Penerapan Pendekatan Konstektual Dalam Pembelajaran Matematika
PENERAPAN PENDEKATAN KONSTEKTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI NILAI TEMPAT PULUHAN DAN SATUAN
PADA SISWA KELAS I SD NEGERI WANUTUNGGAL
KECAMATAN GODONG TAHUN PELAJARAN 2019/2020
Yasminah
SD Negeri Wanutunggal Kecamatan Godong
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa dalam konsep nilai tempat puluhan dan satuan. Hasil observasi awal menunjukkan siswa masih kurang memahami materi karena kurang optimal dan kreatifnya guru dalam proses pembelajaran. Penerapan pendekatan konstektual diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan melalui proses pengkajian berdaur (PTK) yang meliputi empat tahapan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (action), observasi (observation), dan refleksi (reflection). Data hasil belajar diambil dengan perangkat tes berupa tes objektif, data motivasi belajar diambil melalui lembar observasi. Teknis analisis menggunakan teknik deskriptif komparatif. Hasil pembelajaran dengan penerapan peraga garis bilangan terbukti mampu meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan aktivitas siswa siswa menunjukkan perolehan pada kondisi awal hanya 11 siswa atau 47,83%, naik menjadi 15 siswa atau 65,22% pada siklus pertama, dan 95,68% atau 22 siswa pada siklus kedua. Hasil belajar siswa dari rata-rata pada kondisi awal hanya 57,39 naik menjadi 62,61 pada siklus pertama, dan 73,91 pada siklus kedua, dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 4 siswa 17,39% pada kondisi awal, 43,48% atau 10 siswa pada siklus pertama, 22 siswa atau 95,65% pada siklus kedua, dan masih ada satu orang siswa (4,35%) yang belum tuntas, sehingga semua indikator dan kriteria keberhasilan proses perbaikan pembelajaran telah tercapai pada siklus kedua. Kesimpulannya adalah penerapan pendekatan konstektual pada pembelajaran matematika terbukti mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa Kelas I SD Negeri Wanutunggal Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2019/2020.
Kata Kunci: aktivitas, hasil belajar, konstektual
LATAR BELAKANG MASALAH
Pada Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan Nasional befungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban Bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mutu dan efektivitas pendidikan merupakan permasalahan yang sangat komplek dan multi dimensional. Jika berbicara mutu pendidikan artinya kita sedang meneropong keseluruhan dimensi pendidikan yang satu sama lain saling terkait. Persoalan demi persoalan sistem pendidikan muncul ke permukaan secara tidak beraturan. Misalnya kesempatan belajar yang kurang merata dan adil, program pendidikan yang belum sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja, pengelolaan yang belum efisien terlalu terpusat, tenaga proposional pendidikan yang belum proposional, biaya yang terbatas dan sebagainya. Persoalan tersebut dianggap seolah-olah sebagai dimensi masalah yang berdiri sendiri-sendiri. Mutu pendidikan itu sendiri perlu ditingkatkan sehingga tidak tertinggal dengan kemajuan zaman.
Siswa kelas I SD Negeri Wanutunggal Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan pada pembelajaran mata pelajaran Matematika dengan Kompetensi Dasar 4.3. Menentukan nilai tempat puluhan dan satuan dan indikator Menentukan nilai tempat puluhan dan satuan dilihat dari hasil nilai ulangan harian/tes formatif kurang memuaskan, terbukti ada 18 siswa dari 24 siswa atau 75% yang mendapat nilai di bawah KKM (kriteria ketuntasan minimal). Perbaikan sudah dilakukan tetap saja belum mendapat hasil yang memuaskan. Oleh karena itu peneliti mengangkat permasalahan ini untuk dijadikan bahan penelitian tindakan kelas.
Upaya meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Matematika tentang nilai tempat puluhan dan satuan dapat dilakukan oleh guru sebagai peneliti dengan menerapkan metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat, motivasi serta keaktifan siswa serta penggunaan alat peraga yang tepat sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dengan menerapkan pendekatan kontekstual dan penggunaan media pembelajaran konkret, siswa diharapkan lebih berperan aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar sehingga permasalahan yang dihadapi dalam belajar dapat teratasi dengan tepat.
Penggunaan media pembelajaran dan penerapan model pembelajaran yang tepat memungkinkan siswa akan berpikir kongkret bahkan dapat menempatkan bilangan sesuai nilai tempatnya. Sebab media pembelajaran dan model pembelajaran yang digunakan pada proses belajar mengajar, berfungsi untuk mempermudah dan memperjelas dalam penyampaian materi pelajaran (Kauff H. M, 1994: 146).
KAJIAN PUSTAKA
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam waktu tertentu atau dengan kata lain perubahan tingkah laku dalam waktu tertentu. Menurut Sudjana (1987: 49) hasil belajar tampak dalam perubahan tingkah laku, secara teknik dirumuskan dalam sebuah pernyataan verbal melalui tujuan pengajaran (tujuan intruksional). Dengan perkataan lain rumusan tujuan pengajaran berisikan hasil belajar yang diharapkan dikuasai siswa.
