Pengembangan Model Pembelajaran Menulis Berbasi Motivasi Arces
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MENULIS
BERBASIS MOTIVASI ARCES
Andreas Kosasih
Dosen Luar Biasa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRACT
This research obtains some of the findings which in a word can be described as follows: (1) the step of Introduction (exploration): through study library and observation, it can be found that the quality of writing learning and the need of a better writing learning model, and it is formulated the prototype of writing learning model based on the ARCES motivation,and formulated a prototype-based learning model wrinting motivation ARCES after the draft is validated by the Indonesian language experts and education technology experts. (2) The step of model development: through development of preliminary model and development of main model and after it is done by monitoring, evaluation, focus group discussion and revision, then it is produced a better writing learning model based on ARCES motivation. (3) The step of model effectiveness examination: through pre-test, treatment, and post-test which is produced writing learning model based on ARCES motivation. From the effectiveness test result of model, it can be concluded that writing learning based on ARCES motivation is more effective (in average value of post test is 83,94) than writing learning conventionally (in average value of post-test is 75,79).
Keyword: development of model, writing learning, ARCES motivation.
PENDAHULUAN
Kurangnya kreativitas guru dalam mengembangkan motivasi pembelajaran menulis berakibat: (a) perhatian siswa kurang terbangun, (b) pembelajaran kurang relevan dengan kebutuhan siswa, (c) siswa kurang percaya diri mengikuti pembelajaran, (d) pembelajaran kurang menyenang dan (e) peserta didik tidak puas dengan pembelajaran. Oleh sebab itu dalam pembelajaran menulis seorang guru diharapkan tidak selalu terikat pada satu teori saja. Tetapi guru mampu mengem–bangkan variasi dalam menggunakan model, metode, media dan strategi yang dapat menyenangkan siswa. Sehinggga motivasi siswa akan tumbuh dan berkem-bang, dan hasil pembelajaran menulis bisa maksimal secara kognitif, psikomotorik maupun afektif.
Halimah Harun (2006: 96) mene-gaskan: “Attitude, interest and motivation play an important role in student achieve-ment. Therefore, teachers as well students should developed their attitude, interest and motivation in the teaching and learning process to achieve the target objectives. Sikap, minat dan motivasi memainkan peranan penting dalam menentukan tahap pencapaian masing-masing. Justru guru dan siswa harus berusaha untuk memupuk sikap, minat dan motivasi supaya proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Menumbuhkan sikap, minat dan motivasi dalam pembelajaran menulis merupakan tugas penting guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Sebab motivasi merupakan penyumbang (kontri-butor) yang sangat signifikan terhadap keberhasilan belajar siswa. Iklim sekolah dan motivasi pembelajaran saling mem-pengaruhi antara satu dengan yang lain. Iklim pembelajaran dan kelas yang menge-sankan bagi siswa, akan meningkatkan motivasi pembelajaran (Ahmad Zabidi Abdul Razak, 2006: 6). Dengan “motif” dimaksud segala daya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Nasution, 2000: 73). Jika peserta didik tidak melakukan sesuatu seperti yang seharusnya dilakukan oleh teman-teman-nya, maka perlu diselidiki penyebabnya. Penyebabnya dapat bermacam-macam yang datangnya bisa dari guru, siswa atau lingkungan. Penyebab yang datangnya dari guru ada kemungkinan karena guru kurang piawai dalam memberikan motivasi kepada peserta didik. Penyebab dari peserta didik antara peserta didik yang satu dengan yang lain sangat mungkin berbeda: kemungkinan karena tidak mampu, malas, lapar, sakit, malu, benci, sibuk mengerja-kan tugas lain, ada masalah dengan orang tua atau teman dan lain sebagainya (Andreas Kosasih, 2003: 32-33). Sedang-kan penyebab yang datangnya karena faktor lingkungan, kemungkinan lingkung-an kurang mendukung, sehingga lingkung-an menghambat tumbuh dan berkembang-nya motivasi belajar.
