Meningkatkan Keaktifan Dalam Dengan Menggunakan Diskusi Dengan Belajar Penemuan
UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI DERET ARITMATIKA
DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI
DENGAN MODEL BELAJAR PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) PADA SISWA KELAS IX SEMESTER II SMP NEGERI 1 SEDAN KECAMATAN SEDAN KABUPATEN REMBANG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Hanief Muhammad
Guru Matematika SMP Negeri 1 Sedan Kec. Sedan Kabupaten Rembang
ABSTRAK
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dasar dan juga menyongsong tuntutan desentralisasi pendidikan diperkenalkan baru dalam rangka pengelolaan pendidikan berbasis sekolah yang dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).Seiring dengan semangat pelaksanaan MBS maka sajian-sajian dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) perlu dilakukan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) yanng mendefinisikan belajar Matematika sebagai proses memperoleh pengetahuan (yang berupa hasil belajar siswa) yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa sendiri melalui tranformasi pengalaman individu siswa yang intinya menekankan bahwa siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk megkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari dan siswa harus secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya sehingga dapat membantu memperoleh pemahaman yang lebih tinggi.Penelitian ini berdasarkan permasalahan a). Bagaimana upaya meningkatkan keaktifan siswa kelas IX dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika mengunakan metode diskusi dengan model belajar penemuan (discovery learning). b). Apakah metode diskusi dengan pendekatan model belajar penemuan (discovery learning) dapat meningkatkan penguasaan pemahamanmenyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika.Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah (a) intensitas dan variasi dengan metode diskusi melalui pendekatan model belajar penemuan (discovery learning), meningkatkan penguasaan siswa tentang cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika. (b) mendiskripsikan penerapan metode diskusi melalui pendekatan model belajar penemuan (discovery learning) untuk meningkatkan penguasaan siswa tentang cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika.Melalui penelitian ini dapat diketahui peningkatan prestasi belajar siswa, yaitu Hasil tes formatif pada pembelajaran awal baru mencapai 64%, siklus I siswa naik mencapai ketuntasan 76%, hasil tes formatif pada siklus II siswa bisa mencapai 82% dan sudah mencapai ketuntasan minimum. Pembelajaran Matematika melalui metode diskusi dengan model pendekatan belajar penemuan (discovery learning) pada materi pokok deret aritmatika dapat meningkatkan partisipasi dan keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar, pemahaman nilai tes formatif, dan penguasaan siswa terhadap masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika semakin meningkat.
Kata Kunci: Model Belajar Discovery Learning, Aktif Belajar Matematika
PENDAHULUAN
Matematika mempunyai ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis. Ciri keabstrakan matematika beserta ciri lainnya yang tidak sederhana, menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipelajari, dan akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik terhadap matematika. Tujuan pembelajaran Matematika adalah agar siswa mampu menggunakan Matematika dalam kehidupan sehari-hari. Melalui belajar Matematika diharapkan pada diri siswa terbentuk pola pikir yang logis, kritis, kreatif, sistematis, dan konsisten. Pengetahuan, pola pikir, sikap dan keterampilan yang diperoleh dari hasil belajar Matematika tersebut diharapkan mampu membantu siswa dalam mengatasi berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapinya. Apalagi sekarang ini permasalahan kehidupan dalam berbagai aspek semakin kompleks. Untuk itulah, diperlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah. Kritis untuk menganalisis masalah dan kreatif dalam mencari alternatif pemecahan masalah.
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar Matematika, yaitu faktor internal dan faktor eskternal. Faktor internal mengarah pada tingkat kecerdasan untuk mempelajari Matematika dibutuhkan tingkat kecerdasan yang tinggi. Individu yang tingkat kecerdasannya di bawah normal akan mengalami kesulitan jika dibandingkan dengan individu yang tergolong normal atau di atas normal. Hal ini menimbulkan rasa suka, tidak suka, malas, takut, dan sebagainya. Perasaan ini akan menghambat kecepatan dalam mempelajari Matematika. Faktor eksternal terhadap prestasi belajar Matematika adalah keterampilan guru dalam menyampaikan materi. Keahlian guru membawa kemudahan dalam penyampaian materi kepada siswa. Di samping keterampilan guru juga kreativitas penting karena keterampilan dan kreativitas itu dapat ditransfer kepada siswa, sehingga siswa pun dapat terampil.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis dari output (mutu lulusan) sekolah masih di bawah taget yang diharapkan. Penulis menemukan rendahnya motivasi belajar siswa terbukti kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, dan rendahnya tingkat penguasaan materi pelajaran serta rendahnya nilai siswa sebagai hasil belajar. Berikut tabel tingkat keaktifan siswa yang datanya diambil melalui hasil pengamatan pada pembelajaran Matematika kelas IX Semester II dengan materi Deret Aritmatika.