Bloom (Ruseffendi, 2005: 220) membagi ranah pendidikan yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor. Tujuan kognitif berkenaan dengan tingkah laku dalam sikap. Sedangkan psikomotor berkenaan dengan kemampuan memanipulasi secara fisik. Ranah kognitif dibagi menjadi enam aspek yang tersusun secara hierarki (terurut menurut kesukaranya). Aspek-aspek tersebut bila diurutkan dari yang paling mudah kepada yang paling sulit adalah pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sintetis, analisis, dan evaluasi. Aspek pengetahuan berkenaan dengan hafalan dan ingatan, misalnya hafal atau ingat tentang simbol, istilah, fakta, konsep, definisi, dalil, dan sebagainya.
Pada tahap pemahaman anak telah mampu mengubah informasi kedalam bentuk pararel yang lebih bermakna memberi interpretasi. Aplikasi adalah kemampuan seseorang menggunakan apa yang telah diperolehnya ke dalam situasi khusus yang baru, dan konkrit. Mengaplikasikan untuk memecahkan persoalan baru itu tanpa ada aturan yang sudah diberikan. Aplikasi penekanannya mengenai apa-apa yang perlu diketahui dan mengenal kegunaannya, memilihnya, kemudian menggunakannya.
Analisis adalah kemampuan memisahkan materi (informasi) kedalam bagian-bagian yang perlu, mencari hubungan antar bagian-bagiannya, dan mengamati sistem bagian-bagiannya, mampu melihat (mengenal) komponen-komponennya, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dari khayalan. Bloom (Rusffendi, 2005: 223) membagi aspek analisis menjadi kedalam tiga kategori, yaitu analisis bagian (unsur), analisis hubungan (relasi), dan analisis struktur yang terorganisasikan. Sintetis adalah kemampuan bekerja dengan bagian-bagiannya, potongan-potongannya, unsur-unsurnya, dan semacamnya, dan menyusunnya menjadi satu kebulatan baru seperti pola dan struktur. Hasil dari suatu sintesis dapat berupa karya (lisan atau tulisan), rencana atau ssekelompok kegiatan dan pemaparan suatu relasi.
Aspek evaluasi sudah dimiliki siswa bila ia mampu membuat kriteria, memberikan pertimbangan, mengkaji dan mampu menilai. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan tema, kebiasaan belajar
Pendekatan Kontekstual
Dunia pendidikan senantiasa berkembang dari masa ke masa. Sehingga menuntut para pendidik untuk mengembangkan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran. Inovasi merupakan sebuah pengembangan pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik agar tercapai tujuan-tujuan pendidikan secara optimal. Salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
Pendekatan pembelajaran menurut Syaiful (2003: 68) adalah sebagai aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran sebagai penjelas dan juga mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Dalam pendekatan kontekstual kita dapat membuat variasi dalam pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai secara optimal. Agar pendekatan pembelajaran tidak kaku harus menggunakan pendekatan yang sesuai, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.
Pendekatan kontekstual adalah sebuah pembelajaran yang terfokus dalam melibatkan siswa aktif memperoleh informasi yang dilaksanakan dengan mengenalkan mereka pada lingkungan serta terlibat secara langsung dalam proses pembelajarannya. Jadi dalam pembelajaran ini guru lebih aktif memberikan strategi pembelajaran daripada informasi pembelajaran. Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered.
METODOLOGI PENELITIAN
Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I Semester 2 tahun pelajaran 2019/2020 di SD Negeri Wanutunggal Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan, sebanyak 24 siswa.
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Wanutunggal Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan pada siswa kelas I Semester 2 tahun pelajaran 2019/2020. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan pola tindakan kelas. Dilaksanakan dalam 2 siklus dalam rangkaian kegiatan pembelajaran, yaitu:
- Perbaikan pembelajaran siklus I tanggal 14 Januari 2020 dan 16 Januari 2020
- Perbaikan pembelajaran siklus II tanggal 21 Januari 2020 dan 23 Januari 2020
Perbaikan pembelajaran ini dilakukan terhadap mata pelajaran matematika dengan Kompetensi Dasar 4.3. Menentukan nilai tempat puluhan dan satuan dan indikator menentukan nilai tempat puluhan dan satuan.
Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Pada suatu pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan pola tindakan kelas atau PTK guna meningkatkan efektivitas hasil belajar siswa, dalam pelaksanaan pembelajaran, peneliti dalam hal ini adalah guru mengembangkan rencana penelitian tindakan kelas berupa rencana pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas, terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, tindakan pengamatan dan refleksi.