Menurut Keller (1987: 5) salah satu penerapan dan pengembangan sistem motivasi itu adalah model: Attention (perhatian), Relevance (relevan), Confidan-ce (percaya diri) dan Satiscaftion (kepuas-an) yang disingkat dengan model ARCS (ARCS Models) (http://en.wikimedia.org/-wiki/motivasi). Guru dalam proses pem-belajaran dapat menerapkan dan mengembangkan prinsip-prinsip motivasi ini dengan tujuan untuk merangsang, membangkitkan, meningkatkan dan meme-lihara motivasi peserta didik (Suciati, Prasetya Irawan dan Wardani, 1997: 52). Sejalan dengan itu, lebih lanjut Keller dalam Suciati dan Syarifuddin Winatasa-putra (1997: 42) mengemukakan bahwa seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembela-jaran disebut sebagai model ARCS yaitu: Pertama, Attention, bahwa perhatian peserta didik akan muncul karena didorong rasa ingin tahu. Oleh karena itu rasa ingin tahu peserta didik perlu dirangsang dengan sesuatu yang baru, lain daripada yang telah ada. Dengan kata lain, motivasi belajar yang kuat akan terbentuk apabila peserta didik menganggap bahwa pembe-lajaran menarik. Kedua, Relevance, bah-wa relevansi antara apa yang dipelajari dengan kebutuhan itu mampu meningkat-kan motivasi untuk berprestasi. Ketiga, Confidence, bahwa rasa percaya diri berupa harapan untuk berhasil akan meningkatkan motivasi berprestasi. De-ngan demikian dalam diri siswa terbangun rasa mampu melakukan atau berbuat sesuatu. Keempat, Satisfaction, kepuasan karena keberhasilan akan terus memacu peserta didik mencapai keberhasilan di bidang yang lain. Rasa puas yang dirasakan akan memotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut peneliti keempat prinsip motivasi yang disebut dengen ARCS belumlah cukup, sebab keempatnya lebih cenderung dan dominan menggarap ranah kognitif dan psikomotorik dan perlu dikem-bangkan penggarapan ranah afektifnya siswa secara lebih tajam. Oleh sebab itu, menurut peneliti perlu dikembangkannnya model ARCS menjadi ARCES dalam pembelajaran menulis, dengan harapan berkat pengembangan model ini pengembangan ranah dalam diri siswa lebih tergarap secara intergral dan holistik. Unsur E yang dimaksud dalam ARCES adalah Enjoyment yaitu siswa memiliki rasa senang terhadap idea melakukan kegiatan pembelajaran.
Masalah mendasar penelitian ini adalah pengembangan model pembela–jaran menulis berbasis motivasi ARCES untuk siswa SMA. Produk yang dikembang–kan dalam penelitian ini adalah: (a) silabus pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES untuk siswa SMA, dan (b) rencana pelaksanaan pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES untuk siswa SMA. Berdasarkan uraian dalam latar belakang di depan, dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut.
a. Bagaimanakah implementasi model pembelajaran menulis dalam pelajaran yang ada sekarang, bagaimanakah tingkat kebutuhan peningkatan kualitas pembelajaran menulis untuk siswa SMA, serta bagaimanakah kebutuhan guru dan siswa yang berkaitan dengan perbaikan kualitas pembelajaran menulis di SMA?
b. Bagaimanakah pengembangan prototi–pe model pembelajaran menjadi model pembelajaran menulis berbasis motiva–si ARCES untuk siswa SMA?
c. Bagaimanakah tingkat keefektivan mo–del pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES untuk siswa SMA? Apakah ada perbedaan kompetensi menulis untuk siswa SMA yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis motivasi ARCES dan menggu–nakan model pembelajaran konven–sional?
Sedangkan tujuan dalam penelitian ini adalah menguji keefektifan pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based Model of Motivational) untuk siswa SMA.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini mencakup hal-hal yang terkait dengan: hakikat model, hakikat penelitian dan pengembangan, hakikat menulis dan, motivasi ARCES.
1. Hakikat Model
Model dapat diartikan sebagai suatu bentuk tiruan (replika) dari benda yang sesungguhnya, sehingga memiliki bentuk atau konstruksi yang sama atau mirip dengan benda yang dibuatkan tiruannya atau contohnya. Model juga juga dapat ditafsirkan sebagai suatu contoh konseptual atau prosedural dari suatu program, sistem, atau proses yang dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam rangka memecahkan suatu masalah atau mencapai suatu tujuan (Sri Sulisyorini, 2007: 13). Dalam konteks model pembelajaran, dimaknai sebagai suatu model pembelajaran yang merupakan rencana, pola atau pengaturan kegiatan guru dan siswa yang menunjukkan adanya interaksi dari unsur-unsur yang terkait dalam pembelajaran.
2. Hakikat Penelitian dan Pengembangan
Yang dimaksud penelitian dan pengembangan (Research and Develop-ment) adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang sudah ada yang dapat dipertang-gungjawabkan (Nana Syaodih Sukmadi-nata, 2007: 164). Produk yang dimaksud dapat berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran, tetapi juga dapat berbentuk perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk meng-olahan data, program untuk pembelajaran di kelas, program untuk perpustakaan atau laboratorium, atau model-model pendidik-an, strategi pembelajaran, pelatihan, bim-bingan, evaluasi, manajemen dan sebagainya (2007: 165).
Judul penelitian ini adalah: Pe-ngembangan Model Pembelajaran Menulis Berbasis Motivasi ARCES di Sekolah Menengah Atas. Berdasarkan objeknya, yaitu pengembangan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES sebagai bagian dari kurikulum dan proses pembela-jaran, maka penelitian ini dapat dikelom-pokkan ke dalam penelitian pendidikan (Sukmadinata, 2005: 23). Secara metodologis dekat dengan penelitian pengembangan (Gall, Gall, & Borg, 2003: 123-124). Penelitian pengembangan ini merupakan kombinasi penelitian kualitatif dan kuantitatif. Dalam penelitian ini peneliti mengembangkan beberapa metode antara lain: (1) metode deskriptif, (2) metode evaluatif dan (3) metode eksperimental (Nana Syaodih Sukmadinata, 2007).
