Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA
SISWA KELAS III SDN 2 KLOPODUWUR TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Buana Adi Nugroho
Guru SDN 2 Klopoduwur Kecamatan Banjarejo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas III SDN 2 Klopoduwur tahun pelajaran 2016/2017 melalui pembelajaran kooperatif. Subyek penelitian adalah siswa kelas III SDN 2 Klopoduwur dengan jumlah siswa 20 anak. Penelitian dilaksanakan dua kali tindakan yaitu siklus I dan siklus II. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, tes, dan dokumen. Dalam pelaksanaan tindakan, dibagi dalam empat tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi tindakan, dan refleksi. Hasil penelitian, pada kondisi awal nilai rata-rata 63. Dari KKM yang ditetapkan yaitu 70, jumlah siswa yang mampu memenuhi KKM sebanyak 9 siswa (45%). Pada siklus I, nilai rata-rata meningkat menjadi 70 dan jumlah siswa yang mampu memenuhi KKM menjadi 13 siswa (65%). Pada Siklus II, nilai rata-rata kembali mengalami peningkatan menjadi 78 dan jumlah siswa yang memenuhi KKM menjadi 17 siswa (85%).
Kata kunci : keterampilan membaca, pembelajaran Bahasa Indonesia, pembelajaran kooperatif
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berdaya guna dan mandiri. Selain itu pendidikan sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa dan perkembangan suatu Negara. Utami (2004: 6) mengemukakan bahwa “ Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan dari individu, terutama bagi perkembangan bangsa dan negara.
Pendidikan adalah suatu proses yaitu usaha manusia dengan penuh tanggung jawab untuk membimbing anak didik menuju kedewasaan. Proses pendidikan tidak lepas dari kegiatan belajar yang merupakan salah satu kegiatan pokok, dengan guru sebagai pemegang peranan penting. Oleh sebab itu peserta didik diwajibkan untuk belajar sejak dini. Bagi manusia pendidikan itu merupakan suatu keharusan karena pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang. Henderson mengemukan bahwa pendidikan suatu hal yang tidak dapat dielekkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik. Dalam menggapai tujuan pendidikan tersebut, tentu tidak bisa terlepas dari kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Dalam rangka memajukan dan menyukseskan tujuan pendidikan pemerintah melalui kemendikbud menyusun, mengembangkan, dan menetapkan sebuah kurikulum.
Perlunya pencapaian beberapa kemampuan bagi siswa Sekolah Dasar adalah karena dapat meningkatkan pengetahuan, teknolongi dan terkait dengan penyebab fenomena alam dan kejadian. Selain itu, ketiga kompetensi tersebut dapat digunakan sebagai penilaian oleh guru. Dengan kemampuan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik akan mampu bersaing di tengah-tengah arus globalisasi yang terus berkembang cukup pesat. Salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran di SD adalah tidak seimbangnya interaksi antara siswa dengan guru, dimana guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaaran, sehingga siswa lebih menjadi pasif dan tidak kreatif, dan mengakibatkan rendahnya pemahaman siswa terhadap suatu proses pembelajaran dan berimbas pada menurunnya hasil belajar siswa.
Dari kondisi di atas, keterampilan siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kompetensi membaca menjadi rendah. Di SDN 2 Klopoduwur, pada siswa kelas III, tingkat keterampilan membacanya masih rendah. Dari 20 siswa kelas III SDN 2 Klopoduwur, yang tuntas belajar pada tes keterampilan membaca hanya mencapai 45% atau 9 siswa yang tuntas belajar. Hal ini terjadi karena cara belajar siswa yang masih bersifat individual. Guru tidak mengarahkan siswa untuk belajar bersama dalam mempelajari suatu materi pelajaran.
Dari permasalahan tersebut, model pembelajaran kooperatif perlu diterapkan dalam proses pembelajaran di SD. Karena melalui pembelajaran kooperatif siswa belajar membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerjasama sehingga tercipta proses pembelajaran yang efektif, dan dapat meningkatkan pemahaman siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, stuktur tujuan, dan struktur rewad-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Stuktur tujuan dan rewad mengacau pada derajat kerjasama atau kompetisis yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun rewad. Sedangkan, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalaui tes kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan diberikan penilaian kemampaun individu, sedangkan kelompok akan diberikan penilaian kemampaun kelompoknya. Hasil akhir setaip siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini sebabkan nilai kelompok adalah adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.
Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran, akan memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan segala kemampuannya untuk menemukan informasi dan penemuannya itu akan lebih lama melekat di ingatan siswa itu sendiri tetapi masih perlu dibimbing oleh guru. Hal ini akan bermanfaat pada peningkatan keterampilan siswa.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan adalah “Apakah pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan pada siswa kelas III SDN 2 Klopoduwur Kecamatan Banjarejo tahun pelajaran 2016/2017â€.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia. Lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca melalui pembelajaran kooperatif bagi siswa kelas III SDN 2 Klopoduwur Kecamatan Banjarejo tahun pelajaran 2016/2017.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dunia pendidikan pada umumnya dan lebih khusus diharapkan bermanfaat bagi:
1. Siswa yaitu meningkatkan keterampilan membaca siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
2. Guru yaitu memperoleh gambaran kelebihan dan kekurangan penerapan suatu model pembelajaran dalam proses pembelajaran dan memotivasi guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas dalam mengatasi suatu masalah di dalam kelas.
3. Sekolah yaitu meningkatkan kwalitas di SDN 2 Klopoduwur dengan peningkatan keterampilan siswa serta dapat dijadikan referensi dan acuan untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan kasus yang serupa.
LANDASAN TEORI
Pembelajaran Kooperatif
Sebelum mempelajari model pembelajaran, terlebih dahulu disajikan apa yang dimaksud dengan model. Menurut Meyer (dalam Trianto, 2009: 21) menyatakan bahwa model merupakan sesuatu yang nyata dan konversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Sedangkan Mills (Suprijono, 2009:45) mengemukan bahwa model adalah bentuk repsentasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.
Dari kedua pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model adalah suatu bentuk yang lebih komprehensif, konkret dan nyata yang dapat menarik minat kepada sekelompok orang untuk bertindak berdasarkan model tersebut.
Model pembelajaran memiliki bentuk yang berbeda-beda diantaranya model pembelajaran dalam bentuk kelompok (kooperatif), model pembelajan dalam bentuk metode ilmiah (inkuiri), model pembelajaran berpikir kreatif, dan pencapaian konsep, memorisasi.
Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya untuk memecahkan suatu masalah. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif (Muhammad, 2011:52) orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.
Pembelajaran kooperatif sangat cocok untuk anak SD, dimana dengan pembelajaran kooperatif siswa dapat dilatih untuk bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah masalah yang diberikan guru, siswa secara berkelompok dapat bertukar pendapat dan saling berbagi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar yang sesuai dengan yang diharapkan guru dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapakan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan, menurut Slavin, tujuan dari pembelajaran kooperatif menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau di pengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
Menurut (Muslimin Ibrahim, 2000:3) terdapat tiga tujuan instuksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengembangan keterampilan sosial.
Hakikat pembelajaran dengan model kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antara siswa untuk menghindari ketersinggugan dan kesalahpahaman yang dapat memicu permusuhan.
Slavin (2009:5) mendefinisikan belajar kooperatif sebagai berikut “cooperative learning methods share the idea that students work together to learn and are responsible for their teammates learning as well as their ownâ€. Definisi ini mengandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa belajar kooperatif mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerja sama dalam belajar kelompok yang heterogen dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktifitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompoknya dapat menguasai materi pelajaran dengan baik.
Terdapat tiga konsep pembelajarn menurut Slavin: (1) Penghargaan Group (Team Reward). Jika tim mencapai kriteria akan mendapat penghargaan. (2) Akuntabilitas individu (individual accountability). Kesuksesan tim tergantung kepada seluruh individu dalam tim. Setiap anggota tim saling membantu dalam belajar sehingga betul-betul siap mengikuti kuis atau test. (3) Kesempatan yang sama untuk meraih sukses (Equal opportunities for success). Jadi peserta didik yang tergolong rendah, rata-rata, atau tinggi pencapaiannya mempunyai kesempatan yang sama untuk kontribusi dalam tim.