Tingkat keaktifan dan nilai test formatif siswa masih sangat rendah dan jauh dari yang diharapkan yaitu 64%. Penulis mencoba mendiskusikan dengan teman sejawat dan supervisor untuk mengidentifikasikan kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran yang telah dilakukan. Kegagalan dalam proses pembelajaran disebabkan karena kurangnya kesiapan siswa dalam menerima pelajaran; siswa kurang memahami penjelasan guru; siswa tidak berani bertanya; siswa pasif dan hanya mendengar penjelasan guru; dan siswa tidak dapat mengerjakan soal.
Kondisi ini jika terus berlanjut berdampak buruk bagi proses dan hasil belajar siswa kedepan. Untuk itu guru mengambil tindakan terhadap proses pembelajaran dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran melalui keterampilan proses dengan menggunakan metode diskusi, diharapkan siswa dapat termotivasi dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk mendapatkan konsep-konsep yang belum dikuasai melalui pendekatan belajar discovery learning.
Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian tindakan kelas terhadap siswa SMP Negeri 1 Sedan Kabupaten Rembang dengan judul Upaya Meningkatkan Keaktifan Dalam Pembelajaran Matematika Materi Deret Aritmatika Dengan Menggunakan Metode Diskusi Dengan Model Belajar Penemuan (Discovery Learning) Pada Siswa Kelas IX Semester II SMP Negeri 1 Sedan Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang Tahun Pelajaran 2016/2017.
Ttujuan perbaikan pembelajaran adalah untuk mengetahui bahwa intensitas dan variasi dengan metode diskusi melalui pendekatan model belajar penemuan (discovery learning), meningkatkan penguasaan siswa tentang cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika dan mendiskripsikan penerapan metode diskusi melalui pendekatan model belajar penemuan (discovery learning) untuk meningkatkan penguasaan siswa tentang cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika.
Manfaat penelitian ini bagi guru adalah memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru; meningkatkan strategi dalam KBM; meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru dalam pembelajaran dan menumbuhkan rasa percaya diri. Bagi siswa adalah merespons dan meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran matematika; meningkatkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pada mata pelajaran Matematika yang ditandai dengan meningkatnnya nilai test formatif; membangkitkan minat belajar sisw dan meningkatkan daya pikir siswa. Bagi sekolah adalah memberi kontribusi yang positif terhadap upaya peningkatan proses pembelajaran di semua kelas; memberi kontribusi dalam pemecahan masalah sehubungan dengan proses pembelajaran di semua kelas; memberikan landasan dan acuan bagi kebijakan yang diambil pihak sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan sebagai bahan pertimbangan dan kajian dalam pengembangan kurikulum.
KAJIAN PUSTAKA
Dalam pelaksanaan mengajar diperhatikan beberapa prinsip belajar sehingga waktu proses belajar mengajar, siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal. Nana Sudjana (1989) ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya keaktifan belajar siswa yaitu stimulus belajar, respon yang dipelajari, penguatan, pemakaian dan pemindahan.
Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi dalam bentuk stimulus. Stimulus dapat berbentuk verbal atau bahasa, dan unsur lain. Stimulus mengkomunikasikan informasi atau pesan yang disampaikan guru kepada siswa. Ada dua cara yang mungkin membantu siswa agar pesan tersebut mudah diterima, yaitu perlu pengulangan sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya dan siswa menyebutkan kembali pesan yang disampaikan oleh guru.
Keterlibatan atau respon siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk perhatian, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar seperti memecahkan masalah, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, melatih diri dalam menguasai informasi. Dalam proses belajar mengajar banyak kegiatan belajar siswa yang dapat ditempuh melalui respons fisik (motorik) di samping pada diri siswa dalam kegiatan belajarnya.
Penguatan berasal dari luar seperti nilai, pengakuan prestasi siswa, persetujuan pendapat siswa, pengajaran hadiah dan lain-lain, merupakan cara untuk memperkuat respons siswa. Sedangkan penguat dari dalam dirinya bisa terjadi apabila respons yang dilakukan oleh siswa betul-betul memuaskan dirinya dan sesuai dengan kebutuhannya.
