PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR
PADA SISWA KELAS IV SDK NITA 2 KECAMATAN NITA KABUPATEN SIKKA
Desi Maria El Puang
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Nusa Nipa Maumere
ABSTRAK
Rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh penerapan pembelajaran yang masih menggunakan pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini sangat baik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran sebab model pembelajaran kooperatif tipe STAD melibatkan siswa belajar dan bekerja dalam tim dengan memperhatikan tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta memiliki struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Adapun masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini yakni: (1) Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran matematika materi faktor persekutuan terbesar di SDK Nita 2, (2) Bagaimana hasil belajar siswa kelas IV SDK Nita 2 pada mata pelajaran matematika materi faktor persekutuan terbesar. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan tes. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis menggunakan rumus prosentase dan rata-rata. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa “penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa” terbukti dari hasil pre tes 41,55 sedangkan siklus I senilai 66,84. Dari hasil yang diperoleh disaran bahwa: salah satu alternatif dalam mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran.
Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab 1 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa, “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, masyarakat, pengendalian diri, kepribadian, ketangkasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Berdasarkan uraian ini, yang dimaksud usaha sadar adalah mendidik bukan merupakan tindakan bersifat refleks atau program tanpa tujuan yang jelas, melainkan mendidik merupakan tindakan yang rasional, disengaja, disiapkan, direncanakan untuk mencapai tujuan. Untuk mewujudkan tujuan, salah satu faktor penentu keberhasilan disamping faktor lain adalah pendidik itu sendiri. Yang dimaksud pendidik di sini adalah guru. Seorang guru dituntut keprofesionalnya dalam mengatur pembelajaran di kelas, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan, bergantung kepada bagaimana proses pembelajaran yang dialami siswa. Jadi peran serta guru dalam mengelolah kegiatan belajar mengajar diakui begitu penting. Hal ini memang wajar sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimana pun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimana pun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikannya maka seharusnya kurang bermakna (Sanjaya, 2007:13). Kenyataan menunjukan bahwa kualitas pendidikan memperlihatkan cukup besar peran guru dalam mengelolah komponen–komponen yang terlibat dalam proses belajar. Djojonegoro (1994:49) mengemukakan bahwa guru merupakan kunci bagi seluruh upaya pendidikan dan mutu pendidik.
Realitas menunjukan banyak siswa memandang matematika sebagai mata pelajaran yang sulit, membosankan, bahkan menakutkan. Seperti yang dikemukakan (Ruseffendi, 2003: 2), Matematika (ilmu pasti) bagi anak–anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi kalau bukan pelajaran yang dibenci. Salah satu faktor penyebab adalah siswa kurang memahami konsep pembelajaran matematika yang diberikan guru. Agar siswa dapat memahami sutau konsep pembelajaran matematika terutama konsep terhadap faktor persekutuan terbesar (FPB) dari dua bilangan, maka terlebih dahulu guru menanamkan konsep. Berdasarkan hasil penelitian bahwa, pengetahuan siswa tentang materi faktor persekutuan terbesar masih minim, hal ini tampak dalam hasil belajar siswa pada awal pembelajaran atau nilai pre test belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal sekolah (KKM). KKM untuk mata pelajaran matematika dengan standar kompetensi memahami dan menggunakan faktor dan kelipatan dalam pemecahan masalah senilai 65.
Slavin (Taniredja, 2012:55) mengemukakan bahwa Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaraan di mana dalam sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas–tugas terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara kelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok, Sugandi (Taniredja, 2012:55).
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran/pembelajaran di mana guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya narasumber dalam PBM, tetapi menjadi mediator, stabilisator, dan manajer pembelajaran, yang mengutamakan cara belajar siswa dalam bentuk kelompok-kelompok kecil, saling bekerja sama dan diarahkan oleh guru untuk mencapi tujuan pembelajaran yang diharapkan. Iklim belajar yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak tentang materi pelajaran, menemukan nilai akademik dan nilai-nilai moral serta budi pekerti seperti rasa tanggung jawab, saling menghargai, saling membutuhkan, saling memberi, dan saling menghormati.
Slavin (Trianto, 2009:68) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 5/6 orang yang merupakan campuran tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim, memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Slavin (2009:143) menyatakan bahwa Student Teams Achievement Divisions (STAD) atau pembagaian pencapaian tim siswa merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Model ini paling banyak diaplikasikan, telah digunakan mulai dari kelas dua sampai kelas sebelas, dalam mata pelajaran Matematika, Seni Bahasa, Ilmu Sosial, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4–6 orang siswa secara heterogen, baik kemampuan maupun jenis kelamin. Siswa partisipasi dan saling membantu dalam kegiatan kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru, untuk memperoleh hasil yang memuaskan agar mendapat penghargaan.
