TANGGUNG JAWAB HUKUM PEMERINTAH

DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL

(GOVERNMENT LAW RESPONSIBILITY

IN THE IMPLEMENTATION OF NATIONAL EDUCATION)

Franciscus Xaverius Wartoyo

Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRACT

Government legal responsibilities in the implementation of national education system to carry out the mandate set out in Section 31 of the Constitution Republic of Indonesia 1945 to the intellectual life of the nation. This is confirmed issuance of the Indonesian Government Regulation 47/2008 regarding compulsory education and Indonesian Government Regulations 48/2008 regarding funding education of elementary school (SD) to high school (SMP) free borne by the government through the School Operational Assistance (BOS) to make the education system based on the national human values and justice in the Pancasila. And realize the human rights set out in the Constitution 1945 Republic of Indonesia Article 28c paragraph (1) and Article 28d paragraph (3) every citizen has the right to obtain equal opportunities in government. Sociologically free primary education can not be realized in a fair and equitable for the presence of educational autonomy, every area is not the same policies and management education in many schools that are not transparent even still many schools to collect funds for the reason given by the government budget for operational costs is not enough. In addition, the 9-year basic education which should free up to secondary education (high school) borne by either the state of infrastructure, teachers’ salaries, electricity, telephone, computer, books, stationery without distinguishing between public and private schools.

Keywords: national education, justice, humanity, contitution republic of indonesia 1945.


PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia meme-gang peranan penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alenia ke empat, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehi-dupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemer-dekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Bahwa setiap warga negara Indo-nesia dilindungi dan dijamin oleh pemerintah melalui undang-undang dasar RI Tahun 1945 dalam memperoleh hak asasi manusia yang dirumuskan dalam pasal 28C ayat (1) setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia; pasal 28D ayat (3) setiap orang berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan[1].

Masalah Pendidikan diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang me-nyatakan;

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

(3) Pemerintah mengusahakan dan me-nyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidup-an bangsa yang diatur dengan undang-undang.

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran penda-patan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengeta-huan dan teknologi dengan menjun-jung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Undang-Undang Republik Indone-sia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional selanjutnya disingkat (UU Sidiknas No. 20 Th. 2003). Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan ke-mampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menja-di warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[2].

Kebijakan pendidikan menurut Un-dang-Undang Pendidikan Nasional Tang-gung Jawab Hukum Pemerintah Dalam Penyelenggaram Pendidikan Nasional, Negara seharusnya bertanggung jawab secara orisinil dan bertanggung jawab secara mutlak dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan rakyat Indonesia tetapi sistem tersebut tidak konsekuen diselenggarakan, karena masih menggunakan sistem trial and error sistem mencoba-coba.Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggung jawab terhadap tuntutan per-ubahan zaman.

Secara yuridis tentang hak setiap warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan nasional yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dirumuskan dalam UUD RI 1945 dalam Pasal 28C ayat (1) setiap orang berhak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya yang demi kesejahteraan umatnya, Pasal 28D ayat (3) itu setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Kehadiran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2013 (UU SPN No20/2003) tentang konsep tanggung jawab pemerintah dalam penye-lenggaraan sistem pendidikan nasional dirumuskan Pasal 5 ayat (1) “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, Pasal 6 ayat (1) “setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”, Pasal 11 ayat (1) “pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”, Pasal 11 ayat (2) “pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”, Pasal 34 ayat (2) “pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal jenjang pendidikan tanpa biaya”, Pasal 49 ayat (1) “dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBN)”; ayat (2) “gaji guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.”

Rumusan Masalah

Berdasarkan atas uraian latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.1. Bagaimana tanggung jawab hukum pemerintah dalam penyelenggaraan Pendidikan Nasional?

1.2. Apakah berdasarkan sistem Pendidikan Nasional dapat selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang tertuang dalam Pancasila?