Teknik Pengumpulan Data
Arikunto, Suharsimi (1998: 134) mengemukakan bahwa metode pengumpulan data adalah cara–cara yang dapat digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis, sehingga lebih mudah diolah. Data dalam penelitian ini dikumpulkan oleh peneliti melalui tes dan metode observasi.
Teknik Analisa Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu lembar observasi, dan hasil tes.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Awal
Kegiatan pembelajaran untuk mata pelajaran matematika di kelas I SD Negeri Wanutunggal Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2019/2020 diawali dengan mengkondisikan siswa untuk siap belajar matematika. Pada saat membuka pelajaran guru mengadakan tanya jawab tentang pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya, kemudian mencoba menghubungkan dengan materi yang akan dipelajari. Guru menugaskan siswa untuk membaca dan mencatat materi yang baru di buku tulis. Di sini mulai terlihat pemahaman siswa yang semula tertarik menjadi menurun. Pada awal guru membuka pelajaran siswa tampak tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran, namun ketertarikan siswa berkurang ketika guru menugaskan untuk membaca dan mencatat materi pelajaran, kemudian mendengarkan kembali penjelasan materi dari guru, dan hanya beberapa siswa yang tampak antusias untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Data awal diperoleh dari proses belajar sehari-hari di kelas melalui ulangan formatif. Peneliti mengetahui bahwa pembelajaran matematika khususnya pada materi tempat satuan dan puluhan dirasa masih sulit bagi siswa. Hal ini terimplikasi terhadap kemampuan siswa pada pembelajaran matematika khususnya pada tempat satuan dan puluhan masih belum mencapai KKM. Kesulitan tersebut dipengaruhi oleh salah satu cara guru dalam melakukan proses pembelajaran yang kurang melibatkan metode dan media pembelajaran yang variatif, monoton dan kurang mepemahaman siswa, sehingga berimplikasi terhadap pemahaman siswa tentang konsep perkalian
Sebelum Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan, penulis melakukan pos test (tes awal) terhadap siswa I yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian. Sesuai tujuan semula bahwa dalam penerapan pendekatan kontekstual, peneliti akan mencoba mendesain pembelajaran dengan kelompok, maka peneliti membagi berdasarkan hasil pretest. Setelah diurutkan berdasarkan hasil pretest, maka siswa dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok yang berkemampuan tinggi, berkemampuan sedang I, berkemampuan sedang II dan kelompok yang berkemampuan rendah sebagaimana dapat dilihat pada lampiran. Untuk memperoleh kelompok belajar yang heterogen, peneliti memilih seorang siswa untuk masing-masing kelompok sesuai kemampuan untuk dikelompokkan menjadi satu kelompok belajar. Jadi, masing-masing kelompok belajar terdiri dari seorang siswa yang berkemampuan tinggi, berkemampuan sedang I, berkemampuan sedang II dan berkemampuan rendah. Pembelajaran mata pelajaran Matematika dengan Kompetensi Dasar 4.3. Menentukan nilai tempat puluhan dan satuan dan indikator Menentukan nilai tempat puluhan dan satuan, di kelas I SD Negeri Wanutunggal Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan, diperoleh data dari 24 siswa yang mendapat nilai 70 ke atas baru 6 siswa, sedangkan 18 siswa memperoleh nilai kurang dari 70.
Hasil pengamatan peneliti, mereka terbiasa dengan pembelajaran yang menuntut gurunya saja yang menjelaskan materi pembelajaran sedangkan siswa hanya duduk memperhatikan dan menyimak tanpa ada yang mau bertanya dan berpendapat. Untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa perlu diberikan media atau metode yang menurut mereka menyenangkan dalam melakukan dan melaksanakan pembelajaran misalnya gambar atau foto-foto yang menurut mereka senang atau dapat juga digunakan semacam media audio dan video yang mereka tonton mengenai pembelajaran yang akan berlangsung. Pada penelitian ini juga peneliti akan mencoba menggunakan pendekatan konstektual.
Deskripsi Siklus I
Tindakan siklus 1 ini direncanakan berlangsung 2 kali pertemuan atau 4 x 35 menit. Pada tahap perencanaan, data yang diperoleh berupa: rencana pelaksanaan perbaikan pembelajaran (RPPP) yang di dalamnya tercakup komponen skenario pembelajaran yang akan diimplementasikan; seperangkat instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data; dan data pendukung pembelajaran berupa lembar kerja siswa (LKS).
Tindakan siklus 1 ini dimulai pada pertemuan ke-1. Tahap pendahuluan dimulai dengan peneliti mengucapkan salam dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan dan harapan dari peneliti pada pertemuan tersebut. Peneliti juga menjelaskan sedikit mengenai pembelajaran yang akan dipakai dalam penelitian ini. Setelah itu, sesuai dengan karakteristik pendekatan kontekstual yaitu diawali dengan peneliti mengkaji materi nilai tempat puluhan dan satuan dan kompetensi dasar yang akan dipelajari oleh siswa. Kemudian peneliti berusaha memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. Selanjutnya peneliti mencoba mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, memilih dan mengaitkannya dengan konsep dan kompetensi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran. Peneliti merancang pengajaran dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki oleh siswa dan lingkungan kehidupan mereka. Setelah itu peneliti melaksanakan pembelajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, siswa didorong untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman siswa terhadap konsep atau teori yang sedang dipelajarinya. Karena pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan kontekstual, Selanjutnya peneliti melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa. Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaannya.
