |
60 |
10 |
3 |
70 |
13 |
4 |
80 |
8 |
5 |
90 |
0 |
6 |
100 |
0 |
Jumlah |
|
33 |
Bila dilihat dari nilai tersebut, hasil pembelajaran awal belum sesuai dengan harapan penulis. Oleh karena itu, penulis melanjutkan ke langkah/ siklus 1.
HASIL PENELITIAN SIKLUS 1
Dalam perencanaan kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I, penulis dibantu rekan guru dalam mengembangkan rencana penelitian tindakan kelas dengan menerapkan Metode Demonstrasi. Pada pertemuan 1 diperoleh data berikut.
NO |
NILAI |
BANYAK SISWA |
1 |
50 |
2 |
2 |
60 |
10 |
3 |
70 |
13 |
4 |
80 |
6 |
5 |
90 |
2 |
6 |
100 |
– |
Jumlah |
|
33 |
Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai rata-rata 69, nilai tertinggi 90, nilai terendah 50, tingkat ketuntasan 65% dan tarap serap 70. Hal itu berbeda dengan hasil pertemuan 2.
Hasil pertemuan 2 dapat disajikan pada tabel berikut.
NO |
NILAI |
BANYAK SISWA |
1 |
50 |
2 |
2 |
60 |
8 |
3 |
70 |
14 |
4 |
80 |
6 |
5 |
90 |
2 |
6 |
100 |
1 |
Jumlah |
|
33 |
Berdasarkan tabel pertemuan 2 diketahui bahwa nilai rata-rata 71, nilai tertinggi 100, nilai terendah 50, tingkat ketuntasan 70% dan tarap serap 70. Hal tersebut meningkat lagi di pertemuan ke-3.
Hasil pertemuan 3 diperoleh data berikut.
NO |
NILAI |
BANYAK SISWA |
1 |
50 |
1 |
2 |
60 |
7 |
3 |
70 |
14 |
4 |
80 |
8 |
5 |
90 |
1 |
6 |
100 |
2 |
Jumlah |
|
33 |
Berdasarkan tabel di atas diperoleh keterangan bahwa nilai rata-rata 72, nilai tertinggi 100, nilai terendah 50, tingkat ketuntasan 74% dan tarap serap 74.
Dengan melihat tabel rekapitulasi tes formatif siklus I di atas, terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas yang pada pembelajaran awal rata-rata hanya 68 sedangkan pada siklus I pertemuan I mencapai 69, pertemuan II mencapai 71 dan pertemuan III mencapai 72. Tingkat ketuntasan siswa pada siklus I mengalami peningkatan. Namun, peningkatan yang terjadi pada siklus I ini belum sepenuhnya memenuhi tingkat ketuntasan minimal yaitu 75, sehingga peneliti memutuskan untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus II. Karena dari 33 siswa yang menjadi subjek penelitian, baru 23 siswa yang sudah tuntas sementara 10 siswa belum tuntas. Hasil belajar siswa pada siklus I mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hasil belajar pada pembelajaran awal. Nilai rata-rata kelas pada tahap ini mencapai 72. Prosentase ketuntasan belajar klasikal 70%.
Dari data-data di atas dapat diperoleh informasi tentang keberhasilan dan kegagalan dalam pembelajaran siklus I sebagai berikut. Temuan tentang keberhasilan meliputi penyampaian materi sudah sesuai, motivasi guru cukup baik, siswa aktif mengikuti pelajaran, penggunaan waktu tepat dan metode bervariasi. Temuan tentang kegagalan meliputi penyajian materi belum urut, penjelasan guru sulit dipahami anak, guru kurang menanggapi pertanyaan siswa, siswa kurang berani bertanya dan tanggung jawab dalam tugas kurang.
HASIL PENELITIAN SIKLUS 2
Dalam perencanaan kegiatan perbaikan pembelajaran siklus 2, penulis dibantu rekan guru dalam mengembangkan rencana penelitian tindakan kelas dengan menerapkan Metode Demonstrasi. Pada pertemuan 1 diperoleh data berikut.
NO |
NILAI |
BANYAK SISWA |
1 |
60 |
6 |
2 |
70 |
10 |
3 |
80 |
7 |
4 |
90 |
7 |
5 |
100 |
3 |
Jumlah |
|
33 |
Berdasarkan tabel di atas diperoleh keterangan bahwa nilai rata-rata 77, nilai tertinggi 100, nilai terendah 60, tingkat ketuntasan 79% dan tarap serap 79. Kenaikan bisa dilihat pada pertemuan ke-2 dan ditunjukkan pada tabel berikut.
