Penerapan Pola Komunikasi Yang Dominan Digunakan Oleh Ibu Single Parent Terhadap Remaja
PENERAPAN POLA KOMUNIKASI
YANG DOMINAN DIGUNAKAN OLEH IBU SINGLE PARENT
TERHADAP REMAJA
Maya Rahadian Septiningtyas
Yari Dwikurnaningsih
Yustinus Windrawanto
FKIP – Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRACT
The Application of The Dominant Communication Patterns Used By The Single Parent Mothers To Teen. Research. Guidance and Counseling Program. Faculty of Education and Teacher Training. Satya Wacana Christian University. This research aims to understanding the application of the dominant communication patterns used by the single parent mothers to her teen. Qualitative research method using descriptive research and data analysis using content analysis. The subject of this study based on the research objectives (purposive sampling) and snowball sampling. Subject of research is the mother single parent due to divorce of life and death divorced and has adolescents aged between 13-18 years old. The technique of collecting data is using interviews, observation, and questionnaires. Data analysis technique used is the model of Miles and Huberman of data reduction, data presentation, conclusions and verification. Based on data analysis of the results to the application of the dominant communication patterns used by the Single Parent Mothers to her teen. The results showed that there is one of the most dominant communication patterns used by the three research participants single parent mothers, namely communication patterns equations. Application of communication patterns equation shown by the results of the four indicators in the pattern of family communication in general (DeVito, 2009), namely: (1) Equality between family members. Single parent mothers provide a balanced and equitable portion for adolescents to provide arguments, opinions and views on par with single parent mothers. The conduct Communication are honestly, openly, directly and freely; (2) The familiy task divided among of the family member. The absence of separation of powers, making the domestic assignments can be done by any member of the family, in this case the teens and single parent mothers. So that the responsibilities of domestic assignments is seen as a joint task; (3) Decision-making in the family. Single parent mothers actively involve teens in decision-making, both experienced by single parent mothers and teens decisions regarding their own to find solutions together; (4) Flexibility and openness in family communication. Single parent mothers provide opportunities for teens evenly and balanced in the expression, the statement, criticism and feedback to each member of the family. Communication that takes place between mother single parent with a teenager in progress active and reflective.
Keywords: The Dominant Communication Patterns, Single Parent Mother
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh anak serta sangat berperan dalam penanaman nilai-nilai dalam rangka pembentukan karakter pada anak serta penerapan pola komuni-kasi yang sangat mempengaruhi perkem-bangan emosi anak. Pola komunikasi ter-cermin dari cara orang tua membangun komunikasi dengan anak. Pada proses pertumbuhan anak, pola komunikasi de-ngan keluarga yang diterima oleh anak dalam interaksi tentunya memberikan dampak pada anak dalam melakukan intepretasi atas makna komunikasi.
Bagi remaja yang tiba-tiba menda-pati orangtuanya tidak lengkap lagi, me-munculkan suatu masalah bagi remaja itu sendiri. Remaja selalu berpedoman kepada pentingnya remaja memiliki ayah dan ibu yang lengkap yang selalu bersama- sama dengan remaja itu sendiri (Spock, 1998). Hilangnya salah satu peran seorang ayah, tentunya akan memberikan dampak bagi ibu untuk dapat menggantikan peran ayah dalam keluarga. Ketiadaan seorang ayah yang disebabkan karena perceraian atau-pun kematian, menimbulkan dampak yang kurang baik bagi remaja, karena remaja memerlukan pembicaraan, tukar pikiran, terutama dialog dengan ayah. Remaja kehilangan figur yang dijadikan sosok panutan, pelindung dan pemimpin (Hurlock, 1999).
Konflik rumah tangga yang ber-ujung pada perceraian atau kematian dirasa memberikan dampak pada anak yaitu memaksa anak mengalami kepedihan emosional dikarenakan anak menghadapi ketiadaan salah satu figur orang tua, yang kemudian kurang lengkapnya orang tua mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dasar anak, dan menghasilkan perubahan kondisi keluarga serta perubahan peran ayah atau ibu.
DEFINISI PERAN ORANG TUA
Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam melaksanakan tang-gungjawab. Soetjiningsih (1995) lebih lan-jut menjelaskan bahwa pentingnya peran orangtua dalam memenuhi kebutuhan dasar anak yaitu kebutuhan asah, asih, dan asuh.
SINGLE PARENT
Menurut Qiami (2003), ibu single parent adalah suatu keadaan seorang ibu menduduki dua jabatan sekaligus, sebagai ibu yang merupakan jabatan alamiah, serta sebagai ayah karena suatu kondisi tertentu. Selain itu ibu single parent juga memiliki dua bentuk sikap yaitu sebagai ibu yang harus lembut terhadap anaknya, dan sebagai ayah yang bersikap jantan dan bertugas memegang kendali aturan dan tata tertib keluarga, serta berperan sebagai penegak keadilan dalam kehidupan rumah tangga.
