PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PEMODELAN

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS BERPIDATO

SISWA SMP N 2 SURUH KABUPATEN SEMARANG

 

Mul Hidayah

SMPN 2 Suruh

 

ABSTRAK

Empat keterampilan berbahasa harus ditingkatkan. Salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah berbicara. Pidato adalah salah satu kemampuan berbicara. Pidato sering dilombakan tingkat sekolah sampai tingkat propinsi bahkan nasional. Kualitas berpidato siswa SMPN 2 Suruh masih kurang. Setiap ada kegiatan lomba pidato sekolah sulit mencari peserta yang berkualitas. Tahapan oprasional bimbingan siswa dalam materi berpidato adalah: 1) Dengan model dari guru dilanjutkan performansi siswa. 2) Contoh pidato di youtube dilanjutkan performansi siswa secara individual. Hasil yang dicapai dari strategi yang dipilih, kualitas siswa dalam berpidato meningkat. Prestasi SMPN 2 SURUH lebih baik

Kata kunci: pembelajaran pemodelan, kualitas berpidato, SMPN 1 Suruh

 

Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbicara menduduki peringkat kedua dalam pembelajaran Bahasa Indoneisa di sekolah setelah keterampilan mendengarkan. Salah satu keterampilan berbicara dalam pelajaran Bahas Indonesia adalah berpidato. Berdasarkan pengalaman peneliti bahwa keterampilan berbicara masih menjadi keterampilan yang kurang diminati oleh siswa, bahkan dengan cara disuruh berbicara saja kadang-kadang siswa masih enggan melakukannya. Keterampilan berbicara, khususnya pada pembelajaran berpidato dilaksanakan di kelas IX pada semester I yang difokuskan pada ketepatan penggunaan intonasi dan artikulasi serta volume suara yang jelas.

Tuntutan terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia sangat diharapkan oleh pemerintah. Hal ini selaras dengan perkembangan di dunia saat ini yang sangat kompetitif. Negara yang tidak dapat meningkatkan kualitasnya akan menjadi tertinggal. Hal ini memacu penyenggara pendidikan, baik kepala sekolah, wali kelas maupun guru bidang studi berusaha dengan sekuat tenaga untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil belajar.

Pembelajaran berpidato merupakan pembelajaran berbicara di depan banyak orang, baik formal maupun nonformal. Menurut Keraf penyajian lisan kepada suatu kelompok merupakan suatu hal yang sangat penting, baik pada waktu sekarang maupun pada waktu waktu yang akan datang. Mereka yang mahir berbicara dengan mudah dapat menguasai massa, dan berhasil memasarkan gagasan mereka sehingga dapat diterima oleh orang lain. Sedangkan menurut Saksomo berpidato merupakan penampilan diri seseorang di hadapan pendengar untuk menyampaikan isi hati atau buah pikiran dengan rangkaian kata-kata dengan harapan agar pendengar tergugah hati nuraninya dan tergerak pikirannya.

Rasa percaya diri menjadi faKtor yang sangat penting dalam baik tidaknya keterampilan berpidato. Hal ini dapat peneliti lihat dalam pembelajaran pada tahun ajaran sebelumnya. Walaupun bukan satu-satunya faktor yang menentukan baik tidaknya kualitas keterampilan berpidato. Fenomena ini sangat memprihatinkan bagi guru Bahasa Indonesia. Keterampilan berbicara adalah bagian dari empat keterampilan berbahasa yang harus diajarkan kepada siswa. Bukan pembelajaran yang bersifat teori yang harus siswa kuasai, namun juga pembelajaran yang bersifat praktikpun harus dikuasai.

Meningkatkan keterampilan berpidato tidak hanya berguna kepada siswa, bagi guru bila keterampilan berpidato siswa baik, maka guru lebih leluasa memilih siswa untuk diikutkan lomba. Mengingat prestasi SMPN 2 SURUH dalam bidang keterampilan berbicara, terutama berpidato di kegiatan lomba baik tingkat kabupaten, provinsi maupun yang diselenggarakan universitas belum memuaskan.