Metode deskriptif digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data tentang kondisi awal. Kondisi awal yang ada mencakup: (1) konsidi produk yang sudah ada, sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar (embrio) untuk produk yang akan dikembangkan. (2) Kondisi pihak pengguna (stakeholders), Departemen Pendidikan Nasional, sekolah, guru, KS, siswa dan masyarakat dsb. (3) Kondisi faktor pendukung dan penghambat pengembangan dan pengguna produk yang akan dihasilkan mencakup: manusia, sarana prasarana, beaya, pengelolaan dan lingkungan.
Metode evaluatif digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba pengem-bangan suatu produk. Produk dikembang-kan melalui serangkaian uji coba terbatas dan uji coba lebih luas serta uji keefektivan model. Dan setiap uji coba diadakan evaluasi, baik evaluasi hasil maupun evaluasi produk. Berdasarkan temuan-temuan hasil uji coba diadakan penyempurnaan-penyempurnaan.
Metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan atau keefek-tivan dari produk yang dihasilkan. Walau-pun dalam tahap uji coba terbatas dan uji coba lebih luas telah ada evaluasi, tetapi sifatnya masih dalam rangka pengem-bangan produk. Dalam uji keefektivan model perlu adanya kelompok eksperimen dan kelompok pembanding (kontrol). Pembandingan hasil eksperimen kedua dan ketiga (kalau perlu) dapat menunjukkan tingkat keampuhan dari produk yang dihasilkan.
3. Hakikat Menulis
Menulis dapat dianggap sebagai proses ataupun suatu hasil. Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan. Oleh sebab itu menulis lebih dipahami sebagai keterampilan, bukan sebagai ilmu. Sebagai keterampilan, menulis membutuhkan latihan (Puji Santoso, 2008: 6.15).
Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh siswa setelah kemampuan mendengar, berbicara dan membaca. Dibandingkan dengan ketiga kemampuan yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 422). Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki atau mensyaratkan pengua-saan berbagai unsur kebahasaan yang akan menjadi isi tulisan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi pesan harus terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan (karangan) yang runtut, padu, dan berisi. Apabila dalam kegiatan berbicara siswa harus menguasai lambang-lambang bunyi, kegiatan menulis menghendaki siswa untuk menguasai lambang atau simbol-simbol visual dan aturan tata tulis, khususnya yang menyangkut masalah ejaan, kosakata, kalimat, dan paragraf.
Nurudin (2012: 3) menyatakan menulis adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan tulisan. Daeng Nurjamal, Warta Sumirat dan Riadi Darwis (2011: 4) menyatakan bahwa menulis merupakan keterampilan berbaha–sa aktif. Menulis merupakan kemampuan puncak seseorang untuk dikatakan terampil berbahasa. Menulis merupakan keterampil–an yang sangat kompleks. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghen-daki atau mensyaratkan penguasaan berbagai unsur kebahasaan yang akan menjadi isi tulisan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi pesan harus terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan (karangan) yang runtut, padu, dan berisi.
Keterampilan menulis sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuan. Henry Guntur Tarigan (1994: 21) menyatakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut. Sementara itu Alek dan Achmad H.P ( 2010: 106) menyatakan bahwa menulis merupakan kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Lado (1979: 143) menyatakan bahwa: “To writeis to put down the graphic symbols that represent a language one understands, so that other can read grapic representiation”. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang secara leksikal.
4. Motivasi ARCES
Mengenai pengertian motivasi, banyak pakar menguraikan pendapatnya berdasarkan titik penekanan yang berbeda-beda, sesuai dengan hasil kajian yang mereka yakini. Menurut asal katanya, motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan. Wlodkowski (1985) dalam R. Angkowo & A. Kosasih (2007) menjelaskan bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Martin Handoko (2002: 9) mengartikan motivasi itu sebagai suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi merupakan salah satu komponen yang amat penting dalam pembelajaran dan merupakan sesuatu yang sulit diukur.