Belajar dengan memperluas pembentukan asosiasi dapat meningkatkan kemampuan siswa ntuk memindahkan apa yang sudah dipelajari kepada situasi lainyang serupa. Asosiasi dapat dibentuk melalui pemberian bahan yang bermakna, berorientasi kepada pengetahuan yang telah dimiliki siswa, pemberian contoh yang jelas, pemberian latihan yang teratur dan dilakukan dalam situasi yang menyenangkan.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Artinya, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu tergantung pada proses belajar yang dialamai siswa, baik ketika ia berada di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang dengan optimal (Sarman Suherman, 2001: 8). Jadi, pembelajaran adalah aktivitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Pembelajaran adalah proses membuat orang belajar.
Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti. Yang semuanya berkaitan dengan penalaran. Menurut Roy Hollands dalam Kamus Matematika (2005) mengatakan bahwa matematika adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematis. Menurut Herman Sudjojo (1998), matematika adalah ilmu yang berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol yang tersusun secara herarkis dan penalarannya deduktif.
Tujuan pemebelajaran matematika adalah mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, instuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat dugaan dan mencoba-coba. Menurut Reighheluth dalam Gerardus Polla (2001: 7), strategi pembelajaran adalah pilihan dari cara pengorganisasian materi perlajaran serta urutan aktivitas guru, pilihan cara penyampaian materi dan mengorganisasikan kelas dengan mempertimbangkan faktor-faktor karakteristik bidang studi, karakteristik siswa dan kendala yang ada guna memperoleh hasil pembelajaran yang efektif dan efisien serta mempunyai daya tarik.
Pembelajaran yang aktif akan menghasilkan hasil belajar yang efektif karena pembicaraan dan penelitian tentang pembelajaran yang efektif terfokus pada bagaimana melaksanakan pembelajaran yang mampumeningkatkan keaktifan siswa belajar. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat berbentuk pemusatan perhatian terhadap apa yang dijelaskan guru, disertai dengan perenungan serta penerapan dalam bentuk penyelesaian soal-soal.
Aktivitas ssiwa dalam kegiatan pembelajaran, dimulai dari kesiapan siswa itu sendiri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Kemudian ketika proses pembelajaran berlangsung aktifitas ssiwa bukan hanya mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis gurunya di papan tulis, melainkan mengeluarkan pendapat di depan kawan-kawan dalam satu kelompok, ataupun satu kelas. Anak-anak mendiskusikan denagn kawan-kawannya dan bekerjasama dalam kelompoknya saat proses pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, untuk melaksanakan kegiatan tersebut, siswa dalm kelas perlu disusun secara berkelompok.
Suatu alasan penulis memillih dan menerapkan metode diskusi dengan pendekatan model belajar penemuan (discovery learning) adalah agar dapat memberi kesempatan siswa untuk lebih berkembangbaik aspek kognitif, efektif, dan psikomotorik siswa, serta memiliki keberanian dalam mengeluarkan gagasan atau ide-ide barunya, karena pada dasarnya matematika merupakan ilmu eksak yang harus benar-benar dipahami dan dimengerti dan bukan sekedar untuk dihafal. Sebab di dalam pembelajaran matematika sangat penting menerapkan pembelajaran bermakna sehingga kegiatan belajar lebih menarik, lebih bermanfaat, dan lebih menantang. Konsep dan prosedur matematika lebih mudah dipahami dan lebih tahan untuk diingat oleh pesereta didik.
Menurut Vygotsky, siswa membangun sendiri melalui kegiatan yang beraneka ragam sedanng guru sebagai fasilitator. Salah satunya melalui penerapanp metode diskusi dalam kelompok dengan model pendekatan penemuan. Jerome S. Bruner (1915) menyatakan bahwa ada tiga proses kognitif yang terjadi di dalam belajar yaitu roses perolehan informasi baru, proses mentranformasikan informasi yang diterima, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Untuk mencapai tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran ada tiga faktor yang menjadi penekanan dan perhatian guru yaitu pentingnya memahami struktur mata pelajaran, pentingnya belajar aktif, dan pentingnya nilai dari berfikir induktif.