PEMBAHASAN

Tanggung jawab hukum pemerintah dalam pendidikan

Negara hukum ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan berlaku (Machts-staat). Negara hukum ialah suatu masyarakat dan negara berdasarkan hukum, di mana terdapat keseimbangan antara kepentingan masyarakat di mana warganegara dan penguasa tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Negara hukum berarti setiap warganegara mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan yang sah serta mendapatkan jaminan perlindungan hukum tanpa kecualinya. Pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya harus berdasarkan hukum dan keadilan[3]. Negara yang berfungsi dan bertugas untuk mewujudkan tujuan nasional dan negara Republik Indonesia dari cita-cita luhur yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa[4].

Kebijakan pendidikan menurut Un-dang-Undang Pendidikan Nasional Tang-gung Jawab Hukum Pemerintah Dalam Penyelenggaram Pendidikan Nasional, Negara seharusnya bertanggung jawab secara orisinil dan bertanggung jawab secara mutlak dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan rakyat Indonesia tetapi sistem tersebut tidak konsekuen diselenggarakan, karena masih menggunakan sistem trial and error sistem mencoba-coba,Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggung jawab terhadap tuntutan per-ubahan zaman.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diamandemen tentang tanggung jawab pendidikan dirumuskan dalam Pasal 31 ayat (1) menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, ayat (3) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, ayat (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, ayat (4) negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara serta dari Pendapatan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, ayat (5) pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Secara yuridis tentang hak setiap warga negara Indonesia untuk mendapat-kan pendidikan nasional yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dirumuskan dalam UUD RI 1945 dalam Pasal 28C ayat (1) setiap orang berhak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya yang demi kesejahteraan umatnya, pasal 28D ayat (3) itu setiap warga negara berhak men-dapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Kehadiran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2013 (UU SPN No20/2003) tentang konsep tanggung jawab pemerintah dalam penye-lenggaraan sistem pendidikan nasional dirumuskan Pasal 5 ayat (1) “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, Pasal 6 ayat (1) “setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”, Pasal 11 ayat (1) “pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”, Pasal 11 ayat (2) “pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”, Pasal 34 ayat (2) “pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal jenjang pendidikan tanpa biaya”, Pasal 49 ayat (1) “dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBN)”; ayat (2) “gaji guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.”

Melihat kebijakan UU SPN No.20/2003 ada beberapa Pasal belum mewujudkan tanggung jawab hukum pemerintah khususnya Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 karena banyak masyarakat yang belum dapat menikmati pendidikan karena adanya manajemen berbasis sekolah dan biaya operasional sekolah belum mewakili atau mewujudkan pendidikan yang gratis karena banyak sekolah secara khusus negeri masih melakukan pungutan-pungutan dengan alasan dan yang dari pemerintah masih kurang atau terlambat belum cair, secara khusus banyak sekolah swasta yang membebankan gaji guru kepada siswa karena pemerintah mengeluarkan kebijakan yang didanai APBN hanyalah tenaga pendidik (guru dan dosen) yang diangkat oleh pemerintah sehingga sekolah pendidikan dasar sampai menengah akan membuat kebijakan yang berbeda-beda pada setiap daerah khususnya dalam mewujudkan pendidikan dasar gratis 9 tahun. Apabila kebijakan tersebut belum direvisi maka pendidikan dasar tidak akan bisa dinikmati bagi warga negara yang kurang mampu.

Dari hasil penelitian ada beberapa tanggung jawab hukum pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional belum terwujud untuk menceraskan kehidupan bangsa secara adil dan merata bagi setiap warga negara Indonesia?

1.   Kebijakan pendidikan dan peraturan pemerintah yang tidak konsisten adanya program pendidikan yang sering bergonta-ganti atau dengan istilah ganti menteri ganti kebijakan.

2.   Sistem ujian akhir nasional sebagai salah satu penentu kelulusan membuat pendidikan seolah-olah berhasil atau tidaknya ditentukan dalam waktu ujian.

3.   Kebijakan mengembangkan pendidikan karakter dalam kurikulum KTSP belum terlaksana sudah dicanangkan sistem pendidikan rintisan sekolah bertaraf internasional.

4.   Sistem pendidikan RSBI baru berjalan kurang lebih 4 tahun melalui keputusan mahkamah konstitusi tahun 2013 dibubarkan tanpa penyelesaian yang komprehensif sehingga muncul kebijakan kurikulum 2013.