Peran guru sangat penting dalam perkembangan dan kemajuan anak didiknya. Berpikir dan bertindak pada pembelajaran bahasa, terutama keterampilan berbicara. Guru diharapkan dapat memberikan pembelajaran dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru harus pandai memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan materi dan tingkat perkembangan siswa. Perlu diingat bahwa kesuksesan belajar tidak tergantung pada intelegensi saja, namun juga bergantung pada bagaimana pendidik menggunakan metode yang tepat dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

Saat ini banyak dikembangkan berbagai model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang sangat kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu pada penerapannya. Model pembelajaran yang dipilih oleh guru harus menyesuaikan dengan sub pokok bahasan /KD tertentu. Waktu yang tersedia dan karakteristik siswa, jadi di setiap sub pokok bahasan /KD model pembelajarannya bisa saja berbeda. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengangkat tema dalam penelitian ini dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Pemodelan Untuk Meningkatkan Kualitas Berpidato Siswa SMPN 2 Suruh Kabupaten Semarang”. Hal ini dengan alasan agar terjadi peningkatan dalam keterampilan berpidato siswa dan dapat diaplikasikan dalam keterampilan berbicara lainnya.

LANDASAN TEORI

Metode Pemodelan Dalam Pembelajaran

Pemodelan atau metode modeling adalah salah satu dari tujuh komponen pembelajaran kontekstual (Senduk dan Nurhadi, 2003). Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan.

Asumsi sistem nyata diwujudkan dengan menentukan faktor-faktor dominan (variabel, kendala, dan parameter) yang mengendalikan perilaku dari sistem nyata (Taha, 1992). Dalam operation research, yang dimaksudkan dengan model adalah representasi sederhana dari sesuatu yang nyata. Dengan pengertian ini menunjukkan bahwa model selalu tidak sempurna (Phillips, 1976). Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Dengan kata lain model itu dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, dan sebagainya. Dengan begitu, guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.

Pemodelan dapat diartikan sebagai upaya pemberian model (contoh) yang berhubungan dengan materi dan aktivitas pembelajaran yang dilakukan siswa (Nuryatin, 2010). Pemodelan harus dilakukan secara terencana agar memberikan sumbangan pada pemahaman dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga hasil belajar mengalami peningkatan. Pemodelan dikatakan efektif apabila siswa menjadi lebih paham terhadap materi yang dipelajari, terlibat dengan lebih antusias, memberikan variasi situasi, biaya dan waktu lebih efisien.

Adanya model dalam pembelajaran akan membantu siswa untuk berpikir kritis. Siswa akan terbantu dengan mengamati model yang disediakan, sehingga siswa lebih memahami materi yang diajarkan. Siswa tidak hanya menerima informasi dari guru, tetapi siswa juga dapat menggali informasi dari model yang disediakan. Komponen pemodelan merupakan salah satu dari tujuh komponen pembelajaran kontekstual. Maksud komponen pemodelan dalam pembelajaran adalah dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang ditiru.

Dalam pendekatan kontekstual komponen pemodelan, guru bukan satu satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa inggris, siswa tersebut dapat ditunjuk untuk menjadi model. Model juga dapat didatangkan dari luar. Misalnya seorang penutur asli berbahasa inggris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk menjadi “model” cara belajar cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara dan sebagainya.

Teknik pemodelan memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan-kelebihan teknik pemodelan antara lain:

  1. memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan inspirasi, ide, kreativitas, dan seluruh sikap intelektual yang ada pada dirinya;
  1. memupuk daya nalar siswa;
  2. dapat melukiskan bentuk dan keadaan sebenarnya;
  3. menghilangkan kebosanan dalam kegiatan proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahannya antara lain:

  1. kurang efesien dalam kegiatan belajar mengajar;
  2. terbatasnya waktu (Nuryatin, 2010).