Belajar Penemuan (discovery learning) merupakan model pembelajaran/ belajar kognitif yanng dikembangkan oleh Bruner. Belajar Penemuan (discovery learning) adalah proses belajar di mana guru harus mampu menciptakan situasi belajar yang problematik menstimulus siswa dengan pertanyaan – pertanyaan dan memberi dorongan terhadap siswa untuk mencari jawaban sendiri dengan eksperimen.. Menurut Bruner dalam Gagne/ Berliner (1966, 319-320), belajar penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berfikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengatahuan yang dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar – benar bermakna (meaningfull learning). Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus aktif mengidentifikasi prinsip-oprinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan hanya sekedar menerima penjelasan guru saja.
Maksud dari Discovery Learning yaitu siswa mengorganisasikan metode penyajian bahwa dengan cara di mana anak dapat mempelajari bahan itu sesuai dengan tingkat kemampuan anak (Bruner dalam Ifzanul, 2008).
Saat ini model belajar penemuan menduduki peringkat teratas dalam dunia pendidikan modern. Manfaat Belajar Penemuan (Discovery Learning) adalah dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna, pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lama dan mudah diingat, sangat diperlukan dalam pemecahan masalah, transfer dapat ditingkatkan setelah generalisasi ditemukan sendiri oleh siswa, penggunaannya mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi belajar dan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas (Winataputra, 2008:3.18-3.19).
Keuntungan Discovery Learning adalah mendorong keterlibatkan aktif, meningkatkan motivasi, mempromosikan otonomi, tanggung jawab dan kemandirian, meningkatkan pengembangan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah dan pengalaman belajar yang disesuaikan. Kekurangan Discovery Learning adalah penciptaan kognitif overload, potensi kesalahpahaman, dan guru-guru mungkin gagal mendeteksi masalah dan kesalahpahaman (Bruner, 1967).
Tahap-tahap penerapan Discovery Learning meliputi (a) stimulus (pemberian perangsang/stimuli); kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah; (b) problem statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya dalam bentuk hipotesis; (c) data collection (pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada siswa mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis tersebut; (d) data processing (pengolahan data); mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain kemudian ditafsirkan; (e) verifikasi; mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang diterapkan dan dihubungkan dengan hasil dan pengolahan data; dan (f) generalisasi; mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. (Muhibbin Syah dalam Winataputra, 2008:3.19).
Alasan teknik mengapa penulis memilih metode diskusi dengan pendekatan belajar penemuan (discovery learning) adalah untuk menguji apakah belajar sudah bermakna, agar pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lama dan mudah diingat, agar siswa mampu mendemonstrasikan kembali pengetahuan yang diterima, untuk menciptakan motivasi belajar dalam diri siswa dan untuk meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan berfikir secara sistematis.
Tahap-tahap penerapan diskusi dengan pendekatan belajar penemuan (discovery learning) dalam perbaikan pembelajaran adalah memberi rangsang (stimulus) melalui pertanyaan dalam apersepsi; memberi kesempatan siswa untuk berpendapat tentang pemahamannya terhadap deret aritmatika; membagikan lembar tugas dengan soal terstruktur dan variatif sebagai bahan diskusi untuk dipecahkan dalam kelompok (problem statement); guru mengadakan pemeriksaan secara cermat dalam hal validitas hasil kerja siswa tentang kebenaran pemahamannya (verifikasi); dan mengadakan penarikan kesimpulan sebagai hasil diskusi tentang masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika.
Deret aritmatika dapat didefinisikan sebagai jumlah keseluruhan dari anggota barisan aritmatika yang dihitung secara berurutan. Sebagai contoh kita ambil sebuah barisan aritmatika 8,12,16,20,24 maka deret aritmatikanya adalah 8+12+16+20+24. Sisipan pada deret aritmatika dapat diperoleh dengan cara menambahkan deret kecil aritmatika lainnya di antara dua buah suku yang berurutan di dalam sebuah deret aritmatika.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Dalam penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, di mana guru sangat berperan dalam proses penelitian tindakan kelas. Tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Guru terlibat langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat kecil.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988: 14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi/ pengamatan dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
Tempat penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sedan Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang, dengan subjek penelitian siswa kelas IX berjumlah 33 siswa, yang terdiri atas 21 laki-laki dan 12 perempuan. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dalam dua siklus yang diawali pembelajaran awal sebagai tahap pra siklus, dilaksanakan tanggal 17 Januari 2017.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PRA SIKLUS
Berdasarkan data diketahui bahwa nilai rata-rata 68, nilai tertinggi 80, nilai terendah 50, tingkat ketuntasan 64%, tarap serap 70% dan siswa yang tuntas ada 21 (64%) dan siswa yang tidak tuntas 12 (36%). Keaktifan siswa dalam pembelajaran adalah 13 (40%) siswa kurang aktif, 17 (51%) siswa cukup aktif dan 3 (9%) siswa aktif.