NO |
NILAI |
BANYAK SISWA |
1 |
60 |
5 |
2 |
70 |
7 |
3 |
80 |
9 |
4 |
90 |
8 |
5 |
100 |
4 |
Jumlah |
|
33 |
Berdasarkan tabel di atas diperoleh keterangan bahwa nilai rata-rata 79, nilai tertinggi 100, nilai terendah 60, tingkat ketuntasan 82% dan tarap serap 82. Pada pertemuan 3 diperoleh data berikut.
NO |
NILAI |
BANYAK SISWA |
1 |
60 |
5 |
2 |
70 |
5 |
3 |
80 |
11 |
4 |
90 |
7 |
5 |
100 |
5 |
Jumlah |
|
33 |
Berdasarkan tabel di atas diperoleh keterangan bahwa nilai rata-rata 80, nilai tertinggi 100, nilai terendah 60, tingkat ketuntasan 82% dan tarap serap 83. Dengan melihat tabel rekapitulasi tes formatif siklus II di atas, terjadi peningkatan pada nilai rata-rata kelas yang sebelumnya pada pembelajaran siklus I hanya 72 sedangkan pada siklus II mencapai 82. Dengan demikian tingkat ketuntasan siswa pada siklus II ini sebesar 80% yang sebelumnya pada siklus I hanya 70%. Untuk taraf seraf juga terjadi peningkatan menjadi 80%. Sehingga perbaikan pembelajaran pada siklus II ini telah mengalami ketuntasan dalam pembelajaran. Karena nilai ketuntasan belajar siswa sudah lebih dari nilai ketuntasan minimal 75.
Berdasarkan data-data tersebut dapat diperoleh informasi tentang keberhasilan dan kegagalan dalam pembelajaran siklus II sebagai berikut. Temuan tentang keberhasilan berupa semua siswa aktif dan antusias dalam mengikuti pelajaran sehingga jumlah siswa yang dapat mencapai nilai tuntas meningkat dan sebagian besar siswa sudah memahami materi.
PEMBAHASAN
Pembelajaran Awal
Pada kegiatan pembelajaran awal, peneliti belum menerapkan model ataupun metode pembelajaran. Akan tetapi, dalam pemanfaatan media pembelajaran, guru belum melibatkan siswa secara keseluruhan. Di samping itu, guru hanya berceramah saja dalam menyampaikan materi sehingga siswa kurang antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut dan kurang aktif bertanya saat guru memberi kesempatan bertanya. Akibatnya dari 33 siswa hanya 16 anak atau 64% siswa yang dapat mencapai nilai tuntas. Walaupun demikian, pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai dengan rencana pembelajaran meskipun hasilnya belum sesuai dengan tujua pembelajaran yang diharapkan.
Berdasarkan hasil test formatif tersebut, peneliti menyusun rencana perbaikan pembelajaran yang berupa penelitian tindakan kelas yang diimplementasikan dalam rencana perbaikan pembelajaran siklus I.
Siklus I
Pada perencanaan kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I, tim peneliti mencoba menerapkan Metode Demonstrasi. Kegiatan belajar mengajar akan lebih bersemangat apabila seorang guru dapat menggunakan metode yang menarik dan bervariasi dalam mengajar.
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang ahli dalam topik bahasan (ulyani Sumantri, dalam Roetiyah 2001: 82).
Pendapat lain menyatakan bahwa metode demonstrasi adalah cara mengajar di mana seorang instruktur atau tim guru menunjukkan, memperlihatkan suatu proses (Roestiyah N. K 2001: 83). Menurut Udin S. Wianat Putra, dkk (2004: 424) metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung objek atau cara melakukan sesuatu untuk memperunjukkan proses tertentu. Sedangkan menurut M. Basyiruddin Usman (2002: 46) menyatakan bahwa keunggulan dari metode demonstrasi adalah perhatian siswa akan dapat terpusat sepenuhnya pada pokok bahasan yang akan didemonstrasikan, memberikan pengalaman praktis yang dapat membentuk ingatan yang kuat dan keterampilan dalam berbuat, menghindarkan kesalahan siswa dalam mengambil suatu kesimpulan, karena siswa mengamati secara langsung jalannya demonstrasi yang dilakukan.