Dari pembelajaran di atas tampak bahwa peneliti sudah melaksanakan semua karakteristik dari pendekatan kontekstual. Berdasarkan pengamatan peneliti, ternyata hampir semua siswa sudah memahami tentang nilai tempat puluhan dan satuan. Untuk lebih mematangkan lagi pemahaman siswa, maka peneliti melanjutkan dengan pembentukan kelompok serta mengerjakan soal LKS.
Setelah soal selesai dikerjakan oleh setiap kelompok, peneliti meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas. Pada presentasi ini kelompok B, C, dan D diberi kesempatan untuk menanggapi jawaban kelompok A yang dipresentasikan.
Setelah soal dipresentasikan, maka peneliti memberi komentar, memberi pertanyaan serta mengkonfrontasikan jawaban siswa. Setelah siswa memahami materi, peneliti melanjutkan pada materi selanjutnya tentang nilai tempat puluhan dan satuan. Metode yang digunakan peneliti sama dengan metode sebelumnya, yaitu pendekatan kontekstual.
Nilai rata-rata hasil belajar pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus pertama sebesar 66,67 jumlah siswa yang tuntas belajarnya sebanyak 15 siswa atau sebesar 62,50%, dan jumlah siswa yang belum tuntas belajarnya sebanyak 9 siswa atau sebesar 37,50%
Dari penjelasan sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hasil nilai tes formatif mengalami peningkatan dari kondisi awal, karena pada sebelum perbaikan siswa tuntas 6 siswa (18,75%) meningkat menjadi 16 siswa (62,50%) atau meningkat sebanyak 9 siswa (16,67%). Melihat hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer sepakat untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II karena belum memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan dengan harapan pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa dapat mencapai perolehan di atas KKM sebesar 70 sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan dan tingkat ketuntasan belajar mencapai angka di atas 85% dari jumlah seluruh siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh dua orang guru sejawat sebagai observer yang bertugas mengamati setiap proses, pengaruh, kendala dan persoalan lain yang timbul pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Dari observasi ini dapat diperoleh berbagai informasi penting dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan bentuk umpan balik bagi peneliti dalam menentukan langkah selanjutnya.
Dari 24 siswa terdapat 16 siswa yang tuntas belajarnya (62,50%) dilihat dari pemahaman siswanya, sedangkan 9 siswa (37,50%) belum tuntas dilihat dari pemahaman siswanya. Melihat hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer sepakat untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II dengan harapan pada siklus II pemahaman siswa siswa dapat mencapai perolehan di atas 85% sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.Melihat hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer sepakat untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II karena peningkatan pemahaman siswa baru mencapai angka 68,75% dengan harapan pada siklus II pemahaman siswa siswa dapat mencapai perolehan di atas 85% sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan
Berdasarkan hasil tes formatif dan observasi selama proses pembelajaran oleh observer didapat kesimpulan bahwa proses pembelajaran belum berjalan dengan baik, walaupum hasil-hasil analisis data pada siklus pertama tersebut belum memenuhi kriteria ketuntasan belajar yang diinginkan. Oleh karena itu setelah melakukan refleksi dan diskusi bersama teman sejawat, maka akan dilakukan kembali perbaikan pembelajaran siklus kedua dengan mengintensifkan penggunaan pendekatan konstektual serta memperbanyak latihan-latihan soal dengan menggunakan pendekatan konstektual dilanjutkan pelaksanaan diskusi kelas.
Deskripsi Siklus II
Perencaaan tindakan siklus 2 ini direncanakan berlangsung 2 kali pertemuan atau 4 x 35 menit. Pada tahap perencanaan, data yang diperoleh berupa: rencana pelaksanaan perbaikan pembelajaran (RPPP) yang di dalamnya tercakup komponen skenario pembelajaran yang akan diimplementasikan; seperangkat instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data; dan data pendukung pembelajaran berupa lembar kerja siswa (LKS).