Melihat data tersebut, penulis menganggap mengadakan tindakan selanjutnya agar nilai rata-rata dan ketuntasan siswa tercapai dan tingkat keaktifan siswa meningkat dari kurang dan cukup menjadi baik.
SIKLUS 1
Berdasarkan data diketahui bahwa pertemuan 1 memiliki nilai rata-rata 69, nilai tertinggi 90, nilai terendah 50, tingkat ketuntasan 64%, tarap serap 70 dan siswa yang tuntas 21 (64%) dan siswa yang tidak tuntas 12 (36%). Pertemuan 2 memiliki nilai rata-rata 71, nilai tertinggi 100, nilai terendah 50, tingkat ketuntasan 70%, dan tarap serap 70. Pertemuan 3 memiliki nilai rata-rata 75, nilai tertinggi 100, nilai terendah 50, tingkat ketuntasan 74%, dan tarap serap 80.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran siklus 1 pertemuan 1, 2 dan 3 adalah 9 (27%) siswa kurang aktif, 16 (48%) siswa cukup aktif dan 8 (24%) siswa aktif.
Berdasarkan hasil observasi dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran Matematika siklus I, secara kualitas meningkat, baik tingkat keaktifan maupun keterampilan proses dalam pembelajaran. Secara kuantitas juga meningkat, di mana sebelum siklus ketuntasan hanya 64% setelah siklus pertama mencapai ketuntasan belajar 74%, meskipun belum mencapai target yang diharapkan yaitu 80%. Kurang optimalnya tingkat keberhasilan pembelajaran, disebabkan kurang intensifnya guru membimbing siswa dengan menemukan cara-cara termudah menyelesaikan tugas, dan kurang optimalnya pengelolaan waktu dan kelas yang baik.
Refleksi dari pembelajaran siklus 1 bahwa dengan memperhatikan hasil tes formatif pada perbaikan pembelajaran siklus I yang hanya 74% siswa yang mencapai nilai ketuntasan belajar yaitu 25 siswa dari 33 siswa, maka peneliti memutuskan untuk melaksanakan pembelajaran siklus II, yang penekanan pelaksanaannya lebih ditekankan pada keterampilan proses melalui penggunaan metode diskusi dengan pendekatan pada belajar penemuan (discovery learning) dengan penemuan terbimbing cara – cara termudah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika.
SIKLUS 2
Berdasarkan data diketahui bahwa pertemuan 1 memiliki nilai rata-rata 77, nilai tertinggi 100, nilai terendah 60, tingkat ketuntasan 79%, dan tarap serap 79. Pertemuan 2 memiliki nilai rata-rata 79, nilai tertinggi 100, nilai terendah 60, tingkat ketuntasan 82%, dan tarap serap 82. Pertemuan 3 memiliki nilai rata-rata 80, nilai tertinggi 100, nilai terendah 60, tingkat ketuntasan 82%, dan tarap serap 83. Keaktifan siswa dalam pembelajaran pertemuan 1, 2 dan 3 adalah 9 (27%) siswa kurang aktif, 16 (48%) siswa cukup aktif dan 8 (24%) siswa aktif.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengumpulan data yang penulis laksanakan melalui perbaikan pembelajaran pada siklus II mata pelajaran Matematika, hasil tes formatif menunjukkan kenaikan yang signifikan,di mana dari 74% menjadi 82% ketuntasan yang dicapai dan dari 25 menjadi 27 dari 33 siswa dengan nilai rata-rata 80.
Refleksi dari pembelajaran siklus II dengan memperhatikan hasil tes formatif yang mencapai nilai ketuntasan belajar yaitu 82% dengan rata-rata 80. Akhirnya peneliti berpendapat dan memutuskan untuk tidak diadakan perbaikan pembelajaran siklus berikutnya, dengan pertimbangan telah mencapai target yaitu 75.