5.   Belum mengembangkan konsep pendidikan dasar gratis setiap lapisan sampai tingkat SMA secara mutlak.

6.   Masih terjadi kesenjangan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta khususnya dalam pelaksanaan biaya operasional sekolah, banyak sekolah swasta yang akhirnya tutup karena tidak dapat siswa atau tidak bisa operasional karena keterbatasan anggaran.

7.   Belum ada jaminan transparansi yang terbuka untuk pengelolaan biaya operasional sekolah dikarenakan administrasi dan aturan yang dibuat oleh pemerintah tidak konsisten sehingga banyak sekolah yang mengalami kesulitan untuk melaporkan atau membuat anggaran untuk biaya operasional sekolah.

Bahwa setiap warga negara Indonesia dilindungi dan dijamin oleh pemerintah melalui undang-undang dasar RI Tahun 1945 dalam memperoleh hak asasi manusia yang dirumuskan dalam Pasal 28C ayat (1) setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia; Pasal 28D ayat (3) setiap orang berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan[5]. Masalah tanggung jawab pendidikan diatur secara tegas di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31.

Tanggung jawab pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu Sistem Pendidikan Nasional yang harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisien manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global, sehingga perlu dilakukan perubahan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

Undang-Undang Republik Indone-sia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional selanjutnya disingkat (UU Sidiknas No. 20 Th. 2003). Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[6].

Wewenang merupakan kekuasaan atau kemampuan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan pemerintahan, berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pengertian hukum, wewenang merupakan kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat hukum[7], dan dimaknai secara luas dan bersifat umum yang disebut sebagai wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Namun demikian konsep wewenang ini selalu dalam kaitannya dengan konsep negara hukum, oleh karena itu penggunaan wewenang tersebut dibatasi atau selalu tunduk pada hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis[8]. Selanjutnya menurut sumbemya, wewe-nang dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yang terdiri atas: a) Wewenang atributif; b) Wewenang delegatif; dan c) Wewenang yang diperoleh melalui manda-taris (mandat).

Pendidikan Nasional yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang tertuang dalam Pan-casila

Manajemen berbasis sekolah dide-finisikan sebagai desentralisasi otoritas pengambilan keputusan pada tingkat sekolah yang pada umumnya menyangkut tiga bidang, yaitu anggaran, kurikulum, dan personel. Dalam sistem manajemen berbasis sekolah otoritas dapat ditransfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dari pemerintah daerah ke pengawas sekolah, dari pengawas sekolah ke dewan sekolah, dari dewan sekolah ke kepala sekolah, guru, administrator, konse-lor, pengembang kurikulum, dan orang tua[9].

MBS adalah suatu bentuk admi-nistrasi pendidikan, di mana sekolah menjadi unit utama dalam pengambilan keputusan. Hal ini berbeda dengan bentuk tradisional manajemen pendidikan, di mana birokrasi pemerintah pusat sangat dominan dalam proses pembuatan keputusan.

Negara keadilan sosial artinya negara kita menjamin dan melindungi keseimbangan selaras hak-hak kewajiban setiap warga negara untuk terwujudnya keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara melalui tugas-tugas pemerintah wajib menjunjung tinggi dan mengusahakan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh warga negara Indonesia, baik dibidang hukum, politik, sosial ekonomi dan budaya. Negara kita menganut faham “social justice and social welfare state”[10].