Menurut Gagne dkk (dalam Purwanto, 2010:84), mengartikan “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance–nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Sehingga pada prinsipnya, belajar adalah perubahan diri siswa, sebuah proses yang memungkinkan siswa memperoleh dan membentuk kompentensi, keterampilan, dan sikap yang baru. Semua aktivitas mental/psikis yang dilakukan oleh siswa menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sebelum belajar dan sesudah belajar.
Romizoswki (Anitah, 2007:2.19) menyebutkan dalam skema yang dapat menunjukan hasil belajar yaitu: 1) keterampilan kognitif berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan, memecahkan masalah dan berpikir logis; 2) keterampilan psikomotor berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan perseptual; 3) keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap, kebijaksanaan, perasaan, dan self control; 4) keterampilan interaktif berkaitan dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan. Sedangkan Suprijono (dalam Muhammad, dkk. 2011:23), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai–nilai, pengertian–pengertian, sikap–sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa hal–hal berikit: 1) motorskills/keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujudnya otomatisme gerak jasmani. 2) verbal information/informasiverbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. 3) intelektual skills/keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. 4) attitudes/sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak berdasarkan penilaian terhadap obyek tertentu. 5) cognitive strategies/strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar merupakan perubahan secara menyeluruh atau terpadu secara utuh untuk setiap aspek. Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar menunjukan suatu perubahan tingkah laku/perolehan tingkah laku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungisional positif dan disadar. Perwujudan hasil belajar akan selalu berkaitan dengan kegiatan evaluasi pembelajaran sehingga diperlukan adanya teknik dan prosedur evaluasi belajar yang dapat menilai secara efektif proses dan hasil belajar.
Menurut Badan Standart Nasional Pendidikan (2006), tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah agar siswa memiliki kemampuan untuk:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI akan membahas materi yang meliputi aspek-aspek tentang: bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data.
Langkah-langkah pembelajaran matematika di SD menurut Heruman (2007:2–3) yaitu 1) pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda tetapi masih merupakan lanjuatan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau kelas sebelumnya; 2) pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan keterampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep. Sedangkan kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.
Materi dalam pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian yakni Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dari dua bilangan. Faktor persekutuan terbesar merupakan faktor dari dua bilangan atau lebih yang memiliki nilai terbesar (Suyanti, 2010:92). Teknik atau cara dalam menentukan FBB yakni: menggunakan Pohon Faktor, mengunakan Faktor dari atau Pasangan Perkalian dan Teknik Tabel.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini terfokus pada upaya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran matematika pokok bahasan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dari dua bilangan. Sehubungan dengan itu maka, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian refleksi diri melalui tidakan nyata dalam situasi yang sebenarnya, dengan tujuaan untuk memperbaiki proses dan pemahaman tentang praktek-praktek pembelajaran di kelas secara utuh, mengembangkan kemampuan profesional dan meningkatkan hasil kegiatan pembelajaran/hasil belajar.
Berdasarkan jenis penelitian tersebut maka, pendekatan yang diguanakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Suatu pendekatan yang mencoba memahami pelaksanaan individu dan subyek yang sedang diteliti. Dalam pendekatan kualitatif, seorang peneliti melakaukan interaksi secara langsung dan intensif dengan obyek peneliti. Peneliti mencoba memahami kategori, pola-pola dan analisis terhadap aktivitas atau peristiwa yang berhubunagan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDK Nita 2.
Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SDK Nita 2
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Kelas IV SDK Nita 2.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, observasi dan Tes hasil belajar. Observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran, data kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran, data kemampuan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa dari pembelajaran kooperatif tipe STAD. Jenis tes yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah tes tertulis (tes hasil) setelah mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Bentuk tes yang diberikan berupa uraian
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar yang terdiri atas pre tes dan post tes dan lembaran pengamatan (proses) kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung yang mencakup membaca atau mencari informasi, mendiskusikan tugas, encatat hasil diskusi/tanggapan, mendengarkan ceramah/penjelasan guru, melakukan kegiatan (pengamatan, percobaan, dan bekerja), bertanya, berpendapat dan merespon pertanyaan atau pendapat.
Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif (Arikunto, 2009:218). Data yang dianalisis adalah data yang dikumpulkan baik pada saat pra-tindakan, selama tindakan maupun sesudah tindakan pembelajaran dilaksanakan. Analisis data terhadap hasil penelitian dijelaskan sebagai berikut:
1. Data hasil observasi tentang aktivitas siswa dan aktivitas guru dianalisis dengan menggunakan presentase, dikonveri ke dalam bentuk diagaram dan mendeskripsikan kegiatan siswa dan kemampuan pengelolaan pembelajaran oleh guru selama kegiatan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, baik pertemuan pertama maupun pada pertemuan kedua. Rumus untuk mencari prosentase keaktifan siswa sebagai berikut:
Prosentase Keaktifan =
Taraf keberhasilan tindakan sebagai berikut:
91% – 100% : Sangat baik
81% – 90% : Baik
71% – 80% : Cukup
61% – 70% : Kurang
0% – 60% : Sangat kurang
2. Data tes hasil belajar dianalisis dengan menggunakan acuan tingkat pemahaman/keberhasilan dan penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan guru.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD pada Mata Pelajaran Matematika Materi FPB di SDK Nita 2
Perubahan sikap, keaktifan dan pola belajar siswa di kelas dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD semakin baik. Hasil analisis data penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata keatifaan siswa pada siklus I senilai 3,33 sedangkan pada siklus II siklus 4,86.
Perbandingan keaktifan siswa pada siklus I dan II merupakan gambaran dari usaha peneliti dalam membentuk kepribadian siswa di mana merupakan salah satu karakteristik dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Nilai keaktifan siswa pada siklus II mencapai KKM hasil belajar. Peningkatan keaktifan siswa pada siklus II menandakan bahwa kesuksesan peneliti dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDK Nita 2 pada Mata Pelajaran Matematika Materi Faktor Persekutuan Terbesar
Telah terjadi peningkatan rata-rata pemahaman konsep faktor persekutuan terbesar dan peingkatan ketuntasan belajar siswa, jumlah siswa belajar tuntas pada tes awal sebanyak 8 siswa dengan prosentas 25.81%, tes siklus I sebanyak 18 siswa (58,06%), tes siklus II sebanyak 28 siswa (90,32%). Hasil tes tersebut menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD telah sukses dalam meningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan perbandingan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa tersebut agar lebih terperinci dibuat rekapitulasi nilai dari keseluruhan proses pembelajaran/tindakan.
Dari hasil rekapitulasi nilai tersebut mendeskripsikan bahwa ketidak tuntasan belajar siswa dari pre tes sampai dengan post test siklus II dalam proses pembelajaran mengalami perubahan atau prosentase ketidak tuntasan belajar siswa ˂ 65 semakin menurun dari setiap tindakan sedangkaan prosentase ketuntasan belajar siswa ≥ 65 untuk setiap tindak mengalami peningkatan. Jumlah siswa yang belajar tuntas dan tidak tuntas pun mengalami perubahaan dalam setiap tindakan. Nilai rata-rata kelas dari setiap tindakan mengalami peningkatan. Nilai rata-rata kelas untuk siklus I dan II telah mencapai KKM sekolah. Melihat rekapitulasi nilai, maka tindakan pada siklus II diakhiri dan tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya.
PENUTUP
Kualitas keterlaksanaan pembelajaran selama dua kali pertemuan dalam dua siklus pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan faktor persekutuan terbesar (FPB) untuk siswa kelas IV SDK Lewoawan dinilai baik atau penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sukses dalam meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi faktor persekutuan terbesar. Selain meningkatakan hasil belajar pada aspek kognitif, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga meningkatakan hubungan kerja sama antarsiswa dengan siswa maupun siswa dengan peneliti atau berkaitan dengan aspek afektif, serta aspek psikomotor.
Hasil belajar siswa setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam dua siklus pembelajaran pada pokok bahasan faktor persekutuan terbesar untuk siswa kelas IV SDK Nita 2 mengalami peningkatan. Nilai rata-rata pre test siswa pada awal pembelajaran sebelum menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD senilai 41,55. Setelah pemberlakuan pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD maka, nilai rata-rata kelas untuk setiap tindakan adalah sebagai berikut: Siklus I 66,84, siklus II 84,13 sedangkan prosentase ketuntasan belajara siswa untuk tes awal (25,81%), siklus I (58,06%) dan siklus II (90,32%).
DAFTAR PUSTAKA
Anita, Sri. 2007. Belajaran dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas terbuka.
Arikunto. 2009. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Djojonegoro. 1994. Peran Guru Di Dunia Pendidikan. Jakarta: Bulan Bintang.
Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika Di SD. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhammad, Thobroni. 2011. Belajar Dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rusffendi. 2003. Pengantar Kepada Pembantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Matematiak untuk CBSA. Bandung: Tarsito.
Salvin, Robert. 2009. Cooverative Learning Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Nusa Media.
Sanjaya. Strategi Pembelajaran berorentasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Grup.
Suyanti. 2010. Matematika Penekanan pada Berhitung SD Kelas IV. Jakarta: Erlangga.
Taniredja. 2012. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2009. Mendesain Model-Model Pembelajaran Inovati-Progresif. Jakarta: Kencana Grup.