PEMBAHASAN MASALAH

Alasan Strategi Pemecahan Masalah yang Dipilih

Alasan pemilihan pemecahan masalah rendahnya kemampuan siswa dalam berpidato yang ditunjukkan dengan nilai yang masih kurang dalam materi ini. Dengan menerapkan pembelajaran dengam metode pemodelan dilandasi pemikikran bahwa pembelajaran dengan model ini akan melatih siswa meningkatkan rasa percaya diri , lebih meningkatkan interaksi aktif dan positih antara siswa dengan guru dan dengan teman-teman sekelasnya, serta dapat meningkatkan prestasi dan hasil belajar yang lebih baik yang bisa didapatkan oleh semua siswa.

Tahapan oprasional dan langkah-langkah pelaksanaan pemecahan masalah.

Pembelajaran dengan metode pemodelan mulai penulis terapkan pada tahun 2017 dalam pembelajaran dengan materi berpidato di kelas IX SMPN 2 Suruh Kabupaten Semarang. Materi berpidato dilaksanakan selama 6 jam pelajaran (6 x 45 menit). Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode pemodelan.

Langkah petama:

Presentasi kelas

Di awal pembelajaran guru menyamapaikan pokok-pokok materi yang akan dipelajari siswa serta memberikan stimulus kepada siswa. Materi sendiri berisi tentang pengertian pidato beserta aspek aspek di dalamnya, seperti intonasi, artikulasi dan suara atau fokal.

Menampilkan model berpidato

Pada siklus pertama peneliti menerapkan model pembelajaran langsung. Pemberian model berpidato pertama kali dilakukan oleh guru, guru mencari contoh teks pidato dari internet dan membacakan teks pidato di depan kelas. Siswa menyimak dan memperhatikan aspek-aspek penting seperti intonasi, artikulasi dan suara atau fokal.

Membentuk kelompok

Kegiatan pembelajaran berpidato dalam siklus pertama dilaksanakan dengan teknik 3 in 1, yaitu satu naskah pidato dibacakan oleh tiga siswa dengan pembagian dalam pembacaan di bagi oleh siswa itu sendiri. Pembentukan kelompok sendiri dilakukan oleh guru dengan memperhatikan kemampuan siswa yang berbeda-beda. Selanjutnya setiap kelompok diberi satu naskah pidato dan dipelajari bersama.

Praktik berpidato

Praktik berpidato sendiri merupakan inti dari pembelajaran ini. Naskah pidato yang sudah diberikan sebelumnya akan dibacakan di depan kelas oleh masing-masing kelompok. Pembagian dalam membaca naskah pidato ditentukan sendiri oleh masing-masing siswa.

Evaluasi siklus pertama

Evaluasi di akhir pembelajaran akan menentukan berhasil tidaknya tujuan yang sudah direncanakan oleh peneliti. Pada siklus pertama ini peneliti lebih mengutamakan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa, agar nanti dalam praktik di siklus ke dua siswa sudah mempunyai modal percaya diri yang cukup.

Langkah ke dua:

Menampilkan model

Siklus ke dua menggunakan model pembelajaran tidak langsung, atau menggunakan media vidio. Video sendiri didapat dari aplikasi Youtube. Ada 3 vidio yang ditampilkan secara bergantian memlalui media LCD yang sudah tersedia di kelas. Siswa wajib memperhatikan dengan tekun video yang ditampilkan.

Pemberian naskah pidato

Setelah siswa menonton vidio yang telah ditampilkan, selanjutnya siswa diberi naskah pidato yang akan mereka bacakan di depan kelas. Siswa diberi waktu 20 menit untuk latihan berpidato. Di samping itu siswa juga dapat bertanya kepada guru apabila masih ada yang belum dimengerti.

Praktik pidato

Praktik pidato pada siklus kedua dilakukan secara individu di depan kelas dengan membaca naskah pidato yang telah diberikan sebelumnya, sebelum siswa mempraktikkan berpidato, peneliti menekankan lagi tentang aspek intonasi, artikulisi dan suara atau fokal.