Ketentuan arti kata “wajib belajar” dalam pendidikan nasional adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah pada jenjang pendidikan sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama. Dalam kaitan wajib belajar untuk pendidikan dasar PPRI nomor 47 tahun 2008 pasal 2 ayat (1) Wajib belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia disamping pemerintah wajib belajar yang diatur PPRI nomor 47 pasal 9 ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya; ayat (2) Warga negara Indonesia yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar apabila daya tampung satuan pendidikan masih memungkinkan; ayat (3) Warga negara Indonesia yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; ayat (4) Warga negara Indonesia usia wajib belajar yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan pendidikan dasar gratis bagi setiap warga negara Indonesia yang kurang mampu secara sistematis akan dapat menghasilkan suatu hasil yang dicita-citakan dalam pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang adil dan merata bagi setiap warga negara untuk mendapatkan yang sama dalam mewujudkan kesejahteraan baik dalam pendidikan maupun dalam pemerin-tahan. Kemajuan pendidikan dalam suatu negara sangat menentukan kesejahteraan suatu bangsa, terkait pendidikan pemerin-tah mempunyai tanggung jawab secara orisinil untuk merealisasikan dasar pendi-dikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan yang tercantum dalam UU SPN No. 20/2003 Pasal 2.

Terkait dengan tanggung jawab pemerintah dalam membiayai seluruh biaya pendidikan tertuang dalam UUD 1945 bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar. Sejalan dengan itu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 6 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pesan dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan lain yang sederajat.

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 menyatakan bahwa Pemerin-tah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Jadi sudah jelas bahwa “Pendidikan Gratis” menjadi suatu harga mati yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Kebijakan diatas kontradiksi de-ngan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 9 yang menyatakan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyeleng-garaan pendidikan. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, da-lam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pendanaan pendidikan melibatkan partisipasi masyarakat. Sejalan dengan hal di atas Pendidikan Gratis juga memandul-kan semangat Manajemen Berbasis Seko-lah (MBS) dalam rangka merangkul peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui komite sekolah.

Secara global bahwa pendidikan dasar gratis dan pendanaan gratis yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan persyaratan yang tercantum pada PPRI No. 47 dan peraturan PPRI No. 48 pendidikan gratis serta biaya operasinal sekolah belum mewujudkan pendidikan yang dicita-citakan dalam Pembukaan UUD 1945 karena untuk alat tulis, komputer, internet, listrik, air, sarana prasarana, gaji guru honorer, swasta masih dibebankan siswa sehingga melalui komite sekolah untuk pendanaan dibebankan kepada siswa,Standar nasional memunculkan masalah pendidikan khusus-nya orang tua siswa sekolah karena kelulusan pendidikan dasar sampai pendidikan menengah ditentukan oleh waktu 3 hari melalui ujian akhir nasional yang dirumuskan dalam pasal 67 ayat (1) “Pemerintah menugaskan badan standar nasional pendidikan (BNSP) untuk menyelenggarakan ujian nasional yang wajib diikuti peserta didik”. Pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur non formal kesetaraan. Pasal 68 hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbang-an: a) pemetaan mutu program; b) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikut-nya; c) penentuan kelulusan peserta didik. Bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

UU SPN No.20/2003 tentang wajib belajar bagi setiap warga negara tidak menyebutkan secara eksplisit menjadi tanggung jawab pemerintah, namun adanya PBRI Nomor 47 Tahun 2008, Nomor 48 Tahun 2008, tanggung jawab pendidikan dalam pendanaan dibebankan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat melalui komite sekolah,Sistem pendidikan nasional yang selaras nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial melalui PPRI Nomor 30 Tahun 2010 Pasal 1 bantuan biaya pendidikan di berikan kepada peserta didik pada sekolah dasar/SLB, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tingi yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikan dengan syarat yang dirumuskan dalam Pasal 6: a) berstatus bagi peserta didik pada satuan pendidikan; b) orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan; dan c) bukan penerima bantuan biaya pendidikan.

PPRI Nomor 32 Tahun 2013 perubahan PRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional Pasal 77c ayat (1) struktur kurikulum pendidikan anak usia dini formal berisi program-program pengembangan nilai agama dan moral, motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni; Pasal 67 ayat (1) pemerintah menugaskan BNSP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diatur peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur non formal kesetaraan,(1a) ujian nasional untuk satuan pendidikan dasar sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk SD/MI/SDLB/ atau bentuk lain yang sederajat; ayat (2) dalam penyelenggaraan ujian nasional BNSP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan pemerintah Kabupaten/Kota dan satuan pendidikan.