REMAJA
Geldard (2011) menjelaskan bahwa remaja merupakan sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada diantara tahap kanak-kanak dengan tahap dewasa. Monks (2002) membagi masa remaja menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Usia 12-14 tahun termasuk dalam ma-sa remaja awal
2) Usia 15-18 tahun termasuk dalam re-maja tengah
3) Usia 19-21 tahun termasuk dalam ma-sa remaja akhir.
Sedangkan Hurlock (1991), menya-takan awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun.
POLA KOMUNIKASI
Djamarah (2004) menjelaskan bahwa pola komunikasi merupakan pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Menurut Djamarah (2004) pola komunikasi yang dibangun akan mempengaruhi pola asuh orang tua. Kegiatan pengasuhan anak akan berhasil dengan baik jika pola komunikasi yang tercipta didasari dengan cinta dan kasih sayang serta memposisikan anak sebagai subjek yang harus dibina, dibim-bing, dan dididik, dan bukan sebagai objek semata. Menurut Devito (2009) dalam rangka mencapai tujuan keluarga maka pasangan atau single parent harus menggunakan pola komunikasi untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Devito (2009) lebih lanjut mengungkapkan terdapat empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu:
Pola Komunikasi Equality Pattern
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimain-kan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemu-kakan ide-ide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan interpersonal lainnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman serta masalah diamati dan dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Dalam komuni-kasi ini berjalan secara timbal balik dan seimbang.
Pola Komunikasi Balance Pattern
Dalam pola ini, persamaan hu-bungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.
Pola Komunikasi Unbalance Pattern
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini sering memegang kontrol serta diang-gap lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, sehingga seorang yang lain dianggap kurang cerdas atau berpengetahuan kurang sehingga berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang mendominasi membuat keputusan, mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan
Pola Komunikasi Monopoly Pattern
Satu orang dipandang sebagai pe-nguasa. Orang ini lebih bersifat memerin-tah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Dalam pola ini, jarang terjadi perdebatan dikarenakan komunikasi hanya didominasi oleh salah satu orang saja. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.
Djamarah (2004) mengatakan bah-wa komunikasi keluarga adalah suatu kegi-atan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepi lah kehi-dupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga sukar dihindari. Keluarga yang kurang kondusif dan sikap komunikatif yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan negatif yang me-langgar norma di masyarakat. Komunikasi orang tua dan remaja yang dimaksudkan disini adalah adanya dialog dan kerjasama dalam segala hal dan hubungan timbal balik antar anggota keluarga, misalnya orang tua dengan anak. Monk (2002) mengatakan bahwa kualitas hubungan dengan orang tua memegang peranan yang penting.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan (Mo-leong, 2010). Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat gambaran tentang suatu peristiwa atau keadaan secara objektif dalam bentuk deskripsi situasi dan dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi serta analisis atau pengolahan data (Koentja-raningrat, 1981).
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teknik yaitu wawancara, onservasi non partisipatif, dan kuesioner. Analisis data penelitian yang digunakan adalah Analisis isi (content analysis). Analisis isi (content analysis) adalah teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristik pesan yang dilakukan secara obyektif dan sistematis. Penelitian ini menggunakan purposive sam-pling yaitu sampel yang diambil bukan ter-gantung pada populasi melainkan disesuai-kan dengan tujuan penelitian, sehingga dapat dikatakan sebagai sampel-bertujuan. Subjek dalam penelitian adalah ibu single parent dikarenakan cerai hidup atau mati, minimal lama menjanda 2 tahun serta memiliki anak remaja berusia 13-18 tahun. Pada penelitian ini menggunakan snowball sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, dan lama-lama menjadi banyak (Sugiyono, 2011).
HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasar data yang diperoleh dari setiap pengungkapan indikator-indikator pola komunikasi keluarga pada umumnya (Devito, 2009), ketiga ibu single parent cenderung menggunakan pola komunikasi persamaan (Equality Pattern), yaitu sebagai berikut:
Indikator Kesetaraan antar Anggota Keluarga
Pada indikator ini, ibu single parent memberikan porsi yang seimbang dan merata kepada remaja untuk menyampai-kan argumentasi, pendapat dan pandang-annya setara dengan ibu single parent. Perbedaan pendapat atau pandangan yang dialami oleh ibu single parent dengan remaja dipandang bukan sebagia peng-hambat atau benturan bagi hubungan antara ibu dengan remaja, namun perbedaan pendapat merupakan pertanda bahwa komunikasi berjalan secara timbal balik dan seimbang. Selain itu kesetaraan dalam ikut memutuskan sesuatu hal di dalam keluarga dilakukan oleh remaja dan ibu single parent sehingga tidak ada pemisahan kekuasaan antara orang tua dengan anak, sehingga seluruh anggota keluarga memiliki bentuk kontribusi yang sama dalam memutuskan suatu keputusan.