Johson dalam Pahyono (2005:52) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif ialah penggunaan kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran supaya peserta didik bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil maksimal. Setiap peserta didik mempunyai tanggung jawab: (1) Mempelajari materi yang diberikan oleh guru. (2) Membantu peserta didik anggota tim mempelajari materi tersebut.
Menurut Johson, kondisi yang diharapkan dapat muncul dalam pembelajaran kooperatif adalah: (1) Saling ketergantungan yang positif (positive interdependence); (2) Interaksi kelompok (face – to – face Promotive Interaction); (3) Akuntabilitas Individual (Individual Accountability); (4) Keterampilan Sosial (Social Skills); (5) Proses dalam grup (Group Process)
Jadi pada prinsipnya pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran bersama-sama dalam suatu kelompok dengan jumlah anggota antara tiga sampai lima orang peserta didik. Para anggota bekerjasama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan guru.
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Manusia adalah makluk sosial, sehingga manusia perlu berinteraksi dengan manusia yang lainnya. Pada saat manusia membutuhkan eksistensinya untuk diakaui, maka interaksi itu terasa semakin penting. Kegiatan berinteraksi ini membutuhkan alat, sarana atau media, yaitu bahasa satuan dan bahasa gaul.
Bahasa satuan Setiap negara mempunyai bahasa resmi masing-masing. Dalam bahasa indonesia bahasa resmi itu disebut bahasa baku. Bahasa baku adalah bahasa yang menjadi bahasa pokok yang menjadi bahasa standar dan acuan yang digunakan sehari-hari pada bahasa percakapan maupun bahasa tulisan. Bahasa ini dapat digunakan dalam komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan didepan umum, pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya (formal).
Bahasa gaul atau bahasa proken yang khas indonesia dan jarang dijumpai di negara-negara lain kecuali di komunitas-komunitas di indonesia. Bahasa gaul dijadikan sebagai bahasa dalam pergaulan anak-anak remaja. Struktur dan tata bahasa dari bahasa proken tidak terlalu jauh berbeda dari bahasa formalnya (bahasa indonesia). Pada dasarnya ragam bahasa dalam bahasa gaul remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah, dan kreatif. Dalam banyak kasus kosakata yang digunakan cenderung pendek, hal itu dapat dilihat dari: penggunaan awalan e dari kata memang menjadi kata emang; kombinasi k, a, g dari kata tidak menjadi kagak; simpanan e dari kata teman menjadi temen.
Terkadang kita berada di tengah-tengah suatu lingkungan masyarakat yang menggunakan suatu bahasa yang tidak kita pahami sama sekali, serta mendengar percakapan antar penutur-penutur bahasa itu, dapat kita kesan bahwa apa yang merangsang alat pendengar kita itu merupakan suatu arus bunyi yang di sana-sini diselingi perhentian sebentar atau lama menurut kebutuhan dari penuturnya. Bila percakapan itu terjadi antara dua orang atau lebih, akan tampak pada kita bahwa sesudah seorang menyelesaikan arus-bunyinya itu, maka yang lain akan mengadakan reaksi. Reaksinya dapat berupa: mengeluarkan lagi arus-bunyi yang tak dapat kita pahami itu, atau melakukan suatu tindakan tertentu.
Dengan demikian, bentuk dasar bahasa adalah ujaran. Santoso,dkk. (2004: 1. 2) mengatakan bahwa ujaranlah yang membedakan manusia dengan makluk lainnya. Dengan ujaran inilah manusia mengungkapkan hal yang nyata atau tidak, yang berwujud maupun yang kasat mata, situasi dan kondisi yang lampau, kini, maupun yang akan datang.
Pengajaran bahasa indonesia bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mengunakan bahasa Indonesia dalam fungsinya, yaitu sebagai sarana komunikasi, sarana berpikir atau bernalar, sarana persatuan, dan sarana kebudayaan. Pembelajaran dalam satu jenis keterampilan sering meningkatkan keterampilan lain. Misalnya pembelajaran membaca, di samping meningkatkan meningkatkan membaca dapat juga meningkatkan kerampilan menulis.