Tindakan siklus 2 pada pertemuan ke-1 ini peneliti memberikan materi tentang nilai tempat satuan dan puluhan. Tahap pendahuluan dimulai dengan peneliti mengucapkan salam dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan dan harapan dari peneliti pada pertemuan tersebut. Peneliti juga menjelaskan sedikit mengenai pembelajaran yang akan dipakai dalam penelitian ini. Setelah itu, sesuai dengan karakteristik pendekatan kontekstual yaitu diawali dengan peneliti mengkaji nilai tempat puluhan dan satuan dan kompetensi dasar yang akan dipelajari oleh siswa. Kemudian peneliti berusaha memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. Selanjutnya peneliti mencoba mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, memilih dan mengaitkannya dengan konsep dan kompetensi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran. Peneliti merancang pengajaran dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki oleh siswa dan lingkungan kehidupan mereka. Setelah itu peneliti melaksanakan pembelajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, siswa didorong untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman siswa terhadap keonsep atau teori yang sedang dipelajarinya. Karena pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan kontekstual maka peneliti memberi pengalaman belajar dengan menjadikan siswa sebagai pembelajar yang proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi dalam mengatasi/memecahkan masalah (problem solving). Selanjutnya peneliti melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa. Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaannya.
Dari pembelajaran di atas tampak bahwa peneliti sudah melaksanakan semua karakteristik dari pendekatan kontekstual. Berdasarkan pengamatan peneliti, ternyata hampir semua siswa sudah memahami tentang nilai tempat puluhan dan satuan. Untuk lebih mematangkan lagi pemahaman siswa, maka peneliti melanjutkan dengan pembentukan kelompok serta mengerjakan soal LKS.
Tindakan siklus 2 ini dilanjutkan pada pertemuan ke-2, peneliti masuk kelas. Sebelum memulai kembali pembelajaran peneliti terlebih dulu mengucapkan salam dan mengabsen siswa. Pada pertemuan kedua ini semua siswa hadir. Untuk menghemat waktu peneliti meminta siswa bergabung dengan kelompoknya, dan meminta masing-masing kelompok melanjutkan soal LKS yang belum dibahas. Setelah soal selesai dikerjakan oleh setiap kelompok, peneliti meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas.
Setelah soal dipresentasikan, maka peneliti memberi komentar, memberi pertanyaan serta mengkonfrontasikan jawaban siswa. Setelah siswa memahami materi, peneliti melanjutkan pada materi selanjutnya tentang ukuran letak data. Metode yang digunakan peneliti sama dengan metode sebelumnya, yaitu pendekatan kontekstual.
Nilai rata-rata hasil belajar pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus kedua jumlah siswa yang tuntas belajarnya sebanyak 22 siswa atau sebesar 91,67%, dan masih ada 2 siswa yang belum tuntas belajarnya atau sebesar 8,33%.
Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hasil nilai tes formatif mengalami peningkatan dari siklus I, karena pada siklus I siswa tuntas 15 siswa (62,50%) meningkat menjadi 22 siswa (91,67%) atau meningkat sebanyak 7 siswa (29,17%). Melihat hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer menyimpulkan bahwa rata-rata hasil tes hasil belajar sebesar 76,67. Hal ini menunjukkan bahwa tes hasil belajar sudah memenuhi kriteria keberhasilan karena hasil belajar berada di atas angka kriteria minimal ketuntasan (KKM) sebesar 70, dengan jumlah siswa yang telah tuntas belajarnya sebanyak 22 siswa atau 91,67%.
Dari hasil yang dicapai pada proses perbaikan pembelajaran siklus kedua ini, semuanya telah memenuhi kriteria ketuntasan sehingga proses pelaksanaan perbaikan pembelajaran dinyatakan tuntas pada siklus kedua dan kepada siswa yang belum tuntas akan diadakan program remidial
Setelah dilakukan analisa terhadap data yang diperoleh, maka hasil penelitian dapat dirangkum sebagai berikut, bahwa penggunaan pendekatan konstektual pada pembelajaran matematika materi nilai tempat puluhan dan satuan menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap proses dan hasil pembelajaran secara keseluruhan. Dapat dijelaskan peningkatan nilai hasil dan ketuntasan belajar siswa pada siklus I dan II secara terperinci sebagai berikut:
Siswa Tuntas Belajar
- Pada temuan awal siswa yang tuntas sebanyak 6 siswa atau 25,00% dari 24 siswa.
- Pada siklus I siswa yang tuntas sebanyak 15 siswa atau 62,50% dari 24 siswa
- Pada siklus II siswa yang tuntas sebanyak 22 siswa atau 91,67% dari 24 siswa
Siswa Belum Tuntas Belajar
- Pada temuan awal siswa yang belum tuntas sebanyak 18 siswa atau 75,00% dari 24 siswa.
- Pada siklus I siswa yang belum tuntas sebanyak 6 siswa atau 37,50% dari 24 siswa
- Pada siklus II siswa yang belum tuntas sebanyak 2 siswa atau 8,33% dari 24 siswa
Pemahaman siswa
Siswa tuntas dilihat dari pemahaman siswa
- Pada temuan awal, siswa tuntas dilihat dari pemahaman siswa sebanyak 6 siswa atau 25,00% dari 24 siswa.