Pendidikan dasar gratis 9 tahun dengan sistem otonomi pendidikan setiap daerah membuat kebijakan yang berbeda menyebabkan pendidikan gratis belum bisa dinikmati setiap warga yang kurang mampu, di samping itu, pendidikan dasar gratis 9 tahun seiring dengan perkembang-an zaman akan membatasi setiap warga negara untuk menjadi calon legislatif, Sekolah gratis adalah harapan baru bagi anak-anak kurang mampu yang sebelum-nya tidak memiliki harapan dan tidak berani bermimpi bisa mengenyam pendidikan. Isu sekolah gratis telah lama didengungkan oleh pemerintah. Kini kebijakannya telah terealisasi dan sedang gencar-gencarnya disosialisasikan lewat berbagai media. Kebijakan sekolah gratis ini merupakan bentuk realisasi anggaran pendidikan 20% yang sejak dulu digodok parlemen. Masyarakat tentu senang dengan adanya sekolah gratis. Pendidikan yang mahal dan sulit semakin sirna. Mereka bisa lebih lega dalam menyekolahkan anak-anaknya.

Kebijakan pendidikan dasar gratis telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, mengenai pembebasan biaya sekolah di tingkat SD dan SMP baik negeri maupun swasta. Tujuan pendidikan dasar gratis untuk mewujudkan program kerja pemerintah. Selain dari itu juga dalam rangka meningkatkan SDM yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam kancah nasional maupun internasional. Dalam menetapkan kebijakan tersebut pemerintah tidak serta merta asal dalam menetapkan kebijakan tersebut. Pastinya pemerintah mengambil keputusan tersebut dengan penuh pertimbangan dan pemikiran yang cukup matang demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu yang tercantum dalam UUD 1945 yang berbunyi, “ Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Cita-cita tersebut dapat tercapai apabila pemerintah dan seluruh masyarakat mampu bekerjasama demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Setiap anak didik berhak mendapat pendiidikan sesuai dengan agama, bakat/minat, dan kemampuan (fisik, psikologis, ekonomi), serta berkewajiban, menjaga norma pendidikan serta menanggung biaya penyelenggaran Sekolah gratis memang sangat membantu masyarakat sesuai undang-undang dasar bahwa pendidikan dijamin oleh negara. Namun dari rasa senang dan bangga adanya kebijakan sekolah gratis, berbagai kalangan ragu tentang pelaksanaan kebijakan yang sejak dulu diharapkan ini[11].

Dimuka telah dijelaskan sistem pendidikan nasional adanya peraturan yang berubah-ubah seolah pendidikan dijadikan kelinci percobaan, bahwa fenomena pendidikan baik kurikulum gaji, sarana prasarana, ujian akhir nasional, Badan Hukum Pendidikan, pendidikan dasar gratis merupakan sebuah dilema yang tidak mudah dipecahkan sebab di satu sisi pendidikan merupakan tanggung jawab negara yang perlu dijamin pendidikan yang adil dan merata bagi setiap warga negara sebagai hak setiap manusia yang masih memerlukan kesempatan yang baik untuk berkembang dan mempersiapkan diri dalam menyongsong hari depan yang lebih baik. Namun di sisi lain pemerintah memberikan jaminan pendidikan gratis dalam arti dengan syarat tertentu. Karena hampir sebagian besar pendidikan dasar 9 tahun atau sebagai pendukung dalam pelaksanaan biaya operasional sekolah kebijakan pemerintah hanya melihat sektor operasional tetapi tidak melihat faktor yang lain dalam menunjang pendidikan.

Alasan klasik dan paling esensial penyebab tanggung jawab negara pendidikan belum maksimal bagi warga kurang mampu karena dalam penyeleng-garaan gratis hanya sampai pada tingkat SMP dengan kategori sekolah yang tidak berkualitas, maka pendidikan gratis belum bisa dirasakan oleh seluruh warga negara di samping itu untuk sekolah gratis jumlah masih terbatas terjadi kesenjangan antara sekolah swasta dan sekolah negeri, tidak jarang sekolah gratis hanya sekedar slogan untuk operasional tetapi gaji guru honorer dan sarana prasarana komputer, gaji guru sekolah swasta dibebankan kepada siswa.