DESKRIPSI TEMUAN DAN REFLEKSI
Deskripsi Temuan
Dari data yang penulis kumpulkan selama proses perbaikan pembelajaran ternyata menunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar dan kemampuan melakukan keterampilan proses dasar matematika. Dimana pada pembelajaran yang memiliki tingkat keaktifan tinggi pada pra siklus 60%, siklus I 72% dan siklus II 81%.
Pada tingkat ketuntasan belajar juga mengalami kenaikan di mana pada pra siklus 21 siswa atau 64% dengan nilai rata-rata 68, siklus I (1) 21 siswa atau 64% dengan nilai rata-rata 69, siklus I (2) 23 siswa atau 70% dengan nilai rata-rata 71, siklus I (3) menjadi 25 siswa atau 76% dengan nilai rata-rata 72. Pada siklus II (1) 26 siswa atau 79% dengan nilai rata-rata 77, siklus II (2) 27 siswa atau 82% dengan nilai rata-rata 79 dan siklus II (3) 27 siswa atau 82% dengan nilai rata-rata 80. Peningkatan keaktifan siswa berpengaruh terhadap ketuntasan belajar siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbaikan pembelajaran matematika dengan materi menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika dengan metode diskusi dengan model pendekatan belajar penemuan (discovery learning) cukup efektif dan berhasil.
Refleksi
Berdasarkan deskripsi temuan di atas, ada peningkatan secara kualitas dan kuantitas dalam proses perbaikan pembelajaran tetapi dalam pelaksanaannnya banyak kendala yang menghambat keberhasilan yaitu penelitian dilakukan secara singkat dengan indikator sama, terbatasnya sarana dan prasarana sekolah, lemahnnya dukungan dan motivasi belajar orang tua terhadap proses belajar di rumah dan kurangnya guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang cukup variatif di kelas.
Pembahasan Tiap Siklus
Pembelajaran Awal Pra Siklus
Dari jumlah siswa kelas IX, 33 siswa pada pembelajaran awal pra siklus yang tuntas 21 siswa atau 64% dan belum tuntas 12 siswa atau 36%. Indikasi ini menunjukkan kegagalan dalam proses belajar. Dari hasil refleksi seperti pendiskripsian di atas, maka peneliti mengadakan perbaikan pembelajaran siklus I.
Perbaikan Pembelajaran Siklus I
Pada perbaikan pembelajaran siklus I, setelah melalui langkah – langkah yang direncanakan diperoleh peningkatan, yakni siswa yang tuntas belajar 25 dari 33 siswa (76%) dan belum tuntas 8 siswa (24%). Meskipun mengalami kenaikan tetapi belum memenuhi target KKM, sehingga diputuskan untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II.
Perbaikan Pembelajaran Siklus II
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II ini, selain merancang konsep perencanaan yang lebih matang, penulis mengimplementasikan pembelajaran yang lebih ditekankan pada keterampilan proses dengan perpaduan berbagai metode dengan mengedepankan model pendekatan Belajar Penemuan (Discovery Learning). Asep Herry Hermawan (2005: 11,15) menjelaskan penggunaan berbagai metode pembelajaran mampu merangsang keterlibatan fisik dan psikis siswa.
Dari hasil penerapannya, penulis memperoleh hasil yang menggembirakan yaitu sebanyak 27 siswa memperoleh hasil tuntas belajar (82%), dan 6 siswa (18%) belum tuntas. Meskipun belum optimal 100%, peneliti berasumsi sudah memenuhi target Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sehingga diputuskan untuk tidak diadakan perbaikan pembelajaran siklus berikutnya karena telah melewati target minimal dalam perbaikan pembelajaran.
PENUTUP
Berdasarkan hasil temuan dan analisis pelaksanaan program perbaikan pembelajaran yang dilakukan selama 2 siklus penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran Matematika melalui metode diskusi dengan model pendekatan belajar penemuan (discovery learning) materi pokok menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika dapat meningkatkan partisipasi dan keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar, pemahaman dan nilai tes formatif, dan penguasaan siswa terhadap masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika semakin meningkat.
Untuk lebih meningkatkan keaktifan belajar siswa, pemahaman dan nilai tes formatif dalam melakukan keterampilan proses dasar matematika, dilakukan dengan memberikan kesempatan sebanyak – banyaknya untuk berdiskusi, berlatih dengan intensitas tinggi dan penguatan yang tepat dan benar, sehingga siswa mampu menemukan caranya sendiri untuk menyelesaikan masalah dengan mudah melalui belajar menemukan.