Pembelajaran bahasa Indonesia di SD juga berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan bahasa dan sikap positif bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan berbahasa meliputi (1) Keterampilan berbicara (2) Keterampilan membaca (3) Keterampilan menyimak (4) Keterampilan menulis. Semua ketermpilan tersebut menjadi kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Di SD keterampilan-keterampilan dalam pembelajaran bahasa Indonesia telah di berikan sejak anak duduk di kelas rendah. Agar siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.
Keterampilan Membaca
Nurgiyantoro (1987:126) menyatakan bahwa penilaian kemampuan membaca bertujuan untuk mengukur kompetensi peserta didik dalam memahami isi informasi yang terdapat dalam bacaan. Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi tingkat kesulitan, panjang pendek isi, dan jenis atau bentuk wacana.
Secara garis besar, sebenarnya aspek yang dinilai dalam pemahaman bacaan terdiri atas tiga bagian, yaitu 1) pemahaman bahasa dan lambang tulisannya 2) gaya yang terdapat dalam bacaan, dan 3) nada dan teknik yang digunakan pengarang. Dengan memahami ketiga aspek itu, berarti pembaca memahami keseluruhan isi bacaan. Aspek penting dalam penilaian membaca adalah pemahaman isi bacaan. Adapun alat ukur yang paling tepat digunakan berbentuk tes. Ada dua jenis tes yang digunakan untuk menguji kemampuan membaca siswa SD, yaitu tes pemahaman kalimat dan tes pemahaman wacana. Tes membaca dimaksudkan untuk mengukur kemampuan tes dalam memahami suatu bacaan.
Faktor lain yang menjumpai dalam pembelajaran di kelas, menunjukkan bahwa (1) siswa tidak memperhatikan penjelasan guru; (2) siswa ramai pada saat pembelajaran berlangsung; (3) siswa cenderung kurang aktif dalam pembelajaran; (4) siswa merasa bingung saat guru memberi teks bacaan kepada siswa karena penyampai materi yang kurang jelas.
Kerangka Berpikir
Sebelum dilakukan tindakan, keterampilan membaca siswa kelas III SDN 2 Klopoduwur masih rendah. Masih banyak siswa yang tidak memahami isi bacaan yang dibaca. Hal ini terjadi karena model pembelajaran yang diterapkan guru masih bersifat individualis. Siswa membaca bacaan yang disajikan hanya sekedar membaca tanpa ditindaklanjuti dengan uji pemahaman siswa terhadap materi bacaan yang telah dibaca. Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan setelah kegiatan membaca terjadi interaksi antar siswa dalam kelompok mengenai isi bacaan. Dengan tanya jawab dalam kelompok diharapkan siswa tidak merasa tertekan karena dilakukan oleh sesama temannya sendiri. Dengan demikian diharapkan siswa bisa lebih memahami bacaan yang dibacanya.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teoritis dan kerangka berpikir, hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan membaca pada siswa kelas III SDN 2 Klopoduwur tahun pelajaran 2016/2017.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan November 2016. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas III SDN 2 Klopoduwur pada tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 20 siswa yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, angket, dan tes unjuk kerja, dan tes tertulis. Adapun alat untuk mendapatkan data tentang keterampilan membaca siswa adalah bahan bacaan dan butir soa[.
Hasil penilaian keterampilan membaca pada Siklus I dan Siklus II yang dikumpulkan menggunakan tes unjuk kerja dan tes tertulis agar datanya valid perlu divalidasi isinya dengan cara menyusun kisi-kisi, soal tes, kunci jawaban dan rubrik penilaian sebelum membuat butir soal.
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengunakan metode penelitian tindakan kelas. Untuk mengatasi permasalahan tentang rendahnya keterampilan membaca siswa, peneliti menetapkan pelaksanaan tindakan sebanyak dua tindakan dalam dua siklus. Adapun langkah-langkah dalam setiap siklus tindakan adalah perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Pra Siklus
Data pra siklus yang merupakan data awal penelitian diambil dari daftar nilai siswa. Jumlah siswa yang mendapat nilai 40 adalah 2 anak, nilai 50 adalah 3 anak, nilai 60 adalah 6 anak, nilai 70 adalah 5 anak, dan nilai 80 adalah 4 anak.