Secara sosiologis kebijakan sekolah gratis mampu memberikan dampak yang positif demi tercapainya cita-cita nasional yang mana kebijakan tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi warga kurang mampu karena alasan faktor ekonomi tidak bisa menikmati pendidikan sekolah gratis yang ideal dan berkualitas maka menurut penelitian dari berbagai sumber baik primer maupun sekunder mulai tahun ajaran 2014, seharusnya pemerintah bertanggung jawab secara orisinil dan mutlak yang artinya pemerintah bertanggung jawab memberikan anggaran baik untuk kurikulum, pendanaan, evaluasi, gaji guru dan dosen negeri maupun swasta karena dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemanusiaan di dalam Pancasila.

Karena selama berlakunya sistem pendidikan nasional ada ketimpangan yang sangat jauh antara swasta dan negeri tetapi secara administrasi mempunyai tanggung jawab yang sama baik akreditasi, kompetensi pendidik,tetapi untuk beasiswa (BPPS) mengalami perbedaan dalam memberikan alokasi beasiswa bagi perguruan tinggi swasta dan negeri, seacara yuridis syarat-syarat kompetensi pendidik antara negeri dan swasta serta adninistrasi pendidikan yang lainnya, misalnya guru harus lulusan sarjana dan dosen harus lulusan magister serta memiliki standar yang sama.

PENUTUP

Kesimpulan

Tanggung jawab hukum pemerintah dalam pendidikan adalah tanggung jawab tanggung jawab mutlak baik pada kurikulum, sarana prasarana, gaji guru, dana pembangunan dan tanggung jawab orisional yang melekat pada berdirinya sebagai negara dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dalam pembukaan UUD 1945 jangan sampai bangsa Indonesia penyelenggaraan pendidikan hanya dinikmati oleh kelompok tertentu.Adanya UU SPN Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 51 tentang sistem manajeman berbasis sekolah bagi pendidikan dasar sampai menengah seolah-olah pemerintah melempar tanggung jawab pendidikan kepada masyarakat. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar 9 tahun dan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan melalui Dana Operasional Sekolah (BOS) banyak fakta dalam pengelolaannya tidak transparan bahkan masih banyak pungutan dengan alasan untuk pajak listrik, bayar PDAM, sarana komputer, untuk guru honorer bahkan sekolah swasta membebankan gaji guru kepada siswa menunjukkan pemerintah lalai seolah-olah melepas tanggung jawab bagi pelaksananaan yang menunjang bagi prestasi belajar mengajar khususnya bagi sekolah swasta.

Bagi warga kurang mampu tidak ada kesempatan untuk mencalonkan diri menjadi calon legilatif karena syarat menjadi calon legislatif minimal pendidikan SMA bahkan untuk menjadi TKI di luar negeri mulai tahun 2017 minimal pendidikan SMA maka dengan adanya pendidikan dasar 9 tahun (sekolah dasar sampai SMP) belum sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang ada di dalam Pancasila. Di Indonesia sistem kebijakan pendidikan cenderung trial and error (sistem mencoba-coba) hal tersebut dibuktikan kebijakan pendidikan yang berubah dalam waktu singkat dan tidak profesional:

a.   Kurikulum KBK Tahun 2004 baru berjalan dua tahun diganti dengan Kurikulum KTSP Tahun 2006.

b.   Sistem Ujian Negara (UN) yang tidak konsisten.

c.    Kebijakan mengembangkan pendidikan karakter dalam kurikulum KTSP belum terlaksana secara maksimal Tahun 2009 dicanangkan sistem pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.

d.   Sistem pendidikan RSBI baru berjalan kurang lebih 4 tahun melalui keputusan Mahkamah Konstitusi awal tahun 2013 dibubarkan tanpa penyelesaian yang komprehensif.

e.   Belum mengembangkan konsep pendidikan biaya murah sampai perguruan tinggi yang terjangkau bagi setiap lapisan dan pendidikan moralitas sejak usia dini.

f.    Tahun 2004 pendidikan dasar 6 tahun dan tahun 2008 berubah menjadi 9 tahun tetapi itu belum mengakomodasi bagi rakyat kurang mampu.