Jumlah anggota kelompok kerja terdiri atas 4 siswa memungkinkan siswa dapat belajar secara efektif dan optimal serta aktif dalam proses pembelajaran. Proses bantuan dan bimbingan guru yang intensif baik secara individu maupun kelompok selama proses pembelajaran dapat memacu dan meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran.
NO |
Tahap Pembelajaran |
Rata – Rata Kelas |
Ketuntasan |
1 |
Pembelajaran Awal |
68 |
64% |
2 |
Siklus I Pertemuan I |
69 |
64% |
|
Siklus I Pertemuan II |
71 |
70% |
|
Siklus I Pertemuan III |
72 |
76% |
3 |
Siklus II Pertemuan I |
77 |
79% |
|
Siklus II Pertemuan II |
79 |
82% |
|
Siklus II Pertemuan III |
80 |
82% |
Dalam melakukan perbaikan pembelajaran, penulis menyadari masih banyak sekali terdapat kekurangan dan kelemahan, di antaranya keterbatasan sarana dan prasarana, waktu serta pemberian bimbingan baik secara individu maupun kelompok belum bisa optimal untuk mendukung keberhasilan proses pembelajaran.
Ternyata proses pembelajaran dengan metode diskusi melalui pendekatan belajar penemuan (discovery learning) pada pelajaran matematika dengan materi deret aritmatika, dapat meningkatkan keterlibatan dan aktivitas siswa serta peningkatan pemahaman, nilai tes formatif serta penguasaan siswa dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan deret aritmatika semakin optimal. Untuk itu disarankan agar penelitian ini dapat ditindaklanjuti pada mata pelajaran lain dan jenjang kelas yang berbeda.
Penggunaan metode diskusi melalui model pendekatan belajar penemuan (discovery learning) ternyata dapat membantu guru dan siswa dalam mengoptimalkan keberhasilan dalam proses pembelajaran, sehingga mampu mengubah peran serta guru sebagai pendidik ke arah yang lebih maju dan positif. Sehingga fenomena pemahaman bahwa guru bukan lagi merupakan satu-satunya sumber belajar bagi siswa di kelas dapat terjawab. Dalam hal ini guru serta siswa dapat menempatkan diri sesuai perannya dalam kegiatan belajar mengajar sesuai proses pembelajaran. Dengan demikian, guru memiliki waktu yang lebih banyak untuk memberikan perhatian dan bimbingan untuk membantu siswa dalam menghadapi kesulitan belajar, memotivasi siswa dalam belajar serta meningkatkan rasa percaya diri siswa dan pembentukan kepribadian dalam nilai sikap dan akademiknya. Sebelum melakukan proses pembelajaran hendaknya mempersiapkan perangkat pembelajaran yanng dibutuhkan guna mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki manfaat yang cukup signifikan bagi kemajuan pendidikan pada umumnya dan bagi guru khususnya. Hendaknya dalam pelaksanaannya tiap-tiap proses pembelajaran, seorang guru selalu membuat skenario tindakan, pengamatan, serta refleksi yang benar-benar matang.
Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) seperti ini hendaknya perlu ditindaklanjuti oleh setiap guru. Oleh karenanya, sikap positif dan mendukung dari kepala sekolah dan guru lain selaku teman sejawat sangat diharapkan. Guru juga dapat berkolaborasi dengan kepala sekolah dan teman sejawat untuk bertukar pikiran, berbagi pengalaman sehingga mampu menciptakan inovasi baru dalam dunia pendidikan sehingga mampu menciptakan peningkatan hasil pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Nur Fajariyah dan Arif Al Rasyid. 2007. Matematika SD Kelas V. Surakarta: Grahadi.
Suwito. 2003. Rahasia Penerapan Rumus-Rumus Matematika SD. Surabaya: Gitamedia Press.
Begle,E.G. 1975. The Matemathics of Elementary School. New York: Mc. Graw-Hill.
Bruner,J.S. 1962. The Process of Education. Cambridge, M A: Harvard Univercity Press.
Carin, Aarthur. 1993. Teaching Science Through Discovery. New York: Macmillan Publishing Company.
D’ Augustine, C.H. 1973. Multiple Methods of Teaching Matemathics in The Elementary School. New York: Harper and Row.
Tim FKIP. 2008. Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta: Universitas Terbuka.
Winata Putra, U.S dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wardani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.