Indikator Pembagian Tugas pada tiap Anggota Keluarga
Pada indikator ini, menunjukkan bahwa pada aspek ini, ibu single parent melakukan komunikasi dengan remaja melalui tugas pekerjaan rumah yang dilakukan secara bersama-sama. Tidak adanya pemisahan kekuasaan, membuat pembagian tugas pekerjaan rumah dapat dilakukan oleh setiap anggota keluarga, dalam hal ini remaja maupun ibu single parent. sehingga tugas dan tanggungjawab pekerjaan rumah dipandang sebagai tugas bersama.
Indikator Pengambilan Keputusan di dalam Keluarga
Dalam indikator pengambilan kepu-tusan di dalam keluarga, ibu single parent secara aktif melibatkan remaja dalam pengambilan keputusan, baik yang dialami oleh ibu single parent maupun keputusan yang menyangkut untuk remaja sendiri untuk mencari solusi secara bersama-sama.
Indikator Keleluasaan dan Keterbuka-an dalam Komunikasi Keluarga
Pada indikator keleluasaan dan keterbukaan antar anggota keluarga menunjukkan bahwa dari ketiga ibu single parent memiliki sikap yang terbuka dengan remaja. Penerapan pola komunikasi ini membagi kesempatan pada remaja secara merata dan seimbang dalam menyampai-kan pendapat, pernyataan, kritik dan masukan kepada setiap anggota keluarga. Komunikasi berjalan secara jujur, terbuka, langsung dan bebas. Dalam indikator ini, sikap leluasa dan terbuka tidak hanya dilakukan oleh ibu single parent namun juga remaja. Komunikasi yang berlangsung antara ibu single parent dengan remaja berlangsung secara aktif dan reflektif.
Dari ketiga ibu single parent, dua diantaranya memiliki latarbelakang dikare-nakan kematian dan satu ibu single parent dikarenakan perceraian. Peneliti mengan-alisis bahwa latarbelakang dari ketiga ibu single parent memberikan dampak pola komunikasi yang dibangun dengan remaja. Menurut Djiwandono (2005) perceraian mengakibatkan anak akan menderita kekurangan dukungan dalam perkembang-an dan pertumbuhan yang sehat karena terdapat perasaan kehilangan yang dalam. Wallerstein (dalam Djiwandono, 2005) merumuskan bahwa perceraian orangtua secara emosional dapat dibandingkan dengan kematian orang tua. Anak tidak hanya sedih karena kehilangan kontak sehari-hari dengan ayah serta juga sedih karena kehilangan rasa aman dan nyaman dengan keluarga yang utuh atau lengkap. Sedangkan faktor yang lain seperti perpi-sahan orang tua yang dikarenakan kemati-an memberikan dampak bahwa remaja tidak akan pernah bertemu denga ayahnya kembali, sehingga menurut Hurlock (1991) remaja akan mengalihkan kasih sayang mereka pada orang tua yang masih ada.
Peneliti juga menganalisi bahwa faktor kebudayaan memberikan pengaruh pada penerapan pola komunikasi yang diterapkan oleh ibu single parent. Kecende-rungan remaja dalam mengeskpresikan serta berkomunikasi dengan lawan dialog dalam bentuk mengedepankan penanaman nilai-nilai suku jawa seperti gotong royong sehingga pembagian tugas serta pengam-bilan keputusan di dalam keluarga dilaku-kan secara bersama-sama. Keleluasaan dan keterbukaan di dalam komunikasi merupakan bentuk dari penanaman nilai-nilai jawa dalam mengelola konflik komunikasi dengan mengedepankan mu-syawarah dan kekeluargaan.