David Mc.Clelland, Abaraham Maslow, Wand dan Brown yang dikutip oleh Wahyosumidjo (1983), menguraikan pengertian motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses psikologis timbul sebagai akibat faktor dari dalam diri seseorang itu sendiri, yang disebut sebagai faktor intrinsik. Sedangkan faktor ekstrinsik sebagai akibat dari luar diri seseorang. Selanjutnya Berelson dan Steiner mengemukakan mengemukakan: ”a motive is an inner that energizer, activities or move (hence motivation), and that direct or channels behavior to ward goals”. Yang artinya motif pada hakikatnya merupakan terminologi umum yang memberikan makna, daya dorong, keinginan, kebutuhan serta kemauan (1983: 177-178). Hampir serupa dengan pendapat sebelumnya, Mc. Donald dalam Oemar Hamalik (2008: 159) mendefinisikan motivasi sebagai berikut: motivation is anergy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction. Yang artinya, motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Dalam dunia pendidikan ada berbagai macam teori motivasi yang dapat dikembangkan. Salah satu teori motivasi tersebut adalah teori model ARCS (ARCS Model). John M. Keller dalam Reigeluth (1983) menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dan dikembangkan dalam proses pembelajaran yang di sebut dengan motivasi model ARCS (ARCS Models) (Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaprutra, 1997: 53). Keller dalam Driscoll (1994: 314) berpendapat bahwa guru perlu memberi motivasi kepada peserta didik. Atau dalam kalimat lain, munculnya motivasi belajar dalam diri peserta didik, bukan hanya menjadi tanggung jawab peserta didik itu sendiri, tetapi guru mempunyai tanggung jawab juga. Oleh sebab itu, prinsip-prinsip motivasional model ARCS (ARCS Models) perlu diterapkan dan dikembangkan dalam proses pembelajaran. Motivasi model ARCS (ARCS Models) dapat diurakan sebagai berikut:
a. A = Attention (perhatian) artinya belajar harus memiliki atensi dan keinginan tentang suatu materi. Oleh sebab itu dalam diri peserta didik perlu ditumbuhkan adanya pertanyaan reflektif ”mengapa saya harus belajar tentang ini?” Dalam hal ini motivasi peserta didik tumbuh dan bangkit antara lain karena dorongan ingin tahu. Oleh sebab itu rasa ingin tahu perlu mendapatkan rangsangan, sehingga peserta didik akan memberikan perhatian. Perhatian tersebut akan terpelihara selama proses pembelajaran berlangsung, atau bahkan akan tahan lebih lama lagi. Rasa ingin tahu dapat dirangsang melalui cara-cara baru, cara aneh, cara lain dengan yang sudah ada. Perhatian menurut Keller dapat dibangun melalui 2 cara (http://en.wikimedia.org/wiki/-motivasi) yaitu: (a) menimbulkan persepsi, menggunakan sesuatu yang tidak diberitahukan kepada peserta didik (memberitahukan ketidakpastian) untuk mendapatkan perhatian serta penggunaan ide, sesuatu yang mengherankan, tidak sewajarnya dan peristiwa yang tidak pasti. (b) Menumbuhkan pertanyaan yang mendorong keingintahuan sehingga peserta didik mengambil sikap untuk tertantang mengajukan pertanyaan atau masalah yang akan dipecahkannya. Cara-cara yang tidak lazim tersebut dapat menstimulir rasa ingin tahu.
Metode yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran yang mampu menararik perhatian peserta didik antara lain sebagai berikut: 1). Aktif berpartisipasi dengan cara antara lain: menggunakan permainan atau bermain secara bergiliran dengan tujuan peserta didik terlibat dalam pencarian materi pembelajaran; 2). John M. Keller dalam Suciati dan Udin Syarifuddin (1997: 44) mengemukakan strategi untuk merangsang minat dan perhatian peserta didik dengan cara sebagai berikut: (1) Gunakan metode pembelajaran yang bervariasi. (2) Gunakan media untuk melengkapi penyampaian bahan kajian. (3) Gunakan humor bilamana diperlukan. (4) Gunakan peristiwa nyata untuk memperjelas konsep yang diutarakan. (5) Libatkan peserta didik
b. R = Relevance (relevansi = kegunaan), artinya motivasi belajar akan tumbuh dan berkembang apabila peserta didik mengakui bahwa materi ajar mempunyai manfaat langsung dalam dirinya. Relevansi menunjuk adanya hubungan antara materi ajar dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik (1997: 45). Motivasi peserta didik akan tumbuh dan terpelihara serta terbangkitkan apabila peserta didik merasakan apa yang dipelajari meme-nuhi kebutuhan pribadi, bermanfaat serta sesuai dengan nilai yang diyakini, diperjuangkan dan dipegangnya. Strategi untuk menunjukkan relevansi antara lain dengan cara berikut: (1) Sampaikan kepada peserta didik tentang apa yang akan dapat mereka lakukan setelah mempelajari materi. Ini berarti guru harus menjelaskan tujuan pembelajaran. (2) Jelaskan manfaat pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang akan dipelajari, dan bagaimana hal tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan kelak kemudian hari. (3) Berikan contoh, latihan atau tes yang langsung berhubungan dengan kondisi peserta didik atau profesi tertentu.
c. C = Confidence (kepercayaan diri), artinya perlu dihilangkan kekuatiran dalam diri peserta didik bahwa meteri tertentu tidak mampu ia pelajari. Peserta didik perlu percaya diri bahwa ia mampu dan bisa berhasil dengan mempelajari sesuatu yang baru. Oleh sebab itu peserta didik perlu didorong dan ditumbuhkan harapan positif untuk berhasil. Strategi yang dapat dikembangkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan diri adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan harapan peserta didik untuk berhasil dengan memperbanyak contoh-contoh berhasilnya peserta didik atau tokoh lain, dengan cara mempersiapkan pembelajaran agar mudah dipahami oleh peserta didik dengan cara mengurutkan dari materi yang mudah ke materi yang sulit. (2) Menyusun materi ajar ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, sehingga peserta didik tidak dituntut untuk mempelajari terlalu banyak konsep baru sekaligus. (3) Menyampai-kan tujuan pembelajaran dan kriteria tes atau ujian pada awal pembelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat membantu peserta didik mempunyai gambaran yang jelas mengenai apa yang diharapkan. (4) Menggunakan strategi kontrol keberhasilan yang ada dalam diri prserta didik sendiri. (5) Menumbuhkembangkan kepercayaan diri dengan kata-kata yang mengenakkan peserta didik. Contoh: kalian telah memahami konsep ini dengan baik, namun demikian masih arus ditingkatkan agar pemahaman kalian semakin sempurna. (6) Memberikan umpan balik yang konstruktif.