- Pada siklus I, siswa tuntas dilihat dari pemahaman siswa sebanyak 15 siswa atau 62,50% dari 24 siswa.
- Pada siklus II, belum tuntas dilihat dari pemahaman siswa sebanyak 22 siswa atau 91,67% dari 24 siswa.
Siswa yang belum tuntas dilihat dari pemahaman siswa
- Pada temuan awal, siswa belum tuntas dilihat dari pemahaman siswa sebanyak 18 siswa atau 75,00% dari 24 siswa.
- Pada siklus I, siswa belum tuntas dilihat dari pemahaman siswa sebanyak 6 siswa atau 37,50% dari 24 siswa.
- Pada siklus II, siswa belum tuntas dilihat dari pemahaman siswa sebanyak 2 siswa atau 8,33% dari 24 siswa
Pembahasan Hasil Penelitian
Siklus I
Berdasarkan hasil observasi dua kali pertemuan pada siklus pertama oleh observer dan penilaian hasil tes formatif siklus pertama, hasilnya ternyata masih belum mencapai ketuntasan sesuai dengan harapan, ternyata hasil ketuntasan belajar mencapai 9 siswa (62,50%) yang dinyatakan tuntas dari 24 orang siswa yang mengikuti pembelajaran. Adapun penjelasan mengenai peningkatan pemahaman siswa adalah 6 siswa (37,50%) menyatakan meningkat pemahamannya dalam mengikuti proses pembelajaran dari 24 siswa seluruhnya, sedangkan nilai rata-rata hasil belajar mencapai 66,67
Hasil tersebut belum memenuhi kriteria ketuntasan belajar yang diinginkan. Oleh karena itu setelah melakukan refleksi dan diskusi bersama teman sejawat, maka akan dilakukan kembali perbaikan pembelajaran siklus kedua dengan mengintensifkan penggunaan pendekatan konstektual. Hal tersebut senada dengan pernyataan Yusuf (1993: 53) “proses belajar mengajar merupakan interaksi dinamis atau transaksi antara guru dengan siswa, yang menyiratkan adanya perbutan mengajar, belajar, tujuan pengajaran, pengajaran, kemudahan, dan suasana sekitar pada saat belajar
Berdasarkan hasil diskusi antara peneliti dan teman sejawat membahas hasil observasi, maka ketidakberhasilan proses perbaikan pembelajaran pada siklus pertama disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
- Selama kegiatan pembelajaran berlangsung khususnya dalam kegiatan kelompok, terlihat sebagian siswa tidak berani mengemukakan pendapatnya dalam diskusi kelompok dan terdapat beberapa siswa yang tergolong pandai dalam kelompoknya yang cenderung meningkatkan pekerjaannya sendiri, tidak mau bekerja sama dengan anggota kelompok yang lain.
- Ada siswa yang hanya bermain atau bercanda dengan teman sekelompoknya. Permasalahan-permasalahan itu timbul diakibatkan karena siswa kurang menguasai cara-cara bertanya dalam sebuah diskusi. Selain itu, siswa yang mampu bertanya tidak memiliki keberanian untuk mengutaraknnya. Siswa-siswa yang ngobrol ataupun bermain ketika diskusi kelompok berlangsung disebabkan tidak adanya pembagian tugas dalam kelompok itu. Siswa yang pintar dalam kelompoknya mendominasi pekerjaan atau tugas-tugas yang ada dalam LKS. Sementara siswa yang kurang pandai, hanya ngobrol atau bermain, karena tidak memiliki tugas. Ada juga siswa yang ngorol disebabkan karena kebisaaan siswa itu sendiri.
- Dilihat dari pihak guru, permasalahan yang timbul antara lain kemampuan guru dalam mengelola kelas dan bimbingan yang diberikan kurang baik. Akibat dari lemahnya kemampuan guru itu, menyebabkan proses pembelajaran tidak efektif salah satunya yaitu sebagian siswa bermain ataupun ngobrol ketika demonstrasi berlangsung.
- Siswa-siswa yang mendapatkan kesulitan ketika menggunakan pendekatan konstektual untuk memecahkan nilai tempat puluhan dan satuan dikarenakan tidak mendapatkan bimbingan yang maksimal dari guru.
- Siswa juga mendapatkan kesulitan dalam mengerjakan LKS. Sebagian besar siswa tidak dapat menyelesaikan masala-masalah/persoalan yang terdapat dalam LKS. Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran menjadi tidak efektif. Kesulitan siswa dalam mengerjakan LKS disebabkan kurangnya penjelasan dari guru tentang cara-cara mengerjakan LKS dan juga disebabkan karena siswa tidak terbisaa belajar dengan menggunakan LKS. Untuk mengatasi masalah ini, peneliti mencoba merancang LKS dengan bahasa dan langkah-langkah yang mudah dipahami siswa. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengisian LKS, sehingga ketika kegiatan dimulai siswa sudah sedikit memahami.