Dari hasil belajar di atas dapat ditentukan rata-rata nilai tes keterampilan membaca siswa adalah 63 dan ketuntasan belajarnya adalah 45%.
Deskripsi Hasil Siklus I
Siklus I dilaksanakan sesuai dengan RPP yang disusun pada tahap perencanaan. Pada siklus I guru menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan membagi siswa menjadi 5 kelompok. Walaupun masih terdapat beberapa kekurangan, karena masih ada siswa yang terlihat pasif, tetapi model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi bacaan.
Jumlah siswa yang mendapat nilai 50 adalah 2 anak, nilai 60 adalah 5 anak, nilai 70 adalah 6 anak, nilai 80 adalah 5 anak, dan nilai 90 adalah 2 anak.
Dari hasil belajar di atas dapat ditentukan rata-rata nilai tes keterampilan membaca siswa adalah 70 dan ketuntasan belajarnya adalah 65%.
Deskripsi Hasil Siklus II
Pada siklus II, siswa sudah semakin aktif dalam proses pembelajaran. Diskusi dan tanya jawab dalam kelompok semakin tampak hidup. Hal ini semakin menambah pemahaman siswa dalam memahami isi bacaan.
Jumlah siswa yang mendapat nilai 60 adalah 3 anak, nilai 70 adalah 6 anak, nilai 80 adalah 5 anak, nilai 90 adalah 4 anak, dan nilai 100 adalah 2 anak.
Dari hasil belajar di atas dapat ditentukan rata-rata nilai tes keterampilan membaca siswa adalah 78 dan ketuntasan belajarnya adalah 85%.
Pembahasan
Hasil belajar keterampilan membaca siswa yang semula rata-ratanya 63 pada kondisi awal meningkat pada siklus I yaitu 70. Pada Siklus II kembali terjadi peningkatan hasil belajar sehingga nilai rata-ratanya 78. Dari tingkat ketuntasan belajar, pada kondisi awal tingkat ketuntasan belajar siswa adalah 45%. Setelah digunakan model pembelajaran kooperatif pada siklus I, ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 65% dan pada siklus II kembali meningkat menjadi 85%.
PENUTUP
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan keterampilan membaca bagi siswa kelas III SDN 2 Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora pada tahun pelajaran 2016/2017.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Sebaiknya guru menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran membaca pemahaman agar dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran.Guru hendaknya memahami perbedaan kemampuan membaca siswa, agar dalam kegiatan pembelajaran guru dapat membimbing siswa dengan tepat sasaran. Penggunaan model pembelajaran kooperatif pada materi membaca teks bacaan tentang dongeng terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan membaca siswa, sehingga dapat direkomendasikan sebagai alternatif yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
2. Bagi Sekolah
Hendaknya penggunaan model pembelajran kooperatif diterapkan dalam kegiatan membaca pemahaman karena penerapan model pembelajaran kooperatif ini memudahkan siswa bekerja sama dalam kelompok dan saling membantu teman yang kurang mampu. Hendaknya sekolah membekali guru untuk menguasai dan menerapkan pembelajaran yang inovatif dalam membaca, sehingga pembelajaran akan lebih menarik, bermakna, dan siswa lebih termotivasi dan aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
3. Bagi Peneliti lain
Sebagai bahan rujukan untuk dapat melakukan penelitian tentang pembelajaran membaca agar menggunakan metode yang berbeda sehingga siswa siswa tidak merasa jenuh dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anang Santoso, dkk. 2004. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Banten: Universitas Terbuka
Muslimin,Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Nur, Muhammad. 2011. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA
Nurgiyantoro, Burhan. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Poerwadarminta.
Pahyono, dkk. 2005. Strategi Pembelajaran efektif, Model pembelajaran Kooperatif Learning. Makalah disampaikan pada diklat guru kurikulum KBK di LPMP Jawa Tengah.
Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning, alih bahasa Lita, Cet. 3. Bandung: Nusa Media
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Laerning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu Konsep,Strategi, Dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.