d. E = Enjoyment (kesenangan/kegem-biraan)
Rasa senang dalam kegiatan pembela-jaran banyak ditentukan oleh keberha-silan belajar pada waktu-waktu sebelumnya. Selain itu rasa senang juga ditentukan oleh hasil analisis cost-benefit perbuatan belajar, serta rasa butuh belajar dan keyakinan bahwa ia akan mempu mencapai tujuan belajar (Haris Mudjiman, 2008: 91.
Enjoyment learning dimaksudkan anta-ra lain agar guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga siswa memusatkan perhatian secara penuh (Just another Blog.-unila.ac.id weblog). Pembelajaran yang menyenangkan merupakan suatu usaha membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai proses untuk mendapatkan pengalaman baru, melalui penciptaan kegiatan belajar yang beragam dan mengkondisikan suasana belajar, sehingga mampu memberikan pelayanan pada berbagai tingkat kemampuan dan gaya belajar siswa, serta siswa lebih terpusat perhatiannya secara penuh.
Guru dalam pembelajaran perlu tahu tentang kesenangan belajarnya peserta didik. Seperti apakah kesenangan belajar itu dapat dilihat, didengar dan dirasakan? Apabila para guru menginginkan peserta didiknya senang belajar, maka mereka harus mengetahui karakteristik dari kecintaan dan kesenangan ini (Eric Jensen dan LeAnn Nickelsen, 2011: 5). Kita perlu sadar bahwa kesenangan belajar itu jarang timbul sebagai suatu keadaan yang murni, faktor-faktor lain tampaknya menyertai motivasi diri, seperti kelas, senang dengan orang lain, pujian, umpan balik guru, peluang dan perayaan kesuksesan, pengukuhan yang positif, minat terhadap topik/tema, peluang untuk dilibatkan dan lain-lain.
Pelaksanaan pembelajaran yang me-nyenangkan hendaknya memperhati-kan hal-hal berikut: (1) Memahami sifat siswa. Pada dasarnya siswa memilik sifat: rasa ingin dan kebebasan imajinasi. Kedua sifat tersebut merupa-kan modal dasar bagi berkembangnya sikap dan pola pikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran perlu dikelola secara baik demi berkembangnya kedua sifat tersebut. (2) Mengenal siswa secara perorangan. Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam pembelajaran yang menyenangkan perbedaan indivi-du perlu diperhatikan dan perlu tercermin dalam kegiatan pembelajar-an. Semua siswa dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengen kecepatan belajarnya. Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang berkemampuan lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan siswa, guru dapat membantunya bila siswa mendapatkan kesukitan, sehingga siswa dapat belajar secara maksimal.
e. S = Satisfaction (kepuasan), artinya belajar harus menghasilkan rasa puas. Sebab rasa puas akan menyokong dan mendorong tumbuhnya keinginan untuk tetap belajar. Joyfull learning akan mengakibatkan succesfull learning, atau sebaliknya succesfull learning akan mengakibatkan Joyfull learning. Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan mengakibatkan kepuasan dan peserta didik akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan serupa. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi peserta didik, guru dapat memberikan penguatan (reinforcement) berupa pijuan, pemberian kesempatan atau bahkan kalau mungkin diberi hadiah. Strategi untuk meningkatkan kepuasan antara lain dengan: (1) Menggunakan pujian. (2) Memberikan umpan balik. (3) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan atau mempraktekkan pengetahuan yang sudah diperolehnya. (4) Memberi kesempatan kepada peserta didik yang menguasai untuk membantu temannya yang belum menguasai. (5) Baik juga kalau guru membandingkan prestasi siswa dengan prestasi guru dengan suatu standar tertentu.