Serta dari sudut pandang faktor spiritualitas, peneliti memberikan analisis bahwa ketika remaja menghadapi keadaan kematian salah satu orangtuanya, remaja cenderung mempercayai dalam sudut pandang sebagai “kehendak Tuhan” yang merupakan rencana baik bagi kehidupan keluarga, membuat penyesuaian diri remaja dalam menghadapi ketiadaan peran salah satu orangtuanya berbeda dengan remaja yang harus menghadapi perceraian orangtuanya. Hal berbeda terlihat dari respon remaja yang menghadapi orangtua-nya karena disebabkan perceraian, remaja merasa menjadi “korban” dari sebuah keadaan yang dialami oleh orangtuanya yaitu perceraian sehingga remaja cende-rung kurang dapat menerima perceraian sebagai keadaan dimana remaja dipaksa berpisah dengan salah satu orangtuanya. Hal ini nampak dari respon timbal balik yang diberikan oleh remaja kepada ibu single parent ketika berkomunikasi yaitu remaja yang merasa lebih dekat dengan ayah sehingga memberikan kendala kepada ibu single parent dalam menerap-kan pola komunikasi tertentu terhadap remaja. Selain dari kedua faktor diatas, peneliti memberikan analisis bahwa selain faktor kebudayaan dan spiritualitas, terdapat faktor gender yang mempenga-ruhi pada penerapan pola komunikasi keluarga. Anak memilih untuk meniru model dari jenis kelamin yang sama dari lingkungan terdekat yaitu keluarga. Mengamati dan meniru model dilihat seba-gai bentuk usaha remaja dalam menyerap nilai gender. Pengembangan nilai gender yang dialami remaja berkaitan dengan pola komunikasi yang terjadi dalam keluar-ganya, karena konsep gender itu sendiri dipahami oleh anak melalui suatu pola komunikasi. Karena pola komunikasi pada tiap keluarga berbeda, maka penanaman dan pengembangan nilai gender pada remaja tentunya akan berlainan pula cara dan penerimaannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara orang tua dengan remaja akan sangat ditentukan oleh pola komunikasi yang dibangun, apabila pola komunikasi yang dibangun baik, maka baik pula hubungan yang tercipta di dalam keluarga. Kondisi keluarga yang tidak utuh, menjadikan ibu ketiga subjek sebagai single parent harus dapat bersikap fleksible terhadap pola komunikasi yang diterapkan mengingat remaja memasuki masa yang membutuh-kan banyak perhatian dan tumbuhkembang yang pesat dalam rangka memasuki usia dewasa serta tantangan dalam pengasuhan yang hanya dilakukan oleh satu orang tua yaitu ibu single parent. Djamarah (2004) menjelaskan bahwa pola komunikasi memegang peranan yang sangat penting, didalam pola komunikasi terbangun hubungan antara orang tua dengan remaja untuk pembinaan kepribadian dan pengembangan bakat remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H.Z.2006.Pengantar Keperwatan Keluarga.Jakarta:EGC
Alisuf, S. 1999. Ilmu Pendidikan. Pedoman Ilmu Jaya. Jakarta
De Vito, J.A.2000. Komunikasi antar manusia. Jakarta:Proffesional Books
……………..2009 The Interpersonal Communication Book. Jakarta:Proffesional Books
Djamarah, Syaiful Bahri. (2004). Pola Komunikasi Orangtua & Anak Dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
Friedman, M. M. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Jakarta:EGC.
Gottman, John dan Joan de Claire. 2003. Kiat- kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional. Tokoh. Hermaya: penerjemah. Jakarta: Gramedi Pustaka Utama.
Geldard.2011.Konseling Remaja Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Hurlock. E. 1990. Perkembangan Anak. Jilid 2.Edisi ke Enam.Jakarta:Erlangga
……………1991. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan sepanjang rentang kehidupan.Alih Bahasa Istiwidayanti.Jakarta:Erlangga.
……………1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
…………….2003.Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan sepanjang rentang kehidupan.Jakarta:Erlangga.
Koentjaraningrat.1981.Metode-metode Penelitian Masyarakat.PT Gramedia.Jakarta
Mannopo, J. 2009.Salatiga dalam Angka. (http://www.pemkot-salatiga.go.id/. diunduh pada tanggal 22 januari 2014 pkl.16.00 WIB)
Moleong, L.J.2010.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung:PT.Rosdakarya
Monks,F.J.2002.Psikologi Perkembangan:Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Poerwandari,2007.Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.Jakarta:PSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Qiami,A.2003.Single Parent: Peran Ganda Ibu dalam Mendidik Anak. Bogor: Cahaya
Risnawaty.2009.Disfungsi Keluarga Hambat Anak Mendapatkan Kesejahteraan Psikologis.Vol.IV, No.6. Jurnal Ilmu Komunikasi.
Setyowati. Yuli. 2005.Pola komunikasi keluarga dan perkembangan emosi anak (studi kasus penerapan Pola komunikasi keluarga dan perkembangan emosi anak pada keluarga Jawa).Vol.2, No.1. Jurnal Ilmu Komunikasi.
Soetjiningsih.1995.Tumbuh Kembang Anak.Jakarta:EGC
Sugiyono.2010.Memmahami Penelitian Kualitatif.Bandung:Alfabeta
………….2011.Metode Penelitian Kuantitif, Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta
Spock,B.1998.Menghadapi Anak Disaat Sulit. Jakarta :Pustaka Delapatrasa.
Zulminarni, N. 2008. Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga. (http://www.pekka.or.id. diunduh pada tanggal 22 januari 2014 16.25 WIB)