Sebagai upaya perbaikan pada siklus kedua, peneliti berpedoman pada hasil observasi pada pelaksanaan siklus pertama, diantaranya:
- Siswa merasa senang apabila dalam soal pada lembar kerja siswa (LKS) menggunakan nama siswa, hal ini dikarenakan siswa merasa menjadi dilibatkan secara langsung (berperan) dalam soal yang dikerjakannya di LKS.
- Siswa merasa senang dalam kegiatan belajar mengajar apabila pembelajarannya menggunakan benda konkrit atau benda manipulatif, hal ini dikarenakan perkembangan kognitif siswa kelas IV berada pada operasional konkrit
- Proses pembelajaran secara berkelompok akan lebih kondusif apabila jumlah anggota kelompok tidak terlalu banyak, hal ini dikarenakan ketika berkelompok jika semakin banyak jumlah anggota kelompok maka semakin banyak pendapat dari anggota kelompok.
Siklus II
Berdasarkan analisis data tes formatif dan pengamatan pada siklus kedua, 22 orang siswa (91,67%) dinyatakan tuntas belajar dari sebanyak 24 orang siswa yang mengikuti proses pembelajaran dengan nilai rata-rata sebesar 76,67. Adapun penjelasan peningkatan pemahaman siswa pada akhir siklus kedua mencapai 91,67% atau 22 siswa dari jumlah keseluruhan siswa 24 siswa sehingga pelaksanaan perbaikan pembelajaran dinyatakan selesai pada siklus kedua, dan kepada satu siswa yang belum tuntas belajar akan diberikan program remidial untuk meningkatkan kemampuan satu siswa tersebut.
Keberhasilan proses perbaikan pembelajaran pada siklus kedua dibuktikan dengan:
- Siswa sangat baik dalam mengikuti pembelajaran dibandingkan dengan siklus II.
- Siswa sangat terbiasa dalam penggunaan media nyata dalam pembelajaran.
- Siswa terbiasa berkelompok, sehingga aktivitas siswa diluar kegiatan pembelajaran hampir tidak ada.
- Sikap kritis sudah dimiliki oleh sebagian besar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstektual untuk memecahkan masalah nilai tempat puluhan dan satuan.
- Sebagian besar siswa berani bertanya dan mengemukakan pendapatnya.
- Sebagiaan besar siswa mau menjawab pertanyaan guru dengan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan.
- Siswa beraktivitas secara berkelompok dengan baik, dengan kerja sama yang baik.
- Siswa sudah dapat menemukan dan menyimpulkan hal penting dari materi pelajarannya dengan sangat baik
Dari hasil diskusi dengan supervisor dan observer maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dalam dua siklus perbaikan dinyatakan tuntas, dan dapat dilanjutkan pada materi selanjutnya karena telah memenuhi kriteria ketuntasan yang ditentukan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pemahaman siswa menunjukkan perolehan pada kondisi awal hanya 6 siswa atau 37,50%, naik menjadi 15 siswa atau 62,50% pada siklus pertama, dan 91,67% atau 22 siswa pada siklus kedua. Kenyataan tersebut juga didukung oleh peningkatan hasil dan ketuntasan belajar. Hal tersebut dibuktikan dengan kenaikan hasil belajar siswa dari rata-rata pada kondisi awal hanya 60,42 naik menjadi 66,67 pada siklus pertama, dan 76,67 pada siklus kedua.
Dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 6 siswa 25,00% pada kondisi awal, 62,50% atau 15 siswa pada siklus pertama, 22 siswa atau 91,67% pada siklus kedua, dan masih ada 2 siswa (8,33%) yang belum tuntas, sehingga semua indikator dan kriteria keberhasilan proses perbaikan pembelajaran telah tercapai pada siklus kedua.
Dari perolehan angka-angka di atas dapat disimpulan bahwa pada siklus kedua, proses pelaksanaan perbaikan pembelajaran dinyatakan tuntas, walaupun ada satu orang siswa yang belum tuntas belajarnya. Setelah peneliti dengan supervisor dan observer mendiskusikan tentang hasil observasi dan wawancara yang dikaitkan dengan hasil tes formatif, maka pembelajaran dapat dilanjutkan pada materi selanjutnya. Kenyataan ini didukung oleh pernyataan Dimyati dan Mudjiono (2002: 3) mengartikan hasil belajar sebagai hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan penggalan dan puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindakan guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran. Pada bagian lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa dan Sependapat dengan pernyataan-pernyataan di atas, Mulyasa (2005: 96) paling tidak terdapat 3 landasan teoretis yang mendasari pendidikan berdasarkan pendekatan kompetensi. Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery). Ketiga, bagi perkembangan pendidikan berdasarkan pendekatan kompetensi adalah usaha penyusunan kembali definisi bakat dan didukung pula oleh pernyataan Suprayekti (2007: 18), bahwa proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktifitas) dan interaksi dalam konteks sosial serta menurut Piaget (Nono Sutarno, 2007: 8.11), dalam proses belajar anak membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah.