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat disimulasikan sebagai berikut: Berdasarkan pada kajian pustaka dan landasan teori, pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES memiliki nilai lebih (efektif) daripada pembelajaran menulis secara konvensional. Pembela-jaran menulis berbasis motivasi ARCES memiliki nilai lebih daripada pembe-lajaran menulis konvensional dengan alasan bahwa dalam pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES menerapkan pemanfaatan variasi metode, variasi media, variasi humor, menggunakan peristiwa nyata untuk memperjelas konsep dan selalu melibatkan siswa dalam pembelajaran. Pokok-pokok di depan dalam konteks A = Attention (menarik perhatian). Da-lam pembelajaran ini juga disampaikan kepada siswa tentang perlunya mela-kukan sesuatu setelah memperlajari sesuatu, guru menjelaskan tujuan dari setiap pembelajaran, guru menjelaskan manfaat pengetahuan/ketrampilan/nilai dan sikap/dan bagaimana semua itu diaplikasikan dalam hidup, guru memberikan contoh/latihan atau tes langsung yang berhubungan dengan kondisi peserta didik. Ini semua dilakukan dalam rangka menemukan relevansi pembelajaran dengan kehi-dupan peserta didik atau R = Relevance. Berikutnya dalam pembela-jaran guru berusaha meningkatkan harapan peserta didik untuk berhasil, menyusun materi atas dalam bagian-bagian/unit-unit yang lebih kecil. Guru menyampaikan kriteria tes/ujian pada awal pembelajaran, menggunakan strategi control, menumbuhkan keper-cayaan diri dengan kata-kata yang menyenangkan/mengenakkan serta memberikan unpan balik. Ini semua dilakukan guru dalam rangka menumbuhkan C = Confidence (kepercayaan diri). E = Enjoyment Unsur-unsur tersebut adalah: guru memahami sifat peserta didik (ingin tahu, kebebasan dan imajinasi), guru mengenal peserta didik secara individual, guru memiliki berbagai ke-trampilan, guru mempunyai kemampu-an menyadarkan peserta didik: pengetahuan = T, kebutuhan = B, kemampuan = M dan kesenangan = S. Guru juga mampu mengubah keadaan kelas dari yang biasa menjadi kelas yang menarik. Guru menumbuhkan minat dengan menerapkan kerangka rancangan TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan rayakan). Guru mampu me-mbangun kebersamaan, mempertahan-kan dan menumbuhkan daya ingat serta merangsang daya dengar peserta didik. Pada bagian berikutnya guru menggunakan pujian, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktekkan sesuatu setelah pembelajaran, dalam situasi tertentu membandingkan prestasi peserta didik dengan standar tertentu. Ini dilakukan dalam rangka menumbuhkan kepuasan atau S = Satisfaction.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Merujuk pada objeknya, yaitu pe-ngembangan model pembelajaran menulis yang merupakan bagian dari proses pembelajaran dan kurikulum yang sedang berlaku, maka penelitian ini dapat diketegorikan ke dalam penelitian pendidikan (Sukmadinata, 2005: 23). Peneliti lain seperti Borg dan Gall, dan Gall, dkk., mengkategorikan penelitian semacam ini sebagai educational research and development dan disingkat RD (1983: 772).
Prosedur Penelitian
Pengembangan model pembelajar-an menulis berbasis motivasi ARCES ini akan dilaksanakan dengan desain peneliti-an yang ditetapkan dalam tiga tahap, yaitu sebagai berikut: (a) tahap pendahuluan (eksplorasi); (b) tahap pengembangan model; (c) tahap pengujian model.
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi pengujian model pembela–jaran menulis berbasis motivasi ARCES yang terpilih adalah (1) SMA Negeri 2 Sragen, (2) SMA Negeri 3 Sragen, (3) SMA Negeri 1 Tangen, (4) SMA Negeri 1 Sambungmacan, (5) SMA PGRI Karangma–lang, dan (6) SMA Muhammadiyah 1 Sragen. Penelitian dilaksanakan dalam rentang waktu tanggal 16 Oktober sampai 15 November 2011.
Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan meng–gunakan instrumen berupa daftar chek (chek-list) tentang kemampuan menulis siswa yang diisi oleh guru, serta instrumen berupa tes kemampuan menulis siswa. Tes diberikan sebelum pemberian perlakuan (pretest) dan setelah pemberian perlakuan (post-test) dengan materi yang sama.
Teknik Analisis data
Uji Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Ubahan yang akan diuji sebenar–nya adalah skor kemampuan siswa dalam menulis. Uji normalitas digunakan untuk menguji data tersebut normal atau tidak. Untuk pengujian ini digunakan teknik uji Lilliefors (Lo) pada taraf signifikasi a = 0.05 (Sudjana, 1996: 446-448). Kriteria yang digunakan adalah jika Lo < Lt, maka data memiliki distribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan varian antara dua kelompok atau lebih yang dibandingkan. Untuk menguji homogenitas varian populasi digunakan uji Bartlett pada taraf signifikansi a = 0.05 (Sudjana, 1996: 261-263). Kriteria pengujian yang digunakan apabila harga χ2 hitung lebih kecil dari χ 2 pada tabel pada taraf signifikansi a = 0.05 yang berarti data bersifat homogen.
c. Uji Keseimbangan
Setelah diadakan pengujian per–syaratan analisis data. Pada tahap berikutnya yaitu membandingkan nilai suatu variabel dependen antar kelompok yang ditentukan oleh kategori suatu variabel independen. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya signifikansi antar kelompok tersebut. Variabel dependen yang dibandingkan adalah nilai tes, sedangkan variabel independen yang mengkategorikan adalah jenis tes. Dalam hubungan ini jenis tes yang dimaksud adalah pretes dan postes. Model pembela–jaran yang dianalisis adalah pembelajaran menulis kovensional (kelompok A), dan model pembelajaran menulis berbasis motovasi ARCES (kelompok B).