Penilaian

Penilaian akhir yang dilakukan merupakan hasil dari penerapan pemebelajran dengan metode pemodelan. Disini bisa dilihat apakah metode yang digunakan sudah efektif atau belum.

Hasil dan Dampak yang dicapai dari model pembelajaran yang dipilih

Pembelajaran dengan metode pemodelan yang diterapkan di kelas IX SMP N 2 Suruh memiliki hasil sebagai berikut:

TABEL 3.1 Daftar rata-rata nilai dari tahun 2016

NO TAHUN AJARAN RATA-RATA NILAI KETERANGAN
1 2016/2017 73 Belum diterapakn metode pemodelan
2 2017/2018 75 tahun pertama diterapkan metode pemodelan
3 2018/2019 77 tahun ke dua diterapkan metode pemodelan

Sedangkan dampak yang terlihat adalah motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar menjadi meningkat dan tentunya juga menambah rasa percaya diri siswa dalam berpidato, ini tentunta juga bisa dilihat dari rata-rata nilai yang diperoleh, meskipun demikian tidak bisa dipungkiri juga masih ada siswa yang masih mendapatkan nilai yang rendah.

Kendala-kendala yang Dihadapi

Secara umum kendala yang dihadapi dalam penerapan pembelajaran dengan metode pemodelan di materi berpidato pada siswa kelas IX SMP N 2 Suruh relatif tidak banyak, diantaranya adalah:

  1. Siswa yang pada dasarnya pemalu sulit untuk mengikuti apa yang diarahkan peneliti dan rasa percaya dirinya tidak meningkat.
  2. Siswa yang prestasi akademiknya tinggi cenderung memprioritaskan pelajaran Matematikan dan IPA.
  3. Sarana prasarana yang mendukung untuk membimbing siswa dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi masih kurang.

Alternatif Pengembangan

Untuk kedepannya perlu diarahkan untuk peningkatan kemampuan IT guru dan melengkapi sarana prasarana yang ada. Contohnya: disediakan LCD yang lebih jernih dan kualitas speaker yang lebih baik. Kepala sekolah juga harus senantiasa memberi motivasi terhadap guru untuk selalu mengembangkan diri.

Penutup

Simpulan

Uraian penerapan pembelajaran dengan metode pemodelan yang diuraikan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Penerapan pembelajaran metode pemodelan dalam kegiatan belajar mengajar di SMPN 2 Suruh, dilakukan dengan 3 kegiatan utama, yaitu:
  • Penyusun program dalam kegiatan belajar mengajar dengan mengacu pada Silabus Bahasa Indonesia.
  • Penerapan metode pemodelan dalam kegiatan belajar mengajar.
  • Penilaian terhadap hasil dari penerapan pembelajaran dengan metode pemodelan.
  1. Dampak atau hasil dari pembelajaran dengan metode pemodelan yang diterapkan di SMP N 2 Suruh adalah:
  • Motivasi siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar menjadi meningkat
  • Nilai dari siswa menjadi lebih baik

Saran

Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis menyarankan:

  1. Guru diharapkan membuat perencanaan yang matang baik kegiatan maupun pengembangan materi yang akan di ajarkan.
  2. Sekolah perlu memperbaiki fasilitas yang berkaitan tentang sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar.
  3. Peserta didik diharapkan lebih aktif dalam menggali materi pelajaran yang belum mereka mengerti.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contekstual Teaching and Learning) dan Penerapanya. Malang: Universitas Negeri Malang,

Nuryatin, Agus. 2010. Mengabadikan Pengalaman dalam Cerpen. Rembang: Yayasan Adhigama.

Phillips, D.T., Ravindran.A., and., 1976, Operations Researh Principles and Practice. John Wiley & Sons,Inc, Toronto, pp 1-11,359-367.

Taha, H.A.,1992, Operation Research-An Introduction. Macmilan Publishing Company, New York, pp 1-10.

Trianto. (2011). Model Pembelajaran Terpadu Konsep Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Zaini, Hisyam. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Insan Mandiri.