PENUTUP
Simpulan
Didasari dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan selama dua siklus, dapat disimpulkan bahwa:
- Pada pembelajaran penerapan pendekatan kontekstual dapat merangsang siswa untuk menemukan nilai tempat puluhan dan satuan suatu bilangan, kegiatan ini ternyata dapat dijadikan penanaman konsep yang baik dan tersimpan lama pada memori siswa.
- Penggunaan suatu media konkret pada proses pembelajaran dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, perasaan, dan kenyamanan siswa untuk lebih tertarik dan tertantang dalam belajar lebih aktif. Peneliti telah melakukan perbaikan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai tujuan dan harapan yang ingin dicapai.
- Penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan peningkatan pemahaman siswa siswa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pemahaman siswa siswa menunjukkan perolehan pada kondisi awal hanya 6 siswa atau 25,00%, naik menjadi 9 siswa atau 62,50% pada siklus pertama, dan 91,67% atau 22 siswa pada siklus kedua.
- Penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan kenaikan prestasi belajar siswa dari rata-rata pada kondisi awal hanya 60,62 naik menjadi 66,67 pada siklus pertama, dan 76,67 pada siklus kedua, dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 6 siswa atau 25,00%, naik menjadi 9 siswa atau 62,50% pada siklus pertama, dan 91,67% atau 22 siswa pada siklus kedua, dan masih ada dua orang siswa (8,33%) yang belum tuntas, sehingga semua indikator dan kriteria keberhasilan proses perbaikan pembelajaran telah tercapai pada siklus kedua.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian peneliti memberikan saran dalam rangka perbaikan proses pembelajaran serta meningkatkan prestasi belajar matematika. Saran-saran tersebut sebagai berikut:
Bagi Guru SD
Dalam penelitian ini Guru SD hendaknya dapat mengembangkan pendekatan pembelajaran kontektual dalam setiap pembelajaran khususnya matematika. Hal ini disebabkan taraf berpikir peserta didik yang masih kongkrit sehingga dalam kegiatan pembelajaran guru harus mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata agar dapat membantu taraf berpikir peserta didik. Materi nilai tempat puluhan dan satuan merupakan salah satu pokok bahasan yang harus dilakukan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual, karena dalam kehidupan nyata peserta didik sering melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pencerminan. Guru juga harus menghadirkan media nyata yang dapat membantu peserta didik dalam mengkontruksi pengetahuannya. Peserta didik dapat menentukan nilai tempat puluhan dan satuan secara kongkrit dan menyenangkan. Selain itu, pendekatan pembelajaran kontekstual ini diharapkan dapat membantu guru dan peserta didik dalam memecahkan permasalahan matematika khususnya materi nilai tempat puluhan dan satuan.
Peneliti selanjutnya
Masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penelitian seperti keterampilan bertanya yang masih kurang, guru kurang dalam mamberikan penguatan dan tindak lanjut sehingga bagi peneliti selanjutnya dapat memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
- Mengkaji permasalah pembelajaran matematika di SD dengan lebih mendalam agar dapat menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
- Membiasakan melakukan tanya jawab bersama peserta didik agar keterampilan bertanya guru lebih baik karena kebiasaan.
- Membiasakan memberikan penguatan kepada peserta didik pada tahap konfirmasi agar peserta didik dapat menkontruksikan pengetahuanya dengan benar.
- Membiasakan memberikan tindak lanjut pada akhir pembelajaran agar peserta didik dapat mengulas kembali pengetahuan yang mereka dapat di sekolah.
Tindak Lanjut
- Tindak lanjut dari hasil laporan dengan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini sangat berarti dan bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan guru-guru kelas yang lain di SD Negeri Wanutunggal Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan.
- Peneliti dapat menyampaikan laporan ini kepada Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai bahan untuk seminar.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad, (1984), Penelitian Kependidikan dan Strategi. Bandung: Angkasa
Anam, Fakhul. 2009. Matematika 4: Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Kelas 4. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Anitah, Sri. W dkk. (2007). Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Rinek Cipta.
Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Arsyad, Azhar, 2008. Media Pembelajaran, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
BNSP, (2006). Panduan Penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal Jenjang Pendidikan Dasar. Depdiknas. Jakarta.
Darsono, M.. 2000. Belajar dan Pembelajaran. IKIP Semarang Press. Semarang.
Dimyati dan Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Hudoyo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Universitas Malang Press. Malang.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Iskandar. 2003. Matematika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Kemmis & Mc. Taggart. 1994. The Action Research Planner. Deaken University Press. Geelong.
Mulyani Sumantri, Nana Syaodih, (2006), Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka
Mulyasa, E 2005. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, karakteristik, dan implementasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.