Nilai tes sebagai variabel dependen diukur dengan skala numerik. Dengan demikian metode analisis data yang digunakan adalah Uji t (Independent Sam–ples t-tes) untuk membandingkan dua kelompok yaitu berdasarkan jenis tes dan model pembelajaran. Uji Anova (one way anova) satu jalur dengan sel tidak sama, untuk membandingkan dua kelompok (kelompok A dan B).
PEMBAHASAN
Tahap ketiga dari kegiatan peneli–tian pengembangan ini adalah menguji keefektivan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based of Motivation) yang mengambil sampel di enam SMA negeri dan swasta yang ada di Kabupaten Sragen, yaitu SMA Negeri 2 Sragen, SMA Negeri 3 Sragen, SMA Negeri 1 Tangen, SMA Negeri 1 Tangen, dan SMA Muhammadiyah 1 Sragen serta SMA PGRI Karangmalang. Hal-hal penting yang layak dibahas pada kedua kelompok, yaitu pembelajaran menulis secara konvensional (kelompok A), dan pengembangan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based of Motivation) (kelompok B) adalah sebagai berikut.
1. Pembahasan Pembelajaran Menulis se–cara Konvensional.
Dalam pembelajaran konvensional guru tidak mengalami kesulitan apapun, kerena guru melaksanakan pembelajaran seperti biasanya, tidak ada hal-hal istimewa yang perlu dipersiapkan dan dipelajari. Sehingga tidak ada kesulitan sama sekali. Kegiatan yang berbeda dengan kegiatan pembelajaran sebelumnya hanyalah melaksanakan pretes dan postes dalam kurun interval waktu duabelas kali pertemuan tatap muka. Demikian juga yang terjadi dalam diri siswa juga tidak ada hal-hal yang istimewa yang terjadi dalam proses pembelajaran selama duabelas kali temu muka.
Dengan demikian kalau dilihat dari perbandingan rata-rata nilai uji keefektivan model terhadap pelaksanaan pembelajaran menulis secara konvensional di enam SMAN tersebut diketahui rata-rata nilai pretes 74,92 dan rata-rata nilai postes 75,79. Rata-rata nilai postes lebih tinggi daripada nilai pretes.
2. Pembahasan Pengembangan Model Pembelajaran Menulis Berbasis Motivasi ARCES
Uji keefektivan model dalam pembelajaran menulis bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari pembelajaran, dengan tetap mengacu pada kompetensi menulis. Dalam uji keefektivan pengem–bangan model pembelajaraan menulis berbasis motivasi ARCES dapat dijelaskan berikut ini.
(a) Pada tahap pertama sebelum melaksanakan pembelajaran, guru mengikuti lokakarya yang dilaksanakan oleh peneliti di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen 16 Juli 2011. Pada tahap kedua pada tanggal 17 September 2011 bertempat di RM Roso Joyo Sragen dilaksanakan facus group discussion (FGD). Kemudian pada tahap ketiga pada tanggal 15 Oktober di RM Roso Joyo Sragen dilaksanakan facus group discussion (FGD). FGD dilaksanakan dengan tujuan untuk menyempurnakan model yaitu buku pedoman guru: pengembangan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based of Motivation) berdasarkan hasil pengamatan peneliti, saran, masukan, evaluasi dari peserta FGD, serta evaluasi dan refleksi dari guru yang melaksanakan uji coba luas.
(b) Guru mempelajari teori-teori dan kon–sep-konsep yang ditawarkan oleh peneliti secara mandiri lebih mendalam.
(c) Guru melaksanakan tes awal (pretes) yang dibuat peneliti.
(d) Guru mengaplikasikan teori-teori dan konsep-konsep yang ditawarkan peneliti dalam pembelajaran di kelas.
(e) Guru melakukan evaluasi dan refleksi pada setiap akhir akhir pembelajaran.
(f) Guru melaksanakan tes akhir (post-tes) setelah duabelas kali pembelajaran (12 temu muka) dengan mengembangkan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES.
(g) Guru menyampaikan setiap hasil evaluasi dan refleksi kepada peneliti.
Dari hasil evaluasi dan refleksi serta hasil pengamatan peneliti diketahui: (a) Para guru kelas XI sangat senang, bersemangat melaksanakan teori dan konsep pengembangan model pembela–jaran menulis berbasis motivasi ARCES serta berusaha mengaplikasikan dalam pembelajaran. (b) Dengan dikembangkan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES: (1) Perhatian siswa terhadap pembelajaran terbangun; (2) Pembelajaran yang dilakukan oleh guru relevan dan sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) Rasa kepercayaan diri siswa semakin tinggi; (4) Siswa merasa senang melakukan kegiatan belajar; (5) Siswa puas dengan hasil belajarnya. (c) Siswa senang dan bersemangat dalam berproses mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, karena dalam pembelajaran ada sesuatu yang baru yang tidak seperti pembelajaran sebelumnya yaitu dengan pengembangan pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES. (d) Dengan mengembangkan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES ini guru tambah pekerjaan sebelum mengajar, karena guru harus betul-betul mempersiapkan diri sesuai dengan harapan dengan dikembangkannya motivasi ARCES itu dalam RPP. (e) Dengan dikembangkan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES motivasi siswa tumbuh dan berkembang, serta senang melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran menulis menjadi lebih efektif dan efisien serta kompetensi menulis meningkat/semakin baik dengan indikator perbandingan rata-rata nilai pretes dan postes. (f) Pembelajaran menjadi tidak membosankan, bervariasi, dan menyenangkan.