Bahwa Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia belum mengembangkan nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, dari kebijakan ini dapat dilihat sebagai berikut:

a.   Pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang berkualitas dengan biaya yang tinggi dengan alasan untuk mendukung biaya operasional contohnya sekolah internasional, sehingga orang kurang mampu tidak bisa menikmati pendidikan berkualitas.

b.   Hal ini justru berbeda dengan Malaysia, pendidikan betul-betul menjadi prioritas negara dengan tanggung jawab negara secara mutlak sehingga biaya pendidikan sangat murah, tidak adanya pungutan seperti di Indonesia, di Malaysia, buku, sarana prasarana, gaji guru biaya operasionalnya di tanggung oleh negara, bahkan kalau ada orang tua tidak menyekolahkan justru orang tua kena denda.

c.    Dalam pengembangan kurikulum seharusnya bangsa Indonesia belajar dari negara Jepang bahwa pendidikan dasar adalah kunci dalam membentuk karakter, maka negara Jepang dalam pendidikan dasar tidak diajarkan bidang kognitif tetapi lebih diajarkan soal moral dan karakter hidup selain itu negara Jepang dalam kurikulum pendidikan disistem proporsional artinya tidak sering gonta-ganti kurikulum.

Saran

1.   Pemerintah seharusnya dalam kebijak-an pendidikan harus memegang kon-sep UUD 1945 dan memegang prinsip-prinsip nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang tertuang dalam Pancasila dan segala peraturan perundang-undangan tidak berdasar itu perlu dikaji ulang.

2.   Dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dan PPRI Nomor 47; Nomor 48 Tahun 2008 PPRI Nomor 32 Tahun 2013 belum mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang seharusnya pendidikan dasar gratis sampai sekolah menengah atas agar warga negara yang kurang mampu ada kesempatan memperbaiki nasib menjadi calon legislatif dan menjadi tenaga kerja luar negeri yang dilindungi undang-undang, pendidikan moralitas bisa diberikan melalui kurikulum maupun di luar kurikulum, peserta didik dapat memperoleh nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang berguna untuk pengembangan individu yang berkarak-ter Pancasila untuk kepentingan bang-sa dan negara dalam mewujudkan rasa nasionalisme.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Bernadi B., Imam. 1998. Pendidikan Perbandingan. Andi Offset. Yogyakarta.

Bruggink J.J.H., 1998. Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidarta, Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Danim, S. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

H.A.R. Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.

Hendarmin Ranadireksa dalam Muladi, 2007.Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implementasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, ctk. Kedua, Refika Aditama, Bandung.

Lawrence M. Friedman, The Legal System : A Social Science Perspective,Russel Sage Foundation, New York. 1975

Indroharto, Usaha Memahami Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Smar Harapan, Jakarta, 2002.

Nurkolis. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo.

Ridwan H.R Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2006

Syafe’i, Imam. 2011. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Yogyakarta: Deepublish.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Solo: Sarana Ilmu.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Bandung: Citra Umbara.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Solo: Sarana Ilmu.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Bandung: Citra Umbara.

Internet

http://anistarina.blogspot.com/2011/12/dampak-kebijakan-sekolah-gratis.html

(Diakses Hari Minggu 12 Januari 2014 Pukul 17:25)

 


[1] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Solo: Sarana Ilmu.

[2] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Bandung: Citra Umbara. hal.3.

[3] Syafe’i, Imam. 2011. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Yogyakarta: Deepublish. Hlm. 59

[4] Syafe’i, Imam. Op Cit. Hlm. 61

[5] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Solo: Sarana Ilmu.

[6] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Bandung: Citra Umbara. hal.3.

[7] Indroharto, Usaha Memahami Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Smar Harapan, Jakarta, 2002, hal. 68.

[8] Indroharto, Ibid. hal. 69.

[9] Nurkolis. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo. Hlm. 7.

[10] Syafe’i, Imam. Op Cit. Hlm. 60-61.