Dari pendapat di atas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa keunggulan metode demonstrasi adalah siswa dapat memusatkan perhatiannya pada pokok bahasan yang akan didemonstrasikan, siswa memperoleh pengalaman yang dapat membentuk ingatan yang kuat, siswa terhindar dari kesalahan dalam mengambil suatu kesimpulan, pertanyaan-pertanyaan yang timbul dapat dijawab sendiri oleh siswa pada saat dilaksanakannya demonstrasi, apabila terjadi keraguan siswa dapat menanyakan secara langsung kepada guru, kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki karena siswa langsung diberikan contoh konkretnya.
Melalui penerapan Metode Demontrasi tersebut, tim peneliti berharap siswa akan lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pelajaran. Di samping itu, siswa akan benar-benar memahami materi tentang sistem pemerintahan tingkat pusat. Setelah kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I dilaksanakan dengan penerapan Metode Demontrasi, ternyata siswa yang dapat mencapai nilai tuntas meningkat. Hal ini disebabkan karena penerapan Metode Demontrasi kurang maksimal, sehingga siswa masih belum aktif bertanya. Dari hasil kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I tersebut, peneliti menyusun rencana perbaikan pembelajaran siklus II dengan memaksimalkan penerapan Metode Demontrasi.
Siklus II
Dalam pelaksanaan kegiatan perbaikan pembelajaran siklus II, tim peneliti memaksimalkan penerapan Metode Demontrasi, sehingga semua siswa aktif bertanya dan antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa mengikuti instruksi guru dengan baik, sehingga jumlah siswa yang dapat mencapai nilai tuntas meningkat menjadi 27 anak atau 80%.
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Setelah pembelajaran dilaksanakan mulai pembelajaran awal, pembelajaran siklus 1 dan pembelajaran sklus 2 hasilnya dapat diketahui sebagai berikut:
a. Pembelajaran awal dari sejumlah 33 siswa yang tuntas baru 21 siswa, sedangkan yang 12 siswa masih dibawah KKM berarti anak yang tuntas hanya 64% sedangkan yang 46% masih belum tuntas
b. Pembelajaran siklus 1, pertemuan I yang tuntas 21 siswa (64%), pertemuan II yang tuntas 23 siswa (70%) dan pertemuan III yang tuntas 25 siswa (76%).
c. Pembelajaran siklus 2, pertemuan I sejumlah 26 siswa (79%), pertemuan II 27 siswa (82%) dan pertemuan III 27 siswa (82%).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa melalui metode Demonstrasi dapat meningkatkan kreatifitas belajar siswa tentang menelaah teks Piwulang Serat Wulangreh Pupuh Durma pada mata pelajaran Bahasa Jawa kelas IX semester II di SMP Negeri 1 Sedan Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang Tahun Pelajarn 2016/2017.
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran
Langkah-langkah yang perlu di perhatikan dalam penggunaan metode demonstrasi tersebut adalah:
1. Rumuskan secara spesifik yang dapat dicapai oleh siswa.
2. Susun langkah-langkah yag akan dilakukan dengan demontrasi secara teratur sesuai dengan skenario yang telah di rencanakan.
3. Menyiapkan peralatan yang di butuhkan sebelum demonstrasi dimulai.
4. Usahakan dalam melakukan demonstrasi tersebut sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
SARAN DAN TINDAK LANJUT
Dilihat dari hasil pembelajaran awal, perbaikan pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 masih banyak hal-hal yang harus diperhatikan supaya dalam pembelajaran Bahasa Jawa dapat memperoleh hasil yang sangat memuaskan antara lain:
1. Menguai materi yang akan diajarkan
2. Memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran dan lingkungan setempat.
3. Memilih metode yang tepat dengan materi pembelajaran.
4. Menggunakan alat peraga yang tepat dengan materi pembelajaran.
5. Memberi tugas pada siswa untuk latihan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib Zaenal, 2004, Karya Tulis Ilmiah Bagi Pengembangan Profesi Guru, Bandung: Yrama Widya.
Asmawi, 2005, Test dan asesmen di SD, Jakarta: Universitas Terbuka.
Depdikbud, 1996, Dedaktik Metodik Umum, Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SMP
Depdikbud, 1996, Pedoman Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SMP.
Depdikbud, 1996, Bintek Bahasa Indonesia, Semarang: LPMP Widya Iswara
Dinn Wahyudin, 2004, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Universitas Terbuka.
Hamalik Umar, 2003, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ibrahim, 1993, Materi Pokok Pengembangan Inovasi dan Kurikulum, Jakarta: Universitas Terbuka.