Dari data-data yang ada pada uji keefektivan model disimpulkan bahwa pengembangan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based of Motivation) lebih efektif (rata-rata nilai tes akhir 83,94) dibandingkan dengan pembelajaran menulis secara konvensional (rata-rata nilai tes akhir 75,79).
SIMPULAN
1. Implementasi pembelajaran menulis untuk siswa SMA saat ini sangat beragam. Keragaman tersebut disebab-kan oleh beberapa hal, antara lain: latar belakang pendidikan guru, pe-ngalaman guru yang berbeda-beda yang berpengaruh terhadap pemilihan model, pemilihan bahan, penyajian bahan, pengembangan motivasi, pe-ngembangan metode, pemanfaatan media dan penyusunan RPP, pemahaman silabus, cara-cara dalam melaksanakan evaluasi dan cara-cara untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Pengembangan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based of Motivation) disusun melibatkan guru SMA dan pakar serta pihak Dinas Pendidikan melalui facus group discussion (FGD). FGD dilaksa-nakan dalam 3 (tiga) tahap. FGD dilakukan untuk menyempurnakan draf model buku pedoman guru: pengem-bangan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based Model of Motivation) berdasarkan: hasil pengamatan peneliti, refleksi dan evaluasi guru serta saran masukan dari peserta pakar dan pejabat dinas pendidikan.
3. Uji coba dilaksanakan dalam dua tahap yaitu: uji coba terbatas dan uji coba luas.
4. Uji keefektivan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based of Motivation) dilaksanakan di enam SMAN dengan metode eksperimen. Dalam uji keefek-tivan model pada setiap SMA dipilih dua kelas dari kelas XI yang ada. Kelas atau (kelompok A) sebagai kelompok kontrol diberi pembelajaran menulis konvensional. Sementara itu kelas lain (kelompok B) sebagai kelompok eksperimen yang diajar dengan pengembangan model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based of Motivation).
Hasil uji keefektivan model dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran menulis berbasis motivasi ARCES (ARCES Based Motivation) lebih efektif disbanding-kan dengan pembelajaran menulis secara konvensional. Kesimpulaan tersebut didu-kung data kumpulan dari keenam sekolah bahwa rata-rata nilai tes akhir (post tes) pengembangan model pembelajaran menu-lis berbasis motivasi ARCES yaitu 83,94, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nilai tes akhir (post tes) pembelajaran menulis secara konvensional yaitu 75,79.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Zabidi Abdul Razak. 2006. Ciri Iklim Sekolah Berkesan: Implikasinya Terhadap Motivasi Pembelajaran. Journal of Education Universitas Kebangsaan Malaysia Volume 31, 2006.
Alek A. Dan H. Achmad H.P. 2010. Bahasa Indonesis untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Burhan Nurgiyantoro. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.
Bogdan & Taylor. 1993. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Alih Bahasa A. Khosim Affandi. Surabaya: Usaha Nasional.
Borg, Walter. G. Dan M.D. Gall. 1983. Education Research. An Introduction. Fourth Edition.
—————————– 2001. Teaching by Principles and Interactive Approach to Language Pedagogy. San Francisco State University.
Eric Jensen dan LeAnn Nickelsen. 2011. Deeper Learning. Jakarta: PT. Indeks.
Gall, D Meredith. Joyce P Gall & Waletr R, Borg. 2003. Educational Research an Introduction. New York: Pearson Publishing.
Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Peendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Haris Mudjiman. 2011. Belajar Mandiri. Surakarta: UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press) dan Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS.
Just another Blog.unila.ac.id weblog. (Diakses 17 Pebruari 2010).
Keller, JM. 1987. Development and Use of The ARCS Models of Motivational Design. J. Instr. Dev. New Jersey.
Kosasih, A. 2003. Pengaruh Penggunaan Media Gambar dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribaian Siswa pada Pendidikan Budi Pekerti. (Tesis) Surakarta: Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.
———- & Angkowo, R. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta: Grasindo.
Lado, Robert. 1979. Language Teaching: A Scientific Approach. New Delhi: Bombay, Tata, Mc. Grows Hill.
Martin Handoko. 2002. Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta: Kanisius.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dengen PT Remaja Rosdakarya.
Nurudin. 2012. Dasar-dasar Penulisan. Malang: UMM Press.
Oemar Hamalik. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sri Sulisyorini, 2007. Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang (UNNES) dengan Tiara Wacana.
Suciwati, Prasetya Irawan & Wardani. 1997. Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar. Jakarta: PAU-PPAI. DIRJEN DIKTI.
———- dan Udin Syarifuddin. 1997. Teori Motivasi dan Penerapannya dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Dikti.
